• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna Teluk Belukar Secara Berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna Teluk Belukar Secara Berkelanjutan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING LOKAKARYA

Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna Teluk Belukar

Secara Berkelanjutan

(2)

Gre e n Coa st

For

na t ure

and

pe ople

after the tsunami

PROSIDING LOKAKARYA

Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna Teluk Belukar

Secara Berkelanjutan

Gunungsitoli, 10 April 2008

Penyusun:

Ferry Hasudungan

(3)

PROSIDING LOKAKARYA

Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna Teluk Belukar

Secara Berkelanjutan

Gunungsitoli, 10 April 2008

© Wetlands International - Indonesia Programme, 2008

Penyusun : Ferry Hasudungan

Kontributor : Fazedah Nasution, Irwansyah Reza Lubis, Muhammad Ilman, Nana Firman, Riama Napitupulu dan Syamsulbahri Sembiring

Desain & Tata letak : Triana

Foto Sampul : Muhammad Ilman & Ferry Hasudungan

Foto Isi : Muhammad Ilman & Karta Surya Telaumbanua

Laporan ini dapat diperoleh di:

Wetlands International – Indonesia Programme Jl. A.. Yani No. 53 Bogor 16161

Jawa Barat – INDONESIA Tel. 0251 312189 Fax. 0251 325755 E-mail: admin@wetlands.or.id

Saran Kutipan:

Hasudungan, F. 2008. Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna di Desa Teluk

Belukar,Gunungsitoli – 10 April 2008. PROSIDING LOKAKARYA. Green Coast

(4)

Pengantar

Lokakarya bertajuk ”Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna di Teluk Belukar secara berkelanjutan”, telah dilakukan pada tanggal 10 April 2008 di Ruang Pertemuan – Hotel OLAYAMA, Gunungsitoli – Kab. Nias. Lokakarya ini digagas oleh Wetlands International Indonesia Program, dalam kerangka Proyek Green Coast for nature and people after tsunami. Dalam pelaksanaannya, lokakarya berlangsung atas kerjasama dengan pihak Pemerintah Kabupaten Nias (dalam hal ini, BAPPEDA Kabupaten Nias). Sejumlah 44 peserta hadir dalam lokakarya ini, yang mewakili unsur-unsur: Pemerintahan Kabupaten, dinas/badan yang terkait, BRR, NGO/LSM national-lokal serta international yang memiliki kegiatan di Nias, selain itu juga hadir aparat desa serta tokoh-tokoh masyarakat dari Desa Teluk Belukar. Laporan ini merangkum pelaksanaan kegiatan serta hasil dari lokakarya tersebut, dengan harapan informasi ini dapat diketahui oleh berbagai kalangan terutama pihak-pihak yang berkepentingan untuk kemudian mengambil manfaat yang positif dan turut berperan dalam upaya pengelolaan ekosistem laguna di Desa Teluk Belukar yang disebut Luaha Talu secara berkelanjutan .

Ucapan Terima Kasih

Kegiatan ini terselenggara atas dukungan dana OXFAM - Novib melalui Proyek Green Coast for nature and people after tsunami. Secara khusus, tim penyusun mengucapkan terimakasih kepada pihak pemerintah daerah Kabupaten Nias, dalam hal ini Bapak BUPATI – yang telah mendukung kegiatan ini melalui BAPPEDA Kabupaten Nias.Tim Penyusun juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat dan mendukung terselenggaranya lokakarya ini, yaitu:

• Ibu Saodah Lubis dari BRR Direktorat Lingkungan,

• Nana Firman & Fazedah Nasution dari WWF Indonesia,

• Segenap narasumber dan fasilitator yang terlibat,

• Seluruh staf Wetlands International Indonesia Programme (Proyek Green Coast NAD-Nias &

Kantor Bogor), atas dukungan, bantuan dan kerjasamanya,

(5)

Daftar Istilah & Singkatan

BRR Badan Rehabilitasi & Rekonstruksi

Intrusi masuknya air laut ke darat

IPB Institut Pertanian Bogor

IPTEK Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Kab. Kabupaten

Kec. Kecamatan

Kades Kepala Desa

KK kepala keluarga

LSM lembaga swadaya masyarakat

NGO Non Government Organization (organisasi non-pemerintah)

Prop. Propinsi

PDRB Produk Domestik Regional Bruto, secara sederhana dapat diartikan sebagai keseluruhan

nilai tambah bruto dari kegiatan perekonomian di suatu wilayah

PTB Proyek Teluk Belukar

Ramsar Konvensi International tentang lahan basah

SDM sumber daya manusia

SGM Small Grant Manager

PPI Pelabuhan/Pangkalan Pendaratan Ikan.

(6)

Daftar Isi

Halaman

Pengantar ... iii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Daftar Istilah & Singkatan ...iv

Daftar Isi ...v

Dokumentasi Foto ...vi

1. Sambutan ... 1

2. Sekilas Mengenai Lokakarya ... 5

3. Makalah-Makalah ... 7

4. Diskusi Kelompok ... 27

5. Kesimpulan & Rekomendasi ... 32

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Jadwal Acara ... 33

Lampiran 2. Daftar Peserta yang Hadir dalam Lokakarya ... 34

(7)

Dokumentasi Foto

Bimbingan dan arahan dari Bupati Nias, disampaikan oleh Kepala BAPPEDA Kab. Nias: Ir. Agustinus ZEGA

(8)

Suasana diskusi kelompok

(9)

1. Sambutan

A. LAPORAN PANITIA PELAKSANA

(Ferry Hasudungan – Wetlands International Indonesia Program)

Yang kami hormati:

• Bapak BUPATI Nias (diwakili oleh Kepala BAPPEDA – Ir. Agustinus ZEGA) • Bapak/Ibu Kepala Dinas (atau yang mewakili)

• Bapak Camat Gunungsitoli Utara

• Bapak Kepala Desa Desa Teluk Belukar & Afia

• Bapak/Ibu perwakilan dari BRR, NGO internasional, nasional maupun lokal.. • Bapak/Ibu narasumber, dan hadirin sekalian.

Salam sejahtera bagi kita semua, dan dalam bahasa daerah saya ucapkan YA’AHOWU.

Puji syukur kehadirat TUHAN YME, atas kehadiran bapak/ibu sekalian.

Pada hari ini 10 April 2008, akan diselenggarakan acara lokakarya yang bertajuk: Upaya Pengelolaan Laguna Teluk Belukar secara berkelanjutan. Lokakarya ini masih merupakan bagian kegiatan rehabilitasi & rekonstruksi pasca bencana gempa dan gelombang tsunami pada akhir tahun 2004, serta gempa bumi dasyat yang kembali terjadi melanda pulau ini pada akhir bulan Maret 2005.

Tujuan utama dari Lokakarya ini adalah untuk menggalang aksi bersama dalam pengelolaan & pemanfaatan laguna Teluk Belukar secara bijaksana untuk manfaat berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut, diharapkan Lokakarya dapat berfungsi untuk:

• Menyampaikan informasi hasil survey di Laguna Teluk Belukar bagi berbagai pemangku

kepentingan;

• Memberikan wadah bagi berbagai pemangku kepentingan untuk saling berbagi pengalaman;

• Mendorong pelaksanaan praktek-praktek pengelolaan wilayah pesisir yang baik serta

berbagai patokan untuk pemanfaatan wilayah pesisir yang bijaksana;

• Mengkaji berbagai pengalaman dan saran-saran bagi pengelolaan wilayah pesisir secara

bijaksana;

• Pengembangan mekanisme untuk memfasilitasi keterpaduan berbagai kegiatan yang

sedang maupun akan dilaksanakan, secara umum di wilayah pesisir di Nias, secara khusus untuk wilayah laguna di Teluk Belukar.

Lokakarya ini akan diikuti sekitar 40-50 orang peserta yang mewakili unsur-unsur: Pemerintahan Kabupaten, dinas-dinas yang terkait, BRR, NGO/LSM national-lokal serta international yang memiliki kegiatan di Nias, aparat desa serta tokoh-tokoh masyarakat dari Desa Teluk Belukar dan sekitarnya.

(10)

Harapan kami, lokakarya dapat menjadi suatu langkah awal untuk tercapainya suatu upaya bersama dalam pengelolaan ekosistem laguna Luaha Talu – yang bermanfaat baik bagi masyarakat Desa Teluk Belukar, Kabupaten Nias bahkan hingga tingkat propinsi.

Selanjutnya, kami mohon arahan dari bapak Bupati dalam hal ini diwakili kepala Bappeda, sekaligus membuka acara ini secara resmi. Sebelumnya, perkenankan kami menyampaikan secara resmi hasil kajian kami dalam bentuk laporan teknis serta booklet mengenai kondisi ekosistem laguna di Desa Teluk Belukar saat ini.

Demikian kami sampaikan laporan ini,

Salam sejahtera – Ya’ahowu

(11)

B. BIMBINGAN & ARAHAN BUPATI KABUPATEN NIAS

(Disampaikan oleh Kepala BAPPEDA Kab. Nias: Ir. Agustinus ZEGA)

BIMBINGAN & ARAHAN BUPATI NIAS

PADA PEMBUKAAN LOKAKARYA UPAYA PENGELOLAAN LAGUNA TELUK BELUKAR SECARA BERKELANJUTAN,

GUNUNGSITOLI – 10 APRIL 2008.

Yang terhormat,

Bapak/ibu narasumber serta para peserta lokakarya.

Selamat Pagi! Salam Sejahtera bagi kita semua! Ya’ahowu

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih, dimana atas anugerah kasih setiaNYA senantiasa menyertai pengabdian kita, sehingga kita dapat bertemu dalam kesempatan yang berbahagia ini dalam rangka Lokakarya Pengelolaan Laguna Teluk Belukar secara berkelanjutan – Hasil Survey dari Wetlands International Indonesia Program di Pulau Nias.

Kami atas nama Pemerintah Kabupaten Nias menyambut baik kegiatan ini dengan harapan kiranya lokakarya ini dapat menghasilkan rumusan-rumusan yang bermanfaat dalam pengelolaan potensi sumberdaya wilayah pesisir khususnya kawasan mangrove secara lestari di Kabupaten Nias.

Bapak/ibu dan hadirin yang berbahagia!

Pasca bencana alam gempa bumi tanggal 28 Maret 2005 yang lalu, sebagaimana kita maklumi bersama membawa dampak yang sangat meluas dalam berbagai aspek dimensi kehidupan masyarakat. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar masyarakat di Kepulauan Nias kehilangan akses dalam memenuhi kebutuhan sosial dasarnya. Salah satu contoh adalah pembalakan hutan mangrove di pesisir pantai, hal ini disebabkan oleh karena tuntutan kebutuhan ekonomi masyarakat yang mendesak tanpa memperhitungkan resiko bencana yang akan dihadapi di masa yang akan datang sebagai dampak dari kerusakan ekosistem.

Untuk menghentikan kerusakan yang terus terjadi sampai saat ini diperlukan langkah-langkah yang terencana, terpadu yang melibatkan masyarakat dalam proses rehabilitasi ekosistem tersebut.

Seiring dengan itu, beberapa kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dalam pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil antara lain:

1. Mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya kelautan pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari berbasis masyarakat,

2. membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir yang disertai dengan penegakan hukum yang ketat,

(12)

4. mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil,

5. memperkuat kapasitas instrumen pedukung bangunan yang meliputi IPTEK, SDM dan kelembagaan,

6. menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumber daya laut dan pulau-pulau kecil.

Bapak/ibu dan hadirin yang berbahagia!

Kompleksnya persoalan kerusakan lingkungan hidup yang kita hadapi saat ini, menuntut komitmen supaya pihak yang ada di daerah ini untuk lebih peduli pada masalah lingkungan hidup.

Dengan kondisi tersebut maka kami berharap kiranya saudara-saudara, dapat melihat secara utuh dan objektif program dan kegiatan yang sudah sedang dan harus segera diperbuat dalam upaya percepatan perbaikan ekosistem mangrove yang ada di Pulau Nias sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek dan dimensi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Bapak/ibu dan hadirin yang berbahagia!

Pemerintah Kabupaten Nias memahami betul arti pentingnya kehadiran berbagai donor dan NGO dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Nias. Berbagai bentuk komitmen yang sudah terlaksana selama ini cukup dirasakan sebagian manfaatnya oleh masyarakat.

Oleh karena itu saya mengajak kita semua untuk mengikuti lokakarya ini dari awal sampai selesai untuk dapat kita jadikan sebagai starting point melestarikan lingkungan dan secara moral bertanggungjawab atas masa depan generasi sekarang dan generasi seterusnya.

Bapak/ibu dan hadirin yang berbahagia!

Akhir kata saya mengcapkan terimakasih kepada Wetlands International Indonesia Program yang telah memprakarsai pelaksanaan lokakarya ini. Dengan memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, acara lokakarya hasil survey Wetlands International Indonesia Program di Pulau Nias, saya buka dengan resmi. Semoga Tuhan yang maha kuasa senantiasa menyertai pengabdian kita.

Atas perhatian Bapak/ibu dan hadirin sekalian, diucapkan terimakasih.

YA’AHOWU !!

Gunungsitoli, 10 April 2008

BUPATI NIAS

dto

(13)

2. Sekilas

Mengenai

Lokakarya

A. JUDUL

Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna Teluk Belukar secara berkelanjutan

B. LATAR BELAKANG

Gempa dan gelombang tsunami pada akhir tahun 2004 telah memberikan pengaruh terhadap Pulau Nias. Pada beberapa bagian terjadi kerusakan, terutama di bagian pesisir pulau ini. Kerusakan tersebut kemudian bertambah setelah gempa bumi yang dasyat kembali terjadi dan sangat keras melanda pulau ini pada akhir bulan Maret 2005. Selain menyebabkan korban jiwa, meluluh-lantakkan sarana dan prasarana, bencana ini juga menyebabkan rusaknya sarana produksi serta terganggunya mata pencaharian masyarakat.

Sejak tahun 2005, berbagai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi telah dilakukan oleh pemerintah, NGO/LSM (baik dari dalam maupun luar negeri) serta berbagai pihak lainnya dengan maksud membangun kembali Pulau Nias di berbagai bidang. Sayangnya, beberapa kegiatan ternyata justru telah memberikan tekanan yang serius terhadap lingkungan. Salah satu contoh adalah ekosistem di sekitar laguna di Desa Teluk Belukar, yang merupakan ekosistem mangrove penting yang masih tersisa di Pulau Nias. Beberapa pengamatan awal menunjukan bahwa pembangunan jalan ke arah Pangkalan Pendaratan Ikan/PPI, telah memberi dampak tekanan akan kebutuhan kayu yang kemudian diambil dari batang-batang bakau disekitarnya. Pembukaan/peningkatan kualitas jalan, disatu sisi menguntungkan (akses transportasi yang menjadi mudah); namun disisi lain dapat memberikan tekanan akibat pembangunan yang mengikutinya, pembukaan hutan/konversi kemudian akan mengancam kelestarian hutan mangrove yang tersisa.

Berdasarkan hasil survey dari Wetlands International Indonesia Program , nilai konservasi dan jasa-jasa lingkungan yang dimiliki ekosistem ini cukup besar; misalnya sebagai pendukung keanekaragaman hayati mangroves dan hewan aquatic, pencegah intrusi air laut ke darat dan sebagai penyimpan (store) maupun penyerap (sequester) karbon, nilai-nilai tersebut belum dipahami oleh masyarakat bahkan mungkin oleh pemerintah setempat. Pengelolaan yang ramah lingkungan serta pembangunan yang berkelanjutan sangat penting untuk diupayakan, untuk menghindari dampak-dampak negatif di masa mendatang.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, Wetlands International Indonesia Program dalam kerangka Proyek Pesisir hijau (Green Coast Project), berupaya untuk mengembangkan Rencana Pengelolaan Ekosistem Teluk Belukar – sebagai salah satu upaya pengelolaan Laguna Teluk Belukar secara berkelanjutan. Lokakarya ini merupakan salah satu bagian dari upaya-upaya tersebut.

C. WAKTU DAN TEMPAT

(14)

D. TUJUAN

Tujuan utama dari lokakarya ini adalah untuk menggalang aksi bersama dalam pengelolaan & pemanfaatan laguna Teluk Belukar secara bijaksana untuk manfaat berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut, diharapkan Lokakarya dapat berfungsi untuk:

• Menyampaikan informasi hasil survey di Laguna Teluk Belukar bagi berbagai pemangku

kepentingan;

• Memberikan wadah bagi berbagai pemangku kepentingan untuk saling berbagi pengalaman;

• Mendorong pelaksanaan praktek-praktek pengelolaan wilayah pesisir yang baik serta

berbagai patokan untuk pemanfaatan wilayah pesisir yang bijaksana;

• Mengkaji berbagai pengalaman dan saran-saran bagi pengelolaan wilayah pesisir secara

bijaksana;

• Pengembangan mekanisme untuk memfasilitasi keterpaduan berbagai kegiatan yang sedang

maupun akan dilaksanakan, secara umum di wilayah pesisir di Nias, secara khusus untuk wilayah laguna di Teluk Belukar.

E. ACARA

Lokakarya akan dilaksanakan dengan menggabungkan antara presentasi-diskusi pleno dan diskusi kelompok, dengan gambaran acara sebagai berikut:

1. Acara pembukaan

2. Presentasi Makalah

• Kebijakan Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil.

• Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dalam Program BRR

• Pembangunan dan Prospek Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di Desa Teluk Belukar.

• Pelaksanaan Proyek Green Coast di wilayah NAD & Nias

• Ekosistem Laguna (Luaha Talu) di Desa Teluk Belukar.

3. Diskusi kelompok

4. Pemaparan hasil diskusi kelompok dan kesimpulan umum

(15)

3. Makalah-Makalah

MAKALAH 1

Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut & Pulau-pulai

kecil/terluar di Kabupaten Nias

Oleh:

Meilinda L. Larosa /BAPPEDA Kab. Nias

A. PENDAHULUAN

Kabupaten Nias merupakan salah satu dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dan terletak disebelah barat Pulau Sumatera yang berjarak ± 85 mil laut dari kota Sibolga. Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Nias adalah 3.495,40 km2 dan termasuk daerah kepulauan yang memiliki 38 buah pulau dan 1 buah diantaranya pulau terluar yaitu Pulau Wunga. Banyaknya pulau yang dihuni penduduk adalah 12 pulau dan yang tidak dihuni sebanyak 26 pulau. Secara administrasi terdiri dari 32 wilayah Kecamatan, 1 Persiapan Kecamatan, 439 Desa dan 4 Kelurahan dengan batas-batas wilayah:

Sebelah Utara : Pulau-pulau Banyak Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(NAD).

Sebelah Selatan : Kab. Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara.

Sebelah Timur : Pulau Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah dan Natal

Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

Sebelah Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Nias dikelilingi oleh laut dengan topografi berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan dengan ketinggian bervariasi antara 0-800m diatas permukaan laut. Kondisi topografi tersebut menyebabkan kota-kota utama dan pusat pemerintahan umumnya dibangun ditepi pantai. Selain perhubungan darat dan udara, Kabupaten Nias di dukung oleh tiga pelabuhan laut sebagai sarana trnasportasi alternatif yang terletak di Kecamatan Gunungsitoli, Sirombu dan Lahewa.

(16)

Pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar di Kabupaten Nias pada prinsipnya secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan berbagai sumberdaya yang tersedia. Karena pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya.

Pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Nias diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan pertumbuhan ekonomi yang dinamis tanpa merusak sumberdaya alam. Dengan asumsi semakin tinggi intensitas pengelolaan yang dilaksanakan akan berdampak pada pemanfaatan sumberdaya dan perubahan-perubahan dilingkungan tersebut. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dalam pengelolaannya.

Proses pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar secara nasional sebagaimana UU 27 Tahun 2007 meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan suatu indikator yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan potensi di Kabupaten Nias.

Pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar di Kabupaten Nias yang hanya berlandaskan pada pengelolaan secara umum menimbulkan beberapa kelemahan antara lain, (1) terbentuknya struktur ekonomi yang sangat rapuh; (2) Ketertinggalan taraf hidup masyarakat, terutama masyarakat pesisir ditengah ketersediaan sumberdaya alam disekitarnya. Pada gilirannya menimbulkan kesenjangan ekonomi.

Demikian halnya juga terjadi secara nasional sebelum tersusunnya suatu kebijakan, mengakibatkan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam diwilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil terluar. Dimana penyebab utama antara lain :

1. Kebijakan pembangunan dimasa lampau lebih diarahkan kepada pembangunan dan pengembangan wilayah darat dan belum optimalnya perhatian Pemerintah terhadap pembangunan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar yang ditandai dengan masih rendahnya kesejahteraan masyarakat didaerah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. Belum tersusunnya suatu kebijakan nasional yang memuat arah, pendekatan dan strategi pengembangan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar yang bersifat menyeluruh dan terintegrasi terhadap fungsi dan peran seluruh stakeholder baik pusat maupun daerah, sehingga penanganannya terkesan bersifat parsial.

B. PERMASALAHAN

1. Potensi sumberdaya wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil belum dimanfaatkan secara optimal;

(17)

C. DASAR PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR, LAUT DAN PULAU-PULAU KECIL/ TERLUAR

Secara nasional kebijakan pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar dapat dilihat pada (1) RPJP (UU No.17 Tahun 2007) yaitu pada Misi ke 7 yaitu: Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan Nasional; (2) RPJM 2004-2009 dimana konsep dasar pembangunan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil diletakkan kerangka pembangunan ekonomi dan sumberdaya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan, yaitu:

1. Menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan;

2. Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang berwawasan kelautan;

3. Mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran;

4. Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.

D. KEBIJAKAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL /TERLUAR DI KABUPATEN NIAS.

1. VISI Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Nias Tahun 2006-2011 yaitu : ’Mewujudkan Nias Baru yang Maju, Beriman, Mandiri dan Sejahtera’

• Maju, berarti berada pada suatu kondisi tingkat perkembangan yang lebih baik

dalam berbagai aspek dan dimensi kehidupan;

• Beriman, berarti suatu perilaku meningkatnya ketaqwaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama dalam perilaku kehidupan sehari-hari;

• Mandiri, berarti berada pada kondisi dimana masyarakat dan daerah memiliki

kehidupan yang sejajar dengan masyarakat dan daerah lainnya dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri melalui pemanfaatan potensi sumber daya yang ada;

• Sejahtera, berarti suatu keadaan kemakmuran yang merata dan berkeadilan

dalam segala aspek dan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

2. MISI ke 5

• Membangun fondasi perekonomian daerah melalui akselerasi penguatan

ekonomi kerakyatan yang berbasis sumberdaya lokal melalui pembangunan sarana dan prasarana/infrastruktur daerah dengan tetap memperhatikan keseimbangan antar daerah.

3. Arah kebijakan dan strategi pembangunan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil/terluar :

• Mengelola dan mendayagunakan potensi sumberdaya kelautan, pesisir dan

(18)

• Membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan

sumberdaya laut, pesisir yang disertai dengan penegakan hUkum yang ketat;

• Merehabilitasi ekosistem yang rusak, seperti terumbu karang, mangrove dan

padang lamun;

• Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah

pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil;

• Memperkuat kapasitas instrument pendukung pembangunan yang meliputi

iptek, SDM dan kelembagaan;

• Menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dan swasta

dalam pengelolaan sumberdaya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.

Rumusan arah kebijakan dan strategi ini dimplementasikan pada usulan rencana program/kegiatan unit kerja terkait dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan yaitu :

• Program pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya kelautan dan

perikanan dengan kegiatan antara lain :

- Peningkatan ketrampilan nelayan dibidang teknologi penangkapan

- Pengembangan sumberdaya manusia (tenaga teknis) untuk pengelola PPI teluk belukar, PPI dan TPI sirombu, BBIP fino dan BBIAT Tetehosi Afia.

• Program peningkatan kesadaran dan penegakan hukum dalam pendayagunaan

sumberdaya laut;

- Penyuluhan perundang-undangan dibidang perikanan dan kelautan

• Program rehabilitasi dan pengembangan kawasan konservasi laut dengan

kegiatan antara lain :

- Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

• Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan kegiatan antara

lain :

- Pembinaan kelompok nelayan.

- Penguatan modal bagi kelompok nelayan. - Pembinaan petani ikan.

• Program pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian

sumberdaya kelautan dengan kegiatan antara lain :

- Pengadaan sarana telekomunikasi HT dan perlengkapan bagi kelompok masyarakat pengawas daerah pesisir Kabupaten Nias.

- Pembentukan kelompok pengawas di wilayah pesisir.

4. Beberapa upaya yang ditempuh dalam pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar di Kabupaten Nias.

Untuk memberhasilkan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Nias secara optimal dan berkelanjutan ditempuh melalui beberapa upaya sebagai berikut :

(19)

NO POTENSI LUAS/ VOLUME SPESIFIKASI KECAMATAN

1 2 3 4 5

1 Pulau 37 buah Pulau-pulau kecil

2 Pulau Terluar 1 Buah Pulau Wunga Afulu

3 Perikanan Tangkap Lestari

6 Terumbu Karang 47,80 km2 Tuhemberua dan Lahewa*

7 Perairan Yang

8 Kelapa 22.257 Ha 23.381 Ton Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Idanoi,

Gunungsitoli Selatan, Lotu, Sawo, Tuhemberua, Gido, Bawolato, Idanogawo, Afulu, Sirombu, Lahewa, Alasa

9 Karet 36.226 Ha 32.878 Ton Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Idanoi, Gunungsitoli Selatan, Lotu, Sawo, Tuhemberua, Gido, Bawolato, Idanogawo, Afulu, Sirombu, Lahewa, Alasa

10 Padi Sawah 5.140 Ha Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Idanoi, Gunungsitoli Selatan, Lotu, Sawo, Tuhemberua, Gido, Bawolato, Idanogawo, Afulu, Sirombu, Lahewa

11 Kakao 3.413 Ha Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Idanoi, Gunungsitoli Selatan, Lotu, Sawo, Tuhemberua, Gido, Bawolato,

(20)

NO POTENSI LUAS/ VOLUME SPESIFIKASI KECAMATAN

1 2 3 4 5

Wisata Bahari

Muara Indah Panorama Pantai

Pantai Karlita Sda

Gunungsitoli Utara Sda

Pantai Laraga Panorama Pantai

Pantai Bunda Sda

Gunungsitoli Selatan Sda

Pantai Bozihona Panorama pantai

Pulau Onolimbu Sda

Idano Gawo

Pantai Nalawo Panorama pantai Bawolato

Pantai Sifahandro Panorama Pantai

Pantai Teluk Bekuang

Sda

Teluk Siabang Teluk Yang Menarik

Sawo

Pantai Lafau Panorama Pantai Lahewa

Toyolawa Perkebunan Kelapa

Pantai Afulu Panorama Pantai

Afulu

Fari’i Faro’a Pulau Karang dan Panorama Pantai

Pulau Asu Panorama Pantai Dan Objek Olah Raga Selancar 13

Pulau Bawa Sda

Sirombu

Keterangan:* Merupakan hasil penelitian Tim CRITC-LIPI Jakarta

• Menyusun arah dan fungsi pengelolaan wilayah pesisir, laut, pulau kecil/terluar

Kabupaten Nias.

o Arah :

a. Pengelolaan dan pendayagunaan potensi Sumber Daya Kelautan, Pesisir, Pulau-pulau Kecil/Terluar secara berkelanjutan dengan berbasis masyarakat;

b. Berorientasi pada kepentingan daerah dan masyarakat.

o Fungsi :

a. Menjadikan laut sebagai lahan/mata pencaharian utama demi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, laut dan pulau-pulau kecil/terluar;

b. Menjadikan pulau terluar menjadi beranda depan Negara Republik Indonesia.

(21)

E. PENUTUP

Kompleksnya persoalan dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau diperlukannya kebijakan pengelolaan komperhensif dan spesifik serta membutuhkan sumberdaya yang sangat besar. Pemerintah Kabupaten Nias menyadari sepenuhnya keterbatasan yang dimiliki. Pemanfaatan dan pengelolaan haruslah senantiasa dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengaturan-pengaturan tidak akan berfungsi efektif tanpa didukung oleh penegakan hukum yang memadai, penyadaran masyarakat dan partisipati aktif dari semua pemangku kepentingan di dalam mewujudkannya.

Demikian pemaparan ini kami sampaikan dengan harapan bahwa kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Nias kedepan dapat lebih baik dan berkesinambungan.

Atas perhatian Bapak/Ibu, kami ucapkan terimakasih … Ya’ahowu

Gunungsitoli, April 2008

KEPALA BAPPEDA KABUPATEN NIAS

Ttd

Ir. AGUSTINUS ZEGA PEMBINA TK I

NIP.080099811

(22)

Peraturan Pemerintah 30/2005 (Blue Print)

Pasal

3 (Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam)

Keputusan Menteri 308/2005

(

Percepatan Proses AMDAL untuk

Rehabilitasi dan Rekonstruksi)

Sistem RAND

UU 5/90 UU 4/92 UU 24/92 UU 23/97 UU 41/99

UU 10/2005 (BRR)

REK ON ST RU K SI ACEH DAN N I AS PASCA T SU N AM I

Prosedur dan Arahan Pengelolaan Lingkungan

Lainnya

Pe ne lit ia n da n Pe ngk a jia n

Y a ng Be rk a it a n de nga n

Lingk unga n Pe m ba nguna n Fisik

Se k t or Lingk unga n K e bija k a n da n Pa ndua n

Pe nge lola a n Lingk unga n

MAKALAH 2

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dalam Program BRR

Oleh:

Saodah Lubis /BRR Direktorat Lingkungan & Konservasi

(23)

A. PRINSIP DASAR REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

1. Orientasi berbasis masyarakat dan partisipatif

2. Pembangunan berkelanjutan

3. Menyeluruh, Terpadu

4. Efisien, transparan, dan akuntable

5. Monitoring and evaluation

6. Mengacu pada UU 18/2001

7. Prioritas pada masyarakat yang terkena langsung oleh tsunami

8. Prioritas pada daerah yang terkena bencana

B. PERANAN BRR :

• FUNGSI KOORDINASI

• FUNGSI IMPLEMENTASI INFRASTRUKTUR STRATEGI

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Untuk Lingkungan dan Sumber Daya Alam

(Peraturan Pemerintah 30/225)

Kebijakan 1: Mengembalikan daya dukung lingkungan dalam mengantisipasi ancaman bencana

Strategy – 1

• Menginformasikan wilayah yang terpolusi dan bahaya Gempa bumi

• Membersihkan wilayah bencana

• Merehabilitasi lahan (darat)

• Merehabilitasi terumbu karang

• Merehabilitasi dan mengembangkan wilayah pesisir berdasarkan tata ruang dan karakteristik

pesisir

• Melindungi fungsi-fungsi kawasan konservasi Merehabilitasi daerah aliran sungai

>> 21 Kegiatan utama

Kebijakan 2: Mengembalikan aktivitas ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam

Strategy - 2

• Memperbaiki dan mengembangkan kegiatan pertanian

• Memperbaiki dan mengembangkan kegiatan perikanan

• Menyediakan material dasar bangunan dari alam yang tidak mengancam lingkungan

(24)

Kebijakan 3: Melibatkan masyarakat dan memanfaatkan Infrastruktur social dan budaya dalam menangani bencana

Strategy – 3

• Membangun sistem peringatan dini

• Mempertinggi kewaspadaan pada bencana

• Keterlibatan masyarakat dalam penanganan bencana

>> 8 Kegiatan utama

Kebijakan 4 : Mengembalikan sistem Kelembagaan Pemerintah: Sektor Pengelolaan

Sumberdaya Alam

Strategy – 4

• Menyempurnakan dan mengisi kebutuhan formasi pegawai (staf ahli dan staf pendukung)

• Memperbaiki tata pemerintahan (tool and pre-tool) Dinas-dinas pengelola sumberdaya alam

dan lingkungan

(25)

MAKALAH 3

Pembangunan dan Prospek Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di

Desa Teluk Belukar, Kecamatan Gunungsitoli Utara

Oleh:

Dalizanolo Hulu /BRR Perwakilan VI Kepulauan Nias

A. PROSPEK PPI

B. TUJUAN

1. Perolehan harga ikan yang layak bagi nelayan secara tunai dan tidak memberatkan pembeli.

2. Pemutusan terhadap ikatan-ikatan yang bersifat monopoli dan monopsoni terhadap pemasaran ikan milik nelayan.

3. Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pungutan retribusi lelang.

4. Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan.

5. Pengembangan usaha koperasi

C. PEMBANGUNAN PPI

1. Pembangunan PPI telah direncanakan sejak tahun 2005, namun pelaksanaan di Tahun 2006.

2. Paket Lanjutan Dermaga PPI (Tahap I Tahun 2006)

a. Perencanaan PPI (2 paket) Rp 256.000.000,-

b. Pengawasan Pembangunan PPI Rp 181.000.000,- (Realisasi 49%)

c. Pembangunan Dermaga PPI Rp 3.757.414.618 (Realisasi 75%)

3. Paket Lanjutan Dermaga PPI (Tahap II Tahun 2007) Rp 2.349.009.000

a. Lanjutan Pembangunan Dermaga PPI,

b. Pembangunan Rumah Dinas Type 36 (2 unit),

c. Kantor Administrasi Pos Satpam (3 Unit),

d. Gudang

e. Toilet Umum

f. Rumah Genset & Jaringan listrik dan

g. Balai pertemuan nelayan

(26)

MAKALAH 4

Pelaksanaan Proyek Green Coast di wilayah NAD & Nias

Penyediaan Dana untuk Peningkatan Pendapatan dan

Rehabilitasi Ekosistem

Oleh:

Muhammad Ilman /Wetlands International Indonesia Program

Merupakan kelanjutan Green Coast Phase I yang sebelumnya dilaksanakan di 5 negara: India, Srilanka, Thailand, Malaysia, Indonesia.

GC-2 hanya dilaksanakan di Indonesia oleh WWF dan WIIP, terdiri dari 8 komponen (A sampai H).

1. Penyediaan dana peningkatan pendapatan masyarakat untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem (A, B)

2. Melanjutkan monitoring kegiatan GC-1 (C)

3. Memberikan masukan bagi pihak terkait dengan rekonstruksi infrastruktur di wilayah yang memiliki ekosistem bernilai penting (D)

4. Pengembangan kegiatan peningkatan kepedulian pada kelestarian alam melalui penyediaan materi pendidikan lingkungan (E)

5. Membentuk kelompok kerja (jaringan) pemantauan kondisi ekosistem pesisir, memperkuat kelembagaannya dan mengembangkan dialog yang lebih erat antar stakeholder rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pesisir (F)

6. Melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk memantau kegiatan rehabilitasi ekosistem baik oleh Green Coast (G)

7. Belajar dari kegiatan rehabilitasi ekosistem yang dilakukan di Aceh dan Nias sehingga diperoleh panduan yang dapat diterapkan di daerah-daerah lain yang sesuai (H).

• Target fisik rehabilitasi diarahkan lebih berbasis ekosistem dengan menanam

berbagai jenis spesies yang sesuai dengan target penanaman jauh lebih besar.

• Pengelolaan dana “peningkatan pendapatan” lebih ketat, kelompok harus mampu

menjalankan lembaga keuangan mikro sehingga dana pinjaman bisa bergulir.

• Jenis usaha ditekankan pada pengaktifan sumberdaya lokal seperti tambak.

• Umumnya ditambah kegiatan penyusunan kesepakatan masyarakat untuk melindungi

(27)

Perkembangan Green Coast 2

Kegiatan Perencanaan Perkembangan

Penanaman mangrove 800 ribu tanaman (Pulau Nias, 60ribu)

570 ribu (25 ribu di nias selatan)

Penanaman tanaman pantai

50 ribu tanaman 45 ribu

Penyusunan peraturan desa

Sekitar 8 desa (2 Pulau Nias)

Tahap konsultasi publik 5 desa

Pengembangan kawasan konservasi desa

Sekitar 7 desa (1 di Nias)

(28)

MAKALAH 5

Ekosistem Laguna (Luaha Talu) di Desa Teluk Belukar

Oleh:

Ferry Hasudungan /Wetlands International Indonesia Program

Luaha, demikian masyarakat di Nias menyebutkan untuk bagian muara sungai. Luaha Talu, merupakan sebutan untuk muara dari dua (2) sungai yaitu, Boe dan Lawu-lawu yang terletak di Desa Teluk Belukar. Muara ini membentuk sebuah laguna yang unik (menyerupai ikan pari) dan dikelilingi oleh vegetasi mangrove serta hutan pantai.

A. DESKRIPSI WILAYAH & AKSESIBILITAS

Desa Teluk Belukar berjarak sekitar 15 Km di sebelah utara Kota Gunung Sitoli, dapat ditempuh dengan kendaraan umum sekitar 20 menit. Kondisi jalan raya dari Gunung Sitoli menuju Desa Teluk Belukar relatif mulus dan nyaman untuk dilalui. Jalan ini diperbaiki setelah bencana gempa yang menimpa Nias pada bulan Maret 2005. Sebelum tahun 2005, desa ini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Tuhemberua, namun pasca pemekaran wilayah pada tahun 2005, desa ini masuk kedalam wilayah Kecamatan Gunung Sitoli Utara.

Desa Teluk Belukar lebih dikenal dengan adanya Muara Indah, sebuah lokasi tujuan wisata domestik yang dikelola oleh Dinas Pariwisata & Budaya bekerjasama dengan pihak swasta.

Untuk mencapai Kota Gunung Sitoli, dari Medan, dapat melalui beberapa cara, yaitu:

1. Perjalanan darat & laut:

• Perjalanan darat dari Medan ke Sibolga, sekitar 8 jam menggunakan travel

(L-300), kemudian dilanjutkan Perjalanan laut dari Sibolga ke Pelabuhan Gunung Sitoli, sekitar 8 jam menggunakan Kapal Ro-ro PT. ASDP atau 3 jam

menggunakan Kapal Cepat.

2. Perjalanan udara:

• Perjalanan Udara dari Polonia Medan ke BINAKA, sekitar 1 jam menggunakan

jasa penerbangan (MERPATI Airlines, SMAC atau Susi Air). MERPATI Airlines memiliki jadwal penerbangan paling banyak yaitu 3 – 4 kali setiap harinya.

B. PENDUDUK

(29)

C. DIMENSI LAGUNA

Berdasarkan pengukuran dari citra landsat tahun 2005, luas permukaan/badan air laguna adalah sekitar 47,4 ha dengan dimensi kurang lebih 616 m x 712m, sementara perkiraan luas vegetasi mangrove disekitarnya adalah 66 ha. Kedalaman laguna yang terdalam berdasarkan pengukuran pada bulan Agustus 2007, adalah 13,8 m.

D. KUALITAS AIR & PERIKANAN

Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa secara umum air laguna Teluk Belukar bersifat asin (pengaruh air laut sangat kuat) dan memperlihatkan adanya pelapisan masa air yang terbalik (inverse stratification). Kondisi demikian terlihat dari semakin tingginya kadar garam di bagian dasar perairan dan juga suhu airnya. Semakin dekat dasar, kandungan oksigen terlarut semakin berkurang sebagai akibat meningkatnya bahan organik (BOD) di dasar, namun demikian kondisi perairan ini masih dalam kondisi yang cukup baik (tidak ada indikasi terjadinya pencemaran bahan organik) untuk mendukung berbagai jasad akuatik di dalamnya.

Dari sisi keanekaragaman planktonnya, di perairan Laguna dijumpai tidak kurang dari 3 kelompok Klas fitoplankton, yaitu: Cyanophyceae, Bacilllariophyceae dan Dinophyceae. Peridinium sp (dari Klas Dinophyceae) dengan kepadatan hingga 6 juta indivindu/m3 air (79% dari total fitoplankton) dan Chaetoceros sp (dari Klas Bacillariophyceae) dengan kepadatan 1,4 juta ind/m3 air (18% dari total fitoplanton) mendominasi perairan ini. Sedangkan untuk zooplankton banyak dijumpai Crustaceae dalam stadia nauplius (kepadatannya sekitar 325,000 ind/m3 air) dan ini tentunya akan menjadi pendukung tingginya potensi perikanan di perairan Teluk Belukar.

Penduduk Desa Teluk Belukar yang tinggal di dekat Luaha Talu, sebagian adalah nelayan. Sebagian lainnya adalah petani (kebun karet, kelapa, coklat) dan pedagang. Jumlah armada nelayan di desa ini adalah 15 unit perahu bermotor kecil (mesin honda, berkekuatan 5 PK) dan 20 unit perahu bermotor besar (Mesin Dongfeng, berkekuatan 13 – 26 PK). Perahu besar umumnya pergi melaut ke laut lepas dan setelah 3-4 hari perjalanan baru kembali ke desa. Sementara perahu kecil biasanya berangkat dini hari dan kembali siang pada hari yang sama, radius jangkauannya pun relatif dekat. Beberapa orang kadang hanya mencari ikan di sekitar Luaha Talu.

Parameter Permukaan Tengah Dasar

Suhu (oC) 29,8 30 30,9

Conductivity (µmhos/cm) 39800 41000 35000

Salinitas (‰) 29,5 30 34,5

pH 7,72 7.86 8,21

O2 (mg/l) 5,83 4.57 2,72

(30)

Jenis-jenis ikan (nama lokal) yang bernilai ekonomis dan sering tertangkap dalam jaring nelayan, antara lain: Balono (sejenis Belanak Mugil sp.); Fina-fina (Upeneus vittatus), Babate (Caranx sp.), Gambrula (Megalops sp.), Lew’u (Gerres sp.), Lawi-lawi (Pseudorhombus sp.), Tetebala (Sphyraena sp.). Untuk ikan berukuran kecil, biasanya dijual dengan ukuran per-ember1 (berkisar antara Rp. 20.000 -50.000,-/ember), sementara untuk ukuran sedang hingga besar biasanya dijual per-kilo tergantung jenisnya.

Selain jenis-jenis ikan, nelayan dan penduduk di sekitar Luaha Talu juga mengumpulkan kepiting bakau dan lokan/kijing (Corbiculidae). Kepiting bakau dengan ukuran besar bernilai ekonomis cukup tinggi, bisa mencapai Rp. 30.000,-/kg.

Sementara itu, Lokan sejenis Corbiculidae (oleh penduduk setempat disebut Bayowu) biasanya dikumpulkan oleh para perempuan dari lantai hutan mangrove yang berlumpur, atau di dasar tepi sungai. Harga jual lokan tidak terlalu tinggi, di desa mereka menjual seharga Rp. 5.000,- untuk 100 keping lokan dari berbagai ukuran. Pembeli biasa datang langsung kepada pengumpul untuk kemudian menjualnya ke kota (Gunung Sitoli). Dalam satu hari, seorang pengumpul dapat mengumpulkan hingga 1.000 keping lokan.

E. VEGETASI

Ekosistem laguna Teluk Belukar terdiri dari dua type vegetasi utama yaitu Hutan Mangrove dan Vegetasi Pantai daratan. Hutan mangrove berada disekeliling laguna dan disepanjang sungai, baik yang menuju ke muara maupun yang menuju ke hulu. Sementara, vegetasi pantai daratan berada di garis depan pantai, tepat di depan hutan mangrove di bagian timur laguna.

Mangrove

Berdasarkan survey vegetasi pada bulan Agustus 2007, di Teluk Belukar terdapat 20 spesies mangrove (mangrove sejati) ini berarti 41,6 % dari total 48 jenis mangrove yang terdapat di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 15 diantaranya adalah jenis pohon sementara 4 jenis lainnya adalah herba (Daftar jenis-jenis mangrove yang ditemukan terlampir.)

Rhizophora apiculata merupakan jenis yang dominan, sementara, Xylocarpus granatum sangat banyak dijumpai dizona belakang hutan mangrove (yang menuju darat/inland). Diantara semua jenis mangrove yang ada, Rhizophora mucronata dan Lumnitzera littorea adalah jenis yang sangat jarang. Selama survey dilakukan, team hanya menjumpai 2 pohon Rhizophora mucronata dan 3 pohon Lumnitzera littorea. Keberadaan kedua jenis ini sangat terancam seiring dengan meningkatnya kegiatan penebangan kayu di hutan mangrove ini.

Vegetasi pantai

Vegetasi pantai tumbuh diatas substrat tanah berpasir disepanjang pantai dan didominasi oleh Cemara laut, Casuarina equisetifolia. Beberapa jenis vegetasi lain yang umum ditemukan antara lain Malapari Pongamia pinnata, Putat laut Barringtonia asiatica, Waru Hibiscus tiliaces, Bintaro Cerbera Manghas, Premna corymbosa, Scaevolia taccada, Gelam tikus Eugenia spicata, Gloichidion spp., Laban Vitex pubescens, Ketapang Terminalia cattapa, Ara Ficus microcarpa, Ficus septica, Dalbergia tamarindifolia, Oncosperma tiggilarium, dan beberapa jenis lainnya.

(31)

Selain kedua tipe vegetasi utama diatas, juga terdapat areal perkebunan yang didominasi oleh komoditas Karet Havea brasiliensis dan Kelapa dalam Cocos nucifera. Sementara di sekitar desa dan pekarangan, dijumpai bermacam-macam jenis tumbuhan antara lain Oroxylon indica, Simalambua Laphopetalum spp, Mahoni Swietenia mahagony, Kuda-kuda Lannea spp., Belimbing wuluh Averhoea bilimbi, Nauclea spp., Jarak pagar Jathropa curcas, Durian Durio zibethinus, Mangga Mangifera indica.

F. KEANEKARAGAMAN SATWA LIAR

Berdasarkan hasil kajian pada bulan Agustus 2007, tercatat 47 species burung ditemukan dan teridentifikasi di Luaha Talu dan daerah sekitarnya. Dari kelompok Herpetofauna tercatat 21 species, termasuk diantaranya 11 species katak/kodok (Anura), sementara itu dari kelompok Mammalia teridentifikasi 8 jenis, antara lain: Bajing Kelapa Callosciurus notatus, Kera ekor-panjang Macaca fascicularis, dan Babi hutan Sus sp.

G. AVIFAUNA

Dari 47 species burung yang ditemukan, tujuh (12) spesies diantaranya merupakan spesies yang dilindungi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Jenis yang dilindungi tersebut berasal dari kelompok burung pemangsa Accipitridae (3 spesies), kelompok raja-udang Alcedinidae (3 spesies), kelompok burung madu (5 spesies) dan Gajahan Numenius spp. (1 spesies).

Burung-pantai Bermigrasi

Penduduk sekitar menyebut kelompok burung ini dengan nama SI’ATE dan ditemukan pada waktu-waktu tertentu saja. Jenis-jenis yang teramati di lokasi survey ada enam (6) species, yaitu: Gajahan Pengala Numenius phaeopus, Biru-laut ekor-blorok Limosa lapponica, Cerek Kalung-besar Charadrius leschenaulti, Cerek Kalung-kecil Charadrius mongolus, Trinil bedaran Tringa cinereus dan Trinil Pantai Tringa hypoleucos. Total jumlah individu yang ditemukan relatif kecil, yaitu sekitar 20 ekor dan sebagian besar ditemukan di bagian muara sungai –dekat dengan areal wisata Pantai Indah.

H. MAMMALIA

(32)

I. HERPETOFAUNA

Dari 21 species yang ditemukan, sebagian besar merupakan Amphibia dari keluarga Anura atau kelompok katak/kodok, yaitu 11 species katak/kodok. Sebagian besar ditemukan dibagian sungai yang berair tawar. Tiga jenis ular ditemukan di daerah ini, yaitu: Cincin Mas Boiga dendrophila, Ular bakau Cerberus rhyncops, dan sejenis ular air Xenochrophis trianguligera.

TALAHO, adalah sebutan masyarakat Teluk Belukar untuk kelompok kodok/katak. Menarik untuk dicermati, karena dari satu nama ini saja, terwakili tidak kurang dari sebelas (11) jenis kodok/katak yang ditemukan di wilayah Desa Teluk Belukar. Hasil tersebut merupakan temuan dari mulai muara Sungai Boe hingga ke bagian hulu. Katak panggul Limnonectes blythi dan Katak hijau Fajervarya cancrivora, merupakan jenis yang umum dan ditemukan hingga bagian muara sungai Boe, yang mulai berair asin/payau. Catatan menarik untuk kelompok katak karena sangat jarang ditemukan hingga ke bagian muara yg berair payau/asin.

BAYAKOMO, sebutan untuk jenis-jenis kadal dakam bahasa Nias. Ada dua (2) jenis kadal yang teramati pada saat survey, yaitu: Mabuya multifasciata dan satu jenis lainnya yang belum teridenfikasi hingga species (Mabuya sp.)

Bunglon Bronchocella christatella dan Kadal terbang Draco volans sumatranus juga teramati dalam lokasi survey, penduduk menyebut kedua jenis reptil ini dengan nama yang sama yaitu: Lowa.

J. POTENSI JASA LINGKUNGAN

Selain keanekaragaman hayati flora-fauna yang terkandung di dalam Laguna Teluk Belukar dan sekitarnya, kiranya tidak berlebihan kalau keberadaan hutan mangrove seluas ± 66 ha di sekeliling laguna kita kaji dari sisi peran dan kemampuannya dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.

Belakangan ini isue akan perubahan klim global dan meningkatnya muka air laut telah merebak keseluruh dunia. Kini banyak orang membicarakan pentingnya fungsi dan manfaat hutan mangrove sebagai benteng daratan terdepan dalam mengantisipasi adanya perubahan iklim, diantaranya:

• Hutan mangrove dapat mengendalikan resiko bencana alam (disaster risks mitigation)

baik yang berasal dari laut (berupa abrasi pantai, badai, gelombang pasang, bahkan tsunami) maupun dari daratan (berupa banjir),

• Hutan mangrove memberikan jasa perlindungan (adaptasi) bagi pemukiman yang

terdapat di belakang hutan mangrove, jika nanti muka air laut meningkat. Karena dengan adanya hutan bakau di depan pantai (yang mampu memerangkap lumpur), maka ke depan akan terbentuk daratan baru yang menjorok ke arah laut dan ini diharapkan akan dapat melindungi daratan lama dibelakangnya jika muka air laut meningkat,

• Hutan mangrove mampu mengendalikan (mitigasi) laju perubahan iklim global akibat

(33)

ha lahan mangrove (Rhizophora apiculata) yang berumur 20 tahun, dengan kepadatan 1975 pohon dan diameter pohon (setinggi dada) rata-rata adalah 122,5 cm, maka tidak kurang dari 114 ton Carbon tersimpan di dalamnya (ini setara 418 ton CO2/ha yang terserap dalam 20 tahun). Jika data Ong ini kita terapkan di kawasan mangrove Teluk Belukar, maka jasa hutan mangrove disini diduga mampu menyimpan karbon sebesar 7.524 ton C (atau setara 27.588 ton CO2).

Dari uraian di atas dapat kita bayangkan berbagai kerugian dan bencana fisik akan dialami, jika kawasan hutan mangrove di Teluk Belukar rusak/sirna.

K. ASPEK KONSERVASI

Bencana akibat gempa & gelombang tsunami pada akhir tahun 2004, serta gempa dasyat pada bulan Maret 2005, tidak secara langsung memberi berpengaruh yang signifikan terhadap kondisi ekosistem di sekitar laguna/Luaha Talu. Namun, dampak dari kegiatan pasca bencana berupa rehabilitasi dan rekonstruksi teramati telah merusak beberapa bagian dari daerah ini. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta wawancara dengan penduduk di sekitar areal survey, teridentifikasi beberapa hal yang baik secara langsung maupun tak langsung mengancam kelestarian keanekaragaman hayati di wilayah survey. Ancaman tersebut, antara lain:

• Gangguan terhadap vegetasi mangrove berupa: penebangan kayu bakau serta

pembukaan bagian hutan mangrove untuk dijadikan jalan ke arah laguna.

• Pembangunan jalan menuju PPI (Pelabuhan Pelelangan Ikan): kegiatan ini secara

langsung maupun tidak langsung telah mempermudah akses untuk memasuki kawasan bervegetasi mangrove. Kebutuhan kayu-kayu cerucuk untuk penahan tanah di tepi jalan (agar tidak longsor) juga diambil dari vegetasi mangrove disekitar Luaha Talu.

• Pembukaan areal wisata baru yang dikelola oleh pihak swasta dengan aktivitasnya

yang menghasilkan dampak seperti: sampah wisata (jika tidak dikelola dengan baik) berpotensi mencemari laguna.

Keunikan Laguna Luaha Talu (Teluk Belukar), potensi wisata berupa bentang alam/landscape dan panorama indahnya, keanekaragaman hayati dan manfaat/jasa lingkungan hutan mangrove ditinjau dari sudut perubahan iklim, hutan pantai serta komponen–komponen didalamnya telah tergambarkan diatas dengan jelas, demikian juga halnya dengan berbagai potensi acaman terhadap daerah ini.

Dari uraian di atas, tampak adanya dua sisi keinginan yang saling berhadapan, yaitu antara keinginan untuk melestarikan dan keinginan untuk memanfaatkan. Yang terakhir ini, jika tidak direncanakan dengan baik maka akan berpotensi merusak/menghilangkan nilai-nilai fungsi dan manfaat yang terkandung di dalam kawasan Teluk Belukar. Dan jika ini sampai terjadi maka bencana ke depan tidak diragukan lagi akan menimpa kawasan Desa Teluk Belukar dan sekitarnya.

(34)

LAMPIRAN: Spesies mangrove yang dijumpai di Teluk Belukar

No Spesies Nama lokal Family Kelimpahan

Kelompok Pohon

1 Rhizophora apiculata Tongo sowa’a Rhizophoraceae +++++

2 Rhizophora mucronata - Rhizophoraceae +

3 Xylocarpus granatum Maramba batu Meliaceae +++

4 Ceriops decandra Langade Rhizophoraceae ++

5 Ceriops tagal - Rhizophoraceae ++

6 Aegiceras corniculatum Tongo lada Myrsinaceae ++

7 Scyphiphora hydrophyllacea - Rubiaceae ++

8 Sonneratia caseolaris Meramba pinang Sonneratiaceae +

9 Sonneratia alba - Sonneratiaceae ++

10 Bruguiera gymnorriza Tongo saite Rhizophoraceae ++

11 Bruguiera cylindrica - Rhizophoraceae ++

12 Lumnitzera littorea Tongo kelera Combretaceae +

13 Avicennia marina Meramba bunga Avicenniaceae ++

14 Dolichandrone spathacea Du’u gerbau Bignoniaceae ++

15 Nypa fruticans Palmae ++

16 Heritiera littoralis - Sterculiaceae +++

Kelompok semak (Herbs)

17 Acanthus ebracteaus Acanthaceae ++

18 Acanthus ilicifolius Acanthaceae ++

19 Acrostichum aureum Pteridaceaea ++

20 Acrostichum speciosum Pteridaceaea ++

Keterangan : +++++ = Dominan ++++ = Banyak +++ = Sedang

(35)

4

. Diskusi

Kelompok

Kelompok 1. Kebijakan & Kelembagaan

Fasilitator: Riama Napitupulu (P3MN)

Notulensi: Irwansyah Reza Lubis (WIIP)

Anggota Kelompok:

• Dede Adam BRR – Direktorat Lingkungan & Konservasi

• Edison Lase BRR - Perwakilan Nias/ LSM Forbes

• F. Waruwu Dinas Pariwisata & Budaya Kab. Nias

• Yusniar Zebua, SE Badan Pemberdayaan Masyarakat Kab. Nias

• Yeroeinu Telaumbanua Dinas Kimpraswil

• Haposan Simbolon Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nias

• Fangaro Ziliwu Kecamatan Gunung Sitoli Utara

• Y. Mendrofa Kepala Desa Teluk Belukar

• Andreas S. UNDP

• Asari Buleloto Bag, HUMAS SETDA Nias

Hasil & Rekomendasi dari Kelompok 1:

Kearifan lokal:

1. Dulu dari Dep. Kehutanan menghimbau jika tebang 1 bakau, harus menanam kembali 5 batang bakau,

2. Tanah kepemilikan di luahu talu merupakan tanah ulayat (kenyataan dikuasai perorangan/keluarga),

3. Tidak ada kelompok yang memberikan perhatian khusus untuk kelestarian TB, juga tidak ada peraturan (desa),

4. Status: 50m dari tepi laguna dirawat (?),

5. Tidak ada koordinasi antara instansi terkait,

6. Tidak ada perda untuk melindungi kawasan ini.

Pelaksanaan kebijakan:

1. Saat ini menjadi sulit, karena tidak ada perda/aspek hukum yang menaunginya,

(36)

3. Pemerintah diharapkan memberikan solusi misalnya dengan membentuk koperasi nelayan, LKMD (atau suatu wadah yang dapat menampung aspirasi upaya pengelolaan secara berkelanjutan di tingkat desa?),

4. Pada tahun 2006 ada kelompok yang dibentuk oleh COREMAP, sayangnya panduan teknis tidak tepat/sesuai (dengan kondisi masyarakat setempat) sehingga program gagal,

5. UPT dan DKP, Pariwisata, Kehutanan, ETSP (sedang buat perahu) Æ instansi terkait, 6. DKP bekerjasama dengan LSM untuk melakukan penghijauan

7. DKP mengajukan peraturan pengelolaan teluk belukar.

Kendala Kebijakan:

1. Perbedaan persepsi,

2. Tidak ada perda,

3. Anggaran,

4. Belum ada identifikasi mengenai potensi TB (sebelum kajian WIIP),

5. Kurang sosialisasi dan keterlibatan masyarakat.

Yang harus dilakukan:

1. Peraturan Daerah (Bupati) untuk mengatur pengelolaan TB

2. Pembuatan RTR (Rencana Tata Ruang) TB yang dituangkan dalam Tata Ruang Daerah

3. Penguatan peraturan mengenai penanganan limbah

4. PPI TB dikelola oleh swasta kerja sama dengan LSM

5. Adanya wadah yang terdiri dari berbagai pihak tokoh masyarakat, masyarakat, dll.

6. Penamaan ditekankan jadi Luaha Talu.

Pertanyaan I

• Adanya peraturan di Tingkat 1, lebih tepat jika ada aturan di tingkat daerah - karena

(37)

Kelompok 2. Rehabilitasi & Livelihood

Fasilitator: Samsulbahri Sembiring (Dinas Kelautan & Perikanan)

Notulensi: Muhammad Ilman (WIIP)

Anggota Kelompok:

• Marthin Luther Zendrato BAPPEDA Kabupaten Nias

• Yusniar Zebua, SE Badan Pemberdayaan Masyarakat

• Helumbowo Zendrato Pengelola Muara Indah

• Dorothea Telaumbanua, SE. BAPPEDA Kabupaten Nias

• Faozanolo Hulu, SE Dinas Pertanian & Kehutanan Kab. Nias

• Megawandi TRH AUSTCARE

• Buttiar Wahana Lestari

• Sabarniati Zega Binaswadaya

• Alfian Harefa BAPPEDA Kabupaten Nias

• Honazawulo Lase BAPPEDA Kabupaten Nias

Hasil & Rekomendasi dari Kelompok 2:

1. Rehabilitasi berupa penanaman tidak perlu diprioritaskan karena secara alami sudah tumbuh kembali.

2. Jika ada dana rehabilitasi sebaiknya diarahkan ke pengembangan mata pencaharian masyarakat.

3. Livelihoods difokuskan pada dua hal yaitu:

• Perikanan (nelayan dan budidaya)

• Pariwisata

• Pengembangan perkebunan/pertanian

4. Alternatif lain adalah pertanian di lahan kosong yang relatif jauh dari mangrove dan pembuatan kerajinan tangan.

5. Pilih anggota masyarakat yang benar-benar sesuai mata pencaharian

6. Pilihan besar dan kecil jumlah anggota kelompok ada kelemahan dan kelebihan.

7. Kelompok besar akan berjalan efektif jika kebersamaan saling terjaga dan terjadi persaingan sehat.

8. Kelompok kecil akan lebih mudah dikelola dan tanggung jawab lebih jelas.

(38)

Kelompok 3. Pemanfaatan & Pelestarian

Fasilitator: Nana Firman (WWF Indonesia)

Notulensi: Fazedah Nasution (WWF Indonesia)

Anggota Kelompok:

• Toro Mendrofa Perwakilan masyarakat dari Desa Teluk Belukar

• Ernibadi Mendrofa Yayasan Rajawali

• Yamani Waruwu Binaswadaya

• Sdr. Halawa, ST, M.Si. Dinas Kimpraswil

• Rosmeyni Harefa, SE BAPPEDA Kabupaten Nias

• Hester Smidt OXFAM – Novib, Banda Aceh

• Meilinda L. Larosa BAPPEDA Kabupaten Nias

Hasil & Rekomendasi dari Kelompok 3:

Status Teluk Belukar?

• bukan kawasan lindung

• 500 m

• 3 marga

• Luaha Talu Æ pemulihan • Nama: site fatö, Tölu Balugu

• Sepuluh tahun lalu sudah pernah ada rancangan untuk pariwisata

• Kepemilikan tanah (status – kepemilikan individu), sudah ada yang dijual (1 ha = 1

juta).

Kendala pemanfaatan:

• Tidak ada koordinasi dalam pengelolaan,

• Pemanfaatan masih bersifat individual (ambisi masing-masing),

• Ecoturisme bukan hal yang menarik bagi masyarakat Nias, hanya bagi orang

masyarakat luar

(39)

Kondisi sosial saat ini

• Kurang harmonis – ada pengelompokan antar kelompok masyarakat

• Transparansi dari aparat desa sangat terbatas, informasi cenderung tidak tersebar

merata - ada kecenderungan berpihak pada kelompok tertentu.

USULAN

• Aturan desa saat ini belum ada yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan

secara terpadu untuk wilayah di Teluk Belukar.

• Ketegasan aturan dengan melibatkan masyarakat,

• Pembentukan suatu wadah/kelembagaan yang diakui baik di tingkat masyarakat

(40)

5. Kesimpulan

&

Rekomendasi

Lokakarya bertajuk ”Upaya Pengelolaan Ekosistem Laguna di Teluk Belukar secara berkelanjutan”, telah dilakukan selama satu hari penuh, pada tanggal 10 April 2008 di Ruang Pertemuan – Hotel OLAYAMA, Gunungsitoli – Kab. Nias. Sejumlah 44 peserta hadir dan terlibat aktif dalam lokakarya ini, yang mewakili unsur-unsur: Pemerintahan Kabupaten Nias (dinas/badan yang terkait), BRR, NGO/LSM national-lokal serta international yang memiliki kegiatan di Nias, juga hadir aparat desa serta tokoh-tokoh masyarakat dari Desa Teluk Belukar.

Hal-hal yang terangkum dan disepakati dalam lokakarya ini, yaitu::

A. KESIMPULAN

• Segenap pihak yang berkepentingan yang hadir dalam lokakarya, menyadari akan

penting pengelolaan ekosistem Laguna Teluk Belukar yang kemudian disepakati untuk disebut Ekosistem Luaha Talu, secara terpadu dan berkelanjutan.

• Koordinasi antar instansi di lingkup pemerintah daerah dalam pengelolaan Ekosistem

Luaha Talu perlu ditingkatkan untuk mendukung hal tersebut.

• Perlunya suatu Peraturan Daerah untuk menguatkan Undang-undang yang telah ada,

dalam upaya pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Nias secara umum, dan secara khusus untuk Ekosistem Luaha Talu di Desa Teluk Belukar.

• Perlunya menyusun rencana pengelolaan Ekosistem Luaha Talu yang kemudian

dimasukannya kedalam Rencana Umum Tata Ruang Daerah, Kabupaten Nias.

• Perlunya penegasan status kepemilikan lahan yang mendukung upaya pengelolaan

Ekosistem Luaha Talu yang berkelanjutan

• Perlunya suatu wadah/lembaga yang secara khusus mendukung upaya pengelolaan

Ekosistem Luaha Talu, yang dapat mewakili semua pihak yang berkepentingan.

B. REKOMENDASI

• Perlu adanya aturan desa untuk mendukung upaya pengelolaan Ekosistem Luaha

Talu.

• Pembentukan wadah/lembaga yang menjadi mitra pemerintah dalam pelaksanaan

pengelolaan Ekosistem Luaha Talu yang berkelanjutan.

• Sosialisasi lebih lanjut tentang upaya pengelolaan Ekosistem Luaha Talu, sehingga

dapat menjangkau banyak pihak.

• Pengelolaan PPI harus diupayakan untuk sedikit mungkin mengakibatkan gangguan

terhadap Ekosistem Luaha Tahu, serta diharapkan dapat melibatkan unsur masyarakat Desa Teluk Belukar.

• Mencari alternatif mata pencaharian lain di bagian kawasan yang tidak mengganggu

(41)

Lampiran-Lampiran

Pembukaan (Protokoler - BAPPEDA)

Laporan Panitia Pelaksana Arahan & Pembukaan BUPATI Nias

10.00 – 10.15 Coffee Break

Sesi Makalah (Moderator: Dorothea Telaumbanua, SE./ BAPPEDA Kab. Nias)

10.15 – 11.30 Kebijakan Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil

(Meilinda L. Larosa /BAPPEDA Kab. Nias)

10.31 – 11.45 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dalam Program BRR

(Saodah Lubis /BRR Direktorat Lingkungan & Konservasi)

10.46 – 11.00 Pembangunan dan Prospek PPI di Desa Teluk Belukar

(Dalizanolo Hulu /BRR Perwakilan Nias)

11.01 – 11.15 Pelaksanaan Proyek Green Coast di wilayah NAD & Nias

(Muhammad Ilman /Wetlands International Indonesia Program)

11.16 – 11.30 Ekosistem Laguna (Luaha Talu) di Desa Teluk Belukar

(Ferry Hasudungan /Wetlands International Indonesia Program)

11.30 – 12.00 Tanya Jawab

12.00 – 12.30 Penjelasan dan pembagian kelompok (Irwansyah Reza Lubis, MSc.)

12.30 – 13.30 ISHOMA

13.30 – 15.00 Diskusi kelompok

Kelompok I : Kebijakan & Kelembagaan (Fasilitator: Riama Napitupulu) Kelompok II : Rehabilitasi & Livelihood (Fasilitator: Syamsulbahri Sembiring) Kelompok III : Pemanfaatan & Pelestarian (Fasilitator: Nana Firman)

15.00 – 15.15 Coffee Break

15.16 – 16.50 Laporan Diskusi Kelompok (Perwakilan masing-masing kelompok)

16.50 Kesimpulan umum & Penutupan (Ferry Hasudungan /WIIP)

(42)

LAMPIRAN 2. Daftar Peserta yang Hadir dalam Lokakarya

No. Nama Instansi/asal lembaga No. Kontak/ email

1 Agustinus Zega, Ir. BAPPEDA Kabupaten Nias

2 Alfian Harefa BAPPEDA Kabupaten Nias

3 Amoni Mendrofa Desa Teluk Belukar HP: 081396248040

4 Andreas S. UNDP HP: 081362613696

5 Asari Buleloto Bag. HUMAS SETDA Nias

6 Buttiar Wahana Lestari HP: 081365941009

7 Dalizanolo Hulu BRR - Perwakilan Nias -

8 Dorothea Telaumbanua, SE. BAPPEDA Kabupaten Nias HP: 08126302090

9 Edison Lase BRR - Perwakilan Nias HP: 085296712820

10 Elyson Lase WORLD Harvest HP: 085275954028

11 Ernibadi Mendrofa Yayasan Rajawali HP: 081396069837

12 Evan BRR - Perwakilan Nias -

13 Faboo Waruwu Dinas Pariwisata & Budaya Kab. Nias HP: 081396706485

14 Fangaro Ziliwu Kecamatan Gunung Sitoli Utara

15 Faozanolo Hulu, SE Dinas Pertanian & Kehutanan Kab. Nias HP: 08126262888

16 Fenueli Zalukhu BRR - Perwakilan Nias HP: 08129392000

17 Haposan Simbolon Badan Pertanahan Nasional - Kabupaten Nias

HP: 081370153396

18 Helumbowo Zendrato (Ama Gawati)

Pengelola Muara Indah HP: 085262896250

19 Honazatulo Laia BAPPEDA Kabupaten Nias

20 Marthin Luther Zendrato BAPPEDA Kabupaten Nias

21 Megawandi TRH AUSTCARE HP: 081370488438

22 Meilinda L. Larosa BAPPEDA Kabupaten Nias

23 Nuski Caniago Dinas Kelautan & Perikanan Kab. Nias -

24 Oktameyer LSM - ASRI

25 Riama Napitupulu LSM - P3MN HP: 081375760069

26 Rosmeyni Harefa, SE BAPPEDA Kabupaten Nias HP:

27 Sabarniati Zega Binaswadaya HP: 08126266697

28 Samsulbahri Sembiring Dinas Kelautan & Perikanan Kab. Nias HP: 081361585019

29 Sdr. Halawa, ST, M.Si. Dinas Kimpraswil

30 Toro Mendrofa, SH Desa Teluk Belukar HP: 081310876361

31 Yamani Waruwu Binaswadaya

(43)

No. Nama Instansi/asal lembaga No. Kontak/ email

34 Yerveinu Telaumbanua Dinas Kimpraswil HP: 081361291469

35 Yusniar Zebua, SE Badan Pemberdayaan Masyarakat Kab. Nias

HP: 081361205174

36 Dede Adam BRR – Direktorat Lingkungan & Konservasi HP: 081973738899

37 Fazedah Nasution WWF Indonesia - Kantor Banda Aceh HP: 081315800396

38 Hester Smidt Perwakilan OXFAM N(o)vib

39 Nana Firman WWF Indonesia - Kantor Banda Aceh nfirman@wwf.or.id

40 Saodah Lubis BRR – Direktorat Lingkungan & Konservasi HP: 0811681472

41 Muhammad Ilman WIIP – Perwakilan NAD & Nias

42 Irwansyah Reza Lubis WIIP Bogor

43 Ferry Hasudungan WIIP Teluk Belukar

44 Karta Surya Telaumbanua WIIP Teluk Belukar

Keterangan:

(44)

LAMPIRAN 3. NOTULENSI - Diskusi/Tanya jawab pada sessi makalah

12.25 WIB: Syamsulbahri Sembiring (Dinas Kelautan & Perikanan)

Tanya:

1. Mengenai PPI, apa yang menjadi latar belakang penentuan lokasi PPI di Desa Teluk Belukar?

2. Mengapa BRR di Nias tidak ada yang menangani bagian lingkungan?

12.27 WIB: Faozanolo Hulu, SE (Dinas Pertanian & Kehutanan)

Informasi: yang saat ini terjadi adalah dilemma antara pembangunan dan pelestarian. Dalam upaya pelestarian, Dinas Pertanian & Kehutanan melalui Proyek GNRHL telah melakukan penanaman bakau pada tahun 2005 sebanyak 132.000 bibit dan selanjutnya akan dilakukan pemeliharaan serta penyulaman sebanyak 10 % (13.200 bibit) untuk tahun 2008). Jadi untuk rahabilitasi telah dilakukan oleh GNRHL.

Saran: pembangunan harus disesuaikan tata ruang supaya tidak ada masalah di kemudian hari.

12.30 WIB: Riama Napitupulu (P3MN)

Tanya:

1. Mengenai PPI, apa yang menjadi latar belakang penentuan lokasi PPI di Desa Teluk Belukar?

2. Apakah sudah dilakukan kajian, bagaimana nilai ekonomis dari PPI ini dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan?

12.32 WIB: Andreas Suwito (UNDP)

Tanya:

1. Mengenai pengaruh pembangunan PPI: UPL-UKL sudah ada? Apakah akan disiapkan unit pengelola tersendiri?

2. Mengenai kajian lingkungan yang dilakukan WIIP, sejauh mana dampak positif dari kelestarian mangrove terhadap wilayah disekitarnya, serta bila mangrove rusak – sejauh mana pengaruh negatifnya?

(45)

12.34 WIB: Fenueli Zalukhi (BRR Regional Nias)

Informasi tambahan:

• Saat kami masuk ke Nias, DIPA yang diberikan sudah jadi, jadi BRR hanya bisa

melakukan justifikasi karena DIPA tidak bisa diganggu-gugat. Pembangunan PPI telah melalui kajian – dan merupakan rangkaian program perikanan, termasuk diantaranya program penyediaan 300 unit kapal dengan bobot 3GT untuk mendukung potensi perikanan di Kab. Nias. Sayangnya, program pengadaan kapal tersebut gagal – dan mengalami kendala hingga dihentikan.

• Selanjutnya ada dana MDF sekitar 22 – 26 juta USD akan menindak lanjuti kegiatan

pasca-BRR. Mungkin ini dapat diakses untuk mendukung upaya pengelolaan ekosistem luaha Talu secara berkelanjutan, terutama dalam penguatan ekonomi masyarakat disekitar.

• Untuk BRR Direktorat Lingkungan agar dapat mengakomodasi kebutuhan akan

pelatiha AMDAL untuk Kab. Nias (pelatihan dan beasiswa?).

Jawaban:

1. Dalizanolo Hulu (BRR Regional Nias):

• Pemerintah Daerah (kabupaten) yang mengusulkan penempatan daerah/lokasi PPI

tersebut. Dan menyediakan lahan yang dibutuhkan yang cukup luas – lahan tersebut merupakan hibah.

• UKL/UPL tidak dipertimbangkan mengingat target realisasi serta tahapan kerja BRR

(masih merupakan acuan kondisi darurat)

2. Meilinda L. Larosa (BAPPEDA Kab. Nias):

• Pengelolaan TB diharapkan dapat dimasukan dalam RUTR Kab. Nias – namun

masalahnya saat ini RUTR masih belum definitif. Harapannya agar pasca-lokakarya ini dapat dikawal hingga masuk dalam RUTR.

• Jika berfungsi – dan diperlukan, maka akan dipertimbangkan untuk dibentuk suatu

UPT tersendiri.

3. Saodah Lubis (BRR Direktorat Lingkungan):

• Mengapa di NAD lebih banyak program lingkungan, hal ini mengingat kerusakan yang

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut diketahui bahwa dalam penentuan strategi terdapat dua hal yang tidak boleh terlewatkan sebelum membangun sebuah strategi, dimana kedua hal tersebut

ABSTRAK: Pada zaman yang telah modern ini masyarakatnya mulai melupakan budaya setempat dan lebih condong kepada budaya luar dengan alasan budaya setempat sudah ketinggalan zaman

Pendekatan yang dilakukan untuk proses pembuatan media sosialisasi ASI yaitu melalui pendekatan kualitatif. Tahap penelitian kualitatif yaitu 1) Pelaksanaan awal

Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran biologi dengan penerapan strategi

Laba bersih operasi yaitu laba yang diperoleh semata-mata dari hasil aktivitas operasional perusahaan sehari-hari, yang merupakan hasil yang diperoleh dari hasil penjualan

Seksi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Kasi. Kasi mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, program dan kegiatan serta

Kegiatan praktik mengajar dilaksanakan mulai dari tanggal 19 Agustus 2015. Praktik mengajar dilaksanakan sesuai jadwal yang ditentukan mahasiswa dan pihak sekolah

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh pola asuh dan