Volume 9, Nomor 1, Januari 2015
Volume 9
Nomor 1
1421 - 1516
Halaman
Jurnal
IPK
JURNAL
INOV
ASI PENDIDIKAN KIMIA
V
olume 9, Nomor 1, Januari 2015
ISSN 1979-0503
ISSN
1979-0503
Semarang,
Naskah yang diterbitkan dalam jurnal terdiri atas naskah hasil penelitian dan naskah hasil pemikiran konseptual. Naskah ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar antara 10 sampai 15 halaman. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 dengan margin atas, bawah, kiri, dan kanan masing-masing 3,0 cm, huruf jenis arial ukuran 10 (kecuali judul naskah menggunakan huruf ukuran 12 bold), spasi 1,5 kecuali abstrak, judul tabel, judul gambar, dan daftar pustaka menggunakan spasi tunggal. Nama penulis disertai dengan institusi asal ditulis di bagian bawah judul naskah dengan huruf arial 9 dan dicetak miring. Naskah terdiri atas abstrak dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan, dan daftar pustaka. Abstrak ditulis maksimal 200 kata disertai dengan 3 sampai dengan 5 buah kata kunci yang diambil dari judul naskah. Judul dan subjudul ditulis rata kiri dengan aturan: (1) judul ditulis dengan huruf kapital, (2) subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama tiap kata, (3) sub-subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf depan kata pertama. Pustaka dirujuk berdasarkan sistem nama tahun, dan ditulis dalam daftar pustaka sesuai dengan urutan abjad. Template file naskah artikel dapat diunduh di web site: http://kimia.unnes.ac.id
Ucapan terima kasih
Ucapan terima kasih ditulis pada akhir naskah sebelum daftar pustaka. Pengiriman naskah
Naskah dikirimkan dalam bentuk hardcopy sebanyak 2 eksemplar disertai dengan softcopy kepada editor naskah Dra. Nanik Wijayati, M.Si. atau Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D6 lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang 50229, telp: (024) 8508035, atau melalui email ke alamat: sri_kadarwati@yahoo.co.id. Penulis yang naskahnya dimuat diminta untuk memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000,- dan yang bersangkutan akan mendapatkan Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia (JIPK) sebanyak 1 eksemplar.
JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA
ISSN 1979-0503
Volume 9, Nomor 1, Januari 2015
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli Ketua Penyunting
Tri Widodo Wakil Ketua Penyunting
Wisnu Sunarto Penyunting Pelaksana
Sigit Priatmoko Nanik Wijayati
Harjono Harjito Sri Kadarwati Cepi Kurniawan Ella Kusumastuti
Penyunting Ahli (Mitra Bestari)
Mudatsir (Universitas Gadjah Mada), Hanny Wijaya (Institut Pertanian Bogor), Effendi (Universitas Negeri Malang), Liliasari (Universitas Pendidikan Indonesia), Nurfina Aznam (Universitas Negeri Yogyakarta), Bambang Cahyono (Universitas Diponegoro), Achmad Binadja
(Universitas Negeri Semarang), D.Y.P. Sugiharto (Universitas Negeri Semarang) Pelaksana Tata Usaha
Woro Sumarni
Pembantu Pelaksana Tata Usaha Wijayanti Setyodewi
Alamat Penyunting dan Tata Usaha:
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2, Jl. Raya Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp./Fax: (024) 8508035. Email: sri_kadarwati@yahoo.co.id
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 9 Nomor
1 tahun 2015 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir di hadapan pembaca sebagai wadah
bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu pendidikan
khususnya pendidikan kimia.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya
yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,
akademisi, pengamat, dan praktisi di bidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk
tulisan dan dimasukkan ke dalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi
yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan
pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di
lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk
memajukan pendidikan di tanah air.
Semoga kehadiran jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali
hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yag bergerak di bidang
pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini dimasa yang
akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan senang hati
menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan mutu jurnal.
DAFTAR ISI
PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR KIMIA
Suriyanto dan Syaiful Rijal Alinata (1421-1430)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT PADA MATERI REAKSI
REDOKS
Fitriya Karima dan Kasmadi Imam Supardi (1431-1439)
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING
BERBANTUAN FLASH INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR
Siti Nursiami dan Soeprodjo (1440-1449)
PENINGKATAN KEMAMPUAN CHEMO-ENTREPRENEURSHIP SISWA MELALUI
PENERAPAN KONSEP KOLOID YANG BERORIENTASI LIFE SKILL
Wibi Tegar Lelono dan Saptorini (1450-1458)
PENERAPAN SELF ASSESSMENT UNTUK ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI SISWA
Meiriza Ardiana dan Sudarmin (1459-1467)
PENERAPAN MODEL ASSURE DENGAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
Widia Maya Sari dan Endang Susiloningsih (1468-1477)
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DENGAN
PENILAIAN PRODUK BERBASIS CHEMO-ENTREPRENEURSHIP
Siti Munawaroh dan Subiyanto Hadi Saputro (1478-1486)
PENGEMBANGAN MEDIA SMILE-FLASH BERPENDEKATAN
CHEMO-EDUTAINMENT PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
Yan Sandi Nurfitrasari dan Woro Sumarni (1487-1495)
PEMANFAATAN MODEL PLTL BERBANTUAN LKS BERBASIS INKUIRI UNTUK
MENINGKATKAN KOMPETENSI KIMIA
Bunga Amelia dan Antonius Tri Widodo (1496 -1505)
PENGEMBANGAN DIKTAT PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED DISCOVERY-INQUIRY
BERVISI SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling….
1421
PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata
Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur Jl. Dr. Cipto No. 35, Telp. (0328) 662325 – 662322 Kode Pos 69417E-mail: suriyanto_as_63@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) merupakan pendekatan yang dianjurkan dalam proses belajar mengajar sains ditingkat pendidikan menengah untuk mengatasi hasil belajar yang kurang memuaskan. Pendekatan Salingtemas memberi pembelajaran sains secara kontekstual sehingga siswa dibawa ke situasi memanfaatkan konsep sains ke dalam bentuk teknologi untuk kepentingan masyakarat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dalam pembelajaran kimia pada materi pokok larutan Asam dan Basa. Penentuan keberhasilan proses didasarkan pada diskriptor kualifikasi terhadap aktivitas belajar siswa, sedangkan penentuan keberhasilan hasil belajar ditemukan melalui ulangan harian. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Siswa merasa senang belajar, ini dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan siswa dalam kelas pada siklus kedua meningkat dan dari hasil respon/ minat terhadap penerapan pendekatan Salingtemas yang menyatakan mereka sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%), dan kurang berminat (14,3%); (2) Penerapan pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah dan prestasi belajar materi pelajaran kimia khususnya materi pokok Larutan Asam dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42 siswa (100%) dan daya serap 81,23%.
Kata Kunci: pendekatan salingtemas, prestasi belajar kimia
ABSTRACT
Approach of Science, Environment, Technology, and Society (Salingtemas) is a recommended approach in teaching and learning of science secondary education level to overcome learning outcomes unsatisfactory. Salingtemas approach gives contextually science learning so that students brought to the situation utilizing scientific concepts in the form of technology for the benefit of society. The purpose of this study was to determine whether the approach can improve the performance of scientific Salingtemas class XI-IPA 3 SMAN 2 Sumenep in learning the subject matter of the solution chemistry of acids and bases. Determination of the success of the process is based on diskriptor qualification of the activity of student learning, while determination of the success of learning outcomes discovered through daily tests. The results from this study are: (1) The students were delighted to learn, it can be seen from the observation of active students in the classroom on the second cycle increased and the results of the response/ interest in the application of Salingtemas approach stating they are very interested (28.6%), interested (57.1%), and lack of interest (14.3%); (2) Application of Salingtemas approach can improve scientific performance and learning achievement in particular subject matter solution chemistry of acids and bases in class XI IPA 3 SMAN 2 Sumenep with classical completeness 42 students (100%) and the absorption of the course 81.23%.
PENDAHULUAN
Ilmu Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah. Kimia dapat membentuk kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, rasional serta dinamis sehingga mampu membentuk ide-ide baru yang berguna bagi kepentingan teknologi yang mempunyai peranan penting bagi perbaikan hidup manusia. Namun, masih banyak siswa yang menganggap kimia merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari, sehingga hasil belajar yang diperoleh masih belum memuaskan (Hanum & Mahlian, 2013).
Dari dokumen-dokumen resmi KBK dari Pusat Kurikulum Depdiknas, visi dan pendekatan Science, Environment,
Technology, and Society (SETS) atau Sains,
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) merupakan salah satu pendekatan yang dianjurkan dalam proses belajar mengajar sains ditingkat pendidikan menengah (Binadja, et al., 2008).
Dalam pembelajaran Salingtemas, atau bervisi Salingtemas, pendekatan yang paling dianjurkan adalah pendekatan Salingtemas itu sendiri. Sejumlah ciri atau karakteristik pendekatan Salingtemas adalah bertujuan memberi pembelajaran sains secara kontekstual. Siswa dibawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep sains ke bentuk teknologi untuk kepentingan masyakarat. Siswa diminta untuk berfikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi dalam proses transfer sains tersebut ke bentuk teknologi. Siswa dapat menjelaskan keterhubungkaitan antara
unsur sains yang dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam Salingtemas yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsur tersebut. Siswa dapat mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari pada menggunakan konsep sains tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi yang berkenaan. Ditinjau dari sisi konstruktifisme, siswa dapat diajak membahas tentang Salingtemas dari berbagai macam arah dan dari berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki oleh siswa bersangkutan (Nuryanto & Binadja, 2010).
Keunggulan pembelajaran dengan pendekatan Salingtemas dibandingkan pendekatan lainnya yaitu mengenai bagaimana cara membuat peserta didik dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan, sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang saling berkaitan, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang diperkirakan timbul di sekitar kehidupannya (Paramayanti & Fitrihidayati, 2014).
Dalam ilmu kimia konsep sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat (Salingtemas) yang paling menonjol adalah
expose realita kerusakan kualitas
lingkungan sebagai akibat eksploitasi ilmu dan teknologi kimia yang kurang memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkannya. Juga cara-cara untuk mengatasi dampak negarif tersebut (Cajas, 1999). Sayangnya topik-topik yang terkait tidak selalu dibingkai di dalam suatu konsep induk yang dapat berfungsi sebagai
advance organizer. Oleh karena itu tidak
topik-Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling….
1423
topik ini siswa atau mahasiswa memperoleh gambaran yang komprehensif dan dapat dijadikan acuan dasar bagi pembelajaran lebih lanjut.
Suhaidi (2006) dalam makalahnya yang berjudul Strategi Pembelajaran Kimia Berorientasi Salingtemas menyatakan
bahwa kekhawatiran akan lemahnya dampak pembelajaran Salingtemas terhadap sikap dan perilaku siswa sudah dikemukakan oleh banyak penulis. Salah satu diantaranya adalah Membiela, (1999) yang menemukan bahwa pembelajaran Sains dan Teknologi Masyarakat (STM) atau
Science Technology And Society (STS) di
Spanyol saat ini menjadi lemah dan amat kecil pengaruhnya karena tidak didukung oleh sistem pendidikan yang ada dan perumusan konsep yang memiliki relevansi personal dan sosial bagi siswa.
Jika persoalan di atas kita usung ke Indonesia, dapat dirasakan perlunya dirumuskan kurikulum atau ranah kajian yang elegant untuk grand concept
Salingtemas Nasional, sehingga makna, keefektifan dan manfaat dari gerakan ini benar-benar dapat dirasakan. Isu-isu provokatif terkait dengan hal ini cukup banyak termasuk yang paling baru misalnya penggunaan formalin, boraks dan zat warna terlarang didalam makanan, dampak Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) terhadap kesehatan orang yang hidup di bawahnya, pencemaran lingkungan karena industri kimia yang kurang memperhatikan kaidah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan (jika masing-masing dianggap relevan) penggundulan hutan (illegal logging) yang
menyebabkan banjir dan tanah longsor. Fakta-fakta ini perlu dikemas menjadi konsep yang utuh, bermakna sosial jelas, relevan dan dirancang untuk digarap secara lintas bidang agar dapat dikembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.
Hasil penelitian Frank dan Barzilai (2006) menunjukkan bahwa 95% siswa berpendapat jika konsep Salingtemas dimasukkan ke dalam proses pembelajaran, maka memberi kesempatan kepada mereka untuk memperoleh pengetahuan dan mempertinggi pemahaman mereka antar cabang ilmu pengetahuan sehingga diharapkan melalui kegiatan pembelajaran yang berwawasan Salingtemas akan diperoleh pemikiran tentang hasil teknologi dari transformasi sains, tanpa harus merusak atau merugikan lingkungan dan masyarakat (Arlitasari, et al., 2013).
berbeda. Kelima adalah tahap evaluasi, yaitu penilaian terhadap hasil yang telah dilakukan selama pendekatan pembelajaran diterapkan.
Berdasarkan hal tersebut permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) apakah pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa dan pemahamannya terhadap pelajaran kimia materi pokok Larutan Asam dan Basa khususnya pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep, (2) apakah pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan prestasi belajar kimia materi pokok Larutan Asam dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui apakah pendekatan Salingtemas dalam pembelajaran kimia pada meteri pokok larutan Asam dan Basa dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep, (2) menerapkan Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia Materi Pokok Larutan Asam dan Basa pada Siswa Kelas XI-IPA 3 SMA Negeri Sumenep.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sumenep Kelas XI IPA 3 Semester II tahun pelajaran 2013/2014. Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas XI IPA 3 sebanyak 42 siswa. Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) Siswa, tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran kimia Materi Pokok Larutan Asam dan Basa melalui
pendekatan Salingtemas pada siswa kelas XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2 Sumenep tahun pelajaran 2013/2014; (2) Guru, tentang aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran kimia materi pokok Larutan Asam dan Basa melalui pendekatan Salingtemas pada Siswa kelas XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2 Sumenep tahun pelajaran 2013/2014; (3) Dokumen tentang nilai hasil belajar siswa.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian antara lain pengamatan (observasi), catatan lapangan, angket dan dokumentasi. Pengamatan difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran kimia Materi pokok Larutan Asam dan Basa rmelalui pendekatan Salingtemas. Catatan lapangan dilakukan dengan mencatat peristiwa nyata yang terjadi dalam kegiatan belajar-mengajar, baik secara deskriptif maupun refleksi. Angket dilakukan untuk mengetahui minat/ respon siswa terhadap proses pembelajaran. Dokumentasi berupa kegiatan mendokumen data verbal tertulis dan foto.
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling….
1425
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Siklus Pertama peneliti merencanakan tindakan berdasarkan kompetensi dasar “mendeskripsikan teori-teori Asam Basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung pH larutan” pada materi pokok Larutan Asam dan Basa. Tindakan diarahkan untuk pencapaian indikator yang dirumuskan antara lain menjelaskan teori Asam dan Basa, menjelaskan derajat keasaman (pH) Larutan, menjelaskan kekuatan Asam dan Basa melakukan praktikum Larutan Asam dan Basa. Menghitung pH Larutan Asam dan Basa, mengamati perubahan warna indikator Asam Basa, menyiapkan alat pengambil data tentang minat belajar, aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar siswa serta mengarahkan siswa berkelompok.
Tahapan pendekatan Salingtemas, yaitu tahap invitasi, eksplorasi, pengenalan konsep, aplikasi, dan evaluasi. Invitasi:
guru memulai pelajaran menyampaikan indikator hasil belajar, memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang akan di pelajari, guru mengkaitkan pelajaran dengan pengetahuan awal siswa. Eksplorasi: guru
menjelaskan garis-garis besar materi yang akan dipelajari kemudian membagikan Lembar Kegiatan Eksperimen (LKE)
Larutan Asam-Basa sebagai bahan yang harus dipelajari kepada kelompok siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan observasi, eksperimen dan berinteraksi dengan teman sekelompok. Hasil eksperimen di diskusikan untuk mendapatkan solusi berdasarkan kesepakatan. Penemuan konsep: siswa secara berkelompok melakukan problem solving untuk mendapatkan konsep-konsep yang dipelajari. Aplikasi: konsep yang telah
diperoleh diaplikasikan dalam konteks yang berbeda melalui pertanyaan-pertanyaan dalam LKE. Evaluasi: siswa
mem-presentasikan hasil kerjanya dan didiskusikan bersama-sama dengan kelompok lain. Pada Siklus kedua merupakan implementasi tindakan pembelajaran hasil perbaikan siklus pertama pada materi pokok Larutan Asam dan Basa sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Tabel 1. Persentase keaktifan siswa dalam kelas per siklus
Aspek yang diamati
Skor Sangat
kurang Kurang Cukup Baik Sangat Baik
I II I II I II I II I II
Minat siswa mengikuti materi Pokok Larutan Asam dan Basa
7,1 9,5 16,7 59,5 59,5 23,8 23,8
Perhatian siswa dalam materi Pokok Larutan Asam dan Basa
7,1 9,5 16,7 57,1 57,1 26,2 26,2
Aktivitas siswa dalam materi Pokok Larutan Asam dan Basa
7,1 7,1 14,3 61,9 61,9 23,8 23,8
Aktivitas siswa dalam mengerjakan tugas MateriPokok Larutan Asam dan Basa
7,1 7,1 14,3 66,7 66,7 19,0 19,0
Intensitas bertanya
siswa dengan guru 85,7 71,4 14,3 28,6 Intensitas bertanya
siswa dengan siswa 85,7 71,4 14,3 28,6 Keaktifan merespon
pertanyaan guru 76,2 71,4 11,9 16,7 11,9 11,9 Keaktifan siswa dalam
kerjasama kelompok 66,7 47,6 19,0 38,1 14,3 14,3
Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada siklus I aktivitas siswa belum menunjukkan hasil positif. Siswa baru kelihatan menonjol aktivitasnya pada kegiatan mengerjakan tugas (66,7 % Baik), sementara pada aktivitas bertanya (85,7% Kurang) dan merespon pertanyaan guru (76,2% Kurang) masih belum menonjol. Sedangkan pada siklus II. aktivitas siswa sudah terjadi peningkatan dibandingkan dengan hasil pada siklus I. Siswa tetap kelihatan menonjol aktivitasnya pada kegiatan mengerjakan tugas (66,7 % Baik), sementara pada aktivitas bertanya mulai kelihatan peningkatannya sehingga ada perubahan yang semula 85,7% ada pada kategori kurang menjadi 71,4 %. Sementara pada aspek merespon pertanyaan guru yang semula 76,2% Kurang menjadi 71,4 %. Hal ini menandakan bahwa siswa sudah mulai
mengaktifkan memorinya sejak awal hingga akhir pembelajaran. Siswa secara aktif mengkonstruk informasi atau pengetahuan dalam benaknya sendiri sesuai prinsip teori pembelajaran kontruktivistik (Slavin, 1995), sebagai salah satu karakteristik dari pembelajaran dengan pendekatan Salingtemas.
Hasil belajar kognitif siswa diperoleh melalui tes evaluasi di akhir siklus pembelajaran. Adapun data hasil belajar yang telah dianalisis tampak pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil evaluasi belajar siswa per siklus
Keterangan Siklus I Siklus II Nilai Terendah 18 71 Nilai Tertinggi 68 100 Nilai rata-rata 43,09 81,14 Modus 35 71 Median 44 79 Simpangan
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling….
1427
Dari data pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa dari 43,09 pada siklus I menjadi 81,14 pada siklus II. Hal ini berarti pendekatan Salingtemas benar-benar efektif diterapkan dalam pembelajaran Kimia khususnya materi Larutan Asam dan Basa. Sebagaimana ditulis oleh Mulyasa (2002) dan Djamarah (2002) yang dikutip oleh Nuryanto dan Binadja (2010) dalam artikel mereka bahwa tingkat efektivitas pembelajaran dengan pendekatan Salingtemas ditinjau dari hasil belajar dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) sangat efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa dalam satu kelas adalah 100; (2) efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa dalam satu kelas
adalah 75-99; (3) kurang efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa dalam satu kelas adalah 60-74; dan (4) tidak efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa dalam satu kelas kurang dari 60 (Nuryanto & Binadja, 2010).
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa baik secara individu maupun klasikal guru dan sekolah menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan untuk mata pelajaran Kimia ini ditetapkan KKM nya adalah nilai 70. Dari analisis nilai tes di akhir siklus akhirnya diketahui jumlah dan persentase siswa yang tuntas secara individual dan klasikal serta dapat diketahui pula tingkat daya serap siswa secara klasikal. Data prestasi belajar siswa ini tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1. Data prestasi belajar dalam 2 siklus
Gambar 1 membuktikan bahwa siswa yang tuntas belajar di kelas meningkat dari 0 % (tidak tuntas secara klasikal) pada siklus I menjadi 100 % (tuntas secara klasikal) pada siklus II. Ini berarti mengalami peningkatan sebesar
lebih aktif mengenal lingkungan sekitarnya serta peka terhadap permasalahan yang ada di lingkungan tempat tinggalnya sebagai langkah awal melakukan penyelidikan ilmiah. Hal ini sesuai dengan karakteristik pengajaran Salingtemas yaitu: 1) mengambil konsep dengan cara mengidentifikasi masalah-masalah lokal, 2) menggunakan kegiatan laboratorium yang berasal dari sumber lokal (manusia dan material) untuk memecahkan masalah, 3) menekankan keterampilan proses yang biasa digunakan ilmuwan untuk
mempelajari ilmunya (Handayani, et al., 2009).
Minat siswa juga menjadi pokok perhatian peneliti guna mengukur ketertarikan siswa pada proses pembelajaran dengan pendekatan Salingtemas. Melalui angket siswa diperoleh data tentang minat siswa terhadap proses pembelajaran. Gambar 2 memaparkan persentase ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran menggunakan pendekatan Salingtemas.
Gambar 2. Minat dan respon siswa
Gambar 2 menunjukkan bahwa 57% siswa berminat dan 29% sangat berminat. Hanya 14% yang kurang berminat terhadap pembelajaran kimia dengan pendekatan Salingtemas. Bahkan tidak ada siswa yang menyatakan (0%) tidak berminat. Dengan demikian pembelajaran ini dapat diketagorikan efektif, ditinjau dari minat belajar siswa sesuai kategorisasi sebagai berikut: (1)
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling….
1429
siswa dalam satu kelas adalah kurang dari 60 (Nuryanto & Binadja, 2010).
Berdasarkan data-data di atas, maka dapat digambarkan partisipasi siswa dalam merancang kegiatan belajarnya sudah meningkat, minat dan perhatian siswa mengikuti kegiatan belajar-mengajar menggunakan pendekatan Salingtemas sudah meningkat, aktifitas siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru sudah meningkat, siswa sudah mulai aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru, tingkat pemahaman siswa terhadap penjelasan-penjelasan yang telah diberikan oleh guru sudah mencapai tolak ukur yang telah ditetapkan, tingkat penguasaan materi secara utuh sudah meningkat dimana tingkat penguasaan siswa dalam menghubungkan topik pelajaran sebelumnya sudah meningkat, kesulitan siswa mengikuti pola yang diterapkan guru, terutama dalam menghubungkan materi yang telah diperoleh sebelumnya dengan materi yang sedang dipelajari sudah mulai berkurang, serta evaluasi hasil belajar siswa secara klasikal sudah tuntas.
SIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini adaah: (1) Para siswa merasa senang belajar, dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan siswa dalam kelas pada siklus kedua meningkat dan dari hasil respon/ minat terhadap penerapan pendekatan Salingtemas yang menyatakan mereka sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%), akan tetapi masih ada yang kurang berminat (14,3%); (2) Penerapan
pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah dan prestasi belajar materi pelajaran kimia khususnya materi pokok Larutan Asam dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42 siswa (100%) dan daya serap 81,23%.
DAFTAR PUSTAKA
Arlitasari, O., Pujayanto, dan Budiharti, R., 2013, Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Salingtemas dengan Tema Biomasa Energi Alternatif Terbarukan, Jurnal Pendidikan Fisika, Hal. 81-89.
Binadja, A., Wardani, S., dan Nugroho, S., 2008. Keberkesanan Pembelajaran Kimia Materi Ikatan Kimia Bervisi SETS pada Hasil Belajar Siswa,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia,
Hal. 256-262.
Cajas, F., 1999, Public Understanding of Science: Using Technology to Echance School Science In Everyday Life. International Journal of Science Education Hal. 765-773.
Depdiknas, 2003, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004, Jakarta: Depdiknas.
Handayani, S.N., Indriwati, S.E., dan Suwono, H., 2009, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation dengan Pendekatan Salingtemas Dalam Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Lawang. Jurnal Biologi dan Pengajarannya CHIMERA, Hal.
42-50.
Membiela, P., 1999, Toward the Reform of Science Teaching in Spain: the Social and Personal Relevance of junior Secondary School Science Projects for a socially Responsible Understanding of Science,
International Journal of Science Education.
Nuryanto, dan Binadja, A., 2010, Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Salingtemas Ditinjau dari Minat dan Hasil Belajar Siswa,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Hal. 552-556.
Paramayanti, I., dan Fitrihidayati, H., 2014, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Tema Pencemaran Air dengan Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat
(Salingtemas) Kelas VII SMP,
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa,
Hal. 123-129.
Slavin, R.E., 1995, Cooperative Learning: Theory, Reseach, and Practice,
Boston: Ally and Bacon.
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004, 2003, Jakarta:
Depdiknas.
Suhaidi, I., 2006, Strategi Pembelajaran Kimia Berorientasi Salingtemas, dalam Buku Panduan Seminar Nasional Kimia. Surabaya: Himpunan Kimia Indonesia jawa Timur.
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran….
1431
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT
PADA MATERI REAKSI REDOKS
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri SemarangGedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: chemistquw@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya perbedaan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran MEA dan REACT pada materi reaksi oksidasi reduksi, dan hasil belajar mana yang lebih baik di antara keduanya. Penelitian dilaksanakan di suatu SMA Negeri di Pekalongan tahun ajaran 2013/2014 dengan populasi seluruh siswa kelas X MIPA. Sampel diambil menggunakan teknik cluster random sampling, karena populasi berdistribusi normal dan homogen. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest group design. Pengambilan data dilakukan dengan metode tes, observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata nilai post-test antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 setelah keduanya diberikan perlakuan yang berbeda pada materi yang sama. Hasil belajar kognitif diperoleh dari pretest dan posttest masing-masing kelas eksperimen. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dari skor pretest dan posttest pada kedua kelas eksperimen tersebut dengan nilai rata-rata pretest kelas eksperimen 1 (MEA) 34 meningkat menjadi 74 pada posttest dan kelas eksperimen 2 (REACT) 39 meningkat menjadi 84,97. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran MEA dan REACT dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar kimia aspek kognitif yang diberi pembelajaran REACT lebih baik dibandingkan yang diberi pembelajaran MEA.
Kata Kunci: materi reaksi redoks, MEA, model pembelajaran,REACT
ABSTRACT
This study aims to reveal the difference in learning outcomes of students who were given learning material MEA and REACT on oxidation-reduction reactions, and which one is better between the two models. The experiment was conducted in a Senior High School in Pekalongan academic year 2013/2014 with the entire population of students of science class grade X. Samples were taken using cluster random sampling technique, because of the normal distribution and homogenous population. Design research is pretest-posttest group design. Data collection was performed by the method of testing, observation, and documentation. The result showed that the average difference between the value of post-test experimental class 1 and class 2 after the second experiment are given different treatment on the same material. Cognitive learning results were obtained from the pretest and posttest each class experiment. Results showed an increase of pretest and posttest scores in both the experimental class with an average value pretest experiment class 1 (MEA) 34 increased to 74 in the posttest and experimental class 2 (REACT) 39 increased to 84.97. Based on the results of this study, it can be concluded that the implementation of MEA and REACT learning models can improve learning outcomes of students. Student learning outcomes in the cognitive aspects of chemistry REACT was better than by MEA.
Keywords: learning model, material redox reactions, MEA, REACT
PENDAHULUAN
Mata pelajaran kimia sebagai salah satu rumpun Ilmu Pengetahuan Alam menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Farid (2013) menyatakan bahwa pembelajaran kimia menekankan
pada cara siswa menguasai konsep-konsep
dan bukan menghafal fakta satu sama lain.
generalisasi dan abstraksi tinggi yang menyebabkan siswa dapat mengalami kesukaran dalam penguasaan. Mereka cenderung lebih memilih untuk menghafal
daripada memahami konsep-konsep kimia
tersebut. Hal tersebut tentunya menjadi tidak efektif karena kimia bukanlah untuk dihafalkan melainkan untuk dipahami. Perlunya pemahaman yang lebih membuat kimia tidak begitu disukai oleh siswa.
Faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi dan rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, serta bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada siswanya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai siswa.
Ilmu kimia mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan beberapa
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
antara lain masalah lingkungan hidup, keterbatasan energi, kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pembelajaran
di kelas hendaknya tidak hanya
menitikberatkan pada penguasaan materi untuk menyelesaikan secara matematis, tetapi juga mengaitkan bagaimana siswa mengenali permasalahan kimia dalam kehidupannya dan bagaimana memecahkan
permasalahan tersebut dengan
pengetahuan yang diperoleh di sekolah. Model pembelajaran konstektual dan kooperatif dinilai sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran kimia. Contoh model pembelajaran kooperatif adalah Model Eliciting Activities (MEA), yaitu model pembelajaran untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan
konsep-konsep yang terkandung dalam
suatu sajian permasalahan melalui
pemodelan (Rusyida, 2013).
Salah satu contoh model
pembelajaran konsteksual adalah REACT. Strategi REACT dijabarkan oleh Crawford (2001), bahwasannya ada lima strategi yang harus tampak yaitu: Relating, Experiencing,
Applying, Cooperating, Transferring.
Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran dengan mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks pengalaman kehidupan nyata atau pengetahuan yang
sebelumnya. Experiencing (mengalami)
merupakan pembelajaran yang membuat siswa belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing) melalui eksplorasi, penemuan, pencarian, aktivitas pemecahan
masalah, dan laboratorium. Applying
(menerapkan) adalah belajar dengan
menerapkan konsep-konsep yang telah
dipelajari untuk digunakan, dengan
memberikan latihan-latihan yang realistik
dan relevan. Cooperating (bekerjasama)
adalah pembelajaran dengan
mengkondisikan siswa agar bekerja sama,
sharing, merespon dan berkomunikasi dengan para pembelajar yang lainnya.
Kemudian Transferring (mentransfer)
adalah pembelajaran yang mendorong siswa belajar menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya ke dalam konteks atau situasi baru yang belum dipelajari di kelas berdasarkan pemahaman. Selain itu Ultay dan Calik (2011) menyatakan bahwa strategi REACT merupakan strategi yang sudah populer di Turki. Strategi ini banyak
diterapkan oleh guru-guru dalam pelajaran
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran….
1433
dari lima aspek Relating, Experiencing,
Appliying, Colaborating, dan Transferring. Hanya saja sedikit berbeda dalam
Colaborating tetapi artinya sama dengan
Cooperating yaitu bekerjasama.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah ada peningkatan rata-rata
hasil belajar siswa dengan model pembelajaran MEA dan REACT dan hasil mana yang lebih baik diantara keduanya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya peningkatan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran MEA dengan REACT pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi, dan untuk mengetahui hasil mana yang lebih baik diantara keduanya model tersebut.
METODE
Penelitian dilakukan di suatu SMA Negeri di Pekalongan pada materi reaksi oksidasi reduksi. Desain penelitian adalah
pretest-posttest group design yaitu desain
penelitian dengan melihat perbedaan pretest
dan posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA SMA tersebut tahun ajaran 2013/2014. Kelas X MIPA 3 merupakan kelas eksperimen 1 dan kelas X MIPA 4 merupakan kelas eksperimen 2 yang diambil
dengan teknik cluster random sampling.
Variabel bebas penelitian ini adalah model pembelajaran dan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa. Kelas eksperimen 1 menggunakan model pembelajaran MEA
sedangkan kelas eksperimen 2
menggunakan model pembelajaran REACT.
Metode pengumpulan data di
-lakukan dengan metode tes, observasi, dan dokumentasi. Bentuk instrumen yang digunakan berupa soal tes, lembar observasi, serta perangkat pembelajaran yang meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan bahan ajar.
Analisis data yang digunakan terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir. Analisis tahap awal meliputi uji normalitas dan homogenitas yang digunakan untuk melihat kondisi awal penelitian sebagai pertimbangan dalam pengambilan sampel dan analisis uji coba soal untuk menentukan soal yang layak digunakan dalam pre-test dan post-test.
Analisis tahap akhir yaitu analisis peningkatan hasil belajar Peningkatan hasil belajar diukur dengan uji t-test (Sugiyono,
2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini merupakan data hasil belajar terhadap proses pembelajaran dengan model MEA dan REACT materi reaksi redoks. Hasil belajar yang didapatkan dalam penelitian ini meliputi hasil belajar
pada ranah psikomotorik dan kognitif.
Data hasil belajar ranah psiko
Tabel 1. Skor rerata aspek psikomotorik kegiatan praktikum
Tabel 1 menunjukkan bahwa 6 dari 8 aspek yang ada pada kelas eksperimen 2 lebih tinggi dibanding kelas eksperimen 1,
yang mana kelas eksperimen 1 meng
-gunakan pembelajaran REACT sedangkan kelas eksperimen 2 menggunakan moddel pembelajaran MEA. Enam aspek tersebut
adalah kepemimpinan, diskusi, bekerja
-sama, keterampilan praktikum, ketepatan hasil praktikum, dan pembuatan laporan sementara. Pada kelas eksperimen 1 sebanyak 17 dari 32 siswa memperoleh skor dengan kriteria sangat baik, sedangkan pada kelas eksperimen 2 sebanyak 19 dari 30 siswa memperoleh skor dengan kriteria sangat baik. Artinya kegiatan praktikum membantu siswa dalam pembelajaran. Farid (2013) menyatakan bahwa kegiatan praktikum dapat lebih efektif membantu
siswa membangun pengetahuan, mengem
-bangkan kemampuan logika dan
kemampuan memecahkan masalah dengan baik. Adanya praktikum membantu siswa lebih dapat memahami materi yang mereka pelajari karena mereka mendapatkan
pengalaman secara langsung (Kurnianto et
al, 2010). Pengalaman langsung dalam
pembelajaran kimia dapat diperoleh melalui kegiatan laboratorium dan pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari, situasi
pembelajaran seperti ini akan menantang siswa untuk memecahkan permasalahan (Dwijayanti dan Yulianti, 2010). Kegiatan praktikum dengan strategi REACT pada dasarnya berorientasi pada investigasi dan penemuan, sehingga output yang dihasilkan merupakan suatu pemecahan masalah dari masalah yang ditemukan oleh siswa (Baser dan Durmus, 2010).
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa skor aspek diskusi pada kelas eksperimen 1 adalah 3,34 sedangkan pada kelas eksperimen 2 adalah 3,76, artinya kelas eksperimen 2 lebih unggul pada aspek diskusi. Aspek diskusi pada pembelajaran
REACT menekankan pada faktor
transferring. Transferring artinya mem
-pelajari sesuatu dalam konteks
pengetahuan yang telah ada, menggunakan dan memperluas apa yang telah diketahui.
Transferring juga bermakna menghubungkan apa yang sudah dipelajari siswa atau apa yang sudah diketahui siswa
secara konteks. Crawford (2001)
mendefinisikan transferring sebagai
penggunaan pengetahuan dalam konteks yang baru. Dalam proses pembelajaran, transfer atau pemindahan pengetahuan jarang terjadi karena siswa tidak berminat mengaitkan dan mengaplikasikan konsep
Aspek Eksperimen 1 Eksperimen 2
Kepemimpinan 3,45 3,56
Diskusi 3,34 3,76
Bekerjasama 3,68 3,84
Keterampilan praktikum 3,7 3,8 Ketepatan hasil praktikum 3,46 3,81 Pembuatan laporan sementara 3,68 3,7 Kebersihan tempat dan alat
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran….
1435
yang mereka miliki dalam konteks pembelajaran yang lain. Untuk mencapai pemahaman yang mendalam diperlukan kemampuan berpikir dan kemampuan memindahkan pengetahuan. Pemindahan merupakan alat pemusatan daya pikir. Jadi, siswa membutuhkan kemahiran berpikir supaya mereka mampu memindahan sesuatu. Peran guru perlu diperluas dengan
membuat bermacam-macam pengalaman
belajar dengan fokus pada pemahaman bukan pada hafalan. Jika siswa telah mampu memindahkan dan mengaplikasikan
pengetahuannya dalam kehidupan sehari
-hari maka dapat dikatakan siswa tersebut telah memiliki pemahaman yang mendalam.
Aspek bekerjasama (Tabel 1) pada kelas eksperimen 2 lebih unggul dibanding kelas eksperimen 1 yaitu dengan skor 3,84 dari 3,68. Aspek bekerjasama pada pembelajaran REACT menekankan pada
faktor cooperating. Kelas eksperimen 2
sudah terbiasa untuk belajar secara kooperatif. Siswa yang bekerja secara
individu dalam memecahkan suatu
permasalahan sering tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Terkadang siswa merasa bingung kecuali jika guru memberikan petunjuk penyelesaian langkah demi langkah. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang kompleks dengan
sedikit bantuan. Melalui cooperating siswa
lebih terdorong untuk memecahkan
berbagai permasalahan dalam
pembelajaran karena siswa dapat
bekerjasama dengan siswa lainnya dalam
memecahkan masalah pada materi
pelajaran yang ditemukan (Nopiyanita,
2013). Pembelajaran dengan metode kooperatif dapat meningkatkan aktivitas, interaksi, motivasi dan prestasi belajar
dalam pembelajaran kimia (Fajri,
2012).Pengalaman kerjasama tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. Bekerja dengan teman sebaya dalam kelompok kecil akan meningkatkan kesiapan siswa dalam menjelaskan pemahaman konsep dan menyarankan pendekatan pemecahan masalah bagi kelompoknya. Dengan mendengarkan pendapat orang lain dalam satu kelompok, siswa akan
mengevaluasi kembali dan
memformulasikan pemahaman konsep. Siswa akan belajar menilai pendapat orang lain karena terkadang perbedaan strategi yang digunakan akan menghasilkan pemecahan masalah yang lebih baik. Ketika sebuah kelompok berhasil mencapai tujuan,
maka anggota kelompoknya akan
memperoleh kepercayaan dan motivasi diri yang tinggi.
Tabel 1 memperlihatkan skor aspek
keterampilan praktikum kelas eksperimen 2 lebih tinggi dari kelas eksperimen 2 yaitu 3,8 dari 3,7. Aspek keterampilan praktikum pada pembelajaran REACT menekankan pada
faktor applying. Applying artinya suatu tahap
pembelajaran bagaimana menempatkan suatu konsep untuk digunakan. Guru tidak perlu mentransfer semua pengetahuan kepada siswa tetapi mengajak siswa untuk berpikir dan mencari jawaban sendiri atas permasalahan yang diberikan oleh guru maupun siswa itu sendiri. Cara demikian akan melatih kemahiran aplikasi dan cara
-an kimia, latih-an soal tidak h-anya diperoleh melalui buku teks atau LKS saja melainkan juga dari aktivitas hidup keseharian. Jadi guru harus mampu memotivasi siswa dalam memahami konsep melalui pemberian latihan soal yang sifatnya realistik dan relevan dengan keseharian. Gambaran proses pembelajaran dengan strategi REACT dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Pengalaman yang disediakan oleh guru dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang sesuatu yang
mereka pelajari, sehingga mereka
diharapkan dapat menerapkan pada kondisi
nyata dalam kehidupan sehari-hari
(Ismawati, 2010).
Aspek ketepatan hasil praktikum
(Tabel 1) skor kelas eksperimen 2 lebih tinggi dari kelas eksperimen 1 yaitu 3,81 dari 3,46 . Aspek ketepatan hasil praktikum pada kelas eksperimen 2 menekankan pada
faktor relating dan experiencing. Relating
yaitu menghubungkan pengetahuan yang sudah ada atau menghubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. Crawford (2001)
menyatakan bahwa dalam proses
pembelajaran harus dimulai dengan
pertanyaan dan fenomena-fenomena yang
menarik dan akrab bagi siswa, bukan
dengan hal-hal yang sifatnya abstrak dan di
luar jangkauan persepsi, pemahaman, dan pengetahuan siswa. Suatu pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa mengalami secara langsung dibandingkan hanya membayangkan saja dari penjelasan guru. Siswa lebih tertarik untuk mengikuti
pembelajaran saat diberikan suatu
permasalahan yang disesuaikan dengan
kehidupan sehari-hari dan lebih teratarik
karena adanya praktikum (Arum, 2012).
Sedangkan experiencing (mengalami)
mempunyai arti learning by doing atau
belajar melalui eksplorasi, penemuan, dan penciptaan (Crawford, 2001) . Aktivitas
experiencing di dalam kelas dapat berupa
kegiatan memanipulasi peralatan,
pemecahan masalah, dan kegiatan di laboratorium. Aktivitas lain juga diberikan
seperti eksperimen, diskusi dalam
kelompok, latihan, dan tugas rumah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya tidak hanya mengetahuinya saja (Hasnawati, 2006). Siswa akan lebih siap belajar apabila mereka disajikan sesuatu yang sifatnya nyata dan mampu ditangkap secara visual, auditori, dan kinestetik. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mewujudkan hal ini adalah melalui aktivitas experience.
Aktivitas experience akan mengembangkan
kesiapan siswa untuk memahami konsep
-konsep yang sifatnya abstrak.
Pada uji ketuntasan belajar siswa didapatkan hasil bahwa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 telah mencapai ketuntasan belajar dengan didasarkan pada
KKM yang ditetapkan di SMA tersebut. KKM
yang ditetapkan pada mata pelajaran kimia adalah 75. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran MEA
dan REACT dapat membuat rata-rata nilai
siswa mencapai KKM. Hal ini sesuai dengan
penelitian Rusyida (2013) tentang
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran….
1437
Sedangkan pada kelas eksperimen 2, sebanyak 27 dari 30 siswa juga tuntas KKM. Hal ini menunjukkan proporsi ketuntasan klasikal kelas eksperimen 1 lebih tinggi dibanding kelas eksperimen 2.
Hasil rata-rata pretest dan posttest
pada dua kelas eksperimen ditunjukkan pada Gambar 1. Nilai rata-rata pretest kelas eksperimen 1 dengan penerapan model pembelajaran MEA dan kelas eksperimen 2 dengan model pembelajaran REACT menunjukkan hasil yang hampir sama (tidak berbeda secara signifikan), sedangkan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen 2 lebih tinggi daripada kelas eksperimen 1
Gambar 1. Hasil pretest dan posttest pada dua kelas eksperimen
Gambar 1 menunjukkan adanya
perbedaan rata-rata nilai antara kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2,
dengan perbedaan nilai rata-rata posttest
sebesar 7,25. Hal ini berarti terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar setelah
diberikan pembelajaran menggunakan
model yang berbeda. Perbedaan
peningkatan antara kelas eksperimen 1 dan
kelas eksperimen 2 disebabkan
pembelajaran pada kelas eksperimen 1
menggunakan model pembelajaran MEA dan kelas eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran REACT.
Berdasarkan hasil belajar
psikomotor (Tabel 1) dan hasil belajar kognitif (Gambar 1) dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran REACT pada kelas eksperimen 2 lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dibanding dengan penerapan model pembelajaran MEA pada kelas eksperimen
1. Yuniawatika (2011) menyatakan
pembelajaran dengan strategi REACT menunjukkan peran yang berarti dalam meningkatkan kemampuan koneksi dan repesentasi matematik.
Dalam pembelajaran
startegi REACT, fokus
kegiatan belajar se
-penuhnya berada pada siswa yaitu berpikir menemukan solusi dari suatu masalah termasuk
proses untuk me
-mahami suatu konsep
dan prosedur. Keber
-hasilan pembelajaran dengan strategi REACT terjadi karena pada pembelajaran siswa terstimulus secara aktif, sehingga kemampuan siswa berkembang dan terus meningkat. Temuan ini sesuai dengan
pernyataan Crawford (2001) yang
mengutamakan sifat student centered. Guru tidak menjelaskan secara panjang lebar seperti pada model konvensial ceramah akan tetapi guru lebih suka memancing penjelasan materi dengan cara mengaitkan
pada kehidupan sehari-hari atau pada
pengetahuan yang sudah diperoleh
sebelumnya (Relating), mengaitkan pada
kejadian yang dialami oleh siswa atau nantinya siswa akan mengalami dalam
praktium misalnya (Experiencing), kemudian
dari pengetahuan yang siswa peroleh, diharapkan siswa dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan (Applying), siswa
melaksanakan kegiatan dengan cara
bekerjasama (Cooperating) dan siswa saling
berbagi informasi atau pengetahuan dengan
sesamanya (Transferring).
Berdasarkan hasil belajar
psikomotor, hasil belajar kognitif dan ketuntasan klasikal, maka pembelajaran
REACT lebih berhasil daripada
pembelajaran MEA. Pemilihan model pembelajaran merupakan suatu hal yang
penting untuk menentukan kualitas
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
karakteristik Contextual Teaching Learning
yang menghubungkan pembelajaran
dengan kehidupan sehari-hari sehingga
siswa dapat memaknai tentang yang dipelajari, bukan hanya mengetahui. Strategi pembelajaran REACT dapat membantu siswa menemukan konsepnya sendiri, bekerjasama, dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dalam
pelaksanaannya selalu menghadirkan
fenomena-fenomena alam atau lingkungan
yang dapat dengan mudah ditemui oleh siswa (Yuliati, 2008). Pembelajaran dengan
strategi REACT terbukti dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Mulyasa, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian yang sudah dikembangkan sebelumnya, antara lain Marthen (2010) menyatakan kemampuan matematis siswa sekolah peringkat tinggi, sedang dan rendah dengan model pembelajaran REACT lebih tinggi
daripada siswa yang belajarnya
konvensional. Ismawati (2010) juga
menyatakan rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen setelah diberi perlakuan yaitu pembelajaran inkuiri berstrategi REACT lebih baik dari kelas kontrol (tanpa pmbelajaran inkuiri berstrategi REACT).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
Pertama ada perbedaan rata-rata hasil belajar kimia yang signifikan antara kelas yang diberi pembelajaran MEA dan
pembelajaran REACT. Kedua Hasil belajar
kimia yang diberi pembelajaran REACT terbukti lebih baik dibandingkan yang diberi pembelajaran MEA.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran….
1439
Baser, M. dan Durmus, S., 2010, The Effectiveness of Computer Supported Versus Real Laboratory Inquiry Learning Environments on Understanding of Direct Current Electricity Among Pre-Service Elementary School Teachers, Eurasia Journal of Mathematics, Sciense dan Technology Education, Vol 6, No 1, Hal: 47-61.
Crawford, L.M., 2001, Teaching
Contextually: Research, Rationale, And Tachniques for Improving Student Motivation and Achievment in Mathematics and Sciences, Texas: CCI Publishing, INC.
Dwijayanti, P. dan Yulianti, P., 2010,
Pengembangan Kemampuan
Berpikir Kritis Mahasiswa melalui Pembelajaran Problem Based Instruction pada Mata Kuliah
Fisika Lingkungan, Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 1, Hal: 108-114.
Farid, A., 2013, Pengaruh Penerapan Strategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI,
Chemistry in Education, Vol 3, No 1, Hal: 36-42.
Fajri, L., 2012, Upaya Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Kimia Materi Koloid melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dilengkapi dengan TTS bagi Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 2 Boyolali Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 1, Hal: 89-96.
Hasnawati, 2006, Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya dengan Evaluasi Pembelajaran,
Jurnal Ekonomi dan Pendidikan,
Vol 3, No 1, Hal: 53-62.
Ismawati, R., 2010, Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Berstrategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Semarang, Skripsi,
Universitas Negeri Semarang. Kurnianto, Dwijayanti, dan Khumaedi, 2010,
Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep
Fisika melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana,
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 1, Hal: 6-9.
Marthen, T., 2010, Pembelajaran melalui Pendekatan REACT Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa SMP, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 11, No
2, Hal: 129-141.
Mulyasa, 2006 , Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya. Nopiyanita, T., 2013, Penerapan Model
Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia dan Kreativitas Siswa pada Materi Reaksi Redoks Kelas X Semester Genap SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 2, No 4, Hal:
135-141.
Rusyida, W.Y., 2013, Komparasi Model Pembelajaran CTL dan MEA terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran, UNNES Journal of Mathematic Education,
Vol 2, No 1, Hal: 1-7.
Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian,
Bandung: Alfabeta.
Ultay, N. dan Calik, M., 2011, Distinguishing 5E Model from REACT Strategy an Example of Acids and Bases Topic, Necatibey Faculty of Education Electronic Journal of Science and Mathematics Education, Vol 5, No 2, Hal: 199-220.
Yuliati, L., 2008, Model-Model Pembelajaran
Fisika “Teori Dan Praktek”, Malang: LP3 Universitas Negeri Malang.
Yuniawatika, 2011, Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematika Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, Vol 1, No
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN
CREATIVE PROBLEM SOLVING
BERBANTUAN
FLASH
INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR
Siti Nursiami* dan Soeprodjo
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri SemarangGedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035 E-mail: amimi15@yahoo.com
ABSTRAK
Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Creative Problem Solving berbantuan flash interaktif efektif bila diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas XI IPA di suatu SMA N di kota Magelang tahun pelajaran 2013/2014. Teknik sampling menggunakan cluster random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Uji yang digunakan untuk menganalisis data adalah uji perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan klasikal, dan uji estimasi rata-rata hasil belajar kognitif. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan adanya perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji ketuntasan belajar kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar (individual dan klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Hasil uji estimasi rata-rata menunjukkan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen dari 86,25 sampai 87,35 dan kelas kontrol dari 81,45 sampai 82,55 sehingga bisa disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving terbukti efektif diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Kata kunci: creative problem solving, flash interaktif, hasil belajar
ABSTRACT
Creative Problem Solving (CPS) is a learning model that is centered on problem solving skills, followed by strengthening creativity. The purpose of this study was to determine whether the Creative Problem Solving learning model-assisted interactive flash effectively can be applied to the material solubility and solubility product. This research is experimental research with the entire population of students of class XI IPA at a high school in Magelang in 2013/2014 school year. Sampling techniques used cluster random sampling. Collecting data in this study used the methods of documentation, testing, observation, and questionnaires. The test is used to analyze the data are two average value test, mastery learning classical test, and the estimated average test results of cognitive learning. The result of the two average value indicated the differences between experimental group and control group. The result of the test was obtained that experiment group achieved the learning completeness (individual and classical) while control group had not achieved classical completeness yet. The result of the estimation of average treatments showed experimental group of the average of the test result was 86,25 until 87,35 and control group was 81,45 until 82,55 so it can be concluded that the learning model Creative Problem Solving has been effectively applied to the material solubility and solubility product.
Keywords: creative problem solving, interactive flash, learning outcomes
PENDAHULUAN
Kimia merupakan pelajaran yang erat hubungannya dengan lingkungan yang
dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Siswa yang belajar kimia diharapkan akan memberikan output yang
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative ….
1441
dikatakan dengan berhasilnya siswa menyelesaikan kewajibannya adalah belajar dengan menghasilkan hasil secara maksimal. Guru, kurikulum, siswa, sarana dan prasarana serta strategi atau model balajar mengajar adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno, 2010). Salah satu faktor yang utama yang menentukan apakah siswa akan berminat dan termotivasi untuk belajar adalah faktor yang berasal dari guru sendiri (Aritonang, 2008) dan salah satu faktor penyebab siswa sulit menerima materi yang diajarkan adalah kurang variatifnya model pembelajaran yang dilakukan oleh guru (Nurhadi, 2004).
Dari semua materi yang ada dalam mata pelajaran kimia terdapat materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang tergolong materi yang cukup sulit. Sebuah SMA di Magelang memiliki output yang
belum maksimal pada materi ini. Beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya hasil belajar siswa antara lain kurangnya pemahaman tentang penulisan rumus kimia, reaksi ionisasi dan stoikiometriya.
Dalam hal ini perlu adanya peningkatan pembelajaran kimia di SMA dalam pemahaman siswa terhadap materi serta aplikasinya di masyarakat. Sejalan dengan perkembangan teknologi di bidang pendidikan banyak dikembangkan model-model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Model CPS adalah suatu
model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas (Rosalin, 2008). Ketika dihadapkan dengan
suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapan-nya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir.
Siswa dalam menerima materi pembelajaran memerlukan suatu alat bantu yang dapat digunakan pada kegiatan belajar mengajar. Alat bantu yang dimaksud ialah media pembelajaran. Media pembelajaran semakin mendapat sorotan dalam dunia pendidikan di Indonesia karena perannya yang sangat penting dalam keberhasilan siswa. Keberhasilan menggunakan media dalam proses pembelajaran akan menentu-kan hasil belajar, antara lain tergantung pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan, dan (3) karakteristik penerima pesan (Sutjiono, 2005).
Komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, menyebabkan pesan yang disampaikan oleh guru sulit dipahami oleh siswa. Sebaliknya, apabila komunikasi berjalan efektif dan efisien, maka semakin banyak tujuan pembelajaran tercapai. Dalam komunikasi dibutuhkan media yang dapat menyampaikan pesan. Model pem-belajaran flash interaktif dapat digunakan
sebagai salah satu alternatif untuk me-nyampaikan pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) (Fatkurrohman, 2012).
Flash Interaktif merupakan aplikasi
multimedia interaktif. Multimedia merupakan gabungan antara berbagai media seperti teks grafik, bunyi, animasi dan video yang dikirim dan dikendalikan dengan program komputer (dalam satu software digital) serta
menjadi salah satu alternatif yang baik sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Menurut pengertian ini, multimedia interaktif digambarkan sebagai multimedia non linear
yang memberikan kendali kepada pemakai daripada komputer. Sehingga terjadi interaksi atau hubungan timbal balik antara pengguna dengan seluruh program isi materi yang ada di dalamnya (Arsyad, 2009).
Putri (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh artikel kimia terhadap model pembelajaran CPS memperoleh kontribusi sebesar 32,87% terhadap hasil belajar kimia siswa. Sama halnya dengan keberhasilan penelitian yang dilakukan Sudiran (2012) tentang penerapan model pembelajaran CPS memperoleh peningkatan hasil belajar pada siklus pertama sebesar 36,84% dan siklus kedua sebesar 81,58%. Kusumawati, et al., (2012)
melakukan penelitian tentang implementasi
peer tutoring berbantuan compact disc
dalam bentuk flash interaktif pembelajaran memberikan pengaruh sebesar 81,72% terhadap hasil belajar siswa. Kontribusi sebesar 75,4% dalam penelitian yang dilakukan Solikhakh, et al., (2012) tentang
pengembangan perangkat pembelajaran dalam kemasan compact disc (flash
interaktif) pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keberhasilan penelitian di atas memberikan kontribusi gagasan untuk menerapkan model pembelajaran dengan bantuan media tersebut sebagai bahan penelitian yang dilaksanakan.
Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah apakah model
pembelajaran CPS berbantuan flash
interaktif efektif terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran CPS berbantuan flash interaktif terhadap hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain yang digunakan adalah pretest-posttest group design yang
merupakan penelitian yang diamati dengan melihat perbedaan pretest dan posttest
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas XI IPA 3 merupakan kelas eksperimen dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol yang diambil berdasarkan teknik cluster
random sampling yaitu pengambilan dua
kelas secara acak dari populasi bersyarat, yaitu populasi harus bersifat normal dan memiliki homogenitas yang sama. Kelas eksperimen diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) berbantuan flash
interaktif sementara kelas kontrol diberikan pembelajaran menggunakan metode ceramah dan diskusi. Desain penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Desain penelitian pretest-posttest group design
Kelompok Pre test
Perlakuan Post test
Eksperimen Kontrol
T1
T1
X Y
T2
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative ….
1443
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode tes, metode dokumentasi, lembar observasi dan lembar angket. Bentuk instrumen yang digunakan adalah soal pretest dan posttest, lembar
observasi afektif, lembar observasi prikomotorik dan angket tanggapan siswa. Metode tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk soal tes yang digunakan adalah pilihan ganda sebanyak 25 butir soal yang telah disusun sesuai dengan indikator pembelajaran. Soal yang digunakan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Hasil kognitif siswa dianalisis menggunakan metode statistik parametrik antara lain normalitas, kesamaan dua varians, perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan belajar dan uji estimasi rata-rata. Sedangkan hasil belajar afektif dan psikomotorik serta angket tanggapan siswa dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diperoleh sebagai syarat pengambilan sampel penelitian menggunakan data nilai ulangan harian kelas XI IPA materi larutan penyangga menunjukkan bahwa populasi terbukti berdistribusi normal dan memiliki tingkat homogenitas yang sama, dibuktikan dengan hasil analisis χ2
hitung (11,02) kurang dari χ2
kritis (11,07). Analisis kondisi awal
bertujuan untuk membuktikan bahwa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berangkat dari kondisi yang sama. Data yang digunakan adalah nilai pretest. Hasil
analisis menunjukkan kedua kelompok
berdistribusi normal, memiliki varians yang sama dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelas.
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan flash
interaktif dilaksanakan dalam lima kali pertemuan. Adapun hasil penelitian tersebut dipaparkan dalam tiga ranah yaitu hasil belajar ranah kognitif, hasil belajar ranah afektif dan hasil belajar ranah psikomotorik. Hasil uji ketuntasan belajar menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar baik secara individ