• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Perilaku Politik Guru (Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Perilaku Politik Guru (Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum yang kemudian disebut sebagai pemilu dan pemilihan

kepala daerah atau pilkada yang merupakan sarana kedaulatan rakyat yang

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur dan adil dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 19451

Mengambil, membuat dan menerima keputusan ataupun melaksanakan

keputusan dari peraturan pemerintahan daerah merupakan bagian dari perilaku

politik yang baik. Tingkah laku maupun kebiasan sehari-hari masyarakat di dalam . Sama halnya dengan pemilu,

Pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan dengan tujuan menentukan

pemimpin atau kepala dari pemerintahan di suatu daerah yang ditentukan oleh

rakyat, karena rakyatlah yang memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk menentukan

kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan kepala daerah terjadi karena

adanya pemberian kekuasaan sepenuhnya kepada pemerintahan daerah oleh pusat

agar daerah tersebut dapat lebih signifikan di dalam mengatur rumah tangga

daerahnya, atau yang disebut sebagai suatu pola pemerintahan yang sentralistik

menjadi desentralistik. Adanya desentralisasi tersebut, maka daerah dapat

mengatur rumah tangganya sendiri serta mengambil dan membuat keputusan di

pemerintahan daerah maupun membuat Peraturan Pemerintahan Daerah.

1

(2)

bermasyarakat seperti turut serta di dalam proses bernegara, turut serta di dalam

organisasi maupun perkumpulan di masyarakat yang terjadi secara alami,

berperan serta dalam pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah

(pilkada), melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik dan

sebagainya, merupakan sebagai bentuk perilaku politik dari masyarakat. Selain

masyarakat yang memiliki sikap dalam berperilaku politik di masyarakat, para

kaum birokrat yang disebut sebagai orang atau pelaksana dari birokrasi termasuk

di dalamnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun guru yang berstatus

Pegawai Negeri Sipil (PNS), juga memiliki sikap perilaku politik seperti membuat

proses keputusan, menerima keputusan dan melaksanakan keputusan politik juga

termasuk ke dalam perilaku politik2

Perilaku politik yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang berkenaan

dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik juga

merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku

politik masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya,

perilaku keagamaan dan sebagainya. Dalam kehidupan politik masyarakat

sehari-hari, adanya interaksi antar individu baik individu dengan kelompok, maupun

kelompok dengan kelompok tersebut dengan hubungan secara vertikal dan

horizontal. Dikeluarkannya perintah oleh satu pihak atau instansi dan perintah itu

ditaati oleh pihak lain, merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya keberatan

dan penolakan perintah atau keputusan tersebut. Kondisi tersebut menggambarkan .

2

(3)

berbagai perilaku yang berhubungan satu sama lain, baik itu dilakukan oleh satu

lembaga tertentu maupun individu dalam beperilaku politik.

Turut berpartisipasi dalam Pilkada memperlihatkan bentuk perilaku politik

masyarakat secara langsung. Akan tetapi peran serta dalam Pilkada disini adalah

dengan memberikan suara pada saat pemilihan, baik masyarakat yang bekerja di

sebuah lembaga pemerintahan (PNS) maupun yang non-pemerintahan. Sebuah

lembaga yang non-pemerintahan yaitu para kelompok pengusaha atau wiraswasta

yang telepas dari ikatan peraturan pemerintah. Kelompok tersebut dapat

melibatkan diri di dalam politik sebagai tim sukses atau menjadi pendukung

calon/kandidat kepala daerah seperti pemilihan bupati. Namun, bagi masyarakat

yang bekerja sebuah lembaga pemerintahan (PNS) yang memiliki keterikatan

dengan Undang-Undang dan peraturan pemerintah, dilarang dan tidak

diperbolehkan terlibat di dalam kampanye Pilkada atau berpolitik praktis, sebab

mereka dituntut untuk mengabdi kepada negara bukan kepada satu pihak atau

pada suatu lembaga.

Perilaku politik Pegawai Negeri Sipil maupun guru PNS dituntut harus

bersikap netral di dalam pemerintahan, seperti tidak turut serta di dalam politik

maupun partai politik. Sikap netral yang dituntut dari PNS tersebut dapat dilihat

dari pengertian pegawai negeri menurut Pasal 1 (a) Undang-Undang No. 8 Tahun

1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian3

3

C. S. T Kansil, Christine S. T Kansil. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal 160

. Oleh sebab itu PNS yang telah

(4)

dalam pemerintahan daerah. Di dalam PP No. 53 Tahun 2010 mengatur tentang

disiplin pegawai dalam Bagian Kedua Larangan Pasal 4 ayat (14) yaitu, dilarang

memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau

calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat

dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda

Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan dan dalam Pasal 4 ayat (15)4

Peran serta PNS pada satu pihak, kepada suatu lembaga maupun pada masa

kampanye dan masa menjelang Pilkada sudah melanggar peraturan MENPAN No.

SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang netralitas PNS di dalam Pilkada yang berisikan

bagi PNS dan Pegawai Honorer yang bukan Calon Kepala Daerah atau Wakil

Kepala Daerah, dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye, untuk mendukung

salah satu Partai Politik, Calon Presiden dan Wakil Presiden, serta Calon Kepala

Daerah atau Wakil Kepala Daerah, dilarang menggunakan fasilitas yang terkait

dengan jabatan dalam kampanye, serta dilarang membuat keputusan atau tindakan

yang menguntungkan dan merugikan salah satu Partai Politik atau pasangan calon

selama kampanye

.

5

4

Lihat PP No. 53 Tahun 2010, Bagian Kedua Larangan Pasal 4 ayat (14) dan ayat (15)

. Seperti halnya pada Pasal 28 huruf a UU No.32/2004, yaitu

kepala dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus

memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu atau

kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Terutama merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat,

(5)

atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan lain6

Kabupaten Dairi telah melaksanakan dua kali pemilihan kepala daerah yaitu

pada tahun 2009, yang dimenangkan oleh Kra. Johnny Sitohang Adinegoro dan

Irwansyah Pasi, SH dan pada tahun 2013 pasangan tersebut kembali mencalonkan

diri pada Pilkada 2013 untuk menjadi bakal calon bupati/wakil bupati pada

periode 2013-2018. Pilkada Dairi pada periode berikutnya yang berlangsung di

Kabupaten Dairi pada 10 Oktober 2013 tersebut, kembali dimenangkan oleh

pasangan petahana dengan nomor urut satu yaitu Kra. Johnny Sitohang Adinegoro

dan Irwansyah Pasi, SH. Hal ini memperlihatkan perilaku politik masyarakat Dairi

pada Pilkada sangat tinggi. Namun, berdasarkan sumber berita dan praktik

dilapangannya pilkada di Kabupaten Dairi yang diikuti oleh empat pasangan calon

ini, dinilai sebagai sebuah Pilkada yang tidak sehat. Di dalam setiap rangkaian

menjelang Pilkada ini banyak ditemukannya berbagai permasalahan yang

dilakukan oleh para calon maupun para tim sukses. Berbagai permasalahan yaitu

permasalahan, seperti penyusunan DPT yang bermasalah, yakni

penggelembungan suara dan ada ditemui keterlibatan Pegawai Negeri Sipil di

dalam tahapan pilkada Dairi

. Adapun tujuan

dibuatnya Pasal 28 huruf a UU No.32/2004 tersebut adalah untuk mencegah

terjadinya pemutasian pada masa-masa Pilkada.

7

dan yang paling menonjol adalah turut melibatkan

7

(6)

beberapa oknum PNS8 dan pemutasian terhadap PNS, hal inipun diakui juga oleh beberapa masyarakat di Dairi. Adapun pendapat dari masyarakat yang

menyatakan adanya peran serta PNS tersebut adalah sekda Dairi JG9

Perilaku politik Pegawai Negeri Sipil maupun guru PNS dituntut harus

bersikap netral di dalam pemerintahan, seperti tidak turut serta di dalam politik

maupun partai politik. Sikap netral yang dituntut dari PNS tersebut dapat dilihat

dari pengertian pegawai negeri menurut Pasal 1 (a) Undang-Undang No. 8 Tahun

1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

, Dra. ALS,

RLS, Drs. JSG, dan EP yang mempunyai jabatan pada institusi pemerintahan.

10

. Oleh sebab itu PNS yang telah

diangkat oleh negara dituntut untuk mengabdi kepada negara dan bersikap netral

dalam pemerintahan daerah. Di dalam PP No. 53 Tahun 2010 mengatur tentang

disiplin pegawai dalam Bagian Kedua Larangan Pasal 4 ayat (14) yaitu, dilarang

memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau

calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat

dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda

Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan11

Sebagai warga negara yang baik PNS memang memiliki hak untuk

memberikan suara pada saat pemilihan, akan tetapi tidak berarti dapat turut

terlibat di dalam memberikan dukungan terhadap kepada pasangan calon .

8

Dairi Pers, Nomor 391 Tahun VII Tanggal 03-09 November 2013. Video PNS Terlibat Pilkada Diadukan Ke Mendagri dan Menpan.

9 Ibid

10

C. S. T Kansil, Christine S. T Kansil. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal 160

11

(7)

bupati/wakil bupati yang mereka dukung. Selain displin tentang pegawai negeri

dalam memberikan dukungan, larangan terhadap PNS juga dapat dilihat dalam

pasal 2 PP No. 37 Tahun 2004, yang melarang PNS menjadi anggota partai politik

ataupun menjadi pengurus partai politik dan dituntut untuk netral. Apabila PNS

yang tidak menaati ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada PP No. 53 Tahun

2010 Pasal 4 ayat (14), maka akan dijatuhi hukuman dispilin PNS12

Pemutasian yang marak pada setiap momen Pilkada terutama pada Pilkada

Dairi yang banyak memutasi guru PNS, telah banyak meresahkan warga

masyarakat Dairi terutama kalangan guru PNS dan hal ini secara hukum tidak

dijalankan secara serius. Sehingga pemutasian terutama pada guru sebagai pejabat

fungional saat enam bulan menjelang Pilkada mengandung sifat politisasi.

Pengungkapan mengenai pemutasian hingga kepada sistem peradilan maupun

Pengadilan Tata Usaha Negara tidak pernah terjadi. Oleh sebab itu kasus-kasus

tersebut hanya dapat dirasakan tetapi sulit untuk dibuktikan. Guru yang

seharusnya melakukan fungsinya seperti dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005, .Akan tetapi,

implementasi Undang-Undang PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai

negeri dan aturan pada Pasal 28 Huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, di dalam praktiknya tidak dijalankan secara serius.

Sehingga disetiap momen Pilkada terutama di Dairi selalu diwarnai oleh adanya

dugaan turut serta PNS di dalam Pilkada dan pemutasian bagi PNS yang tidak

mendukung pasangan petahana.

12

(8)

menjadi waspada karena adanya ancaman mutasi. Kedudukan guru di dalam

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Bab 1 tentang ketentuan umum, pasal

1 ayat (1) tertulis bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar dan pendidikan menengah13 dan di dalam Bab II mengenai kedudukan,

fungsi, dan tujuan, pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)14

Guru sebagai tenaga pendidik diwajibkan untuk memberikan pengajaran

bagi anak bangsa dan sebagai tenaga pendidik yang bertujuan untuk memajukan

pendidikan tanpa memandang suku, agama dan ras. Guru yang memiliki status

sebagai Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu bagian dari birokrasi

pemerintah dibidang pendidikan yang memiliki status netral didalam

pemerintahan, dilarang untuk ikut berpolitik, ikut serta di dalam partai politik dan

sebagai tim sukses di dalam pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah

atau tidak diperbolehkan untuk memihak kepada satu pihak, sebab tugas mereka

adalah mengabdi kepada negara. Walaupun di dalam praktiknya masih ada

terdapat beberapa dari antara guru PNS tersebut yang mendukung secara

terselubung di dalam Pilkada, hal demikian juga dinyatakan oleh masyarakat di

Dairi.

. Kini, di dalam Pilkada Dairi

guru turut menjadi korban politik praktis dan pelaksanaan kedudukan guru

tersebut tidak berjalan dengan baik.

13

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, 2008, Guru dan Dosen, Indonesia Legal center Publising, hal 2

14ibid

(9)

Keterlibatan guru PNS dalam Pilkada Kabupaten Dairi 2013, bisa dilihat

dalam contoh kasus guru PNS Ermalina Purba yang telah dimutasi yang oleh

karena suami dari Ermalina Purba tersebut berprofesi sebagai wiraswasta dan

merupakan tim sukses dari salah satu calon/kandidat Bupati Dairi yang

didukungnya yaitu Luhut Matondang dan Maradu Gading Lingga15

Hal tersebut dapat dimasukkan ke dalam politik kekerabatan, yaitu lebih

mengutamakan kepentingan keluarga dekat atau lebih mementingkan hubungan

kerabat untuk mencapai kepentingan kelompok, karena suami dari Ermalina Purba

tersebut turut mendukung calon/kandidat bupati Dairi maka dapat disimpulkan

bahwa Ermalina Purba juga turut menudukung calon/kandidat bupati tersebut.

Hubungan kekerabatan di dalam politik dinilai sangat merusak citra demokrasi

dan menimbulkan berbagai permasalahan baik di dalam hubungan keluarga dan di . Adapun

alasan mereka mendukung calon/kandidat bupati tersebut, karena mereka menilai

calon/kandidat Bupati Dairi tersebut memiliki visi misi yang benar-benar

membangun dan membawa perubahan untuk Kabupaten Dairi. Mengingat bahwa

posisi ataupun kedudukan dari Ermalina Purba tersebut adalah seorang guru PNS,

maka hal itu sangat berpengaruh dan berdampak luas kepada status PNS yang

disandangnya. Hal ini dilihat dari adanya baliho yang terpampang di pekarangan

rumah Ermalina Purba, menguatkan bahwa ia turut serta mendukung ataupun

menjadi TS pada pasangan calon/kandidat Pasangan Nomor Urut 4 (empat) Luhut

Matondang-Maradu Gading Lingga.

(10)

dalam hubungan dengan lingkungan politik. Oleh sebab itu Ermalina Purba

dimutasi dengan dugaan bahwa telah mendukung calon/kandidat Bupati Dairi.

Akan tetapi, menurut Ermalina Purba itu sendiri pemutasian yang dialami olehnya

tersebut dirasakan bahwa sebagai pemutasian yang tidak biasa atau ada unsur

politisasi. Ermalina Purba selaku guru PNS menengarai, bahwa mutasi dilakukan

karena suaminya menjadi tim sukses dari pasangan calon/kandidat bupati yang

mereka dukung. Pemutasian tersebut dinyatakan dengan dikeluarkannya Surat

Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan

diterima melalui kepala sekolah di tempat guru PNS tersebut mengajar

sebelumnya.

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk

melihat perilaku politik Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang

Beruh, Kecamatan Sidikalang, sehingga hal inilah yang menjadi masalah yang

diteliti apakah memang benar ada keterlibatan Ermalina Purba sebagai guru PNS

dalam Pilkada dan peneliti mengangkat judul skripsi ini tentang “Perilaku Politik

Guru, Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba sebagai guru PNS di

Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi

Tahun 2013”.

1.2 Perumusan Masalah

Pilkada secara langsung telah dilaksanakan oleh masyarakat di Kabupaten

(11)

berbagai permasalahan. Adanya pemutasian yang terjadi pada masa menjelang

pilkada turut mewarnai pilkada di Kabupaten Dairi. Kerabat ataupun suami dari

Ermalina Purba yang merupakan tim sukses ataupun pendukung pasangan

calon/kandidat yang didukung mereka, menyebabkan ada anggapan guru PNS

tersebut dimutasi dalam bentuk pemindahan SMA 1 Sidikalang ke SMAN Silalahi

yang berjarak 75 km ke arah pinggiran Danau Toba. Adapun bukti pemutasian

tersebut adalah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) dengan nomor pada

bulan Agustus 2013 kepada Ermalina Purba oleh Badan Kepegawaian Daerah

(BKD) saat menjelang Pilkada. Oleh sebab itu dengan berpijak pada rumusan

masalah, maka pertanyaan peneliti yang hendak dijawab dan dianalisis dalam penelitian ini adalah apakah Ermalina Purba diberikan SK mutasi dengan nomor 820/326/VIII/2013 oleh BKD, terkait dengan dukungan kepada salah satu pasangan calon bupati dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Dairi tahun 2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, adalah:

1. Melihat bagaimana perilaku politik Ermalina Purba sebagai guru PNS

di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang di dalam

pemilihan Bupati Dairi 2013.

2. Mengetahui hal-hal yang menyebabkan Ermalina Purba sebagai guru

(12)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bermanfaat kepada

semua pihak yang secara umum, yaitu:

1. Secara teoritis maupun metodologis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan terhadap pemahaman tentang kedudukan

ataupun peranan dari PNS dan menambah pengetahuan yang baru

dalam bidang politik khususnya dalam kajian perilaku politik.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi kepada para guru PNS dalam bersikap maupun berperilaku

di dalam Pilkada.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi manfaat

bagi kalangan mahasiswa Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Teori Perilaku Politik

Kehidupan sehari-hari masyarakat maupun setiap individu akan selalu

berhubungan dengan persoalan politik, seperti menaati peraturan

pemerintah. Perilaku politik berkaitan erat dengan perilaku pemilih.

Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan alasan seseorang untuk

menggunakan ataupun tidak menggunakan hak pilihnya, pada pemilihan

(13)

akan dilihat adalah alasan yang mendasari seseorang itu untuk memilih

partai ataupun calon yang dipilihnya16. Perilaku politik diartikan sebagai

kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan

keputusan politik. Pelaku dari kegiatan tersebut adalah pemerintah dan

masyarakat, kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan fungsi-fungsi

pemerintah dan fungsi-fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat17

Perilaku politik berhubungan dengan suatu tujuan masyarakat,

kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang .

Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antarlembaga pemerintah

dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses

pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya

merupakan perilaku politik. Perilaku politik merupakan salah satu aspek

dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada

perilaku yang lain yaitu, seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku

keagamaan dan sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang

menyangkut persoalan politik. Perilaku sehari-hari warga masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya merupakan perilaku ekonomi. Perilaku

warga masyarakat mengirimkan anak-anaknya ke sekolah merupakan

perilaku budaya dan kegiatan menjalankan ibadah yang dilakukan oleh para

pemeluk agama merupakan perilaku keagamaan.

16

Rolas Nainggolan, Skripi: Perilaku Pemilih Etnis Batak Toba pada Pemilihan Umum Gubenur/Wakil Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2008, Studi Kasus: Kelurahan Toba, Kecamatan Siantar Selatan, Kota Pematangsiantar, Medan: 2009, hal 14

17

(14)

memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat

ke arah pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Perilaku politik juga

merupakan tindakan yang dilakukan oleh suatu subjek. Subjek dapat berupa

pemerintah dan dapat juga masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah berupa pembuatan keputusan-keputusan politik dan upaya

pelaksanaan keputusan politik tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh

masyarakat berupaya untuk dapat mempengaruhi pembuatan dan

pelaksanaan keputusan politik oleh pemerintah sesuai dengan

kepentingannya.

Seorang individu/kelompok masyarakat diwajibkan oleh negara untuk

melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik,

diantaranya adalah18

1. Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin,

:

2. Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu

partai politik, mengikuti organisasi masyarakat/LSM,

3. Ikut serta dalam pesta politik,

4. Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas,

5. Berhak untuk menjadi pemimpin politik,

6. Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan

politik yang bertujuan untuk melakukan perilaku politik yang telah

disusun secara baik oleh UUD dan perundangan hukum yang berlaku.

18

(15)

Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, seperti ada

pihak yang memerintah dan ada pihak lain yang diperintah. Tanggapan yang

diberikan oleh pihak yang diperintah seperti terhadap kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang kurang setuju

dan hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat

menolak dan menerima suatu kebijakan. Keluarga sebagai suatu kelompok

melakukan berbagai kegiatan, termasuk di dalamnya adalah kegiatan politik.

Para anggota suatu keluarga secara bersama memberikan dukungan pada

organisasi politik tertentu, memberikan iuran, ikut berkampanye

menghadapi pemilu, keluarga yang bersangkutan telah berperan dalam

kegiatan politik dan disamping kegiatan lain.

Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, akan

tetapi memiliki hubungan atau keterikatan dengan hal-hal lain. Perilaku

politik yang ditunjukkan oleh individu merupakan hasil pengaruh beberapa

faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal yang menyangkut

lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya. Perilaku politik

berhubungan erat dengan sikap politik, walaupun keduanya memiliki kaitan

yang erat, perilaku politik dan sikap politik memiliki perbedaan. Sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum tentu

merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan

(16)

tentang tindakan yang akan dilakukan berkenaan dengan objek yang

dimaksud. Sikap memiliki tiga komponen yaitu kognisi, afeksi dan konasi:

1. Kognisi berkenaan dengan ide dan konsep,

2. Afeksi menyangkut kehidupan emosional dan

3. Konasi merupakan kecenderungan bertingkah laku.

Sehingga sikap politik dapat dinyatakan sebagai kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek tertentu, dengan menerima ataupun ketidaksetujuan

terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah seperti ketidaksetujuan dan

keberatan akan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) mengenai pemutasian

(pemindahan)19. Sehingga di dalam kehidupan politik kita bisa melihat

adanya berbagai macam gejala akan terhadap suatu kebijakan yang

dikeluarkan oleh pihak berwenang sering muncul berbagai macam reaksi,

misalnya ada yang menerima kebijakan tersebut, ada yang menolak, ada

yang melakukan protes secara halus, ada yang melakukan unjuk rasa dan

ada yang memilih untuk berdiam diri tanpa memberikan reaksi apa-apa.

Ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah menaikkan pajak

pendapatan, juga merupakan suatu sikap politik20

Perilaku politik aktor politik seperti perencanaan, pengambilan

keputusan dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi latar

belakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan politiknya. Warga .

19

Mar’at. Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992. Hal 131 dalam kutipan Sastroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal 4

20Ibid

(17)

negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor

dan latar belakang. Ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku politik

aktor politik, yaitu:21

1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem

ekonomi, sistem budaya dan media massa.

2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan

membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah

dan kelompok pergaulan. Lingkungan sosial politik langsung

memberikan bentuk-bentuk sosialisasi dan internalisasi nilai dan

norma masyarakat pada aktor politik, serta memberikan

pengalaman-pengalaman hidup.

3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Ada tiga

basis atau dasar fungsional sikap dalam memahami struktur

kepribadian tersebut. Pertama, didasarkan pada minat dan kebutuhan

seseorang terhadap objek itu. Kedua, atas dasar penyesuaian diri, yaitu

penilaian seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi keinginan untuk

menjaga keharmonisan dengan objek itu. Ketiga, ialah sikap yang

didasarkan pada fungsi eksternalisasi diri dan pertahanan diri. Pada

basis ini penilaian seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh

keinginan untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang

mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri dan eksternalisasi diri.

21

(18)

4. Faktor sosial politik langsung yang berupa situasi, yaitu keadaan yang

mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan suatu

kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, kehadiran seseorang,

keadaan ruang, suasana kelompok dan ancaman dengan segala bentuk.

Keempat faktor diatas saling mempengaruhi aktor politik dalam

kegiatan dan perilaku politiknya, baik langsung maupun tidak langsung.

Oleh sebab itu, perilaku politik seseorang tidak hanya didasarkan pada

pertimbangan politik saja, tetapi juga disebabkan banyak faktor yang

mempengaruhinya.

1.5.2 Teori Pilkada

Wujud dari perjalanan demokrasi ditandai dengan adanya proses

pemilu dan pilkada. Pasca reformasi pada tahun 1998, yang dimana otonomi

daerah merupakan asal mula lahirnya Pilkada secara langsung. Otonomi

daerah berasal dari bahasa latin yaitu, kata autos dan namos. Autos berarti

sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat

dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan

untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan

daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah. Oleh sebab itu defenisi dari otonomi daerah itu adalah sebagai

kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom oleh pusat untuk

(19)

masyarakat setempat menur

guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan

terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan22

Pada pasca reformasi tersebut, demokrasi di Indonesia mengalami

perkembangan yang sangat baik dan pesat. Peningkatan partisipasi publik

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara disalurkan melalui pengaturan

mekanisme yang semakin mencerminkan prinsip keterbukaan dan

persamaan bagi segenap warga negara .

23

. Mekanisme pilkada adalah

bertujuan untuk melahirkan para pemimpin yang benar-benar menjadi

impian rakyat kebanyakan, yaitu pemimpin yang kuat, jujur, bersih dan

dapat memberikan pelayanan secara prima (phylosopher-king) dalam rangka

menuju cita-citanya, hidup dibawah payung keadilan dan kemakmuran24

Keberhasilan pilkada di daerah menjadi titik tolak terhadap

peningkatan kualitas demokrasi itu dan menjadi modal dasar yang berharga ,

bagi proses-proses pembangunan di segala bidang

.

25

. Pilkada dapat menjadi

jaminan penguatan demokrasi yaitu dengan menguatkan kelembagaan

(birokrasi, partai politik dan DPRD) secara serius. Demokrasi hanya akan

2014 pukul 15.00

23

Janedjri M. Gaffar. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press. 2012, hal 92

24

Republika, 18 Mei 2005, dalam kutipan Hery, Susanto, dkk. Menggugat Demokrasi, Jakarta Selatan: Republika, 2005, hal 64

25

(20)

menjadi berkualitas bila publik dilibatkan dalam proses perumusan

kebijakan.

Pilkada langsung sebagai proses pembelajaran demokrasi di tingkat

lokal harus seiring dengan bergulirnya kebijakan otonomi daerah. Sehingga

pilkada langsung dan otonomi daerah harus maksimal, karena pilkada

langsung adalah pintu masuk terciptanya demokrasi dengan adanya

pemberdayaan semua potensi masyarakat26

Pilkada merupakan sarana manifestasi kedaulatan dan pengukuhan

bahwa pemilih adalah masyarakat yang ada di daerah. Ketentuan tentang . Salah satu wujud dari

demokrasi tersebut adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,

baik gubernur dan wakil gubernur maupun bupati/wakil bupati dan

walikota/wakil walikota secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan

pengembalian “hak-hak dasar” rakyat dalam memilih pemimpin di daerah.

Dengan itu, rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan

pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa intervensi

(otonom), seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden dan

Wakil-Wakilnya di lembaga legislative (Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD)) dalam Pemilu 2004. Hal tersebut merupakan salah satu wujud dan

mekanisme demokrasi di daerah adalah dengan pelaksanaan pemilihan

kepala daerah (Pilkada) secara langsung.

(21)

Pilkada diatur di dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan

bahwa gubernur, bupati dan walikota dipilih secara demokratis. Ketentuan

tersebut ditetapkan dalam Perubahan Kedua UUD 1945. Rumusan Pilkada

secara demokratis dicapai dengan maksud agar bersifat fleksibel atau lebih

teratur. Pilkada memiliki tiga fungsi penting di dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah, yaitu:

1. Memilih kepala daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat

di daerah sehingga ia diharapkan dapat memahami dan mewujudkan

kehendak masyarakat di daerah.

2. Melalui Pilkada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan

pada misi, visi, program serta kualitas dan integritas calon kepala

daerah yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan

pemerintahan di daerah.

3. Pilkada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana

evaluasi dan kontrol secara politik terhadap seorang kepala daerah dan

kekuatan politik yang menopang.

Melalui Pilkada, masyarakat di daerah dapat memutuskan apakah

akan menghentikan atau memperpanjang mandat seorang kepala daerah

apabila kepala daerah tersebut kembali mencalonkan pada Pilkada

berikutnya, maka visi, misi dan program yang dimiliki dapat dilanjutkan

apabila masyarakat daerah masih dapat percaya atau tidak. Oleh karena itu,

(22)

benar-benar dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut. Namun, apabila hal

tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka akan menciptakan berbagai

pelanggaran-pelanggaran dan konflik yang bahkan dapat menganggu

jalannya Pilkada. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam proses

penyelenggaraan Pilkada tentu mempengaruhi kualitas demokrasi dan pada

akhirnya berpengaruh terhadap kualitas calon terpilih dan penyelenggaraan

pemerintahan daerah27

1. Pada tahap pendaftaran pemilih yang dimana sering data pemilih tetap

tidak valid (sah). Seperti adanya warga yang memiliki hak pilih yang

tidak terdaftar, adanya nama yang terdaftar sebagai pemilih tetapi

pemilih yang bersangkutan tidak ada atau telah meninggal, pemilih

yang terdaftar lebih dari satu dan terdapatnya pemilih yang belum

cukup umur dari batas usia. Aturan batas usia tersebut diatur

dalamUU No.42 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres dan UU

No. 8 Tahun 2012 Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legilatif. Pasal 27

ayat (1) UU Pilpres, berisikan tentang Warga Negara Indonesia yang

pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau sudah

lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Pasal 19 ayat

(1) UU Pemilu Legilatif, berisikan Warga Negara Indonesia yang pada .

Adapun bentuk pelanggaran dan kecurangan yang pada umumnya

terjadi pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada, yaitu:

27Ibid,

(23)

hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau sudah lebih

atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Pelanggaran

seperti ini, dapat mempengaruhi hasil dan juga merupakan sebuah

pelanggaran terhadap hak konstitusi warga negara untuk memilih28

2. Pada tahap awal juga terjadi pelanggaran dalam tahap verifikasi

pasangan calon yang menentukan pasangan yang akan lolos menjadi

pasangan calon peserta Pilkada. Pelanggaran jenis ini adalah

memanipulasi data persyaratan bakal calon, baik berupa syarat

administratif maupun syarat dukungan termasuk meloloskan pasangan

bakal calon tertentu yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat atau

sebaliknya tidak meloloskan pasangan calon tertentu yang

sesungguhnya telah memenuhi semua persyarat.

.

3. Adanya politik uang, merupakan sebuah bentuk pelanggaran yang

paling banyak didalilkan atau dirumuskan dan menjadi materi

pemeriksaan persidangan di MK. Pelanggaran ini terjadi bahkan

sebelum pendaftaran pasangan bakal calon kepala daerah dan terutama

sering terjadi pada masa-masa kampanye, dengan tujuan untuk

membentuk persepsi masyarakat bahwa keberhasilan program itu

adalah atas jasa orang tertentu yang akan mencalonkan diri sebagai

kepala daerah.

(24)

4. Pelanggaran berupa pengerahan atau mobilisasi organisasi

pemerintahan untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Mobilisasi dalam hal ini dapat terjadi terhadap pegawai pemerintahan,

baik mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah di kelurahan atau

desa, maupun mobilisasi sarana dan prasarana untuk kepentingan

pemenangan pasangan calon tertentu. Pelanggaran seperti ini hanya

dapat dilakukan oleh pasangan calon yang memiliki kekuasaan atau

akses terhadap organisasi pemerintahan di daerah.

5. Pelanggaran berupa ancaman atau intimidasi untuk memaksa warga

masyarakat memilih pasangan calon tertentu dan hal ini dapat terjadi

dalam berbagai bentuk yang dilakukan oleh banyak pihak. Intimidasi

dapat dilakukan oleh aparat pemerintahan daerah dalam bentuk

ancaman tidak akan mendapatkan layanan pemerintahan. Intimidasi

juga dapat dilakukan oleh kelompok tertentu berupa ancaman

kekerasan.

6. Pelanggaran berupa pemberian hak suara oleh orang yang tidak

berhak, baik di tempat pemungutan suara. Hal tersebut sudah jarang

ditemui dan dilakukan sebab ketatnya pengawasan baik itu dari

pengawas, antar pasangan calon, maupun oleh masyarakat. Akan

tetapi, hal demikian juga masih dapat ditemui pada daerah-daerah

(25)

7. Pelanggaran berupa manipulasi penghitungan hasil perolehan suara.

Penghitungan suara secara bertingkat memungkinkan terjadinya

manipulasi dengan mengurangi atau menambah perolehan suara calon

tertentu. Model pelanggaran ini dapat dikatakan sebagai model klasik

yang saat ini sudah jarang terjadi karena tuntutan keterbukaan dan

saling kontrol antar pasangan calon.

Pelangaran-pelanggaran Pilkada tersebut sangat jelas telah merusak

tatanan demokrasi dan merusak kualitas demokrasi di daerah. Akibatnya,

kepala daerah yang terpilih bukan dari kehendak rakyat, akan tetapi

menimbulkan pemimpin yang haus akan kekuasaaan dan dengan

sewenang-wenang menyalahgunakan kekuasaan. Hal tersebut sangat berdampak

kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah dan orientasi pemerintahan

daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, bukan untuk rakyat di daerah

akan tetapi untuk kekuasaan belaka. Hal ini tidak dapat dibiarkan dengan

demikian, perlunya mengambil tindakan untuk memperbaikinya, baik dari

sisi electoral system maupun electoral process. Penataan kelembagaan

penyelenggara serta peningkatan kesadaran peserta Pilkada dan warga

negara tidak terjebak pada permainan dan pragmatisme kekuasaan yang

merugikan bangsa29

29

(26)

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.

Metode kualitatif lebih didasarkan filsafat fenomenologis yang

mengutamakan penghayatan. Oleh sebab itu penelitian ini, peneliti ingin

melihat dan menganalisis fenomena ataupun hal-hal yang terjadi pada

perilaku politik Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang

Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam pemilihan Bupati Dairi 2013 dengan

melakukan pengamatan secara langsung di lapangan dan menganalisisnya

dengan peraturan PNS berdasarkan kepada Badan Kepegawaian Daerah di

Kabupaten Dairi. Analisis kasus menggunakan teori-teori, data-data dan

Undang-Undang sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian

dan menjawab persoalan penelitian. Penelitian kualitatif dilakukan dengan

tujuan atau dalam situasi yang wajar dan data yang dikumpulkan bersifat

kualitatif.

1.6.2 Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Badan Kepegawaian Daerah

(BKD) Kabupaten Dairi, di Ki Hajar Dewantara Nomor 1 di samping kantor

SMP Negeri 2 Sidikalang dan disamping kantor Kesejahteraan Sosial

(27)

Ermalina Purba di Jalan F.L Tobing, Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan

Sidikalang.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini dengan menggunakan data primer dan sekunder.

1. Data Primer

Pada penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara

yang dilakukan pada responden maupun narasumber kepada pihak

terkait yaitu Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang

Beruh, kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Dairi,

Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Dairi dan

Kepala Sekolah SMAN 1 Sidikalang.

2. Data Sekunder

Pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelaan

berbagai data atau sumber berupa literatur yang relevan dengan judul

penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, peraturan,

Undang-Undang, media online dan bahan-bahan lainnya yang relevan dalam

(28)

1.6.4 Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan

teknik analisis kualitatif dengan menggunakan tipologi, yaitu dengan

mengumpulkan data dan kemudian data yang telah dikumpulkan dianalisis

dan dikelompokkan, sehingga dari semua informasi ataupun data telah

terkumpul secara lengkap, maka dibuatlah suatu kesimpulan dari jawaban

permasalahan dalam penelitian ini.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas

ataupun penjabaran mengenai rencana penelitian, untuk mempermudah di dalam

penulisan karya ilmiah. Oleh sebab itu, penulis membagi penulisan ke dalam 4

(empat) bab, yaitu:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 : DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai profil dari

Kabupaten Dairi, Kecamatan Sidikalang, Kelurahan Batang Beruh

yang terdiri dari Sejarah singkat Kelurahan Batang Beruh, Sarana

(29)

Beruhdan profil dari Ermalina Purba sebagai guru PNS di dalam

pemilihan Bupati Dairi.

BAB 3 : PERILAKU POLITIK GURU PNS DI DALAM PEMILIHAN BUPATI DAIRI 2013

Pada bab ini, akan membahas secara garis besar permasalahan dari

hasil penelitian yang diperoleh tentang perilaku politik Ermalina

Purba sebagai guru PNS yang menerima Surat Keputusan mutasi

oleh BKD Kabupaten Dairi terkait asumsi pemberian dukungan

terhadap salah satu calon/kandidat bupati dalam pemilihan Bupati

Dairi 2013 dan hal-hal apa yang menyebabkan Ermalina Purba

dimutasi dengan berdasarkandata dari lapangan dengan

berlandaskan kepada teori-teori, perundang-undangan dan

menyajikan pembahasan dan analisis dari data serta fakta yang ada.

BAB 4 : PENUTUP

Bab terakhir ini, akan memuat kesimpulan dan saran dari

Referensi

Dokumen terkait

УСЛОВИ И МЕРЕ ЗАШТИТЕ ЖИВОТНЕ СРЕДИНЕ У контексту заштите животне средине предметног подручја Планом су предвиђене

Namun kemudahan strategi penjualan ini ternyata masih belum dimanfaatkan oleh banyak pedagang kecil dan menengah, sehingga dibutuhkan pelatihan singkat untuk memahami strategi

ketika negara ingin membangun infrastruktur seharusnya alokasi anggaran ditingkatkan. Tidak akan tercapai pembangunan infrastruktur yang maksimal apabila tidak

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Puguh Harianto sebagai Ketua Pelaksana yaitu tugas dari dua divisi ini hampir sama dan sesuai dengan keputusan dari DPM agar

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam "Ibnu Sina" Yarsi Sumbar Bukittinggi menunjukkan bahwa 54,7% perawat memiliki kecendrungan turnover, dari

DATA PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN LOMBOK BARAT. NO NAMA PNS

value Teks default yang akan dimunculkan jika user hendak mengisi input maxlength Panjang teks maksimum yang dapat dimasukkan. emptyok Bernilai true jika user dapat tidak

Sebelumnya dikatakan bahwa Kecamatan Reok lolos untuk menjadi Pusat Kegiatan Lokal dikarenakan memiliki pelabuhan kelas III dan jalan areteri yang mendukung