• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Tehnik Flying Squad Sebagai Bagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisa Tehnik Flying Squad Sebagai Bagi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Tehnik Flying

Squad Sebagai Bagian

Mitigasi Konflik Gajah

Manusia di Desa Lubuk

Kembang Bunga,

Propinsi Riau: Tahun

2009 - 2010

Didukung dan didanai oleh WWF – US dan US Fish and Wildlife

Oleh Wishnu Sukmantoro dan Syamsuardi

(2)

Technical Report on 013-WWF-2011

Oleh Tim Gajah WWF Indonesia Riau Program; Syamsuardi dan Wishnu Sukmantoro

*WWF Indonesia – Riau program

Pendahuluan

Elephant Flying Squad (EFS) di desa Lubuk Kembang Bunga saat saat ini (2011) telah berusia hampir 6 tahun. Dalam usianya tersebut, beberapa perkembangan dalam kegiatan mitigasi konflik gajah manusia telah dilakukan misalnya dalam pembuatan dan pengembangan standar operasional prosedur (SOP) Flying Squad dari seluruh manajemen Flying squad di LKB dan Flying Squad – Flying Squad lainnya di Riau. EFS atau dalam bahasa Indonesia yang disahkan Kementrian Kehutanan yaitu Pasukan Gajah Reaksi Cepat (PGRC) adalah salah satu bentuk atau teknik mitigasi konflik gajah manusia menggunakan 4 ekor gajah jinak terlatih. Minimal 8 mahout gajah difungsikan dalam kegiatan mitigasi konflik ini dibantu dengan masyarakat.

Di Propinsi Riau, empat EFS telah terbentuk dan beroperasi yaitu EFS Lubuk Kembang Bunga (LKB), EFS Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), EFS Gondai (Musi Mas-yayasan Tesso Nilo) dan EFS Pontian Mekar (Asian Agri). Keempat EFS ini melakukan aktivitas di lokasi masing-masing sekitar Taman Nasional Tesso Nilo.pada tahun 2009, ke-4 organisasi yang mengkoordinir EFS, Balai TNTN dan BBKSDA dalam pembuatan dokumen standar operasional prosedur Flying Squad dan pengembangannya. Praktek SOP telah dilakukan di dua lokasi yaitu EFS LKB dan EFS RAPP. Dokumen SOP telah mendapat persetujuan dari kementrian kehutanan Indonesia untuk diterapkan di lokasi-lokasi lain yang memiliki konflik gajah-manusia seluruh Sumatera dan Kalimantan. Kemudian, dalam skala pemerintahan, BBKSDA Riau juga berinisiatif membangun EFS di dua lokasi lain di tahun 2011.

Dari hasil analisa dampak EFS di tahun 2005 – 2008, telah terjadi penurunan tingkat jumlah kasus kerugian dari kedatangan gajah liar yang masuk di Desa Lubuk Kembang Bunga. Tingkat jumlah kasus kerugian tersebut dapat ditekan sampai 63,8% (tahun 2007) dan 78,7% (tahun 2008). Penurunan ini disebabkan tingkat upaya preventif atau pencegahan dari konflik gajah – manusia akibat kedatangan gajah adalah tinggi yaitu

Analisa Tehnik Flying Squad Sebagai Bagian Mitigasi Konflik

Gajah

Manusia di Desa Lubuk Kembang Bunga, Propinsi

(3)

dari upaya kegiatan patroli EFS, pengaduan masyarakat dan informasi lainnya. Selain itu, tingkat partisipatif masyarakat juga tinggi membantu dalam upaya mitigasi konflik ini.

Analisa data tahun 2009-2010 adalah kelanjutan dari analisa data tahun 2005-2008. Analisa ini nanti diharapkan akan berkala untuk melihat tingkat penurunan kerugian akibat konflik gajah-manusia termasuk kerugian material dan nyawa. Selain itu, analisa data tersebut juga memberikan kepastian atas dampak meningkatnya keamanan dari gangguan gajah liar di masyarakat melalui pengembangan EFS.

Metode

Studi kompilasi data ini dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas EFS dalam memitigasi konflik gajah dengan manusia dan kondisi-perilaku gajah liar dimana EFS telah beroperasi di wilayah jelajah gajah tersebut. Selain itu, studi ini berguna untuk melihat keterlibatan masyarakat sebagai subyek dalam mitigasi konflik gajah dan manusia di lokasi tersebut. Pengumpulan data dilakukan dari catatan-catatan dan laporan harian staf EFS Lubuk Kembang Bunga terutama mahout melalui data-sheet form terstruktur dan standar. Catatan-catatan tersebut kemudian di analisa dan disusun beberapa bagian terutama dari perilaku dan dinamika kedatangan gajah, informasi keterlibatan masyarakat dalam mitigasi dan dampak dari EFS kepada masyarakat dan gajah. Selain itu, dari hasil ini juga dilengkapi analisa untuk perkembangan EFS selanjutnya di propinsi Riau sebagai bahan acuan BBKSDA (Kementrian Kehutanan), Pemda dan stakeholder lainnya untuk mendukung keberadaan EFS di Riau.

Hasil Analisa dan Diskusi

A. Jumlah kedatangan gajah

(4)

Untuk mengetahui dinamika kedatangan gajah selama tahun 2009 sampai 2010 dapat dilihat dalam grafik di bawah ini;

Grafik 1. Kedatangan gajah liar berdasarkan bulan tahun 2009 dan 2010

0

Kedatangan gajah liar berdasarkan bulan tahun 2009-2010

Tahun 2009

Tahun 2010

a. Kedatangan Gajah berdasarkan komposisi kelompok tahun 2009 dan 2010. Berdasarkan komposisi kelompok, kelompok gajah dibedakan ke dalam bebrapa katagori yaitu;

1. Katagori tunggal (bull) yaitu sebenarnya dikhususnya untuk gajah soliter, tetapi dalam konteks ini, gajah tunggal berarti Bull (gajah jantan soliter, atau ia berpasangan dengan jantan lainnya atau dalam kondisi bertiga).

2. Katagori kelompok (herd) yaitu kelompok gajah jumlah kecil yang terdiri atas Ibu dan anak. Kelompok ini kisaran antara 8 – 20 individu.

3. Katagori campuran yaitu kelompok gajah jumlah kecil-besar yang terdiri atas, ibu, anak dan jantan dewasa (bull) dengan kisaran >10 individu.

(5)

Tahun 2010, komposisi kelompok yang datang ke LKB yaitu gajah tunggal sebanyak 12 kali, gajah kelompok sebanyak 6 kali dan campuran sebanyak 1 kali. Dari pengumpulan informasi tahun 2010, kedatangan terbanyak dari gajah tunggal terutama gajah soliter. Gajah campuran hanya sebanyak 1 kali perjumpaan oleh tim flying quad. Tahun 2010, juga dijumpai beberapa gajah soliter sedang masa berahi.

Grafik 2. Kedatangan gajah liar berdasarkan klasifikasi kelompok tahun 2009 dan 2010

0 5 10 15

Bulan

singe Group Campuran

Kedatangan gajah liar berdasarkan Klasifikasi tahun 2009-2010

2009 2010

b. Kedatangan gajah berdasarkan Kelompok Umur

(6)

perjalanan tanpa didampingi dewasa (nilai 0 kedatangan untuk gajah muda (anak) tahun 2009 dan 2010).

Di bawah ini disajikan informasi mengenai jumlah kedatangan gajah berdasarkan klasifikasi umur tahun 2009 dan 2010 di LKB di bawah ini;

Grafik 3. Jumlah kedatangan gajah berdasarkan kelompok umur tahun 2009-2010 di Desa Lubuk Kembang Bunga

0 2 4 6 8 10 12 14

Anak Remaja Dewasa Campuran

Kedatangan gajah berdasarkan Umur tahun 2009-2010

2009

2010

c. Waktu Kedatangan gajah

(7)

Grafik 4. Kondisi waktu pertemuan gajah tahun 2009-2010 di Desa Lubuk

B. Sumber informasi tentang kedatangan gajah

Dalam melakukan penanganan konflik, tim mendapatkan informasi tidak saja dari kegiatan rutin yang dilakukan namun juga dukungan dari masyarakat sekitar, sehingga suplay informasi dari pihak lain menjadi sangat penting. Tahun 2009 saja, peran pemilik kebun cukup besar sebagai suplai informasi yaitu mencapai 46%. Pemilik kebnun adalah orang yang memiliki kebun yang lahan kebunnya akan atau dimasuki oleh gajah liar. Tahun 2009, patroli rutin dengan sepeda motor dilakukan seperti tahun-tahun lalu. informasi yang dilakukan dengan mengunakan sepeda motor terutama pada malam hari berkontribusi terhadap suplai informasi sebanyak 27 %, sedangkan untuk patroli gajah berkontribusi sebagai penunjang informasi kedatangan gajah yaitu 9% dan lain-lain (dari petugas, pertemuan anggota flying squad tidak dalam kegiatan patroli atau gajah masuk flying squad sebanyak 18%. Informasi masyarakat baik masyarakat Lubuk Kembang Bunga maupun diluar desa tersebut (dalam konteks di luar pemilik lahan) adalah nol atau tidak ada pengaduan di tahun 2009.

Grafik 5. Sumber informasi tahun 2009 di Desa Lubuk Kembang Bunga

(8)

Pada tahun 2010, informasi kedatangan gajah dari pemilik lahan menurun yaitu hanya 8 % dan tahun tersebut terdapat peranan masyarakat lain di luar pemilik lahan yaitu 8 % sebagai suplai informasi kedatangan gajah. Peran terbesar sebagai suplai informasi kedatangan gajah yaitu dari patroli gajah sebesar 42%, lain-lain (informasi petugas atau petugas flying squad diluar kegiatan patroli) sebesar 29% dan patroli kendaraan (sepeda motor) sebesar 13%. Tahun 2010, patroli gajah dan sepeda motor memang lebih intensif di Taman nasional terutama tahun 2010 dimulainya patroli gabungan yang melibatkan 4 flying squad di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo. Patroli gajah menjadi kunci keberhasilan tim melakukan penanganan konflik, bahkan dalam kegiatan patroli ini tim dapat dengan segera melakukan pengiringan terhadap gajah liar sehingga dari 21 kali kedatangan 13 kali tim langsung bisa melakukan penanganan baik pengusiran maupun pengiringan. Patroli kendaraan kondisinya jauh menurun, hal ini juga karena frekuensi patroli dengan kendaraan pada tahun ini turun akibat kesulitan biaya oprasional.

Grafik 6. Sumber informasi tahun 2010 di Desa Lubuk Kembang Bunga

sumber informasi Tahun 2010

F. Tingkat Partisipasi masyarakat dalam Flying Squad

(9)

Partisipasi masyarakat tahun 2009

53% 47%

ada tidak

Partisipasi masyarakat tahun 2010

57% 43%

ada tidak

Pada tahun 2009-2010 Tim Flying Squad juga mulai melibatkan masyarakat lokal yang dilatih dalam upaya mitigasi konflik masyarakat yang dapat dilakukan tanpa gajah atau tanpa Flying Squad sebagai upaya preventif. Beberapa lokasi penting sebagai lokasi pelatihan adalah Desa Gondai dan Desa Rantau Kasih (perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo).

G. Cara melakukan pengusiran

(10)

flying squad sebanyak 5 kali dan tanpa gajah adalah 11 kali. Ada 4 kasus kedatangan gajah yang dilakukan tanpa pengusiran tahun 2010. Jadi total pengusiran tahun 2010 adalah 15 kali. Kasus pengusiran tanpa menggunakan gajah adalah dengan mitigasi konflik bersama-sama masyarakat melakukan pengusiran dengan meriam karbit atau alat-alat untuk menghalau gajah misalnya kentongan. Penggunaan meriam karbit adalah salah satu bentuk mitigasi konflik gajah manusia bersama-sama dengan penggunaan flying squad. Upaya pengusiran dapat dilakukan dalam waktu singkat atau lama dan biasanya gajah Bull (jantan) dan berahi adalah rata-rata terlama waktu untuk mengusirnya.

Grafik 8. Cara melakukan pengusiran tahun 2009 - 2010 di Desa Lubuk Kembang Bunga

H. Tingkat kerusakan material dari gajah liar yang datang

Dari jumlah kasus kerugian, pada tahun 2009, jumlah kasus kerugian (kerusakan lahan masyarakat) adalah 11 kasus, sedangkan pada tahun 2010, jumlah kasus kerugian masyarakat adalah 8 kasus. Jadi ada penurunan kasus kerugian oleh masyarakat di tahun 2010 dibandingkan data tahun 2009.

(11)

di tahun 2010 untuk jumlah pohon sawit yang dirusak gajah liar. Untuk tanaman karet terjadi kasus kerusakan di tahun 2010, tetapi di tahun 2009 tidak terjadi kasus kerusakan.

(12)

Diskusi

Sebagai salah satu bagian teknik mitigasi konflik, EFS (PGRC) adalah teknik yang efektif dalam menurunkan tingkat kerugian manusia akibat konflik dan menurunkan tingkat kematian gajah pula akibat konflik gajah-manusia. Sebagai salah referensi penting untuk melihat kapasitas EFS dalam implementasinya adalah perhitungan dan analisa data EFS di desa Lubuk Kembang Bunga tahun 2005-2008. Dari tingkat kematian gajah dan manusia antara tahun 2005-2008 adalah 0 (nol) di desa Lubuk Kembang Bunga, meskipun ada satu kematian tahun 2007 diwilayah lain (Desa Gondai) tetapi tidak tercakup dalam lingkup kerja EFS LKB. Ada satu kejadian pahit yaitu tahun 2010 (bulan ....) terjadi kematian anak gajah sejumlah 2 ekor di wilayah desa Air Hitam dan masuk di dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Kematian gajah ini juga berbarengan EFS melakukan aktivitas pengusiran gajah di LKB (desa LKB bersebelahan dengan desa Air Hitam). Dari hasil investigasi tim Flying squad dan WWF Indonesia mengindikasi adalah racun tumbuhan yang sengaja diletakkan pada tanaman sawit atau diberikan langsung kepada gajah. Dua ekor gajah yang mati tersebut melakukan pergerakan di habitatnya yang telah rusak oleh perambahan sawit ilegal dimana dua tahun lampau kawasan itu masih hutan. Jadi, kesimpulan dari ini adalah bahwa EFS sangat hati-hati saat ini dalam melakukan pengusiran terutama arah melakukan pengusiran karena jangan sampai rombongan gajah liar yang diusir, masuk ke lahan perkebunan lainnya. Kalau perambahan ini terjadi dan terus terjadi, maka EFS akan kesulitan menentukan arah pengusiran gajah liar dalam implementasi EFS. Kebutuhan habitat yaitu hutan adalah sangat esensial bagi operasional EFS.

Keterlibatan masyarakat dalam ikut serta mitigasi konflik adalah tinggi dengan kisaran di atas 60 % di tahun 2005-2006, dan tetap tinggi pula yaitu diatas 50% di tahun 2009-2010 (53% dan 57%). Keterlibatan masyarakat dalam pengusiran dan monitoring adalah penting sebagai bagian ke ikutsertaan dan insiatif masyarakat dalam kegiatan pengusiran tersebut. Pembelajaran yang paling penting dari konteks keterlibatan masyarakat ini adalah masyarakat aktif dan punya tanggung jawab dalam upaya mitigasi konflik

gajah-manusia tersebut. Upaya ini adalah sangat positif dan menjadi ”roh” dalam kegiatan EFS.

Tahun 2005-2006, keterlibatan masyarakat dalam Flying Squad adalah 60,6%, turun ditahun 2009 dengan 53% dan naik kembali di tahun 2010 yaitu 57%. Di tahun 2005 dan 2006, keterlibatan masyarakat meliputi dalam pengecekan gajah liar yang masuk ke desa, partisipasi masyarakat dalam pengusiran dan partisipasi masyarakat dalam penjagaan. Tahun 2009 dan 2010, kisaran partisipasi masyarakat fokus pada ketiga hal tersebut (sama dengan konteks partisipasi tahun 2005-2006). Tahun 2007 dan 2008, tidak ada catatan tentang partisipasi masyarakat tetapi tidak menyimpulkan bahwa tidak ada partisipasi masyarakat tahun 2007 dan 2008.

(13)

squad saja sudah cukup mampu melakukan mitigasi konflik. Bagi masyarakat, tim Flying Squad merupakan tulang punggung upaya mitigasi, terutama apabila saat mitigasi berlangsung oleh masyarakat, gajah tidak dapat dikendalikan.

Dari hasil analisa data bulanan kedatangan gajah dari tahun 2005-2010, terlihat perbedaan yang cukup berarti dari kedatangan gajah setiap bulan diukur dari perbedaan tahun. Misalnya pada bulan januari, tahun 2005-2006 dan 2007, 3 kali kedatangan gajah, tahun 2008 dan 2010 hanya satu kali kedatangan gajah. Pada bulan februari, level kedatangan gajah hampir sama antara 2-3 kali kedatangan dari tahun 2005-2010 dan kosong informasi di tahun 2009. Bulan maret perbedaan signifikan yaitu tahun 2008 terjadi 6 kali kedatangan gajah tetapi tahun 2007 hanya satu kali kedatangan, tahun 2009 ada 5 kali kedatangan dan tahun 2010 hanya 2 kali kedatangan gajah. Hal yang sama pada bulan Desember, tahun 2008, 6 kali kedatangan gajah sedangkan tahun-tahun lainnya hanya 0-1 kali kedatangan gajah. Tabel Kedatangan gajah dapat dilihat dalam grafik atau Grafik 10 di bawah ini;

(14)

Dari grafik 10. Di atas terlihat dinamika kedatangan gajah liar yang acak pada tahun 2005-2010. Tidak ada pola yang jelas tentang kedatangan gajah, karena sewaktu-waktu dalam satu bulan, kedatangan gajah dapat meningkat pesat dibandingkan pada bulan yang sama di tahun kemudian atau sebelumnya. Pola-pola seperti ini menunjukkan bahwa setiap bulan, tim flying squad dan masyarakat harus melakukan patroli dan waspada terhadap kedatangan gajah liar ke Desa Lubuk Kembang Bunga. Dari Tabel 9. Januari, Febuari, Mei dan Oktober merupakan bulan dimana interval kedatangan gajah antara 0-3 kali. Bulan Oktober antara 0-2 kali kedatangan. Kalau pola ini dapat dipertahankan, kemungkinan bulan Januari, Februari, Mei dan Oktober adalah bulan-bulan dengan frekuensi kedatangan gajah yang kecil. Bulan-bulan lainnya adalah fluktiatif.

Grafik 11. Di bawah ini menunjukkan partisipasi masyarakat atau persentase peranserta masyarakat dalam kegiatan mitigasi konflik gajah – manusia. Telah dijelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mitigasi konflik tahun 2005-2006 dan 2009-2010 atau di atas 50%. Di tahun-tahun mendatang, peningkatan partisipasi masyarakat diarahkan kepada mitigasi konflik gajah – manusia dengan peran masyarakat dalam menciptakan sistem peringatan dini dan kemandirian melakukan mitigasi. Diluar areal lingkup Flying Squad, partisipasi masyarakat diharapkan 100%. Mengapa pentingnya keterlibatan masyarakat untuk aktif 100% tanpa perlu keterlibatan Flying Squad?

(15)

Kedua, Flying squad dapat mobile atau membantu wilayah yang tidak dicover oleh Flying Squad, tetapi apabila lokasinya jauh dan membutuhkan waktu sampai ke desa, sehingga konteks Flying Squad dapat tidak efektif karena jangkauan lokasi. Upaya preventif yang dilakukan masyarakat secara mandiri akan lebih efektif membendung dalam tahap awal kegiatan mitigasi sambil menunggu tim flying squad datang ke lokasi.

Ketiga, kemandirian masyarakat dalam mitigasi konflik dan biaya murah. Kemandirian masyarakat penting karena sebagai antisipasi awal untuk mitigasi konflik (early warning system/sistem peringatan dini) yang berbiaya murah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri. Mitigasi konflik oleh masyarakat sebenarnya telah dilakukan masyarakat sejak dahulu, terutama bagi masyarakat lokal yang dikenai dampak konflik dengan gajah secara turun temurun. Pengetahuan lokal ini dimulai dengan pengusiran dengan bunyi-bunyian, api atau dengan bau-bauan yang menyengat.

Grafik 11. Persentase tingkat partisipasi masyarakat dalam mitigasi konflik gajah-manusia bersama-sama dengan Tim EFS di Lubuk Kembang Bunga

60.6

(16)

(bukan kasus konflik) akibat dari upaya mitigasi konflik yang dilakukan masyarakat dan tim flying squad, 50% lainnya adalah kasus konflik.

Dalam kasus konflik yang terjadi tahun 2005 sampai 2010, tim flying squad dan aktivitasnya mampu menurunkan jumlah konflik sebesar 65,2 % dari data tahun 2005 (23 kasus konflik). Persentase ini sangat baik dalam upaya efektivitas flying squad di tahun 2005 sampai 2010.

Grafik 12. Jumlah kasus konflik gajah-manusia masa operasional EFS tahun 2005-2010 di Lubuk Kembang Bunga

23 23

17

10 11

8

0 5 10 15 20 25

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah kasus

Dampak dari penurunan kasus konflik, masyarakat setempat desa Lubuk Kembang Bunga dari beberapa responden yang menjadi target diskusi, EFS Lubuk Kembang Bunga telah berhasil membantu masyarakat untuk menurunkan konflik gajah dan manusia di desa tersebut. Masyarakat menganggap sudah tidak banyak lagi gangguan gajah yang merusak lahan masyarakat, tetapi beberapa masyarakat masih tetap dalam konteks waspada terhadap kedatangan gajah ke desa tersebut terutama masyarakat yang kebunnya sering didatangi gajah.

Wilayah Jelajah EFS di Lubuk Kembang Bunga

(17)

diperuntukkan untuk melakukan mitigasi konflik bagi masyarakat perambah atau menggunakan lahan taman nasional secara ilegal (jadi tidak ada pertolkongan dari EFS)

sehingga masyarakat perambah melakukan cara tersendiri dalam melakukan “mitigasi”

yaitu dengan menggunakan racun. Racun dioleskan pada pohon sawit muda atau media nanas. Meskipun demikian tim EFS melakukan monitoring untuk kontrol posisi gajah di dalam TNTN yang notabene telah diokupasi perambahan.

Peta 1. Daerah Jelajah EFS di Lubuk Kembang Bunga berdasarkan patroli dan psosisi saat mitigasi konflik gajah-manusia

Kesimpulan dan Rekomendasi

(18)

Dari hasil ini yang belum diperhitungkan adalah luasan areal dimana masyarakat terkena dampak serangan gajah liar, kedepan, tim EFS juga perlu untuk mencatat luasan areal yang dirusak gajah sebagai bagian penghitungan penurunan kerugian yang dialami masyarakat. Saat ini EFS telah dilengkapi SOP (standar operasional prosedur) sehingga upaya-upaya penanganan konflik dilakukan menurut standarisasi EFS. Kementrian Kehutanan beberapa waktu lalu sangat tertarik untuk menerapkan teknik EFS ini dalam skala nasional dan dalam konteks ini, implementasi EFS dapat dilakukan di lokasi-lokjasi yang memiliki konflik gajah dengan pembiayaan dari pemerintah atau perusahaan.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih diucapkan kepada Bapak Dr. Anwar Purwoto, Ir. Ahmad Dian Kosasih Ms., Prof. Dr. Hadi Alikodra, Bapak Suhandri, Bapak Kurnia Rauf (BBKSDA) dan Bapak Hayani Suprahman (BTNTN) yang mendukung dan memberikan masukan dalam pembuatan dokumen ini. Terima kasih juga kepada rekan-rekan mahout yang telah mendukung dalam penyusunan database mitigasi konflik gajah – manusia yang sampai saat ini tetap diperbaharui oleh tim EFS. Terima kasih pula kepada Michael Stuewe, Long Barney, masyarakat Lubuk Kembang Bunga dan yang telah membantu dalam pengembangan EFS di Propinsi Riau.

Referensi

Qomar, N. 2003. Integrasi Sub Sistem Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Tesso Nilo Untuk Pelestarian Gajah Sumatera dan Ekosistemnya. Thesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Samsuardi & A. A. Desai.2009. Death of four elephants outside the Tesso Nilo National Park. WWF – Indonesia Report on May 2009. Riau.

Syamsuardi & N. Fadhli. 2007. Usulan konsep mitigasi konflik manusia dan gajah. Materi presentasi WWF Indonesia Riau Program. Propinsi Riau.

Syamsuardi, Wishnu Sukmantoro, Muslino, Nukman, Nurchalis Fadly, Adi Purwoko, Riyadin, Eko Heri & Joko Prawoto. 2010. Standar operasional prosedur untuk elephant flying squad (Pasukan Gajah Reaksi Cepat) dalam mitigasi konflik manusia dan gajah. Tim penulis SOP. Pekanbaru.

Gambar

Grafik 1. Kedatangan gajah liar berdasarkan bulan tahun 2009 dan 2010
Grafik 2. Kedatangan gajah liar berdasarkan klasifikasi kelompok  tahun 2009 dan 2010
Grafik 3. Jumlah kedatangan gajah berdasarkan kelompok umur tahun  2009-2010 di Desa Lubuk Kembang Bunga
Grafik 4. Kondisi waktu pertemuan gajah tahun 2009-2010 di Desa Lubuk Kembang Bunga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam analisis data, pendapat dari guru dan kepala sekolah tidak dipisahkan karena kedua kategori responden dipandang memiliki peran dan kontribusi yang tidak jauh berbeda dalam

Peningkatan hasil belajar mata pelajaran Bioloagi siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 2 Tasikmalaya melalui penggunaan model pembelajaran discovery learning dengan praktik

Having discussed the conception of accountability and basic principles of good good governance in Islam, now we turn to elaborate how these could be applied to the waqf context

Demikian juga dengan proporsi bobot organ saluran pencernaan terhadap bo- bot saluran pencernaan total, persentase lam- bung sapi Jawa lebih rendah (53,50%) dari

The element stiffness matrix [ k ] will first be derived using methods introduced in basic structural analysis, and later using energy based concepts.. This later approach is the

Simpulan Terdapat pengaruh antara tinggi dan model hak sepatu lari yang digunakan terhadap performa lari dilihat dari nilai paired t-test.. Sepatu jenis Zero Drop Shoes

Namun dalam akuntabilitas produk pelayanan publik sudah cukup memadai yang dapat dilihat dari pamflet yang diletakkan didekat loket pelayanan dengan jarak pandang minimum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Metode wahdah telah diterapkan sejak berdirinya Tahfizhul Qur’an Pesantren Darul Istiqamah Maros. Metode wahdah bukan mer upakan hal yang