State Budget & Public
Finance Law
State Budget: Budgeting in
Indonesia
New legal framework for budgeting
Prior to the crisis, there was no efective legal framework for budgeting in Indonesia. In fact, the process was essentially a continuation of the Dutch
colonial budgeting system where the preparation of the budget was conducted internally by the Governor-General.
The process was characterised by a lack of transparency and accountability. After independence, this executive-driven legal framework was embraced by Indonesia’s very strong presidents.
A series of successive laws were adopted in the early 2000s following
extensive consultations involving a multitude of stakeholders. The major laws are:
● The State Finances Law 17/2003 (UU Keuangan Negara)
● The State Treasury Law 1/2004 (UU Perbendaharaan Negara)
● The State Planning Law 25/2004. (UU Perencanaan Pembangunan Nasional)
● The Regional Governance Law 32/2004 (which replaced an earlier law from 1999).
● The Fiscal Balance Law 33/2004 (which replaced an earlier law from 1999). ● The State Audit Law 15/2004.
The State Finances Law 17/2003 details the
constitutional provisions for the budget process,
mandates specifc milestones and dates for the
preparation and adoption of the budget, specifes
general principles and authorities for the
management and accountability of state fnances,
and establishes the fnancial relationship between
the central government and other institutions.
The State Treasury Law 1/2004 outlines the
responsibilities of the Treasury and articulates the
creation of treasurers in government ministries and
agencies, together with general principles on the
The State Planning Law 25/2004 outlines the national
development planning process, the preparation and
approval of plans, and the role of the National
Development Planning Agency (BAPPENAS).
The Regional Governance Law 32/2004 outlines the
responsibility of regional governments for a range of
public services, including education, health, public
infrastructure, agriculture, industry and trade,
investment, the environment, land, labour, and
transport. It replaced an earlier law from 1999.
State Budget
State Budget
•
The Fiscal Balance Law 33/2004 outlines the
responsibility of regional governments for managing
their own public fnances, their revenue-raising
authority and the system of transfers from the
national government. It replaced an earlier law from
1999.
•
The State Audit Law 15/2004 outlines the operational
Diferences Budget Law (UU APBN)
and regular Law (UU biasa)
N
o Regular Law Budget Law
1. No time limit Valid only one (1) year
2. Replaced by Perpu (Gov
Regulation) no
3. Proposed by Parliament or Gov Proposed by Gov 5 Legal Basis (Art 5 & 20 UUD
1945)
Gov
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Parliament
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk undangundang. *)
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undangundang.*)
Legal Basis: Article 23 UUD 1945
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. ***) (2) Rancangan undangundang anggaran
pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
State Budget
Public Finance: SOE
•
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
SOE:Theories of Legal Personality
legal personality means to be capable of having legal rights and duties: such as to enter into contracts, sue, and be sued.
Legal persons (lat. persona iuris) are of two kinds: natural persons (also called physical persons) – people – and juridical persons (also called juridic, juristic, artificial, or
fictitious persons, lat. persona ficta)
Juridical persons
Artificial personality, juridical personality, or juristic personality is the characteristic of a non-living entity regarded by law to have the status of personhood.
Artificial Personality allows that entity to be considered under law separately from its individual members (for example in a company limited by shares, its shareholders). They may sue and be sued, enter contracts, incur debt, and own property. Entities with legal personality may also be subjected to certain legal obligations, such as the payment of taxes. An entity with legal personality may shield its members from personal liability.
SOE: Law Defnition
Badan Usaha Milik Negara
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan
Persero
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu
persen) sahamnya dimiliki oleh Negara RI yang tujuan utamanya
mengejar keuntungan
Perusahaan Umum
SOE: New Legal Entity?
Kekayaan Negara Dipisahkan
kekayaan negara yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk
dijadikan penyertaan modal negara pada Persero
dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.
Untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya
tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun
pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada
prinsip-prinsip perusahaan yang sehat
SOE: HISTORY of SOE in INDONESIA
SOE: Objectives?
Legal Dispute
Menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengelolaan
Constitutional Court (MK): Legal
Consideration
1. Pada hakikatnya BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya yang seluruh atau sebagian besar sahamnya merupakan milik negara adalah merupakan kepanjangan tangan negara, dalam hal ini Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
2. Sebagai kepanjangan tangan negara, fungsi BUMN merupakan derivasi dari penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta sumber daya alam indonesia sebagai bagian dari fungsi dan tujuan negara dalam negara kesejahteraan (Welfare State).
3. Pemisahan kekayaan Negara tidak dapat diartikan sebagai putusnya kaitan negara dengan BUMN, BUMD, atau nama lain sejenisnya. Pemisahan kekayaan negara pada BUMN, BUMD, atau nama lain sejenisnya hanyalah dalam rangka memudahkan pengelolaan usaha dalam rangka bisnis sehingga dapat mengikuti perkembangan dan persaingan dunia usaha dan melakukan akumulasi modal, yang memerlukan pengambilan keputusan dengan segera namun tetap dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
4. Pemisahan kekayaan negara dilihat dari perspektif transaksi bukanlah merupakan transaksi yang mengalihkan suatu hak sehingga akibat hukumnya tidak terjadi peralihan hak dari Negara kepada BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya. Dengan demikian kekayaan negara yang dipisahkan tersebut masih tetap menjadi kekayaan negara.