RESUME MATERI PERKULIAHAN
SEMESTER PENDEK DALAM
MATAKULIAH HUKUM KELUARGA DAN
WARIS KUHPERDATA
Dosen Pengajar
DEWI MAYANINGSIH, S.H., M.H
Penulis:
INSANUL HAKIM IFRA
1133050067
ILMU HUKUM
SEMESTER VI
RESUME
A. Legitimie Portie
Menurut Pasal 913 KUHPerdata yang dimaksud dengan Legitimie Portie adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris, garis lurus menurut ketentuan undang-undang, terhadap mana yang si meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang maish hidup, maupun selaku wasiat.
Jadi, pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah kepada seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak boleh melanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli waris berdasarkan Undang-Undang tersebut. Prinsip Legitimie Portie menentukan bahwa ahli waris memiliki bagian mutlak dari peninggalan yang tidak dapat dikurangi sekalipun melalui surat wasiat si pewaris.
Bagian mutlak atau Legitimie Portie untuk ahli waris dalam garis ke bawah, berdasarkan Pasal 914 KUHPerdata adalah:
1. Jika pewaris hanya meninggalkan 1 orang anak sah, maka
Legitimie Portie nya adalah setengah dari bagiannya menurut undang-undang
2. Jika meninggalkan dua orang anak, maka besarnya Legitimie Portie adalah dua pertiga dari bagian menurut undang-undang dari kedua anak sah tersebut
3. Jika meninggalkan tiga orang anak sah atau lebih, maka besarnya Legitimie Portie adalah tiga perempat dari bagian para ahli waris tersebut menurut ketentuan undang-undang Untuk ahli waris dalam garis ke atas (orang tua, kakek/nenek pewaris), besarnya Legitimie Portie menurut ketentuan Pasal 915 KUHPerdata, selamanya setengah dari bagian menurut undang-undang
konsep dari Legitimie Portie tersebut baru berlaku kalau dituntut. Kalau para ahli waris sepakat dan tidak mengajukan tuntutan terhadap berkurangnya bagian mutlak mereka tersebut, maka wasiat ataupun pembagian waris yang melampaui LP tersebut tetap berlaku
a) Orang tersebut harus merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah. Mereka inilah yang disebut dengan
“Legitimaris”. Jadi, dala hal ini kedudukan suami/isteri adalah
berbeda dengan anak-anak dan orang tua pewaris
b) Orang tersebut harus ahli waris menurut UU (ab intestato). Melihat syarat tersebut tidak semua keluarga dalam garis lurus memiliki hak atas bagian mutlak. Yang memiliki hnayalah mereka yang juga ahli waris menurut UU (ab intestato)
c) Mereka tersebut, walaupun tanpa memperhatikan wasiat pewaris merupakan ahli waris secara UU (ab intestato)
B. Pengaturan dan Pengertian Hukum Waris
Hukum waris diatur dalam Buku II BW (Pasal 830-1130). Adapun pengertian hukum waris adalah semua kaidah hukum yang mengatur perihal harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekyaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.
C. Harta Kekayaan Pekawainan
Harta kekayaan perkawainan atau harta bersama adalah harta benda atau hasil kekyaan yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan. Meskipun harta tersebut diperoleh dari hasil kerja suami saja, isteri tetap memiliki hak atas harta bersama
Harta bersama inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai harta peninggalan (warisan) yang akan di bagi kepada ahli waris setelah pewaris meninggal dunia
D. Ahli Waris dan Cara Pembagian Waris Berdasarkan UU
Ahli waris baru dapat mewaris harta peninggalan pewaris setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 830 BW). Ringkasnya, yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Sehingga apabila dimasukkan dalam kategori, maka berhak mewaris adalah:
1) Golngan I adalah: suami/isteri yang masih hidup terlama dan anak-anak serta cucu (keturunan) pewaris (dalam hal anak (Pasal 854 BW).golongan II ini baru bisa mewaris hata pewaris dalam hal golongan I tidak ada sama sekali. Jadi apabila masih ada ahli waris Golongan I, maka Golongan I tersebut “menutup” golongan di atasnya. Masing-masing mendapat 1 /
4
bagian. Pada prinipnya bagian orangtua tidak boleh kurang dari
1
/4
3) Golongan III adalah: keluarga dalam garis lrus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris. Contohnya: kakek dan nenek pewaris, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Mereka mewaris dalam hal ahli waris Golongan I dan Golongan II tidak ada. Pembagiannya dipecah menjadi 1 /
2 bagian untuk garis ayah dan 1
/2 bagian untuk garis ibu
4) Golongan IV adalah: paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi
warisan secara langsung dari pewaris. Namun dimungkinkan bagi anak angkat tersebut untuk menerima warisan dengan cara pemberian Hibah atau “Hibah wasiat” (Pasal 874 BW)
E. Asas-Asas Pewarisan
Adapun asas-asas hukum kewaisan adalah adalah sebagai berikut: 1. Asas Kematian
Asas ini diatur berdasarkan pada Pasal 830 KUHPerdata; “Perwarisan hanya berlangsung karena kematian”. Dengan berpedoman pada ketentuan pasal di atas berarti tidak akan ada proses pewarisan dari pewaris ke ahli waris kalau pewaris belum meninggal
2. Asas Hubungan Darah Dan Hubungan Perkawinan
Asas ini terdapat dalam Pasal 832 ayat (1) dan Pasal 852 a KUHPerdata. Asas hubungan darah merupakan salah satu asas yang esensial dalam setap sistem hukum kewarisan, karena faktor hubungan darah dan hubungan perkawinan menentukan kedekatan seseorang prinsip di atas, maka yang berhak mewaris hanyalah keluarga yang lebih dekat dengan pewaris, sekaligus menentukan pula bahwa keluarga yang paling dekat derajatnya dari pewaris akan menutup hak mewarisnya bagi keluarga yang lebuh jauh
4. Asas Pergantian Tempat (Plaatsvervulling)
Mengingat asas ini merupakan penerobosan atas ketentuan yang mengatakan bahwa “yang berhak menerima warisan haruslah ahli waris yang masih hidup pada waktu si pewaris meninggal dunia (Pasal 836 KUHPerdata)
5. Asas Individual
masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perseorangan, sehingga dalam pelaksanaan seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai dan setiap ahli waris berhak menurut kadar begiannya tanpa harus terikat dengan ahli waris lainnya.
6. Asas Bilateral
Asas ini berarti seseorang tidak hanya mewarisi dari garis bapak saja, akan tetapi juga mewaris menurut garis ibu, demikian juga dari saudara laki-laki maupun saudara perempuan. Asas ini memberi hak dan kedudukan yang sama antaa anak laki-laki dan perempuan dalam hal mewaris
7. Asas Segala Hak Dan Kewajiban Pewaris Beralih Kepada Ahli Waris Yang dimaksudkan segala hak dan kewajiban pewaris dalam asas ini adalah hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, “layak kalau BW mengenal tiga macam sikap dari ahli waris terhadap harta warisan, dan dapat memilih salah satu dari tiga sikap, yaitu: a). Menerima seluruhnya menurut hakikat yang tersebut dalam BW (hak dan kewajiban); b). Menerima dengan syarat yaitu, hutang-hutangnya; dan c). Menolak menerima harta warisan
F. Mewaris Berdasarkan Surat Wasiat
Mewaris berdasarkan surat wasiat (testament) adalah: pernyataan kehendak pewaris mengenai apa yang dikehendaki agar terjadi dengan hartanya sesudah seseorang itu meninggal dunia
Pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah kepada seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak boleh melanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli waris berdasarkan Undang-Undang tersebut. Prinsip Legitimie Portiemenentukan bahwa ahli waris memiliki bagian mutlak dari peninggalan yang tidak dapat dikurangi sekalipun melalui surat wasiat si pewaris
G. Pewarisan dalam Hal Adanya Anak Luar Kawin