BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Studi Kelayakan Bisnis
Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:10), studi kelayakan bisnis adalah suatu
kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha
atas bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha
tersebut dijalankan.
2.2 Aspek-Aspek Utama Studi Kelayakan Bisnis
2.2.1 Aspek Pasar
Pasar dan pemasaran memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan kata lain setiap ada kegiatan pasar
selalu diikuti oleh pemasaran dan setiap kegiatan pemasaran adalah untuk mencari
atau menciptakan pasar.
1. Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:70) pasar adalah suatu mekanisme yang
terjadi antara pembeli dan penjual atau tempat pertemuan antara
kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran.
2. Menurut Safrizal dan Ami Dilham (2007:43) pasar adalah orang-orang yang
mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk berbelanja, dan kemauan
Pasar meliputi keseluruhan pembeli potensial yang akan memenuhi kebutuhan
dan keinginannya, dimana pembeli tersebut bersedia dan mampu membeli
alat-alat pemuas melalui pertukaran diacu dalam Husnan dan Muhammad (2005:40).
Menurut Husnan dan Muhammad (2005) aspek pasar mengkaji tentang:
1. Permintaan (Demand)
Menurut Kotler (1988) dalam Husnan dan Muhammad (2005), jumlah yang
diminta untuk jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga
disebut permintaan. Dari konsep permintaan tersebut dapat diketahui bahwa
variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan adalah harga komoditi
tersebut, harga komoditi barang lain, pendapatan rata-rata rumah tangga,
selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan jumlah penduduk.
Kajian permintaan perlu dianalisis baik secara total ataupun terperinci
menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan proyeksi
permintaan tersebut di masa yang akan datang.
2. Penawaran (Supply)
Menurut Kotler (1988) dalam Husnan dan Muhammad (2005), jumlah yang
ditawarkan untuk jumlah komoditi yang ingin dijual oleh perusahaan disebut
penawaran, sehingga dari konsep penawaran tersebut dapat diketahui bahwa
variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran yang dilakukan oleh suatu
industri (perusahaan) adalah harga barang tersebut, harga barang lain, harga
faktor produksi, dan teknologi. Kajian penawaran perlu dianalisis baik yang
berasal dari dalam negeri maupun dari impor, baik perkembangannya di masa
lalu maupun proyeksi di masa yang akan datang.
Menurut Kotler (1988) dalam Husnan dan Muhammad (2005), program
pemasaran sering disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix), yang
terdiri dari empat komponen yaitu produk (product), harga (price), distribusi
(distribution), dan promosi (promotion). Program pemasaran mencakup
strategi pemasaran yang akan digunakan bauran pemasaran serta identifikasi
siklus kehidupan produk, pada tahap apa produk akan dibuat.
Sebuah perusahaan sebelum memproduksi sebuah produk harus terlebih
dahulu melihat permintaan yang benar-benar dilakukan oleh konsumen,
penawaran yang dilakukan oleh produsen dalam industri tersebut, market share
perusahaan selama ini, serta peluang market share yang masih bisa ditingkatkan.
Hal ini perlu dilakukan agar produk yang ditawarkan perusahaan tepat sasaran dan
menghindari kerugian bagi perusahaan.
Kondisi pasar cenderung memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga
untuk memudahkan maka perlu dilakukan segementasi pada pasar tersebut agar
pasar memiliki karakteristik yang lebih sama. Segmentasi dapat berdasarkan
aspek geografis yang terdiri dari bangsa, negara, provinsi, dan kabupaten/kota
madya, aspek demografis yang terdiri dari usia dan tahap daur hidup, jenis
kelamin, dan pendapatan, aspek psikografis yang meliputi kelas sosial, gaya
hidup, dan kepribadian serta aspek perilaku yang terdiri dari kesempatan, tingkat
penggunaan, status kesetiaan, tahap kesiapan pembelian, dan sikap. Setelah
dilakukan segementasi perlu analisis untuk menentukan segmen pasar yang
dicakup dan dapat dilayani. Tahap terakhir adalah penentuan posisi pada segmen
perusahaan lain yang mempunyai salah satu atau lebih ciri-ciri : (1) perusahaan
yang menawarkan produk dan harga yang sama di pasar, (2) perusahaan yang
membuat produk atau kelas produk yang sama, (3) perusahaan yang membuat
produk dan memasok yang sama, dan (4) perusahaan yang memperebutkan uang
dari konsumen yang sama.
2.2.2 Aspek Manajemen dan Organisasi
2.2.2.1 Manajemen
Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:245), untuk keperluan studi kelayakan
bisnis yang perlu dianalisis adalah bagaimana fungsi-fungsi manajemen seperti
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan diterapkan secara
benar.
Adapun fungsi-fungsi yang terdapat dalam manajemen adalah sebagai berikut:
1. Planning
Perencanaan adalah proses menentukan arah yang akan ditempuh dan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam proses ini ditentukan tentang apa yang harus dilakukan,
kapan dan bagaimana melakukannya serta dengan cara apa hal tersebut
dilaksanakan.
2. Organizing
Pengorganisasian adalah proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan atau
pekerjaan-pekerjaan dalan unit-unit. Tujuannya adalah supaya tertata dengan
jelas antara tugas,wewenang dan tanggung jawab serta hubungan kerja
3. Actuating
Menggerakkan atau melaksanakan adalah proses untuk menjalankan
kegiatan/pekerjaan dalam organisasi. Dalam menjalankan organisasi para
pemimpin/manajer harus menggerakkan bawahannya untuk mengerjakan
pekerjaan yang telah ditentukan dengan cara memimpin, member perintah,
member petunjuk dan member motivasi.
4. Controlling
Pengawasan adalah proses untuk mengukur dan menilai pelaksanaan tugas
apakah telah sesuai dengan rencana. Jika dalam proses tersebut terjadi
penyimpangan maka akan segera dikendalikan.
2.2.2.2 Pendekatan Manajemen Dalam Pembuatan Perencanaan
Menurut Didit dan Triani (2009:33) pendekatan manajemen dalam
pembuatan perencanaan terbagi tiga, yaitu :
1. Pendekatan Atas-Bawah (Top-Down)
Dalam pendekatan ini perencanaan dilakukan oleh pemimpin perusahaan.
Unit organisasi dibawahnya hanya melaksanakan hal-hal yang telah
dilaksanakan.
2. Pendekatan Bawah-Atas (Boottom-Up)
Dalam pendekatan ini pimpinan memberikan gambaran situasi dan kondisi
yang akan dihadapi organisasi, termasuk visi, misi, tujuan sasaran dan
sumberdaya yang dimiliki. Selanjutnya memberikan kewenangan kepada
manajemen ditingkat bawah untuk menyusun perencanaan.
Dalam pendekatan ini pemimpin memberikan petunjuk perencanaan
organisasi secara garis besar, sedangkan secara detail, diserahkan kepada
kreativitas unit perusahaan dibawahnya, dengan tetap mematuhi aturan yang
berlaku.
2.2.2.3 Organisasi
Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:261) Organisasi secara statis dapat
diartikan suatu wadah atau tempat kerja sama untuk melaksanakan tugas-tugas
sesuai dengan rencana yang telah diterapkan. Organisasi secara dinamis diartikan
sebagai suatu proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Bentuk organisasi berdasarkan hubungan-hubungan wewenangnya.
Wewenang masing-masing baik lini, staf maupun fungsional adalah sebagai
berikut:
1. Wewenang lini adalah wewenang yang menimbulkan tanggungjawab atas
tercapainya tujuan-tujuan perusahaan
2. Wewenang staf adalah wewenang yang membantu agar orang yang
mempunyai wewenang lini bekerja secara efektif dalam mencapai
tujuan-tujuan perusahaan.
3. Wewenang fungsional adalah wewenang yang diberikan kepada seseorang
atau departemen untuk dapat mengambil keputusan mengenai hal-hal yang
berada di departemen yang lain.
Menurut Syafrizal Helmi Situmorang (2007:104), produksi biasanya
timbul setelah dilakukan riset atau penelitian terhadap konsumen, produk apa
yang sedang diinginkan konsumen serta sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan
dan pengebangan produk pada hakikatnya adalah meliputi berbagai macam
aktivitas marketing dan hal tersebut merupakan sebuah fungsi yang berorientasi
pada konsumen.
Analisis dalam aspek produksi adalah untuk menilai kesiapan perusahaan
dalam menjalankan usahanya dengan menilai ketetapan lokasi dan layout serta
kesiagaan mesin yang digunakan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penilaian aspek peroduksi sebagai berikut:
1. Agar perusahaan dapat menentukan lokasi yang tepat
2. Agar perusahaan dapat menentukan layout yang sesuai dengan proses
produksi yang dipilih, sehingga memberikan efesiensi
3. Agar perusahaan dapat menentukan teknologi yang tepat dalam
menjalankan produksinya
4. Agar perusahaan dapat menentukan metode perusahaan yang paling baik
5. Agar dapat menentukan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan sekarang
dan dimasa yang akan dating
Aspek teknis merupakan analisis yang berhubungan dengan input proyek
(penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa, dimana Aspek teknis
berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan
pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun (Husnan dan
potensial di areal proyek, pengujian fasilitas-fasilitas pemasaran dan penyimpanan
yang dibutuhkan untuk mendukung dalam pelaksanaan proyek, pengujian sistem
sistem pengolahan yang dibutuhkan.
Menurut Nurmalina et al. (2009) beberapa hal yang perlu dikaji dalam
aspek teknis antara lain lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, layout, dan
pemilihan jenis teknologi dan equipment.
1. Lokasi Bisnis
Variabel yang mempengaruhi pemilihan lokasi bisnis ini terdiri atas
variabel utama dan variabel bukan utama yang dimungkinkan untuk berubah.
Variabel utama antara lain (1) ketersedian bahan baku, bila suatu usaha
memerlukan bahan baku dalam jumlah yang besar maka bahan baku menjadi
variabel yang cukup penting dalam penentuan lokasi bisnis sehingga
pengusaha perlu mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan, kelayakan
harga bahan baku, kapasitas, kualitas, dan kontinuitas sumber bahan baku,
serta biaya pendahuluan yang diperlukan sebelum bahan baku diproses. (2)
letak pasar yang dituju, informasi yang perlu diperoleh antara lain daya beli
konsumen, pesaing dan analisis pasar lainnya. (3) Tenaga listrik dan air,
pada perusahaan yang menggunakan listrik dalam jumlah besar tentu perlu
mengetahui ketersediaan listrik di suatu lokasi. Sama halnya dengan
kebutuhan air bagi perusahaan yang menggunakan air cukup banyak. (4)
Supply tenaga kerja yang sangat mempengaruhi biaya produksi yang
ditanggung oleh perusahaan harus tersedia dengan baik. (5) Fasilitas
pertimbangan pasar. Jika lokasi berdekatan dengan sumber bahan baku,
maka pertimbangan utama adalah transportasi menuju pasar.
Variabel bukan utama antara lain (1) hukum dan peraturan di Indonesia
maupun di tingkat lokal pada rencana lokasi, karena dimungkinkan ada
peraturan yang melarang pendirian suatu bisnis di suatu lokasi atau adanya
keringanan dari pemerintah untuk mendirikan suatu lokasi. (2) Sikap dari
masyarakat setempat yang mendukung atau tidak pada pendirian suatu
bisnis. (3) Rencana masa depan perusahaan dalan kaitannya dengan
perluasan bisnis.
2. Luas Produksi
Beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan luas produksi yaitu
batasan permintaan, tersedianya kapasitas mesin, jumlah dan kemampuan
tenaga kerja pengelolaan proses produksi, kemampuan finansial dan
manajemen perusahaan, dan kemungkinan adanya perubahan teknologi
produksi di masa yang akan datang. Pada produk baru, kapasitas produksi
biasanya masih belum optimal, namun sebaiknya kapasitas produksi ini
masih berada di tingkat titik impas.
3. Proses Produksi
Produksi terdiri atas tiga jenis yaitu proses produksi yang terputus-putus,
proses produksi yang kontinu, dan proses produksi kombinasi.
4. Layout
Layout ini mencakup layout site, layout pabrik, layout bangunan bukan
pabrik, dan fasilitas-fasilitanya. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan yakni
yang lancar dari satu proses ke proses lain, penggunaan ruangan yang
optimal, kemudahan melakukan ekspansi, meminimisasi biaya produksi, dan
memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan tenaga kerja.
5. Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment
Pada dasarnya pemilihan teknologi ini berpatokan pada seberapa jauh
derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan.
Saat ini digunakan pula teknologi tepat yang dalam hal ini dapat digunakan
kriteria tentang penggunaan potensi ekonomi lokal dan kesesuaian dengan
kondisi sosial budaya setempat.
Pemilihan mesin dan peralatan serta jenis teknologi mempunyai hubungan
yang erat sekali karena pemilihan mesin wajib mengikuti ketentuan jenis
teknologi yang telah ditetapkan walaupun juga mempertimbangkan faktor
non teknologi lainnya seperti keadaan infrastruktur dan fasilitas
pengangkutan mesin, keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin
dan peralatan yang ada di sekitar lokasi bisnis, kemungkinan memperoleh
tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan peralatan tersebut.
2.2.4 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya
Pada aspek ini, analisis yang dilakukan akan menilai apa dampak sosial,
ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Beberapa pertimbangan
sosial yang harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu
proyek yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial seperti penciptaan
kesempatan kerja yang merupakan masalah terdekat dari suatu wilayah (Gittinger,
1986:47). Nurmalina et al. (2009) menambahkan bahwa dalam menganalisis
dari adanya investasi proyek. Sehingga pada aspek sosial yang dinilai antara lain
penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, pemerataan
kesempatan kerja dan pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan sekitar lokasi
bisnis. Sedangkan dari aspek ekonomi akan dinilai apakah suatu bisnis mampu
memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah,
pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Aspek budaya
dapat dianalisis melalui dampak adanya bisnis pada budaya masyarakat sekitar.
Suatu bisnis tidak akan ditolak bila secara sosial budaya dapat diterima oleh
masyarakat dan secara ekonomi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.2.5 Aspek Lingkungan
Pembangunan suatu usaha tentu akan memberikan dampak bagi lingkungan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Analisis aspek lingkungan diperlukan
untuk menganalisis dampak tersebut. Nurmalina et al. (2009:49) menyatakan
bahwa dalam menganalisis aspek lingkungan yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana pengaruh keberadaan bisnis terhadap lingkungan sekitar.
Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu
bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, sebab tidak
ada bisnis yang bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan.
Sehingga untuk membangun sebuah usaha perlu dilakukan analisis terhadap aspek
lingkungan.
2.3 Usaha Kecil Menengah
Menurut Gaedeke dan Tootelian dalam Partomo dan Soedjoedono (2002),
pada lingkungan atau kumpulan pemodal, (3) wilayah operasinya terbatas pada
lingkungan sekitarnya, meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya,
dan (4) ukuran dari perusahaan dalam industri bersangkutan lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam bidang usaha yang sama.
Sedangkan menurut Balton dan Pratomo dan Soedjoedono(2002)
menyatakan bahwa pimpinan atau pengurus UKM pada umumnya kurang atau
tidak mengenyam pendidikan formal atau mempunyai pendapatan lemah terhadap
perlunya pendidikan dan pelatihan.
Walaupun UKM dipandang sebelah mata oleh para pesaing dari
perusahaan skala besar, tetapi UKM memiliki beberapa keunggulan bila
dibandingkan dengan usaha besar, yaitu :
1. Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam
pengembangan produk.
2. Hubungan kemanusian yang akrab di dalam perusahaan kecil.
3. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau
penyerapannya terhadap tenaga kerja.
4. Fleksibilitasnya dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi
pasar yang berubah dangan cepat dibanding dengan perusahaan besar
yang pada umumnya memiliki birokrasi.
5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.
Partomo dan Soedjoedono (2002) berpendapat pada kenyataannya UKM
memiliki kendala-kendala dalam mempertahankan dan pengembangan usaha
daln lemah di bidang pemasaran. Untuk mengatasinya UKM harus memiliki
strategi bisnis yang tepat perlu diambil, diantaranya adalah :
1. Untuk dapat mengembangkan UKM perlu dipelajari terlebih dahulu
tentang ciri-ciri kelemahan serta potensi-potensi yang tersedia serta
perundang-undangan yang mengaturnya.
2. Diperlukan bantuan manajerial agar tumbuh inovasi-inovasi mengelola
UKM berdampingan dengan usaha-usaha yang besar.
3. Secara Vertikal dalam sistem gugus usaha, UKM bisa menjadikan diri
komplemen-komplemen usaha industri perushaaan produsen utama.
Maka diperlukan suatu strategi UKM menjalin kerja komplementer
dengan usaha-usaha besar.
Kerja sama yang terjalin bisa berbentuk koperasi dan secara bersama-sama
beroperasi masuk dalam usaha tertentu. Di Indonesia kemitraan usaha yang
berbentuk koperasi merupakan strategi bisnis yang sangat penting, sehingga
pemerintah menganggap perlu membentuk departemen khusus untuk menangani
UKM dan Koperasi.
2.4 Penelitian Terdahulu
Rina Kusrina (2011), meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha
Pengolahan Kerupuk, Perusahaan kerupuk Cap Dua Gajah, Indramayu, Jawa
Barat”. Hasil penelitian Jawa Barat memiliki potensi sektor perikanan yang sangat
besar, baik perikanan darat maupun perikanan lepas pantai yang tidak hanya
mencukupi untuk kebutuhan lokal, namun juga diekspor ke luar negeri. Salah satu
perikanan Indramayu yang menyumbang 32,87 persen dari produksi perikanan
Jawa Barat yaitu sebesar 94,6 ribu ton pada tahun 2007. Pengembangan Industri
hasil perikanan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan nasional di
sektor perindustrian. Industri pengolahan ikan di Indramayu yang potensial adalah
industri pengolahan kerupuk ikan/udang yang ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah unit usaha dalam setiap tahunnya. Di kabupaten Indramayu,
industri pengolahan ikan yang memiliki produksi paling tinggi adalah produksi
pengolahan kerupuk ikan yaitu sebesar 3,5 ribu ton atau sebesar 45,20 persen dari
seluruh total produksi olahan hasil perikanan. Salah salah satu desa yang
merupakan sentra industri pengolahan kerupuk ikan/udang adalah Desa Kenanga
Kecamatan Sindang. Salah satu perusahaan yang memproduksi kerupuk
ikan/udang di Desa Kenanga Kecamatan Sindang adalah Perusahaan Kerupuk Cap
Dua Gajah. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang mengolah kerupuk
ikan/udang dengan jumlah produksi terbesar di Indramayu (Dinas Koperasi
Perindustrian dan Perdagangan, 2010). Pada tahun 2009 perusahaan ini
melakukan penambahan teknologi mesin terutama pada bidang produksi untuk
meningkatkan produksinya agar dapat memenuhi permintaan pasar. Oleh karena
itu, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk melihat sejauh mana manfaat
bersih yang diperoleh perusahaan dengan adanya penambahan teknologi tersebut.
Mega Ari Suryani (2011), meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha Mi
Mentah Jagung (Studi Kasus Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan
Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat)”. Hasil penelitian perbandingan analisis
finansial usaha mi mentah terigu, mi mentah jagung 30 persen, dan mi mentah
mi mentah jagung 100 persen merupakan usaha yang paling layak diusahakan.
Nilai NPV usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen yang diperoleh sebesar
Rp 1.011.003.777 lebih besar dibandingkan usaha pembuatan mi mentah terigu
maupun mi mentah jagung 30 persen, sehingga usaha mi mentah jagung 100
persen memberikan manfaat bersih yang lebih besar daripada usaha mi mentah
terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Nilai Net B/C yang diperoleh juga lebih
tinggi yaitu sebesar 3,96. Tingkat pengembalian investasi juga berbeda cukup
besar pada tingkat diskonto 7,47 persen. Namun, nilai IRR yang diperoleh usaha
mi mentah terigu memiliki nilai paling besar dibandingkan kedua usaha yang lain
yaitu 39,06 persen. Nilai payback period usaha pembuatan mi mentah jagung 30
persen memiliki nilai lebih kecil daripada usaha mi mentah terigu dan mi mentah
jagung 100 persen. Hal ini berarti waktu yang diperlukan untuk menutupi
pengeluaran investasi adalah paling singkat dibandingkan umur proyek. Maka,
usaha mi jagung 30 persen lebih layak untuk diusahakan dari segi nilai payback
period. Hal ini berdasarkan kriteria investasi secara keseluruhan, usaha mi mentah
jagung 100 persen merupakan usaha yang paling layak untuk diusahakan karena
memiliki nilai NPV dan IRR yang paling besar. Analisis switching value pada
ketiga usaha menunjukkan bahwa perubahan yang diakibatkan penurunan
penjualan berpengaruh paling besar terhadap kelayakan usaha dibandingkan
dengan perubahan lainnya. Perubahan penurunan penjualan pada ketiga usaha
berkisar antara 16 – 24 persen. Perubahan ini lebih kecil dibandingkan perubahan
peningkatan harga bahan baku tepung yang berkisar antara 27 – 60 persen.
Sedangkan untuk perubahan yang terjadi karena kenaikan harga bahan baku
Auliya Syafrul (2010), meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha
Pembuatan Yoghurt di Perusahaan Dafarm Kecamatan Ciampea Kabupaten
Bogor”. Hasil penelitian usaha pembuatan yoghurt Dafarm layak untuk dijalankan
ditinjau dari hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial seperti aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan
lingkungan. Hasil analisis aspek finansial menunjukkan bahwa kedua skenario
usaha layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria investasi. Skenario usaha yang
memberikan keuntungan lebih besar adalah skenario usaha II. Hal ini terbukti
dengan nilai NPV skenario usaha II yang 1,45 kali nilai NPV skenario usaha I.
Begitu pula dengan hasil analisis laba rugi ang bernilai positif setiap tahunnya
pada masing-masing skenario usaha. Laba bersih yang diperoleh pada skenario
usaha II lebih besar 1,3 kali laba usaha pada skenario usaha I.
Debie Natalia Francisca Fausta Napitupulu (2009), meneliti tentang
“Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Jus dan Sirup Belimbing Manis dan
Jambu Biji Merah (Studi Kasus CV Winner Perkasa Indonesia Unggul, Kota
Depok, Jawa Barat)”. Hasil penelitian analisis aspek non finansial yaitu, aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek
hukum menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan CV WPIU ini layak untuk
dilaksanakan. Namun, pada aspek pasar, kegiatan promosi yang dilakukan belum
optimal karena CV WPIU hanya mengandalkan keikutsertaan dalam
pameran-pameran dan informasi dari mulut ke mulut. CV WPIU juga mengalami kendala
pada aspek manajemen yaitu, ada beberapa karyawan yang kurang memiliki
kemampuan dan tanggungjawab. Hasil analisis aspek finansial juga menunjukkan
menunjukkan bahwa Usaha ini lebih peka terhadap penurunan penjualan jus dan
sirup daripada kenaikan harga gula pasir dan botol jus.
Tio Panta Sihombing (2011), meneliti tentang “Studi Kelayakan
Pengembangan Usaha Pengolahan Kopi Arabika (Studi Kasus PT. Sumatera
Speciality Coffees)”. Hasil penelitian perhitungan kelayakan finansial pada PT
SSC tanpa proyek maupun dengan proyek menunjukkan bahwa usaha ini layak.
Namun secara umum kriteria-kriteria penilaian investasi tanpa proyek
menunjukkan kondisi yang lebih baik kecuali NPV. Analisis finansial dengan
proyek menghasilkan nilai NPV sebesar Rp. 9.245.716.350; nilai IRR 43,58%; PI
2,50 ; BEP Rp. 14.182.212.960,- dan PBP 3,48 tahun. Sementara tanpa proyek
menghasilkan NPV Rp. 8.205.498.310; IRR 49,89% dimana nilai ini lebih besar
dari nilai suku bunga pinjaman yang digunakan (12%); PI 4,47 ; BEP Rp.
12.192.648.830 dan PBP 2,13 tahun, yang berarti usaha ini sudah dapat menutupi
biaya investasi awalnya sebelum umur usaha berakhir. Hasil analisis sensitivitas
dengan skenario peningkatan harga bahan baku sebesar 2,17% yang tidak diikuti
oleh kenaikan harga jual dan kapasitas produksi turun 14,39% mengakibatkan
proyek kurang layak sementara peningkatan biaya tenaga kerja sebesar 10% dan
peningkatan harga BBM sebesar 7,78% menunjukkan bahwa usaha ini masih
layak untuk dijalankan. Proyeksi kinerja keuangan selama 5 tahun dengan asumsi
penjualan tetap (sesuai kemampuan penjualan perusahaan saat ini) menunjukkan
rasio profitabilitas dan manajemen aktiva menurun jika dibandingkan dengan
rata-rata rasio selama 4 tahun terakhir ini. ROI menjadi 13,73% sebelumnya 21%;
marjin laba usaha 10,02% sebelumnya 10,55%; ROE 14,61% sebelumnya
untuk mengimbangi biaya proyek. Secara keseluruhan dilihat dari analisis
kualitatif dan kuantitatif berupa potensi perusahaan, studi kelayakan
pengembangan dan proyeksi kinerja keuangan, dengan merealisasikan proyek
ternyata tidak memberi keuntungan/ manfaat yang lebih baik bagi perusahaan.