• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Resistensi Anopheles barbirostris Terhadap Permethrin 0,75% Desa Wawosangula, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Status Resistensi Anopheles barbirostris Terhadap Permethrin 0,75% Desa Wawosangula, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

The insecticide permethrin is a compound or class of Pyrethroids (sp) known as synthetic pyrethroids that works disrupt the nervous system. SP Group is widely used in the control of insect vectors for adults (space spraying and IRS) nets, bags or insectiside Treated Net (ITN) or Long Lasting insecticidal net (LLINs) and various formulations insectisides households. The survey aimed to find differences in the number of deaths of Anopheles barbirostris according permethrin dose and duration of contact. The method used was the susceptibility Test. Samples numbered 125 An. barbirostris mosquitoes which consists of 100 for the test group and 25 for the control group are derived from the same population. Samples obtained through the capture of mosquitoes in cages near the houses in the village Wawosangula Puriala, Konawe. The results showed vulnerability or susceptibility where death mosquitoes to test 100% at a dose of 0.75% permethrin. Although test results show the vulnerability and the test material can still be used but it is expected, in the spraying of field variation of dose and increase the duration of contact between mosquitoes with insecticide are made permethrin active, such as closing windows and doors shut to increase mortality malaria mosquitoes.

A B S T R A C T / A B S T R A K INFO ARTIKEL

Insektisida permethrin adalah senyawa atau insektisida dari golongan Piretroid (sp) yang dikenal sebagai synthetic pyretroid yang bekerja menganggu system syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam pengendalian vektor untuk serangga dewasa (space spraying dan IRS) kelambu celup atau Insectiside Treated Net (ITN) atau Long Lasting Insectisidal Net (LLINs) dan berbagai formulasi insketisida rumah tangga. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah kematian nyamuk

Anopheles barbirostris menurut dosis permethrin dan lama kontak. Metode yang digunakan adalah The susceptibility Test. Sampel berjumlah 125 ekor nyamuk An. barbirostris yang terdiri dari 100 ekor nyamuk untuk kelompok uji dan 25 ekor nyamuk untuk kelompok kontrol yang berasal dari populasi yang sama. Sampel didapatkan melalui penangkapan nyamuk di kandang dekat rumah penduduk di Desa Wawosangula, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe. Hasil penelitian menunjukkan kerentanan atau susceptible dimana kematian nyamuk uji 100% untuk Permethrin dengan dosis 0,75%. Walaupun hasil pengujian menunjukkan kerentanan dan bahan uji masih dapat digunakan namun diharapkan, dalam penyemprotan di lapangan dilakukan variasi dosis dan meningkatkan lama kontak antara nyamuk dengan insektisida yang berbahan aktif permethrin, seperti menutup jendela dan pintu dengan rapat untuk meningkatkan kematian nyamuk.

© 2017 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved Kata kunci:

Kerentanan,

Anopheles barbirostris,

permethrin puriala

Article History:

Received: 11 Maret 2017 Revised: 7 April 2017 Accepted: 29 Mei 2017

*Alamat Korespondensi : email : andias_entosulsel@yahoo.co.id Keywords:

susceptibility,

Anopheles barbirostris, permethrin,

puriala

Status Resistensi

Anopheles barbirostris

terhadap Permethrin 0,75%

Desa Wawosangula, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe,

Provinsi Sulawesi Tenggara

a, b

Andi Arahmadani Arasy * dan Anis Nurwidayati

aBalai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit Makassar, Kementerian Kesehatan RI

Jl. Wijaya Kusuma No.29-31, Banta-Bantaeng, Makassar, Sulawesi Selatan 90222

bBalai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Jl. Masitudju No.58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

The Anopheles barbirostris Resistance Status To Permethrin 0.75%

in Wawosangula Village, Puriala District, Konawe Regency,

(2)

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit reemerging,

yakni penyakit yang menular kembali secara massal. Malaria merupakan penyakit yang

ditularkan oleh nyamuk vektor (vector borne

diseases). Penyakit infeksi ini banyak dijumpai di daerah tropis, disertai gejala-gejala seperti demam dengan fluktuasi suhu secara teratur, kurang darah, pembesaran limpa dan adanya pigmen dalam jaringan. Malaria disebabkan

oleh parasit bersel satu dari kelas Sporozoa,

suku Haemosporida, keluarga Plasmodium.

Spesies yang diketahui menginfeksi manusia yaitu P. falciparum, P. malariae, P. vivax, dan P. ovale. P. falciparum ditemukan terutama di daerah tropis dengan risiko kematian yang lebih besar bagi orang dengan kadar imunitas rendah. Parasit ini disebarkan oleh nyamuk

1

dari genus Anopheles.

Diketahui lebih dari 422 spesies

Anopheles di dunia dan sekitar 60 spesies berperan sebagai vektor malaria yang alami. Di Indonesia hanya ada 80 spesies dan 22 diantaranya ditetapkan menjadi vektor malaria. Delapan belas spesies dikonfirmasi sebagai vektor malaria dan empat spesies diduga berperan dalam penularan malaria di Indonesia. Nyamuk tersebut hidup di daerah tertentu dengan kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai,

rawa-1,2

rawa, persawahan, hutan dan pegunungan. Vektor malaria di Provinsi Sulawesi Selatan

yang diketahui adalah An. barbirostis, An.

1 subpictus, dan An. sundaicus.

Malaria dapat ditemukan mulai dari belahan bumi utara (Amerika Utara sampai Eropa dan Asia) ke belahan bumi selatan (Amerika Selatan). Keadaan malaria di dunia saat ini diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus malaria klinis/tahun dengan 1,5-2,7 juta kematian, terutama negara-negara benua Afrika. Risiko tinggi penularan malaria di Afrika dengan jumlah estimasi kasus pada tahun 2010 sekitar 174 kasus dengan estimasi

3

kematian sebanyak 596.000 kasus. Di Asia Tenggara negara yang termasuk wilayah endemis malaria adalah: Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal,

3

Srilanka, dan Thailand.

Milenium (MDGs), dimana ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka

2

kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih

1

terdapat desa/fokus malaria tinggi.

Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang penanggulangannya antara lain menggunakan insektisida, selain upaya pengelolaan lingkungan, penggunaan musuh alami serta upaya pencegahan kontak orang dengan vektor agar terhindar dari penularan penyakit. Pelaksanaan pengendalian vektor mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan R I ( P e r m e n k e s ) n o m o r 374/Menkes/Per/III/2010 tanggal 17 Maret 2010 tentang pengendalian vektor yang mengatur beberapa hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan, perizinan, pembiayaan, peran serta masyarakat, monitoring dan evaluasi serta pembinaan dan pengawasan pengendalian vektor. Secara teknis upaya pengendalian vektor perlu diterapkan pendekatan pengendalian vektor terpadu (PVT) yang salah satu prinsipnya adalah penggunaan insektisida merupakan pilihan terakhir dan dilakukan secara rasional

2

serta bijaksana.

Cara kerja insektisida dalam tubuh serangga dikenal istilah mode of action dan cara masuk atau mode of entry. Mode of action

(3)

2

menghambat keseimbangan air.

Insektisida permethrin termasuk ke

dalam golongan insektisida synthetic

pyretroid (SP) yang bekerja mengganggu sistem syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam pengendalian vector untuk serangga

dewasa (space spraying dan IRS), kelambu

celup atau Insecticide Treated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal Net (LLIN), dan berbagai formulasi Insektisida rumah tangga. Contoh lain golongan ini adalah metoflutrin, transflutrin, d-fenotrin, lamda-sihalotrin,

2

sipermetrin, deltametrin, serta etofenproks. Pengertian resistensi adalah kemampuan populasi vektor untuk bertahan hidup terhadap suatu dosis insektisda yang dalam keadaan normal dapat membunuh spesies

4

vektor tersebut. Jenis resistensi dapat berupa resistensi tunggal, resistensi ganda (multiple)

dan resistensi silang (cross resistance).

Resistensi berkembang dalam populasi spesies vektor melalui generasi atau seleksi akibat paparan insektisida terhadap spesies vektor dan metode aplikasi, dosis, serta cakupan intervensi. Proses terjadinya resistensi dapat berlangsung secara cepat atau lambat dalam ukuran bulan hingga tahun,

2,3,5

serta frekuensi penggunaan insektisida. Tujuan dilakukan uji adalah untuk mengetahui status kerentanan nyamuk vektor malaria terhadap penggunaan insektisida ya n g s e l a m a i n i d i g u n a ka n u n t u k pengendalian vektor yaitu permetrin dengan dosis 0,75%.

BAHAN DAN METODE

Uji kerentanan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan survei entomologi yang dilaksanakan di Desa Wawosangula Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe pada bulan Juni 2016. Pelaksanaan kegiatan meliputi penangkapan nyamuk dewasa dan pengujian insektisida mengacu pada standar

3

WHO.

Bahan yang digunakan adalah nyamuk An.

barbirostris, insektisida permethrin 0,75%, kertas uji, tabung uji resistensi, kertas saring, dan formulir pengamatan. Jumlah nyamuk

yang diuji adalah 25 ekor dengan empat kali ulangan, baik pada perlakuan maupun kelompok kontrol.

Kegiatan pengujian meliputi tahap persiapan nyamuk uji, identifikasi nyamuk, pelaksanaan pengujian, dan pengolahan data. Persentase kematian nyamuk uji dan kontrol dihitung. Apabila persentase kematian n y a m u k k o n t r o l s e t e l a h pengamatan/pemeliharaan 24 jam antara 5 – 20%, maka persentase kematian nyamuk uji dikoreksi dengan rumus Abbot. Apabila persentase kematian nyamuk kontrol lebih dari 20%, maka pengujian ini dianggap gagal

6-8

dan harus diulang lagi.

Tingat kerentanan vektor ditentukan berdasarkan persentase kematian nyamuk uji setelah periode pengamatan/pemeliharaan

7,8

24 jam , yaitu:

- kematian nyamuk uji < 90% dinyatakan resisten tinggi

- kematian nyamuk uji 90 - <98 % adalah resisten moderat

- sedangkan kematian 98 - 100 % adalah rentan

catatan:

Jika hasil uji 90 – < 98 % maka dicurigai adanya resisten genetik sehingga perlu dilakukan uji lanjutan secara genetik/biokimia.

HASIL

Hasil pengujian kerentanan nyamuk An.

barbirostris terhadap insektisida permethrin 0,75% dapat dilihat pada Tabel 1. Kematian nyamuk kelompok uji pada 60 menit pengamatan menunjukkan angka kematian 96% pada ulangan satu sampai dengan empat. Kematian nyamuk uji pada pengamatan 24 jam menunjukkan 100% pada semua ulangan. Pada kelompok kontrol tidak ditemukan kematian nyamuk baik pada pengamatan 60 menit maupun 24 jam. Berdasarkan hasil pengujian, dapat dilihat bahwa kematian

nyamuk An. barbirostris terhadap insektisida

(4)

Tabel 1. Hasil Uji Susceptibility An. barbirostris terhadap Insektisida Permethrin 0.75 % di Desa Wawosangula Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe

Ulangan

P erlakuan K ontrol

Pengamatan 60 menit Pengamatan 24 Jam Pengamatan 60 menit Pengamatan 24 Jam

Jumlah

Uji kerentanan pada dasarnya merupakan uji untuk mendeteksi adanya resistensi vektor terhadap insektisida yang digunakan. Efektifitas pengendalian nyamuk malaria tergantung pada kerentanan vektor terhadap

5

insektisida yang digunakan.

Hasil uji kerentanan An. barbirostris di Kabupaten Konawe terhadap insektisida Permethrin 0,75% menunjukkan masih re n t a n . H a s i l p e n e l i t i a n W i d i a r t i

menunjukkan An. aconitus di Jawa Tengah dan

DIY mengalami penurunan kerentanan

7

terhadap permethrin 0,75%.

Penggunaan insektisida di beberapa daerah bersifat lokal spesifik sehingga hasilnya dapat berbeda-beda pada tiap lokasi. Perbedaan hasil uji kerentanan nyamuk vektor antar kabupaten ini juga dapat disebabkan karena spesies, perilaku vektor, serta lama dan frekuensi penggunaan insektisida masing - masing daerah berbeda

9

sehingga frekuensi kontak juga berbeda. Adanya perbedaan tingkat kepekaan insektisida dapat dipengaruhi oleh frekuensi penggunaan insektisida tersebut. Jika pada pemberian insektisida yang sama, terdapat individu yang mampu hidup dan membentuk galur yang resisten. Pemecahan yang dapat diambil dari masalah tersebut adalah m e n i n g k a t k a n d o s i s a t a u j u m l a h penyemprotan atau mengganti dengan bahan

Perubahan perilaku atau bionomik nyamuk juga dapat menjadi faktor munculnya

resistensi nyamuk. Resistensi Anopheles

terhadap insektisida juga telah dilaporkan di beberapa negara di Asia, seperti China,

11-14

Thailand dan Srilanka.

Uji susceptibility dengan kertas uji permethrin 0,75% memastikan bahwa populasi nyamuk yang diuji masih rentan terhadap bahan aktif ini karena bahan ini menunjukkan bahwa tingkat kematian mencapai 100%. Walaupun bahan aktif

permethrin masih rentan terhadap

pemberantasan nyamuk, namun dalam penggunaanya tetap memperhatikan aturan pakai, mengingat bahan aktif permethrin adalah insektisida yang dikenal sebagai

synthetic

pryretroid (sp) yang bekerja

menganggu system syaraf .

KESIMPULAN

Penggunaan bahan aktif permenthrin 0,75% untuk pengendalian nyamuk dewasa di Desa Wawosangula Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe masih efektif terhadap nyamuk An. barbirostris.

SARAN

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapakan terimakasih kepada Kepala Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit Makassar, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, Puskesmas Puriala, dan Warga Desa Wawosangula.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andi Arsunan Arsin. MALARIA DI INDONESIA,

Epidemiologi, Tinjauan Aspek. 1st ed. Makassar: M A S A G E N A P R E S S ; 2 0 1 2 . http://repository.unhas.ac.id/bitstream/hand le/123456789/3109/MALARIA_Layout.pdf?s equence=1. Accessed March 6, 2017.

2. Aditama TYP d. Pedoman Penggunaan

Insektisida ( Pestisida ) Dalam Pengendalian Vektor.; 2012.

3. Cdc. Guideline for Evaluating Insecticide Resistance in Vectors Using the CDC Bottle

Bioassay. CDC Methods. 2012:1-28.

4. WHO. Vector Resistance to Pesticides: Fifteenth

Report of the WHO Expert Committee on Vector Biology and Control. Geneva; 1992. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1574 907.

5. Mustafa, Hasrida, Jastal, Gunawan R. Penentuan Status Kerentanan Nyamuk Anopheles barbirostris terhadap Insektisida Bendiocarb , Etofenprox , dan Lambdacyhalothrin di Kabupaten Tojo Una-una , Sulawesi Tengah. Media Litbangkes. 2016;26(2):93-98.

6. Widiarti, Boewono DT, Widiarti U, Mujiono. Uji Biokimia Kerentanan Vektor Malaria terhadap Insektisida Organofosfat dan Karbamat di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta. Bul Penelit Kesehat.

2005;33(2):80-88. doi:10.1016/j.topol.2015.02.004.

7. Widiarti, Damar TB, Barodji, Mujiyono. Uji Kerentanan Anopheles aconitus & Anopheles maculatus terhadap Insektisida Sintetik

Pyrethroid di Jawa Tengah dan DIY. J Ekol

Kesehat. 2005;4(2):227-232.

8. Widiarti, Suskamdani, Mujiono. Resistensi Vektor Malaria Terhadap Insektisida di Dusun Karyasari dan Tukatpule Pulau Bali Dan Desa Lendang Ree dan Labuhan Haji Pulau Lombok. Media Litbang Kesehat. 2009;XIX(3):154-164. 9. Suwasono H, Soekirno M. Uji Coba Beberapa

Insektisida Golongan Pyrethroid Sintetik Terhadap Vektor Demam Berdarah Dengue Aedes aegypti Di Wilayah Jakarta Utara. Ekol Kesehat. 2004;3 No 1:43-47.

10. Hasan Boesri, Tri Suwaryono. Situasi Vektor Malaria di Desa Buayan dan Ayah Kabupaten Kebumen Jawa Tengah | Boesri | ASPIRATOR - Journal of Vector-borne Disease Studies. A S P R A T O R. 2 0 1 1 ; 3 ( 1 ) : 2 5 - 4 0 . http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.ph p/aspirator/article/view/2956/2141. Accessed March 6, 2017.

11. Perera MDB, Hemingway J, Karunaratne SP. Multiple insecticide resistance mechanisms involving metabolic changes and insensitive target sites selected in anopheline vectors of

malaria in Sri Lanka. Malar J. 2008;7:168.

doi:10.1186/1475-2875-7-168.

12. Surendran SN, Jude PJ, Weerarathne TC, Parakrama Karunaratne S, Ramasamy R. Variations in susceptibility to common insecticides and resistance mechanisms among morphologically identified sibling species of the malaria vector Anopheles

subpictus in Sri Lanka. Parasit Vectors.

2012;5(1):34. doi:10.1186/1756-3305-5-34. 13. Thongsahuan S, Baimai V, Junkum A, et al.

Susceptibility of Anopheles campestris-like and Anopheles barbirostris species complexes to Plasmodium falciparum and Plasmodium

vivax in Thailand. Mem Inst Oswaldo Cruz.

2011;106(1):105-112. doi:10.1590/S0074-02762011000100017.

14. Grewal PS, Li Y, Zhong D, et al. Insecticide resistance of Anopheles sinensis and An. vagus in Hainan Island, a malaria-endemic area of

China. Integr Pest Manag Rev.

(6)

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji Susceptibility An. barbirostris terhadap Insektisida Permethrin 0.75 %                  di Desa Wawosangula Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) rata-rata skor kemampuan Mahasiswa Pendidikan Fisika FMIPA UNM menyelesaikan soal UN Mata Pelajaran

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan pemustaka terhadap materi produk pemasaran informasi perpustakaan, materi jasa pemasaran informasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan aplikasi PUSAKA terhadap kemudahan kinerja pustakawan dan penelusuran informasi pemustaka serta kendala

Hasil studi di Afrika misalnya mengungkapkan bahwa sistem pertanian semi organik ternyata mampu meningkatkan produktivitas dan ketahanan pangan,

Media informasi sarana umum di kota Depok yang akan dibuat merupakan sebuah tampilan peta dari kota Depok mulai dari Kecamatan sampai dengan kelurahan yang ada di Depok. Dari

kandungan unsur hara yang diterima tanaman akan semakin tinggi pula, tetapi pemberian dosis pupuk yang berlebihan mengakibatkan tanaman akan layu dan

Keterlibatan kaum perempuan dalam bidang sosial baik melalui kegiatan rutin yang diprogramkan oleh lembaga sosial maupun kegiatan yang sifatnya spontan yang seringkali