• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subjek Hukum Internasional (1) subjek hukum ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Subjek Hukum Internasional (1) subjek hukum ekonomi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Subjek Hukum Internasional adalah pemegang (segala) hak dan kewajiban yang telah ditentukan di dalam Hukum Internasional itu sendiri. Subjek Hukum Internasional dapat pula diartikan sebagai pengemban hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diatur di dalam suatu kaidah Hukum Internasional.

Salah satu yang menjadi subjek Hukum Internasional adalah negara yang merdeka dan berdaulat, artinya haruslah negara yang berdiri sendiri dan tidak tergantung kepada keberadaan negara lain. Namun dikarenakan oleh zaman yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan, maka baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan pengaruh pula terhadap subjek Hukum Internasional. Pengaruh yang dimaksud tersebut adalah munculnya berbagai macam subjek Hukum Internasional selain negara (non-state actor).

Sebagai pengemban hak dan kewajiban yang bersifat internasional, maka para subjek Hukum Internasional sekiranya harus memberikan perhatian yang cukup serius terhadap pemahaman mengenai apa yang menjadi haknya dan apa pula yang menjadi kewajibannya. Pemahaman mengenai hak dan kewajiban tersebut dirasakan sangat penting terkait dengan dalam hal pada saat para subjek Hukum Internasional mengadakan hubungan dengan negara-negara lain.

(2)

BAB II

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui macam-macam subjek Hukum Internasional

selain negara (non-state actor), beserta hak dan kewajibannya. 2. Untuk mengetahui syarat-syarat agar dapat dikategorikan sebagai

(3)

BAB III PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Subjek Hukum Internasional Selain Negara (Non-State Actor)

Pada awal mula lahirnya dan tumbuhnya Hukum Internasional,

hanya negara yang dipandang sebagai subjek Hukum Internasional. Hal ini dapat dimengerti karena pada masa awal tersebut dapat dikatakan tidak ada atau bahkan jarang sekali adanya pribadi-pribadi Hukum Internasional selain negara yang melakukan hubungan-hubungan Internasional.1

Kemudian sejak akhir Perang Dunia II, masyarakat internasional telah mengalami perubahan yang mendalam dimana terjadi transformasi yang bersifat horizontal dan yang bersifat vertikal. Transformasi yang bersifat horizontal dapat diartikan sebagai menjamurnya aktor-aktor baru sehingga komposisi masyarakat internasional sekarang tidak lagi bersifat homogen seperti di masa lalu. Sedangkan, transformasi yang bersifat vertikal yaitu tampilnya bidang-bidang baru yang beraneka ragam dengan jumlah yang banyak, sehingga memperluas ruang lingkup Hukum Internasional itu sendiri. Jadi, dapat disimpulkan dari kedua transformasi ini telah menyebabkan arti dan peranan dari Hukum Internasional semakin lebih kompleks.2

Munculnya berbagai organisasi dan pribadi Hukum Internasional lain yang secara aktif terlibat dalam hubungan-hubungan internasional, menjadikan hubungan internasional tersebut mengalami pergeseran yang cukup fundamental sehingga secara otomatis membutuhkan prinsip-prinsip serta kaidah-kaidah hukum Internasional baru untuk mengaturnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan hukum internasional semakin lama semakin luas dan kompleks sehingga pandangan yang mengatakan

1 I Wayan Phartiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 2003, hlm.85.

(4)

bahwa negara sebagai satu-satunya subjek Hukum Internasional harus sudah ditinggalkan.3

Macam-macam subjek Hukum Internasional selain negara antara lain: 1. Organisasi Internasional

Malcolm Shaw mengatakan bahwa, “International organisations have played a crucial role in the sphere of international personality”4

yang dapat diartikan sebagai, “Organisasi-organisasi internasional memiliki peran penting terhadap subjek Hukum Internasional”. Munculnya gagasan untuk membentuk organisasi internasional adalah dikarenakan adanya pendapat Hugo Grotius yang mengatakan, ketika penyelesaian masalah dalam pengadilan gagal, maka perang akan terjadi. Jika negara-negara ingin tetap bertahan dalam keadaan alami dunia yang anarki/dibawah kekuasaan diktator, maka alternatifnya yaitu dengan menciptakan suatu komunitas internasional. Ide ini yang kemudian mengilhami munculnya organisasi-organisasi internasional.

Pasca Perang Dunia I yang banyak menghancurkan Dunia Eropa, ide tentang organisasi dunia dirasakan semakin perlu diwujudkan demi menjaga perdamaian dan kebaikan bersama masyarakat dunia. Pada tahun 1899 hingga 1907 diadakan Konferensi Internasional untuk Perdamaian dan 44 negara berdaulat mengirimkan wakilnya untuk menghadiri konferensi tersebut, sehingga terbentuklah Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Namun, dikarenakan gagalnya LBB dalam menjaga keamanan dan mencegah terjadinya Perang Dunia II, maka diperlukan revisi ide organisasi internasional. Kemudian setelah terjadinya PD II, dibentuklah organisasi internasional yang menggantikan LBB, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)5 yang bermaksud untuk menyelamatkan manusia-manusia dari siksaan perang, serta6:

3Ibid., hlm. 87.

4 Malcolm N. Shaw, International Law, New York: Cambridge University Press, 2008, hlm. 259.

5 Wildan Al-Fringgi. “Sejarah Singkat Organisasi Internasional: Resume International Organization and Democracy karya Thomas D. Zeifel”. <

(5)

a. Memperkuat keyakinan hak-hak dasar manusia, kemuliaan dan derajat tinggi manusia, hak-hak yang sama dari pria dan wanita segala bangsa;

b. Menciptakan suasana keadilan dan penghargaan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian internasional dan lainnya, sehingga sumber Hukum Internasional dapat dipelihara;

c. Memajukan masyarakat dan meningkatkan hidup yang baik dalam suasana kemerdekaan yang lebih luas;

d. Mempersatukan kekuatan supaya perdamaian dan keamanan internasional tetap terpelihara;

Sejak pada tahun 1960-an, sebanyak 80 negara menjadi independen dan dekolonisasi semakin banyak. Pada tahun 1991 sebanyak 113 negara telah meratifikasi Perjanjian Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Hal ini menunjukkan kemajuan besar partisipasi dalam organisasi internasional termasuk negara-negara yang baru merdeka. Selanjutnya pada dekade akhir abad ke-20, banyak munculnya organisasi yang bersifat regional seperti Uni Eropa, institusi kerjasama multilateral seperti IMF (International Monetary Fund), World Bank, dan WTO

(World Trade Organization), serta institusi untuk menjalin kerjasama dalam keamanan seperti NATO (North Atlantic Treaty Organization).7

Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek Hukum Internasional kini tidak diragukan lagi. Organisasi internasional seperti PBB dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan semacam anggaran dasarnya.8

2. Palang Merah Internasional (International Committee for the Red Cross / ICRC)

6 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 220-221.

7 Wildan Al-Fringgi, Loc.Cit.

(6)

Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa

mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah Hukum Internasional. Boleh dikatakan bahwa organisasi ini sebagai suatu subjek hukum yang lahir karena sejarah, walaupun kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian dan Konvensi-konvensi Palang Merah (sekarang Konvensi Jenewa Tahun 1949 Tentang Perlindungan Korban Perang).9

ICRC merupakan produk dari inisiatif pribadi, yaitu pembentukannya tidak berdasarkan inisiatif/perjanjian internasional antar beberapa negara sebagaimana organisasi internasional pada umumnya, melainkan atas inisiatif pribadi Henry Dunant dan rekan-rekannya. ICRC pun dibentuk berdasarkan hukum perdata Swiss, namun melalui berbagai tugas yang dibebankan kepadanya oleh Konvensi Jenewa dan protokol tambahannya. ICRC memperoleh status internasionalnya yang mana status tersebut memberikan hak ICRC untuk melaksanakan misinya di seluruh dunia serta memungkinkan untuk melakukan hubungan dengan negara lain dengan membuka perwakilan dan menyebarkan delegasinya.

ICRC memperoleh mandat untuk melaksanakan fungsinya sebagai penengah netral dalam konflik bersenjata. ICRC bertanggung jawab menyebarluaskan hukum dan prinsip-prinsip humaniter dan mengamati perkembangan serta pelaksanaannya di dalam dan di luar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ICRC memiliki kewenangan terbatas yaitu hanya dalam bidang hukum humaniter, khususnya perlindungan korban perang. ICRC untuk dapat menjalankan tugasnya memiliki dasar hukum yang terdiri dari dua jenis, yaitu10:

a. Perjanjian Internasional (Konvensi Jenewa 1949 dan protokolnya); selama konflik bersenjata internasional, kegiatan ICRC diatur dalam Konvensi Jenewa dan Protokol I yang mengakui hak ICRC untuk melakukan kegiatan tertentu seperti membantu korban luka, sakit,

9Ibid.

10Status ICRC dalam Hukum Internasional.

(7)

karam, mengunjungi tawanan perang, dan menolong penduduk sipil. Sedangkan selama konflik intern, ICRC bekerja berdasarkan Pasal 3 Bagian Umum Konvensi Jenewa dan Protokol II dimana ICRC berhak untuk menawarkan operasi bantuan dan kunjungan kepada tahanan.

b. Statuta Gerakan Palang Merah Internasional; dalam situasi yang bukan berupa konflik bersenjata, misalnya gangguan keamanan dalam negeri, ICRC mendasarkan kegiatannya pada Statuta Gerakan yang memberi hak ICRC untuk bertindak dalam masalah-masalah kemanusiaan sebagai lembaga penengah yang netral dan mandiri.

3. Takhta Suci (Vatikan)

Takhta Suci merupakan contoh suatu subjek Hukum Internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Hal ini merupakan peninggalan-peninggalan sejarah sejak zaman dahulu, ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota terpenting di dunia yang sejajar kedudukannya dengan wakil diplomatik negara lain. Hal tersebut terjadi setelah diadakannya perjanjian antara Italia dengan Takhta Suci pada tanggal 11 Februari 1929

(Lateran Treaty) yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci dan memungkinkan didirikannya negara Vatikan, yang dengan perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui.11

Perjanjian Lateran dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Takhta Suci sebagai subjek Hukum Internasional yang berdiri sendiri. Tugas dan kewenangan Takhta Suci hanya terbatas dalam bidang kerohanian dan kemanusiaan.12 Hal ini dipertegas oleh Malcolm Shaw yang mengatakan bahwa, “The Holy See as a sovereign subject of international law, it has a mission of an essentially religious and moral order, universal in scope, which is based on minimal territorial

11 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit., hlm. 100.

(8)

dimensions guaranteeing a basis of autonomy for the pastoral ministry of the Sovereign Pontiff”.13

4. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa (Insurgent and Belligerent)

Kaum pemberontak (insurgent) pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara yang berdaulat. Sebagai contoh dari kaum ini yaitu pemberontakan bersenjata yang terjadi dalam suatu negara yang dilakukan oleh sekelompok orang melawan pemerintah yang sedang berkuasa. Dengan demikian, hukum yang berlaku terhadap peristiwa pemberontakan tersebut adalah Hukum Nasional dari negara yang bersangkutan. Hukum Internasional pada hakikatnya tidak mengaturnya karena hal itu merupakan masalah dalam negeri suatu negara, kecuali melarang negara lain untuk mencampurinya tanpa persetujuan negara tempat terjadinya pemberontakan tersebut.14

Hingorani berpendapat bahwa tidak ada yang dinamakan dengan pengakuan pemberontak, yang ada hanyalah pengakuan kepada pihak yang bersengketa (belligerent). Apabila kaum pemberontak menguasai wilayah tertentu, membentuk pemerintahan sendiri dan bersedia menaati hukum perang, maka pengakuan yang diberikan kepadanya adalah pengakuan beligerensi. Kaum beligerensi dapat diakui negara lain yang dilatarbelakangi untuk mengakui keberadaan mereka dan melindungi kepentingan wilayah yang diduduki kaum beligerensi.

Slomansohn berpendapat bahwa kaum beligerensi memperoleh hak-hak tertentu, antara lain hak memblokade, hak mengunjungi, hak mencari, dan hak merampas barang-barang yang diduga milik musuh di laut lepas. Terkait dengan pemberian pengakuan beligerensi, negara yang hendak mengakuinya harus menyatakan sikap netral karena jika tidak, negara tersebut dapat dianggap telah campur tangan terhadap urusan dalam negeri suatu negara.15

13 Malcolm N. Shaw, Op.Cit., hlm. 244.

(9)

Menurut Oppenheim-Lauterpacht, kelompok beligerensi dapat digolongkan sebagai subjek Hukum Internasional apabila memenuhi syarat sebagai berikut16:

a. Adanya perang saudara disertai dengan pernyataan hubungan permusuhan antara negara yang bersangkutan dengan kaum pemberontak;

b. Kaum pemberontakan itu harus menguasai/menduduki sebagian dari wilayah negara yang bersangkutan;

c. Adanya penghormatan atas peraturan-peraturan hukum perang oleh kedua pihak (negara yang bersangkutan dengan kaum pemberontak); d. Adanya kebutuhan praktis bagi pihak/negara-negara ketiga untuk

menentukan sikapnya terhadap perang saudara tersebut.

5. Individu (Orang-perorangan)

Individu dalam arti yang terbatas sudah agak lama dapat dianggap sebagai subjek Hukum Internasional. Dalam perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri PD I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis, dengan masing-masing sekutunya sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan individu dapat mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian, sudah ditinggalkan dalil lama yang mengatakan bahwa hanya negara yang dapat menjadi pihak di hadapan peradilan internasional. Satu hal yang pasti adalah seseorang dapat dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu bagi kejahatan perang dan kejahatan terhadap perikemanusiaan.17

Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah Hukum Internasional yang memberikan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab langsung kepada individu semakin bertambah pesat setelah PD II. Lahirnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10

15 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Bandung: Keni Media, 2011, hlm. 97-100.

16 I Wayan Phartiana, Op.Cit., hlm. 131.

(10)

Desember 1948 diikuti lahirnya beberapa konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) pada berbagai kawasan seperti di Eropa, Amerika, dan Afrika,

Hak-hak yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights antara lain, hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu, berhak untuk tidak diperbudak, hak untuk tidak disiksa, hak untuk diakui di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada18, serta hak-hak asasi lainnya wajib ditaati dan dihormati oleh para subjek Hukum Internasional lainnya.

B. Kedudukan BLA (Bandung Liberation Army), ICRC (International Committee of the Red Cross), UNSG (United Nations Secretary General), dan Da Luiz Alves

Sebelumnya akan disebutkan terlebih dahulu terkait dengan syarat syarat agar dapat dikategorikan sebagai subjek Hukum Internasional. Perlu diketahui bahwa agar suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki personalitas Hukum Internasional, maka entitas tersebut harus memiliki beberapa kecakapan tertentu. Kecakapan yang dimaksud antara lain,

3. Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional

(they have related to capacity to treaties and agreements under international law);

4. Mampu melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional (the capacity to make claims for breaches of international law);

18 I Wayan Phartiana, Op.Cit., hlm. 141-142.

(11)

5. Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu negara (the enjoyment of privileges and immunities from national jurisdiction);

6. Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional (the question of international legal personality may also arise in regard to membership or participation in international bodies).

Kedudukan BLA dapat dikategorikan sebagai subjek Hukum Internasional yaitu sebagai pemberontak (insurgent), hal ini dapat terlihat dalam course manual Hukum Internasional yang menguraikan bahwa BLA merupakan pemberontak ekstrem yang berbasis di Bandung, menduduki dan mengendalikan sebagian wilayah dari Provinsi Jawa Barat. Selain itu, dapat terlihat pula bahwa dalam melaksanakan aksinya BLA menggunakan senjata. Sehingga, dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa BLA telah memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai kaum pemberontak

(insurgent).

BLA belum dapat dikategorikan sebagai pihak dalam sengketa

(belligerent) hal ini dikarenakan BLA belum memenuhi semua syarat untuk dapat dikategorikan sebagai kaum beligerensi, seperti yang telah dikemukakan oleh Oppenheim dan Lauterpacht. Adapun syarat yang belum terpenuhi diantaranya yaitu, belum adanya pengakuan penghormatan atas peraturan-peraturan hukum perang oleh kedua pihak (negara yang bersangkutan dengan kaum pemberontak) dan belum adanya kebutuhan praktis bagi pihak/negara-negara ketiga untuk menentukan sikapnya terhadap kaum pemberontak yang ada di suatu negara yang bersangkutan.

(12)

evaluasi areal pendaratan yang akan digunakan untuk mengirim bantuan kemanusiaan, dimana pengiriman bantuan kemanusiaan tersebut merupakan salah satu tugas dari ICRC itu sendiri.

UNSG (Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa) sudah dapat kita ketahui dengan jelas bahwa kedudukannya pada kasus posisi

course manual adalah sebagai salah satu subjek Hukum Internasional yaitu organisasi internasional. Perlu diketahui bahwa, PBB menyelenggarakan kegiatannya melalui 6 (enam) alat perlengkapan utamanya, salah satu diantaranya yaitu Sekretariat yang terdiri atas seorang Sekretaris Jenderal dan stafnya.20sehingga berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Sekretaris Jenderal PBB merupakan subyek Hukum Internasional, yaitu sebagai salah satu organisasi internasional. Pada course manual diuraikan bahwa terjadi penandatanganan perjanjian internasional antara UNSG, ICRC, dengan BLA tentang penyerahan kotak hitam helikopter milik ICRC dimana dapat disimpulkan bahwa UNSG telah melaksanakan salah satu hak yang dimiliki oleh organisasi internasional, yaitu mengadakan hubungan dengan subjek Hukum Internasional lainnya melalui penandatanganan perjanjian internasional.

Kemudian, mengenai Da Luiz Alvez yang merupakan seorang penduduk Timor Leste dan salah satu korban yang tewas pada peristiwa jatuhnya helikopter akibat dari tindakan BLA, dapat digolongkan sebagai salah satu subjek Hukum Internasional, khususnya yaitu individu (orang-perorangan). Hal ini dikarenakan, pada course manual dijelaskan bahwa Da Luiz Alvez pada saat itu tengah bekerja di bawah mandat UNSG sebagai mediator dalam rangka bernegosiasi dengan BLA untuk mengambil alih kotak hitam helikopter tersebut. Namun, dikarenakan helikopter dengan nomor penerbangan 212 milik ICRC jatuh akibat tindakan BLA yang menghujani helikopter tersebut dengan senjata mesin anti-pesawat, maka Da Luiz Alves gagal menjadi mediator. 21 Selain itu,

20 R. Abdoel Djamali, Op.Cit., hlm. 226.

(13)

telah disebutkan sebelumnya mengenai syarat-syarat agar dapat digolongkan sebagai subjek Hukum Internasional dan berdasarkan syarat-syarat tersebut Da Luiz Alves telah memenuhinya sebagai salah satu subjek Hukum Internasional, yaitu individu.

Kalimat pernyataan:

(14)

Bandung, 30 Maret 2016

Yola Maulin Peryogawati 110110140192

BAB IV PENUTUP

(15)

subjek Hukum Internasional, tentunya harus memenuhi persyaratan agar dapat digolongkan ke dalam subjek Hukum Internasional.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Boer Mauna. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Globa., Bandung: PT Alumni. 2001.

Huala Adolf. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. Bandung: Keni Media. 2011.

I Wayan Phartiana. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju. 2003.

Malcolm N. Shaw. International Law. New York: Cambridge University Press. 2008.

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional.

Bandung: PT Alumni,.2003.

R. Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2013.

Internet

Maharta Yasa. “Subjek Hukum Internasional”. < fl.unud.ac.id/block-book/HI/.../Subyek%20Hukum%20Internasional.ppt>. [29/03/2016]. Status ICRC dalam Hukum Internasional.

<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37049/5/Chapter%20III-V.pdf>. [26/03/2016].

Wildan Al-Fringgi. “Sejarah Singkat Organisasi Internasional: Resume

International Organization and Democracy karya Thomas D. Zeifel”. < https://www.academia.edu/8242470/Sejarah_Singkat_Organisasi_Internasio nal_Sebuah_Resume_>. [26/03/2016].

Lainnya

Referensi

Dokumen terkait

Kegunaan Teoritik: Penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bimbingan dan konseling tentang model-model pembinaan

Selain itu lapisan-lapisan tonjolan yang tingginya berbeda (dapat dilihat pada Tampak) disusun dengan konsep additive dengan penambahan-penambahan makin luar makin pendek dan

Telah dipresentasikan di forum ujian praktek MA Darus Sholah Jember dan disahkan oleh guru pembimbing mata pelajaran Bahasa Indonesia dan segenap Siswa/siswi XII

Pragmatisme James menjadi berguna dan dapat dipakai dalam kehidupan, baik pada seseorang maupun nilai-nilai manusiawi di dalam agama dan moral, lebih dari sekadar hal-hal

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kelayakan dan kepraktisan modul tematik berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk peserta didik kelas V

Menurut Komalasari (2010: 62) terdapat beberapa tipe dalam cooperative learning diantaranya, (1) Number Head Togther (Kepala Bernomor) model pembelajaran dimana

The t-test analysis was conducted to answer questions on: (1) The possible differentiation of species diversity index (H’) of total seaweed which grow (in all

sistem pemrosesan dan komunikasi yang sistem pemrosesan dan komunikasi yang meringkaskan informasi perusahaan yang meringkaskan informasi perusahaan yang sangat banyak ke