• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Negara-Negara Berkonflik (Kasus Invasi Irak Ke Kuwait 1990 Dan Perang Korea 1958 Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Negara-Negara Berkonflik (Kasus Invasi Irak Ke Kuwait 1990 Dan Perang Korea 1958 Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan hukum internasional melahirkan suatu tatanan sumber hukum baru yaitu resolusi atau keputusan suatu organisasi internasional yang menurut kebiasaan internasional diakui oleh negara-negara di dunia saat ini. Keputusan-keputusan yang dikeluarkan dapat berasal dari organ eksekutif, legislatif maupun yudikatif suatu organisasi internasional. Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah yang telah disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang bersangkutan.

Sejak lama masyarakat internasional ingin mewujudkan suatu organisasi internasional yang bersifat universal yang memiliki visi dan misi untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Hal ini disebabkan sebagai reaksi terhadap banyaknya sengketa maupun konflik yang terjadi antar negara di dunia ini. Masyarakat internasional memerlukan sebuah wadah yang mampu menghimpun semua negara ke dalam suatu badan yang terorganisir untuk mencegah atau mengatasi masalah-masalah internasional tersebut.

(2)

yang lahir pada 24 Oktober 1945. PBB dapat dikategorikan sebagai organisasi internasional terluas dan terlengkap, tetapi juga amat kompleks. Dikatakan demikian, karena ruang lingkup PBB adalah meliputi semua negara di dunia, baik anggota maupun bukan. Hingga saat ini, sebagai organisasi besar atau organisasi internasional par excellence yang dikenal dunia dan masyarakat internasional, PBB memiliki pengaruh dan peranan dalam mempertahankan kelangsungan hidup umat manusia di dunia, khususnya di bidang perdamaian dan keamanan internasional (international peace and security) ataupun di bidang ekonomi sosial.

Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut DK PBB) adalah keputusan DK PBB dalam pemeliharaan dan atau pemulihan perdamaian dan keamanan internasional yang mempunyai kekuatan mengikat yang pada hakikatnya merupakan pencerminan suatu legitimasi internasional yang dikehendaki oleh prinsip dan tujuan PBB sesuai dengan piagam PBB tersebut. Tapi faktanya ada negara-negara yang sedang bersengketa yang tidak mengindahkan resolusi DK PBB tersebut walaupun dalam Piagam PBB sudah tercantum dengan jelas tentang kekuatan mengikat dari resolusi tersebut terhadap negara-negara yang terlibat dalam sengketa internasional dan juga sanksi-sanksi bagi negara yang tidak mentaati resolusi tersebut. Sanksi tersebut bisa berupa tindakan yang menggunakan kekerasan tanpa kekuatan militer (Pasal 41 Piagam PBB) dan tindakan yang menggunakan kekuatan militer.1

1

(3)

Wewenang DK PBB dalam mencapai tujuan utama, khususnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dilakukan dengan dua cara, yaitu usaha penyelesaian sengketa secara damai (Bab VI Piagam) dan penyelesaian sengketa secara paksa berupa tindakan terhadap adanya ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian dan tindakan agresi. (Bab VII Piagam). Pada hakikatnya wewenang DK PBB tersebut merupakan konsekuensi logis dari tanggung jawab utama DK PBB.

Hal yang perlu diperhatikan adalah wewenang untuk meminta pihak-pihak yang terlibat agar menyelesaian sengketa dengan cara damai atau merekomendasi prosedur-prosedur atau metode-metode penyelesaian, serta merekomendasikan syarat-syarat penyelesaian sengketa pada hal-hal yang bersifat menganjurkan (recommendatory) dan terbatas pada sengketa yang kemungkinan membahayakan perdamaian dan keamanan.2

Sebagai organisasi internasional yang bersifat universal, PBB diharapkan mampu memelihara perdamaian dan keamanan internasional agar tidak terjadi lagi perang terbuka antara Negara dan mampu menciptakan kerjasama internasional di bidang ekonomi, social, kebudayaan, kemanusiaan dan lain sebagainya. Dalam Mukadimah Piagam PBB ditegaskan bahwa PBB bertekad untuk menyelamatkan generasi yang akan datang dari kesengsaraan yang disebabkan perang PBB juga Walau demikian, Dewan Keamanan tidak memiliki wewenang berkenaan dengan segala macam sengketa. Tetapi, Dewan Keamanan juga dapat menyelidiki suatu sengketa untuk mengetahui sampai sejauh mana hal tersebut membahayakan perdamaian dan keamanan.

2

(4)

memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan martabat manusia, persamaan hak bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar maupun kecil. PBB juga bertekad menegakkan keadaan dimana keadilan dan penghormatan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional dapat terpelihara. Tidak lupa pula PBB bertekad meningkatkan kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan dalam kebebasan yang lebih luas.3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka penulis memilih judul Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Negara-Negara Berkonflik dalam Kasus Invasi Irak ke Kuwait 1990 dan Perang Korea 1958 ditinjau dari segi Hukum Internasional

1. Bagaimanakah Kedudukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Hukum Internasional?

2. Bagaimanakah mekanisme penjatuhan sanksi oleh dewan keamanan perserikatan bangsa-bangsa?

3. Bagaimanakah Penerapan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Negara-Negara Berkonflik

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah

3

(5)

a. Untuk mengetahui Kedudukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Hukum Internasional

b. Bagaimanakah mekanisme penjatuhan sanksi oleh dewan keamanan perserikatan bangsa-bangsa?

c. Bagaimanakah Penerapan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Negara-Negara Berkonflik

2. Manfaat Penulisan

a. Secara teoritis

Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya Hukum Internasional dalam bidang Humaniter.

b. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada PBB melalui pemerintah Indonesia, dalam melaksanakan resolusi yang berkaitan dengan Hukum Internasional, khususnya Hukum Humaniter Internasional

D. Keaslian Penelitian

(6)

belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah yang telah disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu paragraf yang bersifat mukadimah (preambule paragraph), dan paragraf yang bersifat operasional (operative paragraph).

Menurut Black’s Law Dictionary, Keputusan (decision): “a determination arrived at after consideration of facts, and in legal context law”. Disebutkan bahwa keputusan itu adalah suatu ketentuan yang telah dicapai setelah mempertimbangkan fakta-fakta, dan dalam konteks hukum. Sedangkan Resolution “ a formal expression of the opinion or will of an official body or apublic assembly, adopted by vote; as a legislative resolution.4

4

Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary. hlm. 457

(7)

Pada umumnya resolusi merupakan suatu pernyataan tercatat yang berisi kesepakatan oleh negara-negara anggota.5 Secara umum, organisasi internasional merupakan suatu betuk kerjasama atau koordinasi antar negara dalam suatu wadah yang telah mereka sepakati.6

Keputusan-keputusan atau resolusi yang dilahirkan oleh suatu organisasi internasional ada yang mengikat pada ruang lingkup intern organisasinya saja. Namun ada juga organisasi interanasional yang mana keputusan yang dikeluarkannya tidak hanya berlaku dan mengikat bagi negara-negara anggotanya saja melainkan juga mengikat bagi negara-negara non anggota. Oleh karena itu pengaruh dan ruang lingkup berlakunya keputusan tersebut sangat besar dan luas. Hal ini dapat dilihat pada keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Umum maupun Dewan Keamanan PBB dimana ruang lingkup resolusi yang dikeluarkannya juga berlaku bagi negara non anggota PBB.

Kesepakatan-kesepakatan antar negara tersebut mereka tuangkan dalam bentuk suatu perjanjian yang mengikat antar negara tersebut.

7

Dalam praktiknya, adapaun fungsi-fungsi suatu resolusi yang dikeluarkan oleh suatu organisasi internasional adalah : 8

1. Menciptakan kewajiban, hak dan tau kekuatan mapupun wewenang (fungsi subtantif)

5

Richard K.Gardiner, International Law, (England : Pearson Education Limited,2003), hlm. 254.

6Ibid 7

Boer, Mauna Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung : Alumni, 2005), hlm 89

8

(8)

2. Menentukan fakta atau keadaan hukum yang dapat menentukan fungsi subtantif tersebut.

3. Menentukan bagaimana dan kapan suatu fungsi subtantif tersebut dapat berlaku.

2. Pengertian Hukum Internasional

Charles Cheney Hyde dalam J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.9

Definisi ini tidak dapat digunakan sebagai gambaran yang memadai dan lengkap dari maksud, tujuan dan lingkup hukum internasional, juga kesannya tidak dapat diterima karena hukum internasional tidak hanya berkaitan dengan negara. Starke mengembangkan definisi dengan menyatakan bahwa hukum internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu serta kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan

9

(9)

kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.10

Peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas kepada orang-perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara. Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa), perlindungan lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia serta hukum humaniter.11

Para sarjana banyak membahas tentang kedudukan hukum internasional sebagai bagian dari ilmu hukum. Para sarjana tersebut ada yang berpendapat bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara positif, dan ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur persoalan-persoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur pemerintah-pemerintah dunia.12

10Ibid 11

C. de Rover, To Serve & To Protect – Acuan Universal Penegakan HAM, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 4

12

A.Masyhur Effendi, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum

(10)

Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu diperdebatkan.13

Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945. Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam Pasal 38 dinyatakan “untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian yang diajukan kepadanya.” Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus 1975.14

Meskipun hukum internasional mengikat secara hukum, namun pada faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah (weak law). Dalam sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung

13Ibid ., hlm 2 14

(11)

negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara. 15

Meskipun hukum internasional merupakan hukum yang lemah, namun negara-negara tetap percaya bahwa hukum internasional itu ada. Sebagai negara yang berdaulat serta menjunjung tinggi martabatnya terdapat kewajiban moral bagi suatu negara untuk menghormati hukum internasional dan secara umum mematuhinya. Negara-negara mematuhi hukum internasional karena kepatuhan tersebut diperlukan untuk mengatur hubungannya antara satu dengan yang lain dan untuk melindungi kepentingannya sendiri.

16

Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi internasional itu sendiri. 17 Memang ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu, tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.18

Law making treaties adalah perjanjian internasional yang mengandung kaidah-kaidah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota

15Ibid., hlm 23 16

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global (Bandung: Alumni, 2001) hlm. 2-3

17Ibid ., hlm 8 18

(12)

masyarakat bangsa-bangsa; Law making treaties juga dikategorikan sebagai perjanjian-perjanjian internasional yang yang berfungsi sebagai sumber langsung hukum internasional.

3. Sumber-sumber Hukum Internasional

Sumber hukum dipakai pertama sekali pada arti dasar berlakunya hukum. Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah apa sebabnya suatu hukum mengikat, yakni sebagai sumber hukum material yang menerangkan apa yang menjadi hakikat dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.19

1. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional; Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:

2. Metode penciptaan hukum internasional;

3. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit.20

Sumber hukum ada 2 (dua) jenis yakni:

a. Sumber hukum materil: dapat didifenisikan sebagai bahan-bahan aktual yang dipergunakan oleh seorang ahli hukum internasional untuk menentukan kaidah hukum yang berlaku terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu. 21

b. Sumber hukum Formal: merujuk kepada bukti-bukti baik secara umum maupun khusus yang menunjukkan bahwa hukum tertentu telah diterapkan

19

Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung, Alumni, 2003) hlm. 113

20

Yordan gunawan, “Pengantar Hukum Internasional”, http: // telagahati .wordpress. com. diakses, 29 Maret 2014

21

(13)

dalam suatu kasus tertentu. Dari sebuah hukum materiil inilah isi dari sebuah hukum bisa ditemukan.22

Dalam hukum tertulis, ada dua tempat yang mencantumkan secara tertulis sumber hukum internasional dalam arti formal yakni Pasal 7 Konvensi Den Haag XII 1907 tentang pembentukan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tahun 1920 yang kini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tahun 1945. Namun keberadaan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut tidak pernah terbentuk dikarenakan jumlah ratifikasi yang diperlukan tidak tercapai, sehingga sumber hukum internasional yang dipakai pada masa sekarang hanya Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional.23

Pasal 38 ayat (1) dari Piagam Mahkamah Internasional (International Court of Justice) menyatakan bahwa Mahkamah yang memiliki fungsi untuk memutus sesuai dengan hukum internasional yang diajukan kepadanya, akan memberlakukan sumber-sumber hukum sebagai berikut: 24

a. Konvensi internasional, baik umum maupun khusus, yang membentuk aturan-aturan yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;

b. Kebiasaan internasional, sebagai bukti praktek umum yang diterima sebagai hukum;

c. Asas-asas hukum umum yang diterima oleh bangsa-bangsa yang beradab;

22

Benny setianto, “Sumber hukum internasional”, http://bennysetianto.blogspot.com. Diakses, 29 Maret 2014

23

Mochtar Kusuma Atmadja, Op. Cit. hlm. 114 24

(14)

d. Tunduk kepada ketentuan Pasal 59, putusan pengadilan dan ajaran para ahli yang sangat memenuhi syarat dari berbagai negara sebagai sarana pelengkap bagi penentuan aturan hukum

Urutan penyebutan sumber hukum dalam Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional tidak menunjukkan urutan pentingnya masing-masing sumber hukum itu sebagai sumber hukum formal, karena hal ini sama sekali tidak diatur oleh Pasal 38.25 Pasal 38 mengklasifikasikan sumber hukum internassional formal kedalam 2 bagian yaitu sumber hukum pokok bagi pembentukan hukum internasional dibagian a sampai dengan bagian c, dan sumber hukum tambahan atau pelengkap pada bagian d. Hal ini berarti bahwa sarana-sarana utama (a-c) diperlukan, dan bahwa sarana pelengkap (d) hanya memiliki efek yang memenuhi kualifikasi dan atau efek penjelasan.26

a. Konvensi Internasional / Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja diartikan sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. 27

Perjanjian internasional sebagai sumber hukum dibagi atas dua golongan yakni dalam bentuk treaty contract dan law making treaties. Apabila dilihat dari segi fungsinya sebagai sumber hukum, sumber hukum formal merupakan law making yang artinya menimbulkan hukum. Treaty contract dimaksudkan sebagai suatu bentuk perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu dan pihak ketiga

25

Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit. hlm. 115 26

C. de Rover, Op. Cit. hlm 6 27

(15)

umumnya tidak dapat ikut serta dalam perjanjian ini. Seperti perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan dan perjanjian pemberantasan penyelundupan. Law making treaties diartikan sebagai perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Seperti Konvensi Perlindungan Korban Perang, Konvensi Hukum Laut dan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. Perjanjian law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang sebelumnya tidak turut serta karena yang diatur dalam perjanjian ini adalah suatu hal yang umum mengenai semua anggota masyarakat internasional.28

Konvensi internasional sebagai sumber hukum internasional menurut Boer Mauna adalah konvensi yang berbentuk law making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan yang berlaku secara umum.29

Treaty Contract menurut J. G. Starke tidak secara langsung menjadi sumber hukum internasional. Namun demikian, treaty contract ini diantara peserta atau penandatangan dapat menjadi hukum yang khusus. Perjanjian-perjanjian demikian dapat memberi arahan kepada perumusan ketentuan hukum internasional melalui pemberlakuan prinsip-prinsip yang mengatur kaidah

Dalam law making treaties ini negara-negara bersepakat merumuskan secara komprehensif prinsip-prinsip dan ketentuan hukum yang akan merupakan pegangan bagi negara-negara tersebut dalam melaksanakan kegiatan dan hukumnya satu sama lain.

28Ibid

. hlm 122-124 29

(16)

kebiasaan. Pemberlakuan treaty contract sebagai sumber hukum internasional harus memperhatikan 3 ketentuan yakni:30

1. Treaty contract tersebut merupakan serangkaian perjanjian yang menetapkan aturan yang sama secara berulang-ulang dapat membentuk suatu prinsip hukum kebiasaan internasional yang maksudnya sama.

2. Perjanjian tersebut pada mulanya dibentuk hanya diantara sejumlah peserta terbatas kemudian kaidah yang dimuat dalam perjanjian tersebut digeneralisasikan dengan adanya penerimaan

3. Suatu perjanjian dapat dianggap mempunyai nilai pembukti mengenai adanya suatu kaidah yang dikristalisasikan menjadi hukum melalui proses perkembangan yang berdiri sendiri

b. Kebiasaan internasional

Viner’s Abrigent menyatakan kebiasaan sebagaimana dimaksudkan oleh hukum, adalah suatu adat istiadat yang telah memperoleh kekuatan hukum.31 Dalam Pasal 38 ayat (1) Mahkamah Internasional, kebiasaan internasional dirumuskan sebagai “bukti praktik umum yang diterima sebagai hukum”. Hal ini berarti bahwa persyaratan utama bagi pembentukan “kebiasaan” adalah adanya “praktik umum” dalam hubungan antar negara.32

Kebiasaan internasional yang menjadi sumber hukum internasional harus memenuhi unsur material dan unsur psikologis, yakni kenyataan adanya kebiasaan yang bersifat umum dan diterimanya hukum internasional tersebut sebagai hukum. Kebiasaan internasional sebagai suatu kebiasaan umum memerlukan

30

J. G. Starke, Op. Cit. hlm 55-56 31Ibid

., hlm 45 32

(17)

adanya suatu pola tindak yang berlangsung lama, yang merupakan serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa serta bersifat umumdan bertalian dengan hubungan internasional. Kebiasaan internasional ini juga harus memenuhi suruhan kaidah atau kewajiban hukum.33

c. Asas-asas Hukum Umum

Asas hukum umum menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yakni sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum romawi.34

Keberadaan asas hukum umum sebagai sumber hukum internasional mempunyai arti penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Sumber hukum ini berperan dalam hal mahkamah tidak dapat menyatakan non liquest yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Dengan demikian kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat oleh sumber hukum ini.

Prinsip-prinsip umum hukum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-negara yang menjadi salah satu sumber hukum internasional menunjukkan bahwa hukum internasional sebagai suatu sistem hukum merupakan sebagian dari suatu sistem hukum keseluruhan yang lebih besar.

35

33

Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit, hlm. 143-145 34Ibid.,

hlm 148 35

(18)

d. Putusan Pengadilan

Putusan pengadilan dan pendapat para ahli seperti yang telah dikemukakan sebelumnya merupakan suatu sumber hukum tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer, namun tidak dapat mengikat atau menimbulkan kaidah hukum. Hal dikarenakan oleh sistem peradilan menurut Piagam Mahkamah Internasional yang tidak mengenal asas keputusan pengadilan yang mengikat (rule of binding precedent).36

Putusan peradilan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional. Sehubungan dengan sumber hukum ini, Mahkamah juga diperbolehkan untuk memutuskan suatu perkara secara ex aequo et bono yaitu keputusan yang bukan atas pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasar prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. 37

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hokum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang

36Ibid.

, hlm 152 37

(19)

dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata serta menganggap norma-norma lain bukan sebagai hukum.38

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang akan menggambarkan objek atau masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimplan yang berlaku umum. Penelitian menggambarkan peristiwa in concreto yang dikonsultasikan pada seperangkat peraturan hukum positif yang berlaku dan ada kaitannya dengan masalah yang menjadi objek penelitian.39

3. Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan data sekunder membangun penelitian ini dan untuk mendapatkan hasil yang obyektif dari penelitian ini. Dari data sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke dalam tiga bagian yaitu :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku antara lain Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi, Konvensi Jenewa keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang, Konvensi 1933 mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Negara sebagai Subjek Hukum Internasional, Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang- Orang Tanpa Kewarganegaraan, Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan,

38

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian dan Jurimetri, (Jakarta:Ghlmia Indonesia 1990) hlm. 13.

39

(20)

Deklarasi PBB 1967 tentang Wilayah Suaka, Protokol Tambahan 1977, Piagam PBB dan instrument hukum yang lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain pustaka di bidang ilmu hukum, hasil penelitian di bidang hukum, jurnal hokum internasional, The Annual Report, artikel-arikel ilmiah, baik dari Koran maupun internet, yearbook, circular, leaflet, journal, dan lain sebagainya.

c. Bahan hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain kamus hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum akan dilakukan dengan cara studi kepustakaan dengan menginventarisir peraturan Per-Undang- Undangan, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian, makalah, dan buku-buku yang berkaitan dengan materi yang menjadi objek penelitian untuk selanjutnya dipelajari dan dikaji sebagai satu kesatuan yang utuh. Data yang merupakan bahan-bahan hukum yang diperoleh kemudian akan disajikan dalam bentuk display secara sistematis, logis dan rasional. Keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

5. Analisis Data

(21)

karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang telah ada sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkananalisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi maupun fakta-fakta hukum yang bersifat ungkapan monografis dan responden.40

G. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini, menguraikan bab demi bab sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN

BANGSA-BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL

Bab ini akan membahas tentang sejarah terbentuknya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Struktur Organisasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kedudukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

BAB III MEKANISME PENJATUHAN SANKSI OLEH DEWAN

KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA.

Bab ini akan membahas tentang Mekanisme Penjatuhan Sanksi, Jenis-jenis Sanksi yang bisa dijatuhkan serta Negara-negara berkonflik yang dibutuhkan sanksi oleh Dewan Keamanan Perserikatan

40

(22)

Bangsa dalam contoh Kasus Invasi Irak ke Kuwait 1990 dan Perang Korea 1958.

BAB IV PENERAPAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP NEGARA-NEGARA BERKONFLIK

Bab ini akan membahas Advisory Opinion oleh Mahkamah Internasional, Penggunaan hak veto dalam penerapan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Negara-negara berkonflik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH berpengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap kadar asam lemak bebas, bilangan penyabunan, kadar air, kadar

saluran pernapasan akut (ISPA) pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Dinoyo Kota Malang.Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu sebanyak 30

Turbo marmoratus hiduP di rataan terumbu dengan aliran airjernih secara konstan sampai kedalaman 20 meter' Jenis ini bersifat nokturnal dan menyrkai gugusan karang mati

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah pre - post test two group design dengan membandingkan hasil

pengamatan, yaitu di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai. berikut.

Öğrencilik yıllarımdan beri, Kıbrıs ve Gençlik, İlerici Yurtsever Gençlik, Politika, Kıbrıs Postası, Yeni Düzen, Yeni Gün, Yeni Demokrat, Kıbrıslı, Kıbrıs, Star

Hasil temuan ini juga menunjukkan pentingnya sebuah pelatihan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia, yang sesuai dengan teori belajar menurut Faculty-

Hasil penelitian menunjukkan isolat D75 tumbuh optimal dalam media dengan sumber fosfat anorganik berupa trikalsium fosfat dengan nilai OD 1,653 inkubasi selama 39 jam, isolat D92