• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASANG SURUT KEBEBASAN PERS DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PASANG SURUT KEBEBASAN PERS DI INDONESIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

E-mail: sat rio. sapt ohadi@unsoed. ac. id

Abst r act

In t he New Or der of t he pr ess r egul at ed by Law No. 11 Year 1966, Law No. 4 Year 1967 and Law no. 21 Year 1982 whi ch i s a pr oduct of t he r epr essive Soehar t o r egime, wher eas in t he er a of r ef or m af t er t he r esi gnat i on of Suhar t o's l i f e enact ed pr ess Law No. 40 Year 1999 about t he Pr ess i s f ul l of euphor i a. Dur i ng t he New Or der 's aut hor it ar i an pr ess syst em pr oduces under t he gui de of Pancasi l a pr ess syst em t hat i s f r ee pr ess and r esponsi bl e, t o t he ef f ect of pr ess f r eedom in a way t hat i s ver y r est r ai ned by br i dl e and t hr own i nt o pr i son t heir ant i -gover nment . In t he Ref or m er a of t he pr ess l eadi ng up t o t he l i ber al pr ess syst em t hat i s wit h t he euphor i a of f r eedom t hat went t oo f ar because t her e i s no r egul at i on of t he r epr essi ve pr ovisi ons.

Key wor ds : New or der , t he r ef or m er a and f r eedom of t he pr ess.

Abst r ak

Di masa Or de Bar u per s di at ur dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1966, Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan Undang-undang No. 21 Tahun 1982 yang mer upakan pr oduk r ezim Soehar t o yang r epr esi f , sedangkan di er a Ref or masi set el ah l engser nya Soehar t o kehi dupan per s di ber l akukan Undang-undang No. 40 Tahun 1999 t ent ang Per s yang penuh dengan euf or i a. Sel ama masa Or de Bar u menghasi l kan si st em per s yang ot or it er dengan kedok si st em per s Pancasi l a yait u per s yang bebas dan ber t anggung j awab, sehingga aki bat nya kebebasan per s sangat di kekang yai t u dengan car a br ei del dan menj ebl oskan ke penj ar a yang ant i pemer i nt ah. Di er a Ref or masi si st em per s menuj u ke si st em per s l i ber al yait u dengan adanya euf or i a kebebasan yang kebabl asan kar ena t i dak ada l agi ket ent uan r egul asi yang r epr esi f .

Kat a kunci : Orde baru, era ref ormasi dan kebebasan pers.

Pendahuluan

Jat uhnya Presiden Soekarno dari t ampuk kepemimpinan nasional, membuat Jenderal Soehart o mulai memegang kendali pemerin-t ahan dan masa pemerin-t ersebupemerin-t disebupemerin-t sebagai masa Orde Baru. Di masa ini konsent rasi penyeleng-garaan pemerint ahan negara menit ikberat kan pada aspek st abilit as polit ik dalam rangka me-nunj ang pembangunan nasional. Unt uk men-dukung t erwuj udnya st abilit as polit ik dalam rangka pembangunan nasional, maka dilakukan-lah upayupaya pembenahan sist em ket at a-negaraan dan f ormat polit ik dengan menonj ol-kan pada hal-hal berupa: per t ama, Konsep Dwi Fungsi ABRI digunakan sebagai pl at f or m polit ik Orde Baru. ABRI (milit er) t idak hanya berf ungsi sebagai alat pert ahanan negara at au mesin pe-rang dalam pe-rangka menj aga kedaulat an negara,

melainkan j uga memainkan peran sosial polit ik dan t erlibat dalam pengambilan keput usan-ke-put usan polit ik; kedua, pengut amaan Golongan Karya; ket i ga, magnif ikasi kekuasaan di t angan eksekut if ; keempat , dit eruskannya sist em pe-ngangkat an dalam lembaga-lembaga pewakilan rakyat ; kel i ma, kebij akan depolit isasi khusus-nya masyarakat pedesaan konsep masa me-ngambang (f l oat i ng mass); dan keenam, kont rol Arbrit er at as kehidupan pers.1

Konsep Dwi Fungsi ABRI secara implisit sebenarnya sudah dikemukakan oleh Kepala St af Angkat an Darat , Mayj en Abdul Haris Nasut ion pada t ahun 1958. Menurut Nasut ion Dwi Fungsi ABRI merupakan konsep j alan t e-ngah. Prinsipnya menegaskan bahwa milit er

1 B. Hest u Cipt o Handoyo, 2009, Hukum Tat a Negar a

(2)

at au t ent ara t idak t erbat as pada t ugas pro-f esional milit er belaka, melainkan j uga mem-punyai t ugas-t ugas lain di bidang sosial polit ik.2 Dalam perkembangannya, Orde Baru (1966-1998) diawali dengan gagalnya pemberont akan G 30 S/ PKI pada t ahun 1965. Kemudian adanya Surat Perint ah Sebelas Maret (Supersemar) 1966 dari Presiden Soekarno kepada Let j end Soehart o. Pemerint ah Orde Baru bert ekad un-t uk memperun-t ahankan dan melaksanakan Panca-sila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara.3

Kebij akan Orde Baru mendukung sepe-nuhnya pers Pancasila unt uk berperan kembali dalam masyarakat menyuarakan aspirasi rakyat yang sebelumnya dibungkam oleh Soekarno (Masa Orde Lama). Pada awal Orde Baru, pers akt if mengamankan dan membant u pemerint ah dalam menert ibkan gej olak sert a perist iwa yang ada dalam masyarakat , baik dalam lingkup polit ik maupun dalam lingkup kemasyarakat an sebagai kelanj ut an dari sisa-sisa ant agonisme Orde Lama.4

Proses perkembangan dan peranan pers nasional kemudian dibent uk suat u undang-un-dang yang mengat ur keberadaan dan peranan pers nasional. Tuj uan ut ama dari undang-un-dang t ent ang ket ent uan pokok pers unt uk memberikan j aminan hukum/ kedudukan hukum pers agar dapat menj alankan f ungsinya sebaik-baiknya dan dapat melaksanakan t ugas ke-waj ibannya, sert a menggunakan hak-haknya unt uk t erwuj udnya pers nasional yakni Pers Pancasila.

Perat uran perundang-undangan yang me-ngat ur t ugas pemerint ah dalam membina per-t umbuhan dan perkembangan pers adalah per

2

Al i Moert opo, 1982, St r at egi Pembangunan Nasi onal ,

Jakart a: CSIS, hl m. 190; Lihat dan Bandi ngkan dengan Sumal i, “ Urgensi TNI di Bingkai Konst it usi Dal am Pers-pekt i f Yur idis Pol it i s” , Jur nal Hukum Respubl i ca, Vol . 3 No. 1, Tahun 2003, Pekanbaru: Fakul t as Hukum Univer -sit as Lancang Kuning, hl m. 49-64.

3 Nurhasan, “ Pasang Surut Penegakan HAM dan Demokr asi

di Indonesia” , Jur nal Il mu Hukum Li t i gasi , Vol . 6 No. 2, Juni 2005, Bandung: Fakul t as Hukum Univer sit as Pasun-dan, hl m. 217.

4 Adhi Pr iamar izki, 2008, Demokr asi dan Kebebasan Per s,

Vol . 5 No. 1, Tahun 2008, Jakart a: Jurnal Sent r is Pusat Pengkaj i Pers, hl m. 45.

t ama, Tap MPR No. 11/ 1983 t ent ang GBHN, mengenai Penerangan dan Media Massa. Tap ini merupakan perint ah MPR kepada Presiden sebagai Mandat aris MPR unt uk dilaksanakan; kedua, undang No. 11/ 1996 Jis Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan Undang-Undang-undang No. 21 Tahun 1982 t ent ang Undang-undang Pokok Pers yang t elah diperbaiki dan disem-purnakan; ket i ga, Perat uran Pemerint ah se-bagai perat uran organiknya dari Undang-undang Pokok Pers t ersebut , sepert i di ant aranya PP No. 19/ 1970 t ent ang Dewan Pers; keempat , Beberapa dari Perat uran Ment eri Penerangan, sepert i di ant aranya Perat uran Menpen No. 01/ Per/ Menpen/ 1967 t ent ang Wart awan, Per-at uran Menpen No. 02 / Per/ Menpen/ 1969 t en-t ang Penerbien-t an Pers dan Peraen-t uran Menpen No. 01/ Per/ Menpen/ 1984 t ent ang Surat Izin Usaha Penerbit an Pers (SIUPP)

Presiden Soehart o melet akkan j abat an-nya pada t anggal 21 Mei 1998 dan digant i oleh Wakil Presiden BJ. Habibie. Pergant ian j abat an t ersebut menurut sement ara pihak merupakan langkah konst it usional, sebab Pasal 8 UUD 1945 t elah menegaskan bahwa j ika Presiden mang-kat , berhent i at au t idak dapat melakukan ke-waj ibannya dalam masa j abat annya, ia digant i-kan oleh Wakil Presiden sampai habis wakt u-nya. Dengan t umbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penat aan sist em ket at ane-garaan menuj u konsolidasi sist em demokrasi di Indonesia. Konsolidasi yang paling pent ing di sini t idak lain adalah dengan melakukan per-ubahan dan penggant ian berbagai Perat uran Perundang-undangan yang dirasa t idak mem-berikan ruang gerak bagi kehidupan demo-krasi.5

Tahun 1998 gerakan ref ormasi berhasil menumbangkan rezim Orde Baru. Keberhasilan gerakan ini melahirkan perat uran perundang-undangan sebagai penggant i perat uran perun-dang-undangan yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, yait u Undang-undang No. 40 Ta-hun 1999 t ent ang Pers. Perat uran ini berbeda dengan UU No. 11 Tahun 1966 j o UU No. 4

5 Lihat M. Nur Hasan, “ Tant angan Demokrasi di

(3)

Tahun 1967 j o UU No. 21 Tahun 1982 yang memberi kewenangan kepada pemerint ah un-t uk mengonun-t rol sisun-t em pers, UU No. 40 Tahun 1999 lebih memberi kewenangan kont rol ke-pada masyarakat ant ara lain t erlet ak ke-pada pa-sal 15 ayat (1) yang menyat akan bahwa ” dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkat kan kehidupan pers nasional, diben-t uk Dewan Pers yang independen” . Adapun Pasal 17 menyat akan bahwa masyarakat dapat melakuan kegiat an unt uk mengembangkan ke-merdekaan pers dan menj amin hak mempoleh inf ormasi yang diperlukan, kegiat an t er-sebut berupa memant au dan melaporkan ana-lisis mengenai pelanggaran hukum, et ika dan kekeliruan t eknis pemberit aan yang dilakukan oleh pers; dan menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menj aga dan meningkat kan kualit as pers nasional. 6

Agar penyelenggaraan pemerint ah yang baik dapat t ercapai maka dibut uhkan peran pers yang bebas berekspresi dan berinf ormasi merupakan wuj ud dari kemerdekaan pers yang merupakan salah sat u wuj ud kedaulat an rakyat dan menj adi unsur yang sangat pent ing unt uk mencipt akan kehidupan bermasyarakat , ber-bangsa dan bernegara yang demokrat is.7

Secara konsit it usional, kemerdekaan me-nyat akan pikiran dan pendapat (HAM) di Indo-nesia dij amin dalam UUD 1945 set elah aman-demen, yait u Pasal 28 yang menyat akan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul menge-luarkan pikiran dengan lisan dan t ulisan dan sebagainya dit et apkan dengan undang-undang. Pasal 28 F yang menyat akan bahwa Set iap orang berhak unt uk berkomunikasi dan mem-peroleh inf ormasi unt uk mengembangkan pri-badi dan lingkungan sosialnya, sert a berhak un-t uk mencari, memperoleh, memiliki, menyim-pan, mengolah dan menyampaikan inf ormasi dengan menggunakan segala j enis saluran yang t ersedia.

6 ht t p: / / adi prakosa. bl ogspot . com/ 2008/ 01/ sist em-per

s-indonesia. ht ml , hl m. 7, di akses t anggal 9 Okt ober 2009

7 M. Dj amil Usamy, “ Kebebasan Per s dan kai t annya

de-ngan Penegakan Hak Asasi Manusi a” , Jur nal Il mu Hukum Kanun, Vol . 24 No. 9, Tahun 1999, Banda Aceh: Fakul t as Hukum Universit as Syiah Kual a, hl m. 524.

Pemaparan subst ansi UUD 1945 memberi-kan implikasi at as peran pers dalam kont eks demokrasi. Pers diart ikan sebagai bagian (sub-sist em) dari (sub-sist em yang lebih besar, yait u sist em komunikasi. Sist em komunikasi dapat dilihat sebagai bagian at au sub sist em dari sist em yang lebih besar (yait u sist em masya-rakat ) yang dilayaninya. Suat u sist em komuni-kasi sebenarnya t erkandung (i nher ent) dalam set iap sist em masyarakat . Corak dari sist em komunikasi di dalam suat u masyarakat t idak dapat dit ent ukan oleh corak, bent uk dan ke-ragaman masyarakat it u sendiri.

Pada umumnya orang melihat sist em pers it u dikait kan dengan bent uk sist em sosialnya, dan selalu dihubungkan dengan sist em peme-rint ahan yang ada at au bent uk negara dimana sist em pers it u berada. F. Rachmadi berpen-dapat :

Sist em pers memang t idak t erlepas hu-bungannya dengan sist em sosial dan sist em polit ik dari suat u masyarakat at au bangsa, karena hubungan pers it u adalah dengan pemerint ah dan masyarakat , di mana hubungannya at au int eraksinya it u t idak bisa dihilangkan. Jadi sist em pers it u t idak akan t erlepas dari pengaruh pe-mikiran at au f ilsaf at yang mendasari sis-t em masyarakasis-t dan sissis-t em pemerin-t ahan, dimana pers ipemerin-t u berada dan ber-operasi.8

Berdasarkan uraian di at as, maka t ulisan ini di maksudkan unt uk menganalisis kebebasan pers di Indonesia pada masa Orde Baru dan Era Ref ormasi menurut ket ent uan perat uran per-undang-undangan yang berlaku.

Pembahasan Pengert ian Pers

Pengert ian pers dibat asi pada pengert ian sempit dan pengert ian luas, sepert i dikemuka-kan oleh Oemar Seno Adj i, Pers dalam art i sempit sepert i diket ahui mengandung pe-nyiaran-penyiaran pikiran, gagasan at aupun berit a-berit a dengan j alan kat a t ert ulis. Se-baliknya, pers dalam art i yang luas memasuk-kan di dalamnya semua media mass communi

8 F. Rachmadi, 1990, Per bandi ngan Si st em Per s, Jakart a:

(4)

cat i ons yang memancarkan f ikiran dan perasaan seseorang baik dengan kat a-kat a t ert ulis mau pun dengan kat a-kat a lisan. Dit egaskan oleh Commi ssion on The Fr eedom of The Pr ess, bahwa: “ If wi l l be under st ood t hat we ae usi ng t he t er m “ pr ess” t o incl ude al l means of communi cat ing t o t he publ i c newspaper s, ma-gazi nes, or books, by r adi o br oadcast , by t el evi si on, or by f i l ms”. 9

Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yait u pert ama merupakan medium komunikasi yang t ert ua di dunia, dan kedua pers sebagai lembaga masyarakat dan j uga sist em polit ik. Sebagai medium komunikasi, pers harus sang-gup hidup bersama-sama dan berdampingan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam suat u keserasian. Dalam hal ini, sif at hubungan an-t ara saan-t u sama lainnya an-t idak akan lupuan-t dari landasan f alsaf ah dan ideologi yang dianut oleh masyarakat nya dan j uga st rukt ur/ sist em polit ik yang berlaku.

Pengert ian pers menurut Undang-undang No. 11 Tahun 1966 t ent ang Ket ent uan-ket en-t uan Pokok Pers Pasal 1 ayaen-t (1) adalah seba-gai berikut :

Pers adalah lembaga kemasyarakat an alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah sat u media komunikasi massa yang bersif at umum berupa penerbit an yang t erat ur wakt u t erbit nya diperlengkapi at au t idak diperlengkapi dengan alat -alat t eknik lainya.

Adapun pengert ian pers menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 40 Tahun 1999 t ent ang pers:

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiat an j urnalist ik meliput i mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, me-ngolah dan menyampaikan inf ormasi baik dalam bent uk t ulisan, suara, gambar, sert a dat a dan graf ik maupun dalam bent uk lainnya dengan menggunakan media cet ak, media elekt ronik dan sega-la j enis saluran yang t ersedia.

9 Mahdor Syat ri , ” Kebebasan Per s: Demokr asi vs

Regu-l asi ”, Maj al ah Sr i wi j aya, Vol . 38 No. 2, Tahun 2004, Pa-l embang: Pusat PenePa-l it ian Uni versit as Sriwi j aya, hPa-l m. 35.

Sist em Pers dan Kebebasan Pers

Menurut W. J. S. Poerwadamint a sist em adalah sekelompok bagian (alat dan sebagai-nya) yang bekerj a bersama-sama unt uk melaku-kan sesuat u maksud. Apabila salah sat u bagian rusak at au t idak dapat menj alankan t ugasnya, maka maksud yang hendak dicapai t idak akan t erpenuhi, at au set idak-t idaknya sist em yang t elah t erwuj ud akan mendapat gangguan. 10

Ciri sist em adalah berorient asi pada t uj u-an dengu-an perilakunya at au segala kegiat u-annya bert uj uan. Secara umum t uj uan sist em adalah mencipt akan at au mencapai sesuat u yang ber-harga, sesuat u yang mempunyai nilai (val ue). Pada umumnya orang melihat suat u sist em (pers) it u dikait kan dengan bent uk sosialnya, dan selalu dihubungkan dengan sist em peme-rint ahan yang ada at au bent uk negara dimana sist em pers berada dan beroperasi. Set elah Perang Dunia II berakhir dan kemudian me-masuki perang dingin ant ara Barat dan Timur, Fred S. Siebert , Theodore Pet erson dan Wilbur Schramm t ampil dengan empat macam t eori persnya unt uk menj elaskan perkembangan kon-disi di dunia. Keempat t eori pers yang dike-mukakan oleh Fred S. Siebert dan kawan-kawan it u (The f our t heor ies of t he pr ess, Empat Teori Pers), t erdiri dari: 11

Teori Pers Ot orit arian

Kehidupan pers yang pert ama muncul adalah t eori ot orit arian karena erat kait annya dengan pandangan f ilosof is t ent ang hakikat negara dan masyarakat . Menurut t eori ini, ne-gara dianggap sebagai ekspresi t ert inggi dari organisasi kelompok manusia, mengungguli ma-syarakat dan individu. Negara merupakan hal t erpent ing dalam pengembangan manusia se-ut uhnya. Di dalam dan melalui negara manusia mencapai t uj uannya sehingga t anpa negara manusia t et ap menj adi manusia primit if . Hu-bungan ant ara pers dan negara pada saat t eori ini lahir ada dalam kerangka yang demikian it u.

10 W. J. S. Poerwadamint a, 1976, Kamus Umum Bahasa

Indonesi a, Jakart a: Bal ai Pust aka, hl m. 1955.

11 Krisna Har ahap, 2003, Pasang Sur ut Kemer dekaan Per s

(5)

Prinsip-prinsip ut ama t eori ini adalah me-dia selamanya (akhirnya) harus t unduk pada penguasa yang ada; penyensoran dapat di-benarkan; kecaman t idak dapat dit erima t er-hadap penguasa at au penyimpangan dari ke-bij aksanaan resmi; dan wart awan t idak mem-punyai kebebasan di dalam organisasinya.

Teori Pers Libert arian

Kalau pada t eori pers ot orit er t ekanan diberikan kepada negara maka dalam t eori pers liberal beralih kepada individu dan masyarakat yang kemudian melahirkan pemikiran-pemikir-an t ent pemikiran-pemikir-ang demokrasi. Dalam pemikirpemikiran-pemikir-an ypemikiran-pemikir-ang demikian it u, f ungsi ut ama masyarakat adalah unt uk memaj ukan kepent ingan anggot anya sehingga f aham ini membagikan posisi negara sebagai ekspresi manusia yang t ert inggi.

Ciri-ciri pers yang merdeka berdasarkan t eori libert arian dapat diperinci sebagai berikut . Per t ama, publikasi bebas dari set iap penyensoran pendahuluan; kedua, penerbit an dan pendist ribusian t erbuka bagi set iap orang t anpa memerlukan izin at au lisensi; ket i ga, kecaman t erhadap pemerint ah, pej abat at au part ai polit ik t idak dapat dipidana; keempat, t idak ada kewaj iban mempublikasikan segala hal; kel i ma, publikasi ” kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasi kebenaran dalam hal-hal yang berkait an dengan opini dan keyakinan; keenam, t idak ada bat asan hukum t erhadap upaya pengumpulan inf ormasi unt uk kepent ingan publikasi; dan ket uj uh, wart awan punya ot onomi prof esional dalam organisasi mereka.

Teori Pers Tanggungj awab Sosial

Teori t anggung j awab sosial berdasarkan pandangannya kepada suat u prinsip bahwa kemerdekaan pers mempunyai kewaj iban unt uk bert anggung j awab kepada masyarakat guna melaksanakan t ugas-t ugas pokok yang dibeban-kan kepada komunikasi massa dalam masya-rakat modern dewasa ini. Di sini prinsip kemer-dekaan it u masih dipert ahankan dengan penam-bahan t ugas dan beban bahwa kemerdekaan yang dimiliki haruslah disert ai kewaj iban-ke-waj iban sebagai t anggung j awab.

Prinsip ut ama t eori pers t anggung j awab sosial dapat dit andai sebagai berikut : media mempuyai kewaj iban t ert ent u kepada masya-rakat ; kewaj iban t ersebut dipenuhi dengan menet apkan st andar yang t inggi at au prof esio-nal t ent ang keinf ormasian, kebenaran, obyek-t iviobyek-t as, keseimbangan dan sebagainya; dalam menerima dan menerapkan kewaj iban t ersebut , media seyogyanya dapat mengat ur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada; dan media seyogyanya menghindarkan segala sesuat u yang mungkin menimbulkan ke-j ahat an yang mengakibat kan ket idakt ert iban umum at au j uga penghinaan t erhadap minorit as et nik at au agama.

Teori Pers Komunis (Marxist , Tot alit er)

Teori ini bert olak pangkal dari aj aran Karl Marx t ent ang perubahan sosial. Menurut t eori komunis, pers sepenuhnya merupakan alat ne-gara. Konsekuensinya, pers harus t unduk ke-pada pemerint ah. Pers t idak lebih alat dari Part ai Komunis yang berkuasa, media harus melakukan apa yang t erbaik bagi part ai dan pemerint ah. Ciri-ciri t eori ini dapat dirinci se-bagai berikut : media berada di bawah pengen-dalian kelas pekerj a, karena it u melayani ke-pent ingan kelas t ersebut ; media t idak dimiliki secara pribadi; masyarakat berhak melakukan sensor dan t indakan hukum set elah t erj adinya perist iwa, publikasi ant i masyarakat .

Sist em Pers dan Kebebasan di Masa Orde Baru

(6)

de dr oit s de l ’ homme et du cit oyen, at au Na-skah Pernyat aan Hak Asasi Manusia dan Warga-negara.

Di Indonesia masalah kemerdekaan/ ke-bebasan pers adalah apakah sudah sesuai de-ngan konst it usi sert a undang-undang yang ber-kait an dengan f ungsi dan peranan pers dalam kehidupan demokrasi. Hal ini sangat pent ing dirumuskan, mengingat pengalaman selama ini, hampir set iap sist em polit ik menyebut dirinya demokrat is dan menj amin adanya kebebasan pers, t et api dalam prakt iknya ot orit er dan membelenggu pers.12 Pada rezim Orde Lama, misalnya dengan kembalinya Indonesia mema-kai Undang-undang Dasar 1945 dan mengguna-kan sist em polit ik pemerint ahan presidensil pada t ahun 1959 sampai 1966 yang t erj adi ke-mudian adalah sebaliknya. Demokrasi yang seharusnya t anpa embel-embel, diubah men-j adi t erpimpin at au dipimpin oleh seseorang, sedangkan kemerdekaan pers yang seharusnya dij amin oleh Undang-undang Dasar 1945, j ust ru dikebiri.

Begit u j uga halnya dengan Orde Baru, pa-da mulanya memang mengiming-iming t er-j aminnya kemerdekaan pers dengan dikeluar-kannya Undang-undang Pokok Pers Nomor 11 Tahun 1966. Undang-undang ini sebet ulnya han-ya semacam cek kosong han-yang kalau diprakt ikkan t idak sesuai dengan yang t ert ulis. Dalam kon-sideran undang-undang ini disebut kan bahwa pers harus mencerminkan kehidupan demokra-si, karena it u, berbagai ket ent uan yang ber-kait an dengan ket ent uan pers, misalnya, Pen-pres Nomor 6 Tahun 1963 t ent ang pembinaan pers dicabut .

Sepint as, Undang-undang No. 11 Tahun 1966 ini memberikan kemerdekaan pers, t et api j ika dit elusuri lagi pasal-pasalnya, t ernyat a di balik it u t erdapat berbagai belenggu bagi ke-hidupan pers di Indonesia. Coba lihat , misalnya dalam Pasal 4 Undang-undang No. 11 Tahun 1966, disebut kan ” Terhadap pers nasional t idak dikenakan sensor dan pembredelan” .

12

Johanes Usf unan, ” Jami nan dan perl indungan

kebebas-an Pers di Indonesia” , Maj al ah i l mi ah Ker t ha Wi caksa-na, Vol . 5 No. 9, Tahun 1999, Denpasar : Fakul t as Hu-kum Universi t as Warmadewa, hl m. 6

nya, pada pasal berikut ya yait u Pasal 20 ayat 1 Undang-undang No. 11 Tahun 1966 dikat akan ” Unt uk menerbit kan pers diperlukan Surat Izin Terbit .13

Undang-undang No. 11 Tahun 1966 ini kemudian digant i dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982 t ent ang SIUPP, t et api yang t erj adi secara subst ansial t idak ada perubahan. Kont rol pemerint ah t erhadap pers melalui keharusan mendapat kan surat izin t erbit makin kuat . Bagi yang t idak punya izin, t idak boleh menerbit kan pers. Selain t erj adi pembat asan-pembat asan yang dikait kan dengan kepent ingan pemerint ah j uga cenderung melahirkan prakt ik korupsi, karena permint aan t erhadap surat izin begit u banyak, t et api mendapat kannya begit u sulit .

Demikianlah realit as pers Indonesia di masa Orde Baru. Kemerdekaan pers secara sis-t emasis-t is dikebiri melalui Undang-undang Pokok Pers Nomor 11 Tahun 1966 kemudian digant i dengan Undang-undang Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1980. Pengebirian it u dilakukan dalam bent uk pemberlakuan SIUPP; pembredelan pers melalui pencabut an SIUPP; pembat asan f ungsi pers melalui pemanggilan-pemanggilan wart a-wan dan pemimpin redaksi oleh penguasa; dan melalui t eror t elepon bahkan ancaman f isik dan pembunuhan. 14

Jelas sekali bahwa kemerdekaan pers t i-dak hanya dipasung melalui pembat asan-pem-bat asan melalui kegiat an j urnalist iknya sepert i pembredelan, budaya t elepon, ancaman, bah-kan pembunuhan t erhadap wart awan yang di-nilai menganggui kepent ingan orang yang dekat dengan kekuasaan.15 Pada acara-acara brief ing t erhadap para pemimpin redaksi, t ak j arang pula dipesankan agar t idak memuat berit a ke-giat an mahasiswa di halaman depan. Gej ala ini t erus berlangsung hingga menj elang kej at uhan

13

Ist il ah Surat Izin Ter bit digant i mel al ui Undang-undang Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1982 t ent ang Sur at Izi n Usaha Pener bit an Pers. Ket ent uan ini sebet ul nya, sama dengan produk hukum represif dal am Pepert i Nomor 10 Tahun 1960 di era Demokrasi Ter pi mpin.

14 Krisna Har ahap, op. ci t . , hl m. 53.

15 Sebagai cont oh adal ah kasus Fuad Muhammad Syaf rudi n

(7)

Orde Baru. Bersamaan dengan penekanan t er-hadap kemerdekaan pers, hal yang sama j uga dilakukan t erhadap para mahasiswa, misalnya dengan dilakukannya penculikan dan penem-bakan mahasiswa Universit as Trisakt i di Jakar-t a, pada aksi menunJakar-t uJakar-t SoeharJakar-t o mundur dari j abat an Presiden (Mei 1998). Bahkan, dalam kurun wakt u yang hampir bersamaan, beberapa penerbit ant i pemerint ah, sepert i Tabloid De-lik, Maj alah Berit a Tempo, dan Edit or dicabut SIUPP nya oleh pemerint ah pada t ahun 1996. Maj alah SINAR, yang wakt u it u penulis pimpin sebagai pemimpin redaksi, mendapat peringat -an keras t erakhir dari Deppen, karena memuat berit a penyerangan kant or DPP PDIP di Jalan Diponegoro Jakart a, sert a memuat f ot o uskup Belo di sampul depan set elah ia mendapat ha-diah Nobel Perdamaian. Pencabut an SIUPP Ma-j alah Tempo, berkait an dengan pembongkaran kasus dugaan korupsi yang dilakukan mant an Wakil Presiden BJ Habibie yang diduga melaku-kan manipulasi pembelian kapal perang bekas Jerman Timur, sedangkan Tabloid Delik dan Maj alah Edit or dinilai t idak loyal t erhadap pe-merint ah, dan selalu memberit akan kegiat an mahasiswa dengan porsi yang besar. Oleh ka-rena it u, SIUPP ket iga penerbit an it u dicabut oleh Deppen t anpa melalui proses pembukt ian dan hukum yang adil dan benar. Pencabut an it u, past i menggunakan dasar hukum Permen-pen Nomor 1 Tahun 1984 set elah mendengar Dewan Pers. Dengan kat a lain, selain Ment eri Penerangan, Dewan Pers ikut bert anggung j awab t erhadap pembredelan t anpa melalui proses peradilan.

Melalui uraian di at as t erlihat dengan j e-las ket erkait an ant ara pemasungan, sensor dan pembredelan pers dengan konf igurasi polit ik yang ot orit er, sert a semakin maraknya prakt ik buruk birokrasi, korupsi, kolusi dan nepot isme. Rezim ot orit er dan korup it u berj alan t anpa kont rol sama sekali dan menyebabkan lahirnya rezim yang t ampak kokoh dari luar, akan t et api di dalamnya rapuh.

Realit as demikian pada akhirnya mem-buat ekonomi bangsa Indonesia bert ambah t er-puruk. Lebih-lebih akibat krisis monet er yang diawali dengan depresiasi nilai rupiah t erhadap

dolar Amerika Serikat , banyaknya ut ang luar negeri yang dipakai unt uk proyek f ikt if , t inggi-nya inf lasi, dan munculinggi-nya pemut usan hubung-an kerj a, sert a penghubung-anggurhubung-an besar-besarhubung-an. Hal ini mengakibat kan kian t ingginya t ingkat penolakan rakyat t erhadap rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soehart o.16

Kehidupan pers sepert i di at as kemudian berdampak t erhadap corak isi penerbit an di In-donesia yang cenderung menj adi inst rumen bisnis para pemilik modal dengan melupakan f ungsi kont rol sosialnya. Di sat u sisi, t erkesan t erj adi perubahan yang signif ikan dalam per-kembangan pers di Indonesia, dengan dit andai banyaknya j umlah surat kabar, maj alah dan t elevisi swast a. Akan t et api, di sisi lain, gej ala ini diiringi pula dengan menguat nya rezim ot o-rit er yang t ak t erj amah oleh ko-rit ik dan kont rol pers. Berdasarkan f enomena pers yang demiki-an, mana mungkin pers dapat melakukan f ungsi kont rol karena hak hidupnya sangat t ergant ung pada SIUPP yang dikuasai pemerint ah.

Selain it u, sist em polit ik Orde Baru yang ot orit er dan korup it u, t ernyat a t ak sekuat yang t ampak di permukaan. Hal ini, ant ara lain, di sebabkan kekuasaan yang dimilikinya t idak se-penuhnya didukung oleh ent it as demokrasi, an-t ara lain oleh pers yang bebas menyampaikan krit ik dan kont rol.17 Sepert i dikat akan, kehadir-an kemerdekakehadir-an pers sebenarnya dapat mem-perkokoh masyarakat dan penguasa sehingga t erhindar dari kebobrokan yang pada gilirannya menyebabkan kej at uhannya. Fakt anya, f akt or ut ama yang menyebabkan t umbangnya Orde Baru adalah t erlalu banyaknya kebobrokan pe-merint ah, sepert i banyaknya hut ang luar negeri Indonesia, t ingginya t ingkat korupsi, macet nya peran lembaga demokrasi, sepert i legislat if , t ermasuk dibelenggunya kemerdekaan pers.

Tesis yang mengat akan bahwa gerakan mahasiswa berkait an erat dengan pemberit aan mass media, t idak sepenuhnya benar. Hal ini disebabkan, set elah pemerint ah mengeluarkan berbagai produk hukum represif yang

16 B. Hest u Cipt o Handoyo, op. ci t . , hl m. 240.

17 D. N Susil ast ut i, “ Kebebasan Per s Pasca Orde Baru” ,

(8)

belenggu kemerdekaan pers, t erbukt i t idak mampu membendung aksi-aksi mahasiswa me-lawan Orde Baru, yang pada akhirnya meng-akibat kan kekuasaan Soehart o t umbang (21 Mei 1998). Kej at uhan konf igurasi polit ik Orde Baru kemudian melahirkan suat u rezim baru yang dikenal dengan konf igurasi polit ik ref ormasi.

Pengukuhan t eori ot orit er dilakukan me-lalui perat uran perundang-undangan oleh pe-merint ah, pembredelan dan sebagainya. Oleh karena keberadaan pers sepenuhya dimaksud-kan unt uk menunj ang pemerint ah yang bersif at ot orit er it u, maka pemerint ah langsung me-nguasai dan mengawasi kegiat an media massa. Akibat nya, sist em pers yang berlaku sepenuh-nya dikendalikan oleh pemerint ah. Di sini pers berf ungsi dari at as ke bawah (t op down). Penguasalah yang menent ukan apa yang akan dit erbit kan, sebab kebenaran merupakan mo-nopoli mereka yang berkuasa. Dalam keadaan yang demikian f ungsi pers sekedar menyampai-kan apa yang diinginmenyampai-kan oleh penguasa unt uk diket ahui oleh rakyat . Kalaupun ada kebebasan yang dapat dinikmat i oleh pers, maka hal t ersebut t ergant ung kepada kemurahan hat i penguasa yang memiliki kekuasaan mut lak.

Prinsip-prinsip ut ama t eori ini adalah media selamanya (akhirnya) harus t unduk pada penguasa yang ada; penyensoran dapat di-benarkan; kecaman t idak dapat dit erima t er-hadap penguasa at au penyimpangan dari kebi-j aksanaan resmi; dan wart awan t idak mem-punyai kebebasan di dalam organisasinya. 18 Dengan demikian, sist em pers dan kebebasan pers pada masa Orde Baru sangat condong ot orit er, sesuai dengan Teori Pers Ot orit arian dari Fred S. Siebert .

Sist em Pers dan Kebebasan di Era Reformasi

Berakhirnya pemerint ahan Presiden Soe-hart o pada t anggal 21 Mei 1998 t elah membawa bangsa Indonesia kepada pusaran t unt ut an pe-rubahan yang f undament al dalam segenap bi-dang kehidupan berbangsa dan bernegara. Tunt ut an ref ormasi hukum merupakan salah sa-t u yang berembus demikian kuasa-t sej ak Mei

18 Krisna Har ahap, op. ci t . , hal . 3.

1998. Begit u pula halnya dalam bidang polit ik hukum t ermasuk dalam bidang kemerdekaan pers.

DPR yang menyet uj ui pencabut an UU No-mor 21 t ahu 1982 melalui UU NoNo-mor 40 Tahun 1999 merupakan produk hukum yang dibuat le-gislat if hasil pemilu yang dinilai sangat demo-krat is.19 Dalam kont eks UU Nomor 40 Tahun 1999, hukum merupakan variabel berpengaruh, kemudian konf igurasi polit ik sebagai variabel t erpengaruh.

Produk hukum pada era ref ormasi t en-t ang pers ini dapaen-t dikaen-t akan sebagai sapu j a-gat nya kemerdekaan pers Indonesia, set elah sekit ar dua puluh delapan t ahun didera pem-belengguan oleh rezim Orde Baru. Dikat akan sebagai sapu j agat karena undang-undang ini menghapus semua ket ent uan represif yang pernah berlaku pada era Orde Baru, sepert i: Pasal 9 ayat 2 UU No. 40 Tahun 1999 meniada-kan keharusan mengaj umeniada-kan SIUPP unt uk mener-bit kan pers; Pasal 4 ayat 2 UU Nomor 40 t ahun 1999 menghilangkan ket ent uan sensor dan pembredelan pers; dan Pasal 4 ayat 2 j unct o Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999: me-lindungi prakt isi pers dengan mengancam hu-kum pidana dua t ahun penj ara at au denda Rp. 500. 000 j ut a bagi yang menghambat kemer-dekaan pers.

Selain menghapus berbagai kendala ke-merdekaan pers t ersebut di at as, UU Nomor 40 Tahun 1999 j uga memuat isi pokok sebagai be-rikut . Per t ama, Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999: kemerdekaan pers adalah perwuj udan dari kedaulat an rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum; dan kedua, Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999: Kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara yang hakiki dan dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran, sert a memaj ukan dan mencerdaskan bangsa.

19 Pemil u 1999 dinil ai demokrat is karena set iap pemil i h

(9)

Pembebasan kegiat an pers dari belenggu rezim Orde Baru di era ref ormasi, ada t ali t e-malinya dengan realit as produk hukum represif dan konf igurasi polit ik ot orit er yang dirasakan sangat pahit selama t iga puluh dua t ahun Orde Baru. Berbagai penyempurnaan, penghapusan dan pembuat an nilai-nilai baru yang relevan de-ngan nilai-nilai demokrasi dan hukum responsif merupakan ant it et is dari keadaan sebelumnya yang membelenggu pers Indonesia.

Gej ala ini mirip dengan kej adian awal kej at uhan Orde Lama yang diikut i lahirnya pro-duk hukum responsif pada pasca Orde Lama dalam bidang pers, misalnya melalui Tap MPRS Nomor XXXII/ 1966 dan UU Nomor 11 Tahun 1966 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Pers TAP MPRS Nomor XXXII/ 1966 it u menegaskan, kemerdekaan berdasarkan amanah Pasal 28 Un-dang-undang Dasar 1945 mut lak segera di wuj udkan.

Demikian pula halnya gej ala pada awal Ref ormasi, Pasal 28 UUD 1945 yang sudah di inj ak-inj ak oleh rezim sebelumnya, kembali masuk dalam perumusan produk hukum res-ponsif dalam bidang pers, yait u UU Nomor 40 Tahun 1999. UU Nomor 40 t ahun 1999, t elah menghidupkan kembali isi Pasal 28 UUD 1945 t ent ang pent ingya kemerdekaan pers yang t erkubur melalui Tap MPR Nomor IV/ 1978 dan UU Nomor 21 t ahun 1982 pada era Orde Baru.

Pencabut an yuridis yang membelenggu kemerdekaan pers Orde Baru it u t ernyat a me-nimbulkan euf oria at au pest a pora kemer-dekaan pers. Hal it u t erj adi karena set iap orang bebas mendirikan penerbit an, t anpa keharusan memiliki SIUPP, sert a dij amin t idak ada sensor dan pembredelan. Dampaknya, penerbit an pers t umbuh bagai j amur di musim huj an. Hal ini memungkinkan bagi set iap warga masyarakat prof esional maupun amat ir dapat mendirikan penerbit an pers.

Berdasarkan dat a yang dihimpun Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), pada era Ref ormasi t erj adi kenaikan j umlah penerbit an yang sangat signif ikan set elah keran kemerdekaan pers dibuka t ahun 1999. Pada t ahun 1997, j umlah me-ia cet ak di Indonesia memiliki 289

pener-bit an, kemudian pada t ahun 1999 j umlah pe-nerbit an melonj ak drast is menj adi 1687.

Ment eri Komunikasi dan Inf ormasi, Syam-sul Muarif sering mengat akan bahwa pada era ref ormasi ini kemerdekaan pers dan kedudukan pers sangat kuat . Hal it u digambarkan, bet apa pemerint ah sangat berhat i-hat i dalam menang-gapi berit a dan krit ik t ent ang pers dalam hal Daerah Operasi Milit er di Ambon. Begit u kuat -nya pengaruh dan kedudukan pers di era Re-f ormasi, sehingga kedudukan pers Indonesia bukan lagi sebagai pilar keempat demokrasi, t et api menj adi pilar pert ama demokrasi. Jadi gej ala pers di Indonesia, bukan lagi sebagai pilar keempat demokrasi sepert i yang dij uluki dalam t eori t he f our est at e of democr acy l i f e. Gej ala kemerdekaan pers di Indonesia, t er-cermin pula melalui hasil survey organisasi Report er Wi t hout Bor der, di Paris t ahun 2002, bahwa kemerdekaan pers di Indonesia t erbaik di Asia Tenggara.

Kebebasan ini bukanlah t anpa kekhawa-t iran, kekhawa-t erukekhawa-t ama kekhawa-t ampak dengan adanya krikekhawa-t ik-an-krit ikan dari pihak pemerint ah dan kelom-pok masyarakat t ert ent u.20 Krit ikan it u sangat variat if , ada yang menyorot i kelemahan-ke-lemahan dalam proses pemberit aan yang di anggap kurang bal ance ant ara kepent ingan masyarakat dan kepent ingan (t ingkat oplah) pers. Pihak pers dinilai cenderung mengut ama-kan konsep berit a yang kurang obj ekt if , sensasional dan sangat part isipan; kemudian pada level et is kemanusiaan kebebasan pers it u dinilai t elah mengangkangi nilai dan norma moral kemasyarakat an dan t elah merunt uhkan kaidah j urnalist ik it u sendiri. Kenyat aannya, dalam rapat dengar pendapat yang dihadiri oleh perwakilan kalangan pers, ant ara lain : Aliansi Jurnalis Independen (AJI), PWI dan MPPI dengan anggot a Panit ia Ad Hoc I BP MPR masih menunj ukkan keragu-raguan dan kecemasan t erhadap kebebasan pers. Mereka mengkhawa-t irkan kebebasan pers akan menj adi

20

Lihat dan bandingkan dengan Joko Tut uko dan Abdul

Lat if , ” Ref or masi Dan Kebebasan Pers: Respon Insan Pers Terhadap UU No. 40 Tahun 1999 Tent ang Per s” ,

(10)

bebasnya, sehingga mereka menyat akan bahwa kebebasan pers it u perlu diat ur. Reaksi ini me-rupakan rej uvenansi konsep pengekangan pers oleh pemerint ah pra t ransisi. Kekhawat iran t ersebut senada dengan kecurigaan pemerint ah bahwa kebebasan pers yang t anpa kont rol t elah melahirkan sat u model kebebasan pers yang saat ini sudah berlebihan dan menj adi sumber kekuasan baru. Kekhawat iran masyarakat t er-hadap kebebasan pers, j uga muncul dalam ben-t uk aksi perlawanan dari masyarakaben-t dalam bent uk kekerasan pers. Hal ini ant ara lain di t andai dengan penyerangan t erhadap harian Jawa Post di Surabaya oleh Banser (Barisan Ser-ba Guna) Anshor yang merupakan pendukung Presiden Abdurrahman Wahid.

Cat at an AJI dalam laporan t ahunan periode 2004 menyebut kan, t erdapat 32 kasus gugat -an t erhadap media d-an j urnalis, y-ang meliput i: pert ama, kasus Redakt ur Harian Rakyat Mere-ka, Suprat man yang mempublikasikan isi berit a berupa penghinaan t erhadap Presiden. Ia di nyat akan bersalah dan divonis dengan 6 bulan penj ara dengan masa percobaan 12 bulan. Ia di nyat akan t erbukt i melakukan penghinaan de-ngan sengaj a t erhadap presiden yang diat ur dalam pasal 134 j o Pasal 65 ayat (1) KUHP. Kemudian maj alah Tempo dua t ahun t erakhir ini harus bolak-balik ke pengadilan guna me-layani kasus yang dibawa ke mej a hij au oleh pengusaha Tomy Winat a. Ada sej umlah kasus yang diaj ukan Tomy Winat a baik ke Pengadilan Negeri Jakart a Pusat maupun dan Pengadilan Negeri Jakart a Selat an. Salah sat u dari bebe-rapa kasus t ersebut diput uskan oleh Pengadil-an Negeri Jakart a Pusat yPengadil-ang memut uskPengadil-an Tempo bersalah dalam kasus pencemaran nama baik, akibat pemberit aan di maj alah Tempo edisi 3-9 Maret 2003 yang berj udul ” Ada Tomy di Tenabang” . Pengadilan Negeri Jakart a Pusat memint a Tempo unt uk memint a maaf set engah halaman di Koran Tempo, Media Indonesia dan Wart a Kot a, dan set engah halaman di maj alah Tempo selama t iga kali bert urut , unt uk me-mulihkan nama baik Tomy Winat a. Sement ara dalam kasus yang lainnya lagi ant ara Koran Tempo vs Tomy Winat a, Koran Tempo divonis oleh Maj elis Hakim Pengadilan Negeri Jakart a

Selat an unt uk membayar uang sebesar 1 j ut a dollar, karena sebuah t ulisan di koran Tempo edisi 6 Februari berj udul ” Guberur Ali Mazi Bant ah Tomy Winat a Buka Usaha Judi” . Tulisan ini dinilai mencipt akan opini bahwa Tomy adalah musuh masyarakat .

Set elah kebebasan pers Indonesia mulai menggelinding, banyak orang yang mengkhawa-t irkan bahwa pemberimengkhawa-t aan pers yang sensa-sional akan berakibat bagi pemunduran bang-sa. Proses pembodohan akan t erkrist alisasi me-lalui dunia pers. Berawal dari sinilah muncul berbagai ancaman t erhadap pers, sepert i isu SARA, t ekanan massa, bahkan legal r esent -ment (ancaman gugat an), busi ness i nt er est (ke-pent ingan bisnis), suap dan sebagainya. Sat u hal yang kini menonj ol sebagai ancaman adalah kekecewaan t erhadap pers bebas, yang j ika dicermat i bisa menj adi sat u opini publik luas di masyarakat , yang disebut pers kebabl asan. Na-mun, lebih baik pers kebabl asan daripada t idak bebas sama sekali. Tesis ini mencoba menelisik pergeseran paradigma ” mekanist ik” ke paradig-ma ” holist ik” t ent ang kebebasan pers. Feno-mena kebebasan pers ini harus dilihat dalam keseluruhannya, dalam art i kebebasan pers dilihat dalam kait annya dengan nilai-nilai kul-t ur, sosial, polikul-t ik dan ekonomi semua persoal-an dalam negara ypersoal-ang kit a alami sekarpersoal-ang adalah suat u harapan yang berlebihan.

Suat u st udi komparat if di beberapa ne-gara demokrasi menunj ukkan adanya persesuai-an persesuai-ant ara demokrasi dpersesuai-an kebebaspersesuai-an. Demokrasi mengimplikasikan adanya kebeba-san sipil dan polit ik, yait u kebebasan unt uk berbicara, me-nerbit kan, berkumpul dan berorganisasi. Garis persinggungan ant ara demokrasi dan kebebasan pers merupakan rant ai kehidupan manusia da-lam dimensi polit isnya yang saling int erdepen-dent if ant ara nilai-nilai dan kepent ingan.21

Pada praksisnya, kebebasan pers berput ar pada perdebat an dan kont roversi ant ara pola kepent ingan dua arah; kepent ingan pemerint ah

21

Lihat dan Bandingkan dengan Abdul Mui s, ” Perl i

(11)

unt uk menj aga rahasia polit ik, keut uhan dan kedaulat an negara, dokumen rahasia dan pola kebij akan t erhadap publik, dengan kepent ingan masyarakat yang menut ut part isipasi akt if da-lam menyalurkan aspirasi polit ik mereka, dan unt uk memperoleh inf ormasi t anpa melanggar keut uhan hak kebebasan pribadi set iap indivi-du. Sej at inya, kebebasan pers dalam menye-barluaskan inf ormasi kepada masyarakat t anpa adanya pembat asan baik dalam bent uk regulasi maupun dengan t indakan kekerasan. Pers nasio-nal bebas mempunyai hak unt uk mencari, mem-peroleh dan menyebarluaskan t anpa gangguan maupun swasensor baik dari pemilik media it u sendiri maupun dari pihak pemerint ah dalam bent uk regulasi.

Regulasi dalam bent uk UU t ent ang pers yang membat asi ruang gerak pers memang t idak ada, namun yang dirisaukan oleh insan pers adalah t erj adinya kriminalisasi yang men-j adi ancaman t erhadap kebebasan pers, pada-hal seharusnya kalaupun t erdapat pemberit aan yang keliru, dapat mengikut i mekaisme yang diat ur dalam UU Pers, sepert i hak j awab dan hak koreksi; bukan dengan cara memenj arakan wart awan, it u yang menj adi suat u kekeliruan Kasus kriminalisasi t erhadap pers dapat dilihat pada Kasus Tempo, Rakyat Merdeka, Radar Yog-ya, kemudian kasus Suara Indonesia Baru (SIB) Medan, yang menurunkan serial invest igasi t en-t ang j udi illegal yang dibekingi oleh pej abaen-t Sumat era Ut ara. Kemudian sekelompok anak muda yang dipolit isir masuk dan mengobrak-abrik SIB. Kasus-kasus kriminalisasi t erhadap pers merupakan masalah yang sangat dirisaukan oleh kalangan j urnalis dan media.

Pers sebagai salah sat u pilar demokrasi mempunyai f ungsi kont rol dan melakukan pe-ngawasan t erhadap hal-hal yang berkait an de-ngan kepent ide-ngan publik. Dalam UU pers di j elaskan bahwa media mempunyai peranan unt uk melakukan kont rol sosial, pengawasan unt uk mencegah t erj adinya penyelewengan dan penyalahgunaan.22

22

Daud Ai dir Amin, ” Membangun Opt imal i sasi Kebebasan

Pers di Tengah Konservat isme Penegakan Hukum” , Jur nal Il mi ah Pusat Pengkaj i an dan Pengembangan Kebi

-Kini kebebasan pers sedang mengalami kemaj uan. Kalau pada era Orde Baru t erdapat ket ent uan t ent ang pembredelan yang j elas-j elas diat ur dalam UU yang lama, yang menye-babkan pemerint ah dapat menghent ikan pro-duksi media yang berseberangan dengan peme-rint ah, namun ket ent uan it u t idak ada lagi da-lam UU No. 40 Tahun 1999. Meskipun demi-kian, UU yang baru ini t idak menj amin adanya perubahan di t ingkat pelaksanaan. Masih saj a t erj adi kriminalisasi t erhadap pers.

Adanya pergant ian akt or dalam memusuhi pers yang t adinya negara, kemudian digant i oleh kroni-kroni negara yang berusaha mem-bat asi, mulai dari pengusaha, pej amem-bat negara, kemudian t okoh-t okoh masyarakat yang bisa membayar advokat dengan harga t inggi.

Menurut t eori pers liberal, pers bukan inst rumen pemerint ah, akan t et api sarana hat i masyarakat unt uk mengawasi pemerint ah dan menent ukan sikap t erhadap kebij aksanaannya. Karena it u, pers seharusnya bebas dari peng-awasan dan pengaruh pemerint ah. It ulah se-babnya di dalam masyarakat liberal, kemer-dekaan pers dipandang sebagai suat u hal yang sangat pokok karena dari kemerdekaan pers yang t umbuh di suat u negara merupakan baro-met er dari kemerdekaan yang dimiliki oleh ma-syarakat . Karena it u sensor dipandang sebagai rest riksi yang inkonst it usional t erhadap kemer-dekaan pers. Hal t ersebut dipandang sebagai suat u pelanggaran t erhadap prinsip at au gagasan ” pers merdeka” .

Ciri-ciri pers yang merdeka berdasarkan t eori libert arian dapat diperinci sebagai berikut : publikasi bebas dari set iap penyensor-an pendahulupenyensor-an; penerbit penyensor-an dpenyensor-an pendist ribusi-an t erbuka bagi set iap orribusi-ang t ribusi-anpa memerlukribusi-an izin at au lisensi; kecaman t erhadap pemerin-t ah, pej abapemerin-t apemerin-t au parpemerin-t ai polipemerin-t ik pemerin-t idak dapapemerin-t di pidana; t idak ada kewaj iban mempublikasikan segala hal; publikasi ” kesalahan” dilindungi sa-ma halnya dengan publikasi kebenaran dalam hal-hal yang berkait an dengan opini dan ke-yakinan; t idak ada bat asan hukum t erhadap upaya pengumpulan inf ormasi unt uk kepent

(12)

an publikasi; dan wart awan punya ot onomi pro-f esional dalam organisasi mereka.23 Berdasar-kan hal t ersebut di at as maka sist em pers dan kebebasan pers di era ref ormasi dikat egorikan pers liberal dari Fred S Siebert .

Penut up

Pada masa Orde Baru (1966-1998) peme-rint ah menit ik berat kan pada aspek st abilit as polit ik dalam rangka menunj ang pembangunan nasional. Regulasi mengenai pers diat ur dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1966 t ent ang Ke-t enKe-t uan-keKe-t enKe-t uan Pokok Pers j o Undang-un-dang No. 4 Tahun 1967 j o UnUndang-un-dang-unUndang-un-dang No. 21 Tahun 1982 dan j uga Perat uran Ment eri Pe-nerangan No. 1 Tahun 1984 t ent ang Surat Izin Usaha Penerbit an Pers (SIUPP) yang meng-hasilkan pers yang ot orit er dengan kedok sis-t em pers Pancasila yaisis-t u sissis-t em pers yang ot orit er, maka kebebasan pers sangat dikekang yait u dengan cara breidel (pembat alan SIUPP) sert a menj ebloskan ke penj ara mereka yang dianggap ant i pemerint ah. Sedangkan di era Ref ormasi (1998-sekarang), t unt ut an ref ormasi hukum merupakan salah sat u yang berembus demikian kuat sej ak Mei 1998. Begit u pula hal-nya dalam bidang polit ik hukum t ermasuk ke-bebasan pers. Dalam keadaan ini lahirlah Undang-undang No. 40 Tahun 1999 t ent ang Pers yang dibuat oleh legislat if hasil pemilu yang dinilai sangat demokrat is. Berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 1999 t ent ang Pers men-j urus ke sist em pers liberal yait u dengan ada-nya euf oria kebebasan yang kebablasan karena t idak ada lagi ket ent uan regulasi yang represif .

Daft ar Pust aka

Amin, Daud Aidir. ” Membangun Opt imalisasi Kebebasan Pers di Tengah Konservat isme Penegakan Hukum” . Jur nal Il mi ah Pusat Pengkaj i an dan Pengembangan Kebi j ak-an. Vol. 2 No. 2. Tahun 2008. Jakart a: Depart emen Hukum dan Hak Asasi Manu-sia;

Handoyo, B Hest u Cipt o. 2009. Hukum Tat a Ne-gar a Indonesi a. Yogyakart a: At maj aya;

23 Krisna Har ahap, Op. Ci t . , hl m. 5.

Harahap, Krisna. 2003. Pasang Sur ut Kemer -dekaan Per s di Indonesi a. Bandung: PT. Graf it ri;

Hasan, M. Nur. “ Tant angan Demokrasi di Indo-nesia” , Jur nal Aspir asi . Vol. 16 No. 1. Ju-li 2006. Magist er Ilmu Hukum Trisakt i; Moert opo, Ali. 1982. St r at egi Pembangunan

Na-si onal . Jakart a: CSIS;

Muis, Abdul. ” Perlindungan Hukum Terhadap Kebebasan Pers Pada Masa Orde Baru Dan Era Awal Ref ormasi” . Jur nal Il mu Hukum Kanun. Vol. 10 No. 26. Tahun 2000. Ban-da Aceh: FH Universit as Syiah Kuala; Nurhasan. “ Pasang Surut Penegakan HAM dan

Demokrasi di Indonesia” , Jur nal Il mu Hu-kum Li t i gasi . Vol. 6 No. 2. Juni 2005. Bandung: FH Universit as Pasundan;

Priamarizki, Adhi. “ Demokrasi dan Kebebasan Pers” , Jur nal Sent r i s-Pusat Pengkaj i Per s. Vol. 5 No. 1. Tahun 2008;

Poerwadamint a, WJS. 1976. Kamus Umum Ba-hasa Indonesi a. Jakart a: Balai Pust aka;

Rachmadi, F. 1990. Per bandi ngan Si st em Per s. Jakart a: Gramedia;

Sumali. “ Urgensi TNI di Bingkai Konst it usi Da-lam Perspekt if Yuridis Polit is” , Jur nal Hukum Respubl i ca. Vol. 3 No. 1. Tahun 2003. FH Universit as Lancang Kuning; Susilast ut i, DN. “ Kebebasan Pers Pasca Orde

Baru” , Jur nal Il mu Sosi al Dan Il mu Pol i t i k (JSP). Vol. 4 No. 2. Tahun 2000. Yogyakart a: Fakult as Ilmu Sosial dan Ilmu Polit ik Universit as Gadj ah Mada;

Syat ri, Mahdor. ” Kebebasan Per s: Demokr asi vs Regul asi ”, Maj al ah Sr i wi j aya. Vol. 38 No. 2. Tahun 2004. Palembang: Pusat Peneli-t ian UniversiPeneli-t as Sriwij aya;

Tut uko, Joko dan Abdul Lat if . ” Ref ormasi Dan Kebebasan Pers: Respon Insan Pers Terhadap UU No. 40 Tahun 1999 Tent ang Pers” . Jur nal Publ i ca. Vol. 4 No. 1. Ta-hun 2008. FISIP Universit as Muhammadi-yah Malang;

Usamy, M. Dj amil. “ Kebebasan Pers dan kai-t annya dengan Penegakan Hak Asasi Ma-nusia” , Jur nal Il mu Hukum Kanun. Vol. 24 No. 9. Tahun 1999. Banda Aceh: Fa-kult as Hukum Universit as Syiah Kuala;

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks globalisasi, segala cerita tentang baik atau buruk orang Madura sama ada yang bersumber daripada lagenda, laporan kolonial Belanda, pengalaman

Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi bahan kajian untuk menjadi bahan ajar keperawatan komunitas dan keluarga, khususnya stimulasi peningkatan tingkat kemandirian

PUSAT PENGAJIAN SAINS PERUBATAN 16 MOHAMAD ZIYADI B HJ GHAZALI PROFESOR DR. PUSAT PENGAJIAN SAINS PERUBATAN 17 MOHD IMRAN BIN YUSOF

Oleh itu, setiap rakyat Malaysia harus bertanggungjawab untuk mengekalkan keamanan negara daripada anasir yang buruk. Kehidupan yang aman dan damai merupakan teras kepada pembangunan

(1) Setiap produsen atau distributor susu formula bayi dan/ atau produk bayi lainnya dilarang memberikan hadiah dan/ atau bantuan kepada tenaga kesehatan, penyelenggara

Budidaya cabai rawit terkendala dengan cuaca yang berubah-ubah, biaya pengelolaan dan harga peptisida, serta serangan berbagai hama dan penyakit. Penelitian ini

jangka waktu yang sesuai maka dinyatakan diterima. Penentuan terakhir mengenai persetujuan kredit terletak kepada pemutus tertinggi yaitu Kepala Cabang PT Bank

Walaupun masih ada perempuan yang memakai jilbab tidak sesuai dengan syariat Islam karena mengikuti Gaya modern, seperti di kalangan mahasiswa Universitas