• Tidak ada hasil yang ditemukan

48 Koordinasi Penataan Pembangunan Pedesaan di Wilayah Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "48 Koordinasi Penataan Pembangunan Pedesaan di Wilayah Provinsi Riau"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Koordinasi Penataan Pembangunan Pedesaan di Wilayah Provinsi Riau

Oleh

Khairul Rahman, S. Sos, M.Si

Dosen Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Islam Riau Dan Sebagai Tim Pelaksana Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Riau Dengan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Riau.

Abstrak

Desa mempunyai posisi yang penting dalam mewujudkan pemabangunan nasional dimana sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terbesar berada di pedesaan sebagai penopang pembangunan Negara. Pembangunan Negara dan Daerah tidak akan memberikan damapak berarti jika desa tidak mampu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Disisi lain selama ini Desa mengalami permasalahan yang begitu kompleks mulai dari factor internal dan eksternal. Dilatarbelakangi masalah yang di hadapi oleh desa pada umumnya bersifat struktural, maka cara mengatasinya harus didasarkan pada koordinasi yang strategis dan bersinambungan terhadap proses-proses perencanan di perdesaan. Selain itu, untuk dapat meningkatkan pembangunan di perdesaan secara efektif dan efisien perlu dilakukan suatu koordinasi penataan pembangunan perdesaan yang komprehensif dan terpadu.

Keyword :Koordinasi, Pembangunan Pedesaan

Pendahuluan

Desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pemerintahan di Indonesia. Desa merupakan mata rantai dari sistem Pemerintahan Nasional yang bermula dari sistem Pemerintahan Pusat, Daerah dan Desa yang merupakan mata rantai yang terakhir. Dikatakan oleh Wasistiono (Dalam Rauf, 2010 : 45) Desa merupakan pertautan terakhir dengan masyarakat yang akan membawanya ke tujuan akhir yang telah digariskan sebagai cita-cita bersama.

Selama ini desa di Indonesia merupakan mata rantai terlemah yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Selama ini kawasan perdesaan dicirikan antara lain oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan pemukiman pedesaan.

Desa mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pembangunan nasional hal ini didasarkan pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki

oleh pedesaan yang merupakan faktor penting dalam penunjang pembangunan, maka menjadu penting untuk memberikan prioritas pembangunan pada desa. Secara realitas, masyarakat mengalami berbagai macam persoalan yang membuat desa tidak berkembang.

Pada dekade tahun tujuh puluhan, Schumacher dalam bukunya “Small is Beautiful” telah mengingatkan bahwa persoalan pokok yang dihadapi Negara-negara berkembang terletak pada dua juta desa yang miskin dan terbelakang. Schumacher berpendapat bahwa “selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan, masalah kemiskinan di dunia ini tidak akan dapat diselesaikan, dan mau tidak mau pasti akan lebih memburuk”.

(Dalam Wasistiono, 2006 : 3).

(2)

dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 adalah guna memodernisasi pemerintahan desa agar mampu menjalankan tiga peranan utamanya, yaitu sebagai struktur perantara, sebagai pelayan masyarakat serta agen perubahan. Selanjutnya diperkuat pula degan lahirnya Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 Tentang Desa, yang merumuskan :

“Desa atau yang disebut dengan

nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia”.

Meskipun demikian kita menyadari masih banyak masalah perdesaanm yang perlu mendapatkan perhatian seperti masalah pengangguran, kemiskianan, ketimpangan distribusi pendapatan, ketidak seimbangan struktur ataupun keterbelakngan pendidikan.

Kenyataan ini telah membuktikan meskipun desa memiliki dua sumber daya penting yaitu sumber daya manusia dan sumber daya alam, tetapi kesatuan masyarakat hukum tersebut tidak mampu mengubah potensi yang dimilikinya menjadi sebauh kekuatan nyata guna memenuhi kebutuhan sendiri. Desa sepertinya tidak lagi mampu menjadi tempat hidup dan penghidupan yang layak bagi warganya. Indikatornya adalah semakin banyaknya warga desa yang bermigrasi ke kota-kota besar untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Menurut Wasistiono (2003 : 86-89) ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat dalam implementasi berbagai program penguatan otonomi desa antara lain :

1. Hambatan Eksternal

a. Lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan

b. Masih lemahnya koordinasi antar sektor

c. Dinamika masyarakat yang selalu berubah, termasuk tingginya dinamika sektor ekonomi

d. Terbatasnya alternative lapangan kerja berkualitas

e. Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial

f. Timbulnya hambatan (barrier)

distribusi dan perdagangan antar daerah

g. Tingginya resiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di perdesaan

h. Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain

i. Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup

j. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyararakat

2. Hambatan Internal

a. Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketerampilan rendah, termasuk yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa

b. Kelembagaan di tingkat desa belum sepenuhnya tertata dengan baik c. Pemahaman tugas pokok dan fungsi

dari aparat desa yang masih rendah d. Lemahnya kemampuan perencanaan

di tingkat desa dan masih bersifat parsial

(3)

f. Sarana dan prasarana penunjang mobilitas operasional terbatas

g. Pengelolaan administrasi dan dokumentasi yang masih minim h. Masih rendahnya pemanfaatan Iptek

dan TTG dalam usaha ekonomi perdesaan

i. Rendahnya asset yang dikuasai masyarakat perdesaan

j. Kepermilikan lahan yang semakin sempit

k. Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan

Mengingat masalah yang di hadapi oleh desa pada umumnya bersifat struktural, maka cara mengatasinya harus didasarkan pada koordinasi yang strategis dan bersinambungan terhadap proses-proses perencanan di perdesaan. Selain itu, untuk dapat meningkatkan pembangunan di perdesaan secara efektif dan efisien perlu dilakukan suatu koordinasi penataan pembangunan perdesaan yang komprehensif dan terpadu. Menurut Hasibuan (2003 : 85) koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam tujuan organisasi.

Selanjutnya, Widjaja (1992 : 25) pula menyatakan didalam koordinasi perlu diperhatikan adanya jenis-jenis koordinasi, yakni:

1. Koordinasi fungsional, antara dua atau lebih jenis instansi yang mempunyai program yang berkaitan erat.

2. Koordinasi Instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan. 3. Koordinasi Teritorial, terhadap dua atau

lebih wilayah dengan program tertentu.

Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk melakukan pendataan pedesaan di wilayah Provinsi Riau guna persiapan perencanaan pembangunan di

pedesaan yang terencana, sistematis, terarah dan terpadu di wilayah Provinsi Riau. Sedangkan kegunaan dari kegiatan studi Koordinasi Penataan Pembangunan Perdesaan Di Wilayah Provinsi Riau adalah :

1. Tercapainya tujuan pembangunan perdesaan yang efisien dan efektif.

2. Adanya sinkronisasi yang berkesinambungan terhadap penataan pembangunan perdesaan yang disesuaikan dengan pembangunan jangka pendek, menengah dan tahunan

3. Memberikan gambaran kondisi riil desa yang baik terhadap penataan pembangunan perdesaan di Wilayah Provinsi Riau

Kerangka Teori

1. Koordinasi

Menurut Malayu (2003 : 85) koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam tujuan organisasi. Selanjutnya menurut EFL. Brench (2003 : 85) menyatakan bahwa koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara para anggota itu sendiri.

(4)

Dari pernyataan yang disampaikan oleh Nitisemito mengenai koordinasi adalah dimana, koordinasi dimaksudkan untuk menyelaraskan agar tindakan seseorang dengan yang lainnya tidak terjadi kesimpangsiuran dan ketidaktepatan. Hal ini berarti, seorang pimpinan mengusahakan agar pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan yang lainnya dapat selaras dan tidak simpang siur.

Lebih lanjut dalam hal ini Syafiie (2011 : 35-38) membagi bentuk koordinasi menjadi tiga yaitu :

a. Koordinasi horizontal, adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan singkron antar lembaga-lembaga sederajat misalnya antar Muspika Kecamatan (Camat, Kapolsek dan Danramil), antara muspida Kabupaten (Bupati, Danramil dan Kapolres), Muspida Provinsi (Gubernur, Pangdan dan Kapolda)

b. Koordinasi Vertikal, adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan singkron dari lembaga-lembaga yang sederajat lebih tinggi kepada lembaga lembaga lain yang derajatnya lebih rendah, misalnya antar Kepala Unit suatu instansi kepada Kepala Sub Unit lain di luar unit mereka, Kepala Bagian (Kabag) suatu instansi kepada Kepala Sub Bagian (Kasubag) lain di luar bagian mereka, Kepala Biro suatu instansi kepada Kepala Sub Biro lain di luar biro mereka

c. Koordinasi Fungsional, adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan singkron antar lembaga-lembaga yang memiliki kesamaan dalam fungsi pekerjaan misalnya antar sesama para kepala bagian hubungan masyarakat, jadi koordinasi tersebut berdasarkan fungsi yaitu sesama kepala bagian

humas, antara kepala bagian humas pemerintah daerah setempat, dengan kepala bagian humas komando distrik militer setempat, dengan kepala bagian humas kepolisian resort setempat, dan kepala bagian humas hotel, dengan demikian untuk pekerjaan yang menyagkut hubungan masyarakat maka mereka akan menjadi sebuah tim yang solid untuk memperlancar hubungan masyarakat yang meliputi pemberitaan dan informasi itu sendiri.

2. Government dan Governance

Ndraha (dalam Labolo, 2006 : 24-25) Pemerintah adalah segenap alat perlengkapan Negara atau lembaga-lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Negara. Apapun yang dilakukan pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas Negara sehingga pemerintah sering kali disebut sebagai representasi Negara. Pemerintah merupakan satu-satunya lembaga yang pada tingkat tertentu mampu menjaga dan menjamin sistem ketertiban dan penyediaan sarana dan prasarana sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat bagi kepentingan aktifitas sosialnya.

(5)

a. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah atau mengancam integritas negara melalui cara-cara kekerasan. b. Memelihara ketertiban dengan

mencegah terjadinya gontok-gontokan diantara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi didalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.

c. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. Jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan-keputusan pengadilan, dimana kebenaran diupayakan pembuktiannya secara maksimal, dan dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta dimana perselisihan bisa didamaikan.

d. Melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga Non pemerintah, atau yang akan lebih baik jika dikerjakan oleh pemerintah. Ini antara lain mencakup pembangunan jalan, penyediaan fasilitas pendidikan yang terjangkau oleh mereka yang berpendapatan rendah, pelayanan pos, pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan air bersih, transportasi umum dan pemadam kebakaran.

e. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial : membantu orang miskin dan

memelihara orang orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar, menampung serta menyalurkan para gelandangan kesektor kegiatan yang produktif dan semacamnya.

f. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan pekerjaan baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.

g. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti air, tanah dan hutan. Pemerintah juga berkewajiban mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber daya alam dengan mengutamakan keseimbangan antara eksploitasi dan reservasi.

Selanjutnya menurut Syafiie (2011 : 142) Good Governance yakni penyelenggaraan pemerintahan Negara yang bersih atau pemerintahan yang baik. Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dan pembangunan, menuntut pelaksanaan Good Governance

dan Clean Government ini berlaku pada setiap pemerintahan daerah yang sanagt diperlukan dalam penyelenggaran otonomi daerah.

Di dalam good governance terdapat tiga komponen atau pilar yang terlibat, yaitu :

(6)

pemerintahan (legislative, eksekutif, dan yudikatif), sehingga dapat diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik di lembaga-lembaga pemerintahan

b. Good Corporate Governance yang merujuk pada dunia usaha swasta, sehingga dapat diartikan sebagai tata kelola perusahan yang baik

c. Civil Society atau masyarakat sipil yang dapat mendukung terwujudnya

good governancedan terutamagood public governance

Oleh karena itu menurut Ismail (dalam Awang dan Mendra Wijaya, 2012 : 51) good public governance dapat diwujudkan apabila terjadi keseimbangan peran dari ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiganya mempunyai peran masing-masing. Pemerintah (legislative, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi terwujudnya good public governance dan memberikan peluang terbangunnya komponen lain dalam governance yaitu dunia usaha dan masyarakat.

3. Pembangunan

Menurut Siaqian (dalam Bratakusumah, 2005 : 4) mengatakan bahwa pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Selanjutnya menurut Ginanjar Kartasasmita (dalam Bratakusumah, 2005 : 4) memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan, yaitu pembangunan sebagai suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Dari penjelasan diatas, jika disimak dengan

cermat akan muncul kepermukaan paling sedikit tujuh ide pokok:

a. Pembangunan merupakan suatu proses berarti rangkaian berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang disuatu pihak yang bersifat independen akan tetapi

dipihak lain merupakan ”bagian ”

dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir menyangktu waktu, biaya atau hasil yang diperoleh.

b. Upaya secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan. Bukan hanya secara sporadis atau insidental, kegiatan tersebut tidak dikategorikan sebagai pembangunan.

c. Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, menengah maupun jangka pendek.

d. Rencana pembangunan bermakna pertumbuhan dan perubahan. Perubahan yang dimaksud sebagai peningkatan kemampuan suatu negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda itu dapat diprediksikan sebelumnya atau tidak membangun tidak akan puas hanya mempertahankan status quo yang ada.

e. Pembangunan mengarah komunitas artinya cara berfikir yang rasional sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel.

f. Modern yang ingin dicapai melalui kegiatan pembangunan yang akan ditempuh bersifat segi kehidupan berbangsa dan bernegara.

g. Semua disinggung diatas ditujukan untuk pembinaan suatu bangsa yang bersangkutan semakin kukuh pondasinya

(7)

Pemberdayaan diartikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku pembangunan, dalam konteks ini bagaimana koordinasi penataan pembangunan di perdesaan dapat mreningkatkan profesinalisme dan kinerja pelaku pembangunan yakni masyarakat itu sendiri.

Menurut Adisasmita (2011 : 130) Pemeberdayaan masyarakat merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat yang selama ini belum dimanfaatkan potensinya atau mengembangkan dan mendinamisasikan potensi masyarakat yang ada (atau yang dimilikinya) atau dengan kata lain disebut

“memberdayakan”

Clutterbuck (dalam Syarif 2008 : 54) Mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggungjawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Wasistiono (2003 : 660) mendefinisikan Pemberdayaan adalah upaya membuat orang, kelompok atau masyarakat menjadi lebih berdaya sehingga mampu mengurus kepentingannya sendiri secara mandiri. Dengan demikian inti pemberdayaan adalah menciptakan kemandirian, baik dari individu, kelompok maupun masyarakat. Upaya kemandirian diperlukan karena pada proses pembangunan selama ini, orang, kelompok dan masyarakat lebih banyak berperan sebagai objek dari pada sebagai subyek.

Lebih lanjut Wasistiono (2003 : 61) mengatakan Proses pemberdayaan masyarakat Desa ditentukan oleh dua faktor yakni faktor eksogen dan endogen. Faktor eksogen adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat desa, baik berupa kebijakan pemerintah, bantuan biaya, bantuan tenaga penyuluh dan lain sebagainya. Sedangkan faktor endogen

adalah faktor dari dalam yang dapat berupa tata nilai, adat kebiasaan, sikap mental dari masyarakat itu sendiri dan lain sebagainya.

Menurut Adisasmita (2011 : 133) Kebijakan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah bertujuan untuk mengembangkan dan mendorong peran serta aktif dan pelibatan anggota masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pendekatan pembangunan yang telah lama dilaksanakan dalam masyarakat Indonesia. Kebijakan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan selama ini telah memberikan dampak positif terhadap pembangunan dari aspek ekonomi, sosial dan politik.

Mubyarto (dalam Azam Awang, 2010 : 46-47) menekankan dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (dipedesaan), penciptakan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan system pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada pemberdayaan ekonomi rakyat.

5. Desa

Penyebutan tentang Desa sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, karena istilah Desa pernah diseragamkan untuk seluruh wilayah Indonesia. Kata

“Desa” sendiri menurut Soetardjo dan

Yulianti (dalam Wasistiono dan Irawan Tahir, 2006 : 7) berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berati tempat asal,

tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan Norma, serta memiliki batas yang jelas.

(8)

dengan peristilahannya masing-masing seperti Dusun dan marga, bagai masyarkat sumatera selatatan, dati di maluku, nagari di Minang Kabaudan atau wanua di minahasa. Pada daerah lain masyarakat setingkat Desa juga memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri baik mata pencaharian maupun adat istiadat nya.

Selanjutnya Bintoro (dalam Wasistiono dan Irawan Tahir, 2006 : 8)yang memandang Desa dari segi geografi,

mendefinisikan “suatu hasil dari

perwujudan dari kegiatan kelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu ujud atau penampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial ekonomis, politis dan kultur yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.

Sedangkan Desa menurut pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Terntang Pemerintahan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dapat dikatakan bahwa pengertian Desa sebagaimana termuat dalam undang-undang secara jelas menempatkan Desa sebagai suatu organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan, yang secara politis memiliki wewenang tertentu untuk mengatur warga atau anggota komunitasnya.

Menururut Dadang et.al (2003 : 3) mengartikan Desa sebagai komunitas yang tinggal sebuah lokasi (posisi geografi daerah) tertentu Desa dapat dikatakan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu yang antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan

banyak bergantung secara langsung pada alam, oleh karena itu Desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat pendidikan yang dapat dikatakan rendah.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan dengan kondisi pedesaan di wilayah Provinsi Riau.

Hal ini sesuai dengan apa yang diaktakan oleh Khasan Effendy (2010 : 121) bahwa pokok dari penelitian kualitatif adalah menceritakan dua tujuan utama: (1) untuk menggambarkan dan untuk menjelaskan atau (2) untuk menggambarkan dan menjelaskan. Kebanyakan penelitian kualitatif bentuknya deskriptif dan eksplanatori.

Menurut Nawawi (1983 : 63) metode deskriptif kualitatif adalah sebagai pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau sebagaimana adanya.

Pembahasan

Kegiatan Koordinasi Penataan Pembangunan Perdesaan di Lakukan di Wilayah Provinsi Riau dengan mengambil sampel pada 5 Kabupaten yang berada di lingkungan Provinsi Riau, diantaranya : Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kota Pelalawan, Kabupaten Kampar, dan Kabupaten Indragiri Hilir.

(9)

Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu) di Propinsi Riau, pembangunan Desa tersebut berupa Usaha Ekonomi Desa (UED), Dana Untuk Desa/Kelurahan (DUD/K), Usaha Ekonomi Kelurahan Simpan Pinjamg (UEK-SP),

Bantuan Rumah Layak Huni, Infrastruktur dan Sarana Air Bersih/Minum. Yang mana kesuluran program pembangunan tersebut bersumber dari APBD Propinsi Riau dan APBD Kabupaten/ Kota.

Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang dilakukan oleh oleh berbagai piahk secara sistematis untuk mencapai situasi atau kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses koordinasi penataan pembangunan terutama di perdesaan ini tidak lain karena masyarakat menginginkan perubahan kea rah yang lebih baik. Namun demikian perlu disadari bahwa pembangunan adalah sebuah proses, sehingga kegiatan yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan masalah utama yang sedang dihadapi.

Dari kegiatan koordinasi pemetaan pembangunan perdesaan di wilayah Propinsi Riau didapati beberapa masalah yang masih dihadapi Desa di Riau yang perlu mendapatkan perhatian, terutama perhatian dari pemerintah Berkaitan dengan pembangunan di pedesaan, maka ada beberapa masalah yang seringkali ditemui yang perlu mendapatkan perhatian

1. Masih terbatasnya infrastruktur transportasi pedesaan sehingga berpengaruh terhadap pembangunan dan kemajuan pedesaan.

2. Masih kurangnya tenaga kesehatan 3. Pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat

masih jauh dari harapan

4. Terbatasnya ketersediaan sumberdaya manusia yang baik dan profesional 5. Terbatasnya ketersediaan

sumber-sumber pembiayaan yang memadai, baik yang berasal dari kemampuan desa itu sendiri (internal) maupun sumber dana dari luar (eksternal);

6. Belum tersusunnya kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu berperan secara efektif

7. Belum terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas;

8. Kurangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat secara lebih kritis dan rasional.

Beberapa masalah pokok di atas perlu dibenahi terlebih dahulu sebelum masyarakat desa menggunakan sumber daya pembangunan yang ada. Dengan demikian maka penyelesaian terhadap kelima masalah krusial diatas merupakan prasyarat bagi pembangunan desa yang baik.

Pembangunan daerah sebetulnya bukanlah semata-mata hanya duplikasi dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah mempunyai watak atau ciri tersendiri, serta memiliki pola dan spirit daerah sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki. Itulah sebabnya pembangunan daerah seyogianya dilihat sebagai subsistem di dalam sistem pembangunan nasional. Sebagai suatu subsistem, pembangunan daerah memiliki kebulatan tersendiri yang fungsioal dalam keseluruhan sistem pembangunan nasional.

(10)

kemampuan mengidentifikasi dan menyalurkan aspirasi atau keinginan masyarakat di daerah.

Mengetahui kepentingan-kepentingan nasional di daerah sesungguhnya tidak terlalu sukar, karena lazimnya sudah ada petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang memuat konsep-konsep dasar, tujuan (jangka pendek maupun panjang), sasaran yang hendak dicapai, target groups, operasionalisasi dalam bentuk program-program, anggaran yang dibutuhkan serta model pengelolaannya.

Perdesaan di Indonesia, di samping bervariasi dalam kemajemukan sistem, nilai, dan budaya; juga memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang dan beragam pula. Hal ini perlu dicermati dalam memilih prinsip dasar pengembangan dan pembangunan perdesaan di Indonesia secara integral. Kelembagaan, termasuk organisasi, dan perangkat-perangkat aturan dan hukum memerlukan penyesuaian sehingga peluang bagi setiap warga masyarakat untuk bertindak sebagai aktor dalam pembangunan yang berintikan gerakan dapat tumbuh di semua bidang kehidupannya. Pembangunan masyarakat perdesaan untuk menciptakan kehidupan yang demokratis, baik dalam kegiatan dan aktivitas ekonomi, serta aktivitas sosial budaya dan politik haruslah berbasis pada beberapa prinsip dasar yang dikemukakan di atas, juga pada latar belakang sejarah, dan kemajemukan etnis, sosial, budaya, dan ekonomi yang telah hadir sebelumnya di setiap desa. Elemen-elemen tatanan, baik yang berupa “elemen lunak” (soft element) seperti manusia dengan sistem nilai, kelembagaan, dan teknostrukturnya,

maupun yang berupa “elemen keras” (hard element) seperti lingkungan alam dan sumberdayanya, merupakan entitas yang dinamis yang senantiasa menyesuaikan diri atau tumbuh dan berkembang.

Perencanaan pembangunan pedesaan yang sudah ditetapkan pada

Musrenbangdes kemudian penentuan skala prioritas pembangunan desa di Musrenbangda yang dilakukan setiap tahunnya tergantung kepada besarnya jumlah anggaran yang disetujui oleh Pemerintah daerah dan DPRD. Dengan demikian rencana pembangunan yang akan dilaksanakan baru diketahui jumlahnya setelah proses penetapan anggaran di DPRD rampung dilaksanakan. Selanjutnya baru ditentukan daerah yang akan dibangun pada setiap kecamatan dengan mempertimbangkan aspek skala prioritas yang ada. Salah satu aspek yang diperhatikan adalah mendistribusikan proyek pembangunan tersebut ke setiap wilayah kecamatan, sehingga tidak menumpuk hanya disatu lokasi saja, tujuannya agar masyarakat dapat menikmati pembangunan tersebut secara merata.

Dari distribusi data analisis diatas sebagai salah satu contoh program UED (Usaha Ekonomi Desa), program ini dominan kepada unit usaha pertanian. Kondisi ekonomi masyarakat pedesaan, yang umumnya masih mengandalkan kegiatan pertanian sebagai tulang punggungnya, dewasa ini bisa dikatakan semakin mengalami pengurangan. Jika dari gambaran ini pemerintah tidak segera menindaklanjutinya dengan langkah-langkah strategis dan terencana dengan baik, yang sebenarnya adalah keseluruhan perekonomian masyarakat diidealkan berbasis kerakyata, maka akan memiliki peluang mengalami kemunduran.

(11)

mantapnya arah kebijakan pembangunan yang terencana.

Hal lain yang perlu dipikirkan ketika pembangunan desa menjadi prioritas adalah masalah interaksi antar-instansi pemerintah. Selama ini, sebagai akibat dari ciri strategi pembangunan kita yang masih ditandai oleh sifat executive planning. Instansi-instansi pemerintah di daerah, lebih banyak mengembangkan jalur hubungan vertikal dengan atasannya sendiri (di tingkat pusat atau propinsi) dari pada menjalin koordinasi horizontal dengan instansi-instansi lain. Instansi-instansi tersebut acapkali tidak mengembangkan kreasi, karena setiap program yang dicanangkan tidak akan dijamah sebelum ada green light atau izin resmi dari atasannya. Di samping itu, strategi pembangunan yang sekarang berlaku tampaknya juga telah membuat instansi-instansi pemerintah di daerah hanya ingin bertanggung jawab pada program-programnya sendiri dan kurang begitu terdorong merencanakan lanjutan yang bermanfaat ganda yakni bagi instansinya sendiri sekaligus bagi instansi lain.

Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Pembangunan perdesaan bisa dilakukan tidak harus melalui peran aktif pemerintah. Dengan berbagai model-model yang dikembangkan bisa menjadi pemacu pemberdayaan masyarakat desa yang dalam kurun dua sampai tiga tahun sudah dapat berkembang dan menjadi contoh masyarakat di sekitar model tersebut Pelaksanaan pembangunan perdesaan bukan hanya harus dilakukan pemerintah, tetapi juga oleh unsur-unsur masyarakat yang lain.

Pembangunan pedesaan yang berjalan belum sepenuhnya partisipatoris, pembangunan desa yang belum terintegrasi serta kebijakan-kebijakan pembangunan desa belum optimal menekankan pro poor,

pro job dan pro growth. Serta kebijakan pembangunan yang belum mampu mengambarkan karakteristik dari desa tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Masih kurangnya keakuratan data profil desa di 5 Kabupaten (Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir dan Indragiri Hulu). Data-data yang ada kurangup datesecara periodik. b. Meskipun dengan keterbatasan data

sekunder yang didapat, maka dapat disimpulkan secara garis besar desa yang tersebar di 5 Kabupaten diatas masih minim memiliki infrastruktur kesehatan, listrik, transportasi dan infrastruktur lainnya yang menyangkut terbukanya akses informasi, komunikasi serta akses sosial ekonomi masyarakat pedesaan.

2. Saran

a. Perlu adanya koordinasi dan sosialisasi tentang up date data di setiap desa di daerah Propinsi Riau, yang terus menerus agar tercapai kesamaan intepretasi dan kesamaan persepsi terhadap isu pembangunan desa yang jelas antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, berdasarkan regulasi yang berlaku agar tercapai pemahaman yang sama dan memudahkan implementasi.

b. Jika akurasi data terpenuhi maka akan terbuka kemungkinan akses pembangunan pedesaan akan semakin terbuka pula. Untuk itu jika dilihat dari kurangnya infrastruktur serta sarana dan prasarana lainnya, menyebabkan desa-desa di Propinsi Riau akan lamban menjalani skala prioritas pembangunan. c. Perlu diupayakan revitalisasi

(12)

Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Awang, Azam. 2010, Impelementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Awang dan Mendra Wijaya. 2012. Ekologi Pemerintahan.Alaf Riau, Pekanbaru.

Bratakusumah, Deddy Supriady. 2005.

Perencanaan Pembangunan Daerah.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Efendy, Khasan. 2010.Memadukan Metode Kuantitatif dan Kualitatif. Indra Prahasta, Bandung.

Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen : Dasar-dasar, Pengertian dan Masalah. Bumi Aksara, Jakarta.

Juliantara, Dadang et,al. 2003. politik Pemberdayaan (jalan menuju otonomi Desa).pondok pustaka Jogja, Yogyakarta.

Labolo, Muhadam. 2006. Memahami Ilmu Pemerintahan : Suatu Kajian, Teori, Konsep, dan Pengembangannya. Rajawali Press, Jakarta.

Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Nitisemito, Alex S. 1989. Koordinasi Manajer/Pimpinan. Ghalis Indonesia, Jakarta.

Syafiie, Inu Kencana. 2011. Manajemen Pemerintahan, Pustaka Reka Cipta. Bandung.

Syarif. 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi.

Rineka Cipta, Jakarta.

Rasyid, Muhammad Ryaas. 1996. Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan. Yarsif Watampone, Jakarta.

Rauf, Rahyunir. 2010. Pembaharuan Organisasi dan Manajemen Pemerintahan Desa, Jurnal Kybernologi Indonesia, Alaf Riau, Pekanbaru, Vol 1 No 1 Juli 2010 : 45

Wasistiono dan Irwan Tahir. 2006. Prospek Pengembangan Desa. Fokusmedia, Bandung.

Wasistiono, Sadu. 2003. Kapita Selekta, Manajemen Pemerintah Daerah. Fakus Media, Bandung.

Widjaja, HAW. 1992.Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II. Rajawali Press, Jakarta.

Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah koloni mikroba dendeng ikan bandeng selama penyimpanan pada berbagai perlakuan penambahan

Menurut Kamal Kar (2008), keberhasilan fasilitasi CLTS dipengaruhi oleh elemen pemicuan yang tepat untuk menggugah dan pasca pemicuan yang berupa pendampingan dari

Bidang Cipta Karya Untuk hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung kepada Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Natuna..

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kulit dari bobot potong pada kambing Kejobong, kambing PE dan kambing Kacang secara statistik tidak

Sistem yang diusulkan oleh peneliti adalah aplikasi yang mampu mengelola meliputi penambahan surat masuk atau keluar, penghapusan data, perubahan klasifikasi dan

Dalam upaya mengembangkan usaha Koperasi Wanita di Kota Malang yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak roda perekomian di Kota Malang, perlu diperoleh

di pesantrennya dinamai santri yang berasal dari kata santhri, artinya orang yang memahami kitab suci agama Hindhu. Pengaruh Sunan Ampel didunia politik adalah Sunan Ampel

Sehingga menurut peneliti “Bakti Pada Negeri” merupakan tagline dari Djarum Foundation yang menggambarkan keseluruhan isi pesan dalam iklan TVC Djarum