• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perceived Organizatio nal Suppor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Perceived Organizatio nal Suppor"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Perceived Organizational Support (POS) dan Affective

Commitment (AC) terhadap Intentions to Quit

Rizki Rismawan

rizkirismawan.sr@gmail.com

Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia

2017

ABSTRACT

Organizational commitment is important especially for the organization that exists today by looking at the extent of an employee's alignment with the organization, and the extent to which the employee intends to maintain its membership of the organization. One perspective of an approach to organizational commitment is based on the affective association of employees to their organization. In an effort to increase employee commitment, many organizations provide organizational support, the goal is to satisfy and motivate employees to work harder according to the company's commitment to the organization's own benefits. In fact, not all employees feel the support of the organization. Perceived Organizational Support (POS) is a perceived organizational support with a global belief about the extent to which the organization assesses contributions, concerns about welfare, complaints, considers life and considers objectives to be achieved and can be trusted to treat employees fairly

ABSTRAK

Komitmen organisasional menjadi penting khususnya bagi organisasi yang ada saat ini dikarenakan dengan melihat sejauh mana keberpihakan seorang karyawan terhadap organisasi, dan sejauh mana karyawan tersebut berniat untuk memelihara keanggotaannya terhadap organisasi. Salah satu perspektif pendekatan pada komitmen organisasional adalah berdasarkan pada ikatan afektif karyawan terhadap organisasinya. Dalam usahanya meningkatkan komitmen karyawan, banyak organisasi yang memberikan dukungan organisasional, tujuannya untuk memuaskan dan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih keras sesuai komitmen perusahaan terhadap manfaat organisasi itu sendiri. Padahal, tidak semua karyawan merasakan dukungan organisasi.

Perceived Organizational Support (POS) merupakan dukungan organisasi yang dipersepsikan dengan keyakinan global mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memperhatikan kesejahteraan, mendengar keluhan, memperhatikan kehidupan dan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai serta dapat dipercaya untuk memperlakukan karyawan dengan adil.

Keywords : e-recruitment, recruitment, paper based recruitment, traditional recruitment.

LATAR BELAKANG

Dewasa ini, suatu organisasi harus memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dalam menghadapi persaingan global. Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi untuk organisasi memiliki kecenderungan untuk tetap bertahan dalam organisasi (Allen dan Meyer, 1996 dalam jurnal (Kyoo, B., & Jeung, 2006). Banyak perusahaan yang menyadari betapa pentingnya meningkatkan komitmen organisasi pada karyawan serta memahami komitmen organisasi yang telah dibangun oleh para pendahulunya (Kyoo, B., & Jeung, 2006). Menumbuhkan komitmen organisasi pada karyawan menjadi perhatian utama bagi organisasi untuk mempertahankan karyawan berbakat yang mempunyai skill dan pengetahuan yang tinggi (Kyoo, B., & Jeung, 2006).

(2)

saat ini dikarenakan dengan melihat sejauh mana keberpihakan seorang karyawan terhadap organisasi, dan sejauh mana karyawan tersebut berniat untuk memelihara keanggotaannya terhadap organisasi maka dapat diukur pula sebaik apa komitmen seorang karyawan terhadap organisasinya (Kartika, 2011). Newstrom (2007) mengatakan bahwa Komitmen organisasional dapat juga dikatakan sebagai loyalitas karyawan, yang merupakan sebuah derajat yang mana seorang karyawan mengidentifikasikan diri terhadap organisasi dan ingin untuk melanjutkan berpartisipasi secara aktif dalam organisasi tersebut. Hal ini juga dapat untuk mengukur keinginan karya- wan untuk tetap bertahan di masa yang akan datang, dan kecenderungan positif yang muncul dari karyawan adalah catatan kehadiran yang baik, ketaatan pada kebijakan organisasi, dan menurunnya tingkat perputaran karyawan.

Salah satu perspektif pendekatan pada komitmen organisasional adalah berdasarkan pada ikatan afektif karyawan terhadap organisasinya yang mana sudut pandang komitmen organisasional ini terkarakteristikan pada sebuah kepercayaan yang kuat dan penerimaan atas tujuan dan nilai yang dimiliki organisasi oleh karyawan; keinginan untuk menggunakan usaha yang lebih dengan mengatasnamakan organisasi; dan keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan.

Data Ketidakhadiran Karyawan Bank BJB Cabang Utama Bandung

Periode 2010-2012

Tahun

Jumlah

Karyawan

Sakit

Izin

Mangkir

TOTAL

2010

70

15

21.43%

7

10.00%

2

2.86%

24

34.29%

2011

74

18

24.32%

8

10.81%

2

2.70%

28

37.84%

2012

80

21

26.25%

10

12.50%

4

5.00%

35

43.75%

TAHUN

JUMLAH KARYAWAN RESIGN

2014-2015

2

2015-2016

3

JUMLAH

5

Data diatas dapat mencerminkan komitmen organisasi yang menurun atau bahkan cerminan dari rendahnya komitmen yang dimiliki karyawan dari Bank BJB Cabang Utama Bandung, faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi karyawan dapat berasal dari personal factors, situational factors,

2010 2011 2012

Sakit 21,43 24,32 26,25

Izin 10 10,81 12,5

Mangkir 2,86 2,7 5

0 5 10 15 20 25 30

(3)

positional factors. Personal factors berhubungan dengan faktor-faktor personal yang terdapat di dalam diri individu. Situasional factors berhubungan dengan situasi di dalam organisasi. Sedangkan Positional factors berhubungan dengan masa jabatan seseorang dalam lingkungan kerjanya (Menurut Van Dyne dan Graham dalam Supriadie, 2013). Data yang disajikan diatas menunjukan bahwa komitmen organisasi karyawan masih menjadi suatu permasalahan yang dihadapi perusahaan. Apabila hal ini terus diabaikan oleh perusahaan maka akan menjadi penghambat perusahaan dalam mencapai tujuannya dan pada akhirnya perusahaan tersebut akan kehilangan daya saing dengan perusahaan lain atau akan berdampak pada menurunnya produktivitas perusahaan.

Padahal menurut Shore (1989), dalam sebuah organisasi, karyawan bukan hanya sekedar alat tetapi merupakan suatu personalitas (manusia) yang kompleks dan rumit yang mampu berinteraksi, personalitas (manusia) tersebut perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dalam penanganannya, sehingga karyawan tidak punya keinginan untuk keluar dari perusahaan. Salah satu indikator keinginan karyawan untuk keluar ditunjukkan oleh pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari pekerjaan yang baru serta keaktifan dalam mencari pekerjaan baru. Beberapa efek dari level intention to quit yang tinggi yaitu produktivitas karyawan menurun, aktivitas usaha perusahaan terganggu, timbul masalah moral kerja para karyawan lain, biaya perekrutan, wawancara, serta tes yang tinggi, biaya administrasi dalam memproses karyawan baru, tunjangan serta biaya pelatihan karyawan dalam mempelajari keahlian baru (Pareke, 2004; Zagladi, 2008; dalam jurnal (Pratiwi & Ardana, 2015).

Dalam usahanya meningkatkan komitmen karyawan, banyak organisasi yang memberikan dukungan organisasional, tujuannya untuk memuaskan dan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih keras sesuai komitmen perusahaan terhadap manfaat organisasi itu sendiri. Padahal, tidak semua karyawan merasakan dukungan organisasi. Ada beberapa perusahaan yang kurang memberi reward, atau karyawan yang berkinerja baik dan tidak dengan harga yang sama, sehingga secara tidak langsung mengurangi kemauan karyawan untuk memberikan performa terbaiknya, rendahnya tingkat disiplin karyawan, ada beberapa karyawan yang datang terlambat, ada juga karyawan yang meninggalkan kantor, dan seterusnya. Masalah ini merupakan indikasi bahwa karyawan kurang mendapat dukungan organisasional dalam pekerjaan mereka.

Perceived Organizational Support (POS) merupakan dukungan organisasi yang dipersepsikan dengan keyakinan global mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memperhatikan kesejahteraan, mendengar keluhan, memperhatikan kehidupan dan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai serta dapat dipercaya untuk memperlakukan karyawan dengan adil (Arshadi, 2011). Dengan adanya Perceived Organizational Support (POS) yang diberikan organisasi kepada karyawan menjadikan karyawan merasa lebih puas dan lebih berkomitmen dengan pekerjaannya (A. L. Dewi, Chandra, & Nugroho, n.d.).

Konsep komitmen organisasi hingga saat ini masih menjadi perhatian penting penelitian dalam bidang manajemen, khususnya sumber daya manusia (SDM) dan perilaku organisasi (Cohen, 2007; Yi‐ Ching Chen, M., Shui Wang, Y., & Sun, 2012). Komitmen organisasi berpengaruh dalam mengubah perilaku karyawan (Lambert, 2003 dalam jurnal (Crow, M. S., Lee, C., & Joo, 2012)). Banyak peneliti yang menemukan jika keberhasilan sebuah organisasi ditentukan oleh karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi (Jassawalla & Sashittal, 2003; Brooks, 2002; McElroy, 2001 dalam jurnal (Keskes, 2014)).

Sementara tingkat paling rendah dari komitmen organisasi yang terkait dengan pekerjaan berhubungan dengan sikap dan perilaku negatif seperti tingkat besar kecilnya niat karyawan tersebut untuk bertahan ataupun keluar dari organisasi ( Gaither, 2009; Bayarçelik & Findikli, 2016). Disaat karyawan memiliki komitmen yang rendah dan dibiarkan seara berlarut-larut tentunya akan memunculkan keinginan untuk keluar atau memiliki kecenderungan untuk meninggalkan organisasi tersebut (intention to quit), Keinginan keluar seorang karyawan rendah adalah jika organisasi memberikan perhatian yang lebih pada karyawannya.

(4)

Devries, 2016; Zhang et al., 2014), serta asuransi dan perbankan (Arshadi & Hayavi, 2013; Abdullateef et al., 2014; Tzafrir, Gur, & Blumen, 2015; Bayarçelik & Findikli, 2016).

Berdasarkan data dan penejelasan singkat yang telah dipaparkan di atas, komitmen organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, serta dapat mempengaruhi perasaan keinginan keluar dari karyawan. Rumusan ini dapat dijabarkan kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

A. Bagaimana pengaruh Perceived Organizational Support (termasuk kedalam situasional factors) terhadap Affective Commitment/komitmen organisasi

B. Bagaimana pengaruh Affective Commitment/komitmen organisasi terhadap Intentions to Quit/Keinginan untuk keluar

C. Bagaimana pengaruh Perceived Organizational Support terhadap Intention to Quit.

STUDI LITERATUR DAN HIPOTESIS

Rendahnya komitmen organisasi dapat disebabkan oleh perilaku karyawan yang di dukung oleh faktor personal, faktor situasional, faktor posisional yang terlihat selama karyawan bekerja di perusahaan, rendahnya komitmen organisasi dapat dilihat dari tingginya tingkat absensi, keterlambatan, dan tingkat turnover. Cara sederhana untuk membuat individu/karyawan mempunyai komitmen organisasi adalah dengan melihat dukungan yang diberikan perusahaan serta tujuannya dan memberikan apa yang diperlukan oleh karyawan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Kinerja meningkat jika pendekatan yang berorientasi pada kontrol dihilangkan dan diganti dengan komitmen organisasi. Karyawan yang menghargai dan berpegang teguh pada misi perusahaan akan bersedia untuk tidah hanya berusaha sepenuh hati atas nama perusahaan tetapi juga akan berkorban bilamana diperlukan, karyawan yang terinspirasi oleh sasaran bersama seringkali tingkat komitmennya lebih tinggi dibandingkan komitmen yang timbul dari insentif finansial ataupun faktor lainnya.

Perceived Organizational Support

Karyawan dalam sebuah organisasi akan cenderung untuk membentuk sebuah kepercayaan secara umum terkait sejauh mana organisasi menghargai kontribusi karyawan dan peduli atas kesejahtera- annya, persepsi yang dimiliki oleh karyawan inilah yang sering juga disebut dengan Perceived Organizational Support (POS), yang mana POS juga dinilai sebagai jaminan bahwa bantuan akan tersedia dari organisasi pada saat dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan seseorang secara efektif dan pada saat menghadapi situasi yang sangat menegangkan (Arshadi, 2011)

Perceived Organizational Support (POS) mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan peduli tentang kesejahteraan karyawan. Perceived Organizational Support (POS) ditemukan memiliki pengaruh penting terhadap kinerja (Krishnan & Mary, 2012). Perceived Organizational Support (POS) yang dimaksud dapat berupa penghargaan kontribusi karyawan, mendengarkan keluhan, perasaan bangga akan hasil kinerja atau prestasi karyawan serta memenuhi kebutuhan karyawan. Dengan adanya Perceived Organizational Support (POS) yang diberikan organisasi kepada karyawan menjadikan karyawan merasa lebih puas dan lebih berkomitmen dengan pekerjaannya (Arshadi, 2011).

Berikut adalah delapan poin item atau indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat Perceived Organizational Support (POS), yaitu:

1. Organisasi menghargai kontribusi karyawan

2. Organisasi menghargai usaha ekstra yang telah karyawan berikan. 3. Organisasi memperhatikan segala keluhan dari karyawan.

4. Organisasi sangat peduli tentang kesejahteraan karyawan

5. Organisasi memberitahu karyawan yang tidak melakukan pekerjaan dengan baik. 6. Organisasi peduli dengan kepuasan secara umum terhadap pekerjaan karyawan. 7. Organisasi menunjukan perhatian yang besar terhadap karyawan.

(5)

Eisenberger dan Rhoades (2002) menyimpulkan bahwa Perceived Organizational Support mencerminkan kepercayaan karyawan terhadap seberapa banyak organisasi mendukung kerja dan kesejahteraan karyawan. Sementara itu, Wendel (1994: 91) mendefinisikan dukungan organisasi sebagai semua hal yang terkait dengan bantuan dan hubungan antara rekan kerja dan rekan kerja, yang melibatkan perasaan saling membantu dan perasaan membutuhkan antara atasan dan bawahan. Selanjutnya, Robbins (1996: 150) menjelaskan bahwa "orang mendapatkan lebih dari sekedar uang, atau prestasi, dari pekerjaan mereka". Bagi sebagian besar karyawan, pekerjaan juga memenuhi kebutuhan mereka akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa rekan kerja yang baik dan mendukung dapat menyebabkan peningkatan kepuasan kerja. Selain itu, perilaku atasan juga merupakan penentu utama kepuasan kerja karyawan mereka.

Dengan dukungan dari organisasi, juga individu-individu di dalam organisasi tersebut, diharapkan karyawan dapat berpartisipasi secara aktif dalam mencapai tujuan organisasi. Davis (1985: 179) berpendapat bahwa, "partisipasi adalah keterlibatan emosional dan mental dari karyawan dalam situasi kelompok yang memungkinkan mereka memberikan kontribusi terhadap tujuan kelompok dan juga bertanggung jawab untuk itu". Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Perceived Organizational Support adalah ketika karyawan merasa yakin bahwa organisasi mereka peduli terhadap mereka dan mendukung sepenuhnya mereka untuk mengembangkan diri di dalam organisasi.

Mengenai hal-hal penting yang harus hadir dalam Perceived Organizational Support, Strauss and Sayles (1990: 126) berkomentar bahwa ada tiga (tiga) faktor penting yang mendukung, yaitu: (1) membangun rasa persetujuan. Keseluruhan kualitas perilaku atasan terhadap karyawan, terutama kepercayaan, dapat lebih penting daripada tindakan atau kombinasi tindakan; (2) mengembangkan hubungan pribadi untuk mengenal bawahan dan juga untuk membantu memecahkan masalah mereka di dalam, dan di luar, bekerja; (3) memberikan perlakuan yang adil dengan membiarkan setiap karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan dengan menerapkan disiplin di tempat.

Fleishman dan Harris (1992) berpendapat bahwa dukungan organisasi terhadap karyawan dapat ditawarkan dalam banyak cara. Masalahnya adalah bagaimana organisasi dapat memberikan dukungan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan karyawannya. Ada tiga peran kunci yang diberikan oleh Mintzberg (1973) di Sofo (1999; 237) karena menggambarkan peran manajemen terhadap karyawan mereka, yaitu Peran Interpersonal (melibatkan, mengarahkan, menghubungkan dan menjadi sosok), Peran Informasional (pemantauan, diseminasi, dan menjadi pembicara), juga Peran Keputusan (alokasi sumber daya, negosiasi, penanganan kekacauan dan menjadi pengusaha).

Dukungan dari atasan tentu bisa mempengaruhi tugas yang perlu dilakukan oleh karyawan dan diharapkan bisa mendapat umpan balik, jadi bila ada kesalahan, koreksi kesalahan itu bisa dilakukan dengan cepat. Selanjutnya, dapat diharapkan bahwa dengan memberikan dukungan organisasi, karyawan dapat meningkatkan prestasi dalam melakukan tugas pokoknya dan pada akhirnya dapat melakukan pekerjaan mereka secara lebih efektif dan efisien. Eisenberger, Huntingon, Hutchison dan Sowa (1986: 53-54) mengemukakan bahwa teori dukungan organisasi adalah proses psikologis sebagai konsekuensi persepsi dukungan organisasi.

1) Berdasarkan norma timbal balik, dukungan organisasi dapat membangun tanggung jawab karyawan untuk selalu menjaga kesejahteraan organisasi dan kemauan untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Alasannya adalah para karyawan merasa bahwa mereka memiliki investasi yang tak ternilai harganya dan mereka bertanggung jawab untuk itu.

2) Dukungan organisasi dapat memenuhi kebutuhan sosial dan emosional para karyawan, dan kemungkinan karyawan tetap sebagai anggota organisasi dapat ditingkatkan. Kebutuhan sosial dan emosional dapat terpenuhi karena organisasi tempat karyawan bekerja selalu peduli terhadapnya dan memberi keadilan dan penghargaan.

3)

Dukungan organisasi dapat meningkatkan kepercayaan dari karyawan mengenai penghargaan dari organisasi jika produktivitas karyawan meningkat (performance-reward expectancies).

(6)

mengurangi omset. Berdasarkan penjelasan singkat di atas, dapat dinyatakan bahwa dukungan merupakan faktor penting dalam menentukan kepuasan dan kemauan karyawan untuk bekerja sama dalam mencapai target manajemen. Sebagai bentuk manajemen bottom up, dukungan membantu mengurangi kekecewaan dan tekanan yang dirasakan oleh banyak karyawan saat menghadapi tekanan, kekakuan, dan pekerjaan yang steril. Dengan mengurangi frustrasi, dukungan tersebut membantu menciptakan kondisi di mana orang akan menerima struktur organisasi dengan sedikit keengganan dan antusiasme yang lebih tinggi.

Affective Commitment

Komitmen organisasi pertama kali dikemukakan oleh Porter, dkk. (1974:604), sebagai kemungkinan bahwa seseorang akan memberikan nilai-nilai organisasi, akan mengerahkan upaya untuk mengikuti nilai-nilai yang ada dalam organisasi, serta berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (Porter, et al., 1974; dalam jurnal (Yi‐Ching Chen, M., Shui Wang, Y., & Sun, 2012; Kumasey, A. S., Bawole, J. N., & Hossain, 2016).

Dalam menumbuhkan komitmen organisasi, perusahaan diharapkan mampu memberikan pemenuhan dari faktor personal, situasional maupun positional baik itu kebutuhan yang disadari atau yang tidak disadari, berbentuk materi ataupun non materi. Sehingga karyawan senantiasa memiliki rasa ingin bekerja yang tinggi. Dukungan organisasi (Organizational Support) dipersepsikan dengan keyakinan global mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memperhatikan kesejahteraan, mendengar keluhan, memperhatikan kehidupan dan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai serta dapat dipercaya untuk memperlakukan karyawan dengan adil. Dengan adanya Perceived Organizational Support (POS) yang diberikan organisasi kepada karyawan menjadikan karyawan merasa lebih puas dan lebih berkomitmen dengan pekerjaannya(A. L. Dewi et al., n.d.).

Tingkat paling rendah dari komitmen organisasi yang terkait dengan pekerjaan berhubungan dengan sikap dan perilaku negatif seperti tingkat besar kecilnya niat karyawan tersebut untuk bertahan ataupun keluar dari organisasi. Disaat karyawan memiliki komitmen yang rendah dan dibiarkan seara berlarut-larut tentunya akan memunculkan keinginan untuk keluar atau memiliki kecenderungan untuk meninggalkan organisasi tersebut (intention to quit). Pendekatan yang terkemuka dalam mempelajari komitmen organisasi yaitu model tiga komponen komitmen organisasi, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinyu, dan komitmen normatif (Cohen, 2007; Crow, M. S., Lee, C., & Joo, 2012; Meyer et al., 2012).

Komitmen Afektif merupakan bagian dari Komitmen Organisasional yang mengacu kepada sisi emosional yang melekat pada diri seorang karyawan terkait keterlibatannya dalam sebuah organisasi. Terdapat kecenderungan bahwa karyawan yang memiliki Komitmen Afektif yang kuat akan senantiasa setia terhadap organisasi tempat bekerjaoleh karena keinginan untuk bertahan tersebut berasal dari dalam hatinya. Komitmen Afektif dapat muncul karena adanya kebutuhan, dan juga adanya keter- gantungan terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan oleh organisasi di masa lalu yang tidak dapat ditinggalkan karena akan merugikan. Komit- men ini terbentuk sebagai hasil yang mana organisasi dapat membuat karyawan memiliki keyakinan yang kuat untuk mengikuti segala nilai-nilai organisasi, dan berusaha untuk mewujudkan tujuan organisasi se- bagai prioritas pertama, dan karyawan akan juga mempertahankan keanggotaannya (Han, Nugroho, Kartika, & Kaihatu, 2011).

(7)

Menurut Meyer, Allen & Smith (1993), Affective Commitment merupakan ikatan emosional yang melekat pada seorang karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dalam organisasi. Dalam penelitian Meyer et al., (2002) mengatakan bahwa komitmen tersebut timbul karena di fasilitasi oleh pengalaman kerja yang diberikan oleh organisasi. Dalam konteks layanan, Affective Commitment

(AC) yang timbul dalam diri karyawan cenderung membantu organisasi untuk memberikan layanan yang berkualitas (Allen & Grisaffe, 2001). Komitmen afektif ini juga dapat dikatakan sebagai penentu yang penting atas dedikasi dan loyalitas seorang karyawan. Kecen- derungan seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi, dapat menunjukkan rasa memiliki atas perusahaan, meningkatnya keterlibatan dalam aktivitas organisasi, keinginan untuk mencapai tujuan organisasi, dan keinginan untuk dapat tetap bertahan dalam organisasi(Han et al., 2011).

Menurut Eisenberger et al., (2001) menggambarkan bahwa Affective Commitment (AC) sebagai suatu kecenderungan untuk terikat dalam aktivitas organisasi secara konsisten sebagai hasil dari akumulasi investasi yang hilang jika aktivitasnya dihentikan. Dari beberapa definisi Affective Commitment di atas menunjukkan adanya keterikatan psikologis (psychological attachment) individu dan organisasinya, sehingga individu yang sangat komit terhadap organisasinya, akan melibatkan dirinya secara mendalam pada aktivitas organisasi dan menikmati setiap kegiatan dalam organisasi. Dengan kata lain, ini berarti seseorang bertahan di organisasi karena mereka memang menginginkannya (want to).

Berikut merupakan indikator dari Affective Commitment (He, 2008, p. 25): a. Memiliki makna yang mendalam secara pribadi

b. Rasa saling memiliki yang kuat dengan organisasi

c. Bangga memberitahukan hal tentang organisasi dengan orang lain d. Terikat secara emosional dengan organisasi

e. Senang apabila dapat bekerja di organisasi sampai pensiun

f. Senang berdiskusi mengenai organisasi dengan orang lain di luar organisasi

Intentions to Quit

Para karyawan yang tidak puas dengan pekerjaannya lebih mudah keluar atau berpindah kerja dibandingkan tenaga kerja yang puas. Perilaku penarikan diri tenaga kerja biasanya mempunyai akibat yang tidak diinginkan bagi organisasi. perpindahan kerja dapat merusak kelancaran perusahaan. Menurut Riley (2006), adapun faktor yang berpengaruh sehingga terjadi intention to quit meliputi faktor eksternal, yakni pasar ketenagakerjaan, faktor intuisi yakni keadaan ruangan, keterampilan dalam bekerja, karakteristik yang dimiliki oleh karyawan seperti kecerdasan emosional, jenis kelamin, dan pengalaman kerja, minat, umur, serta sikap karyawan dalam pekerjaanya. Keinginan untuk keluar sangat dipengaruhi oleh ketidakpuasan kerja, rendahnya tingkat komitmen organisasi dan tingginya stres kerja yang disebabkan oleh job stressors (Firth, 2004). Karyawan yang mengundurkan diri mencerminkan karyawan yang merasakan ketidakseimbangan dalam pekerjaanya (Bunderson, 2001). Dapat disimpulkan bahwa intention to quit adalah suatu perilaku dan keinginan yang dimiliki oleh karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya.

Intention to quit mengacu pada perkiraan subjektif individu mengenai kemungkinan meninggalkan sebuah organisasi dalam waktu dekat. Niat untuk pergi dianggap sebagai keinginan sadar dan disengaja untuk meninggalkan organisasi dalam waktu dekat dan mempertimbangkan bagian terakhir dari sebuah rangkaian dalam proses kognisi penarikan (Gaither, 2009). Intention to quit atau

intention to leave atau niatan untuk keluar merupakan persepsi negatif karyawan terhadap pekerjaannya yang mana memiliki potensi untuk meninggalkan organisasi apabila mereka merasakan ketidaksenangan dan kelelahan dalam bekerja (Khan et al., 2014). Intention to leave atau biasa disebut

‘Niat untuk meninggalkan’ hanya terpaku pada kecenderungan karyawan untuk meninggalkan

(8)

menyebutkan bahwa intention to leave merupakan awal dari perilaku perputaran karyawan (turnover) yang secara langsung dan menceminkan suatu gabungan dari sikap keluar dari organisasi. Setyanto dkk (2013) mengatakan perusahaan merasakan dampak rugi besar ketika perusahaan telah berhasil merekrut karyawan yang kompeten, namun pada akhirnya karyawan tersebut memilih untuk meninggalkan organisasinya. Sejumlah besar biaya akan banyak dikeluarkan oleh perusahaan dalam merekrutmen ulang karyawan (Islam et al., 2013).

Hubungan Perceived Organizational Support terhadap Affective Commitment

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh POS terhadap Komitmen Afektif. Penelitian yang dilakukan oleh Shore & Tetrick (1991) membuktikan bahwa POS berkolerasi dengan Komitmen Afektif, yang mana berdasarkan teori pertukaran sosial Komitmen Organisasional akan terbentuk sebagai efek dari POS. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Meyer et al. (2002) yang menyatakan bahwa POS memiliki korelasi paling kuat terhadap Komitmen Afektif, penemuan ini juga konsisten dengan hasil yang dikemukakan oleh Eisenberger et al. (1986) yang menyatakan apabila sebuah organisasi ingin memiliki karyawan dengan Komitmen Afektif yang tinggi maka organisasi harus menunjukkan komitmen terlebih dahulu dengan menyediakan lingkungan kerja yang kondusif (Han et al., 2011).

Dawley et al. (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa perceived organizational support

memiliki keterkaitan kuat yang menyebabkan timbulnya komitmen organisasi pada karyawan, bahkan

perceived organizational support lebih kuat pengaruhnya daripada mentoring dan persepsi dukungan pengawas. Yahya et al. (2012) dengan menggunakan alat uji yaitu analisis regresi menemukan bahwa

perceived organizational support sangat berpengaruh signifikan terhadap komitmen afektif dan komitmen normatif namun tidak terlalu signifikan pada komitmen berkelanjutan. Eisenberger et al. (2001) pada penelitiannya menemukan bahwa perceived organizational support berpengaruh positif terhadap kewajiban karyawan untuk terus berkontribusi terhadap organisasi dan membantu organisasi untuk mencapai tujuannya.

Arshadi (2011) meneliti dengan menggunakan alat uji SEM menemukan hasil bahwa perceived organizational support berpengaruh positif terhadap komitmen afektif serta berpengaruh negatif terhadap turnover intention yang terjadi di perusahaan tersebut. Hal serupa juga dikemukakan oleh Settoon et al (1996) dalam penelitiannya dengan menggunakan alat uji SEM menyebutkan bahwa

perceived organizational support memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap komitmen organisasi ketimbang leader-member exchange(M. P. Dewi & Rahyuda, 2015).

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Perceived organizational support berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi.

Hubungan Affective Commitment terhadap Intentions to Quit

Beberapa penelitian sebelumnya telah menemukan pengaruh komitmen organisasi terhadap

intention to leave karyawan di berbagai negara. Seonghee et al. (2009) dengan menggunakan alat uji SEM menyebutkan bahwa komitmen organisasi yang tinggi dapat menurunkan keinginan untuk meninggalkan organisasi. Khan et al. (2014) menemukan bahwa komitmen organisasi yang rendah akan berpengaruh signifikan terhadap meningkatnya keinginan untuk meninggalkan organisasi. Sejalan dengan itu, Khan et al. (2014) juga menyebutkan bahwa komitmen organisasi berdampak negatif signifikan terhadap keinginan untuk meninggalkan organisasi pada staf akademik Institusi perguruan tinggi Khyber Pakhtunkhwa di Pakistan. Bhakti (2005) dengan menggunakan alat uji analisis regresi linier berganda mendapatkan hasil bahwa komitmen organisasi yang tinggi dapat menurunkan keinginan keluar (Intention to Quit). Sejalan dengan beberapa penelitian tersebut. Loi et al.(2006) dengan menggunakan alat uji analisis regresi hierarki juga menyebutkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap intention to quit.

(9)

H2 : Komitmen Organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intention to quit.

Hubungan Perceived Organizational Support terhadap Intention to Quit

POS mengacu pada persepsi individu mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusinya dan peduli terhadap kesejahteraannya (yaitu, sejauh mana organisasi berkomitmen terhadap karyawannya) (Eisenberger et al., 1986) . Dengan demikian, karyawan cenderung mencari keseimbangan dalam hubungan pertukaran mereka dengan organisasi mereka dengan memiliki sikap dan perilaku mereka berdasarkan komitmen majikan mereka terhadap mereka secara individual (Eisenberger et al., 1990). Berdasarkan norma timbal balik, peningkatan POS membuat karyawan merasa berkewajiban untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi dan untuk membantu organisasi mencapai tujuannya (Eisenberger et al., 2001). POS meningkatkan harapan hasil kerja karyawan, yang membuat karyawan percaya bahwa usaha mereka akan dihargai di masa depan (Eisenberger et al., 1986). Karyawan yang menganggap POS tinggi cenderung berafiliasi dengan dan loyal terhadap organisasinya (Loi et al., 2006). Berdasarkan harapan hasil usaha yang tinggi dan kesediaan karyawan untuk mempertahankan keanggotaan dengan organisasi karena peningkatan POS. Loi dkk. (2006) selanjutnya mengusulkan bahwa peningkatan POS akan menurunkan niat karyawan untuk meninggalkan organisasi. Hubungan negatif yang signifikan juga ditemukan antara POS dan niat untuk pergi (Wayne, Shore, Liden, & Wayne, 2013; Cho et al., 2009)

Perceived organizational support memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan harapan akan upaya dan hasil karyawan sehingga membuat karyawan percaya bahwa usaha mereka telah dihargai di masa yang akan datang oleh organisasinya sendiri (Eisenberger et al., 1986). Pada dasarnya perceived organizational support yang tinggi cenderung menurunkan keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasinya (Ariani, 2011). Salah satu cara karyawan untuk membayar organisasi apabila mereka telah dihargai adalah melalui partisipasi lanjutan dimana akan mendorong timbulnya perasaan keanggotaan organisasi sebagai bagian penting dari identitas diri karyawan (Eisenberger et al., 1990). Allen et al. (2003) meneliti dengan alat uji analisis SEM pada penelitiannya menemukan bahwa POS (Perceived Organizational Support) berpengaruh negatif signifikan terhadap keinginan untuk meninggalkan organisasi.Penelitian yang dilakukan oleh Newman et al.(2012) dengan menggunakan alat uji SEM (Structured Equation Modeling) menemukan bahwa POS (Perceived Organizational Support) berpengaruh negatif signifikan terhadap keinginan untuk meninggalkan organisasi. Loi et al.

(2006) menyebutkan karyawan yang menginterpretasikan perceived organizational support yang tinggi cenderung sangat berafiliasi dan setia kepada organisasi serta perceived organizational support akan menurunkan keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasinya.

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

(10)

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa POS berkolerasi dengan Komitmen Afektif, yang mana berdasarkan teori pertukaran sosial Komitmen Organisasional akan terbentuk sebagai efek dari POS, bahkan POSlebih kuat pengaruhnya daripada mentoring dan persepsi dukungan pengawas. POS memiliki korelasi paling kuat terhadap Komitmen Afektif, hal ini sejalan dengan penelitian Eisenberg (1986) yang menyatakan apabila sebuah organisasi ingin memiliki karyawan dengan Komitmen Afektif yang tinggi maka organisasi harus menunjukkan komitmen terlebih dahulu dengan menyediakan lingkungan kerja yang kondusif (Han et al., 2011).

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullateef, A. O., Muktar, S. S. M., Yusoff, R. Z., & Ahmad, I. S. B. (2014). Effects of Customer

Relationship Management Strategy on Call Centre’s Employee Intention to Quit: Evidence from

Malaysia Call Centers. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 130, 305–315. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.04.036

Akova, O., Cetin, G., & Cifci, I. (2015). The Relation between Demographic Factors and the

Turnover Intention in Pre-opening Hotel Businesses. Procedia - Social and Behavioral Sciences,

207, 377–384. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.10.177

Arshadi, N. (2011). The relationships of perceived organizational support (POS) with organizational commitment, in-role performance, and turnover intention: Mediating role of felt obligation.

Procedia - Social and Behavioral Sciences, 30, 1103–1108. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.10.215

Arshadi, N., & Hayavi, G. (2013). The Effect of Perceived Organizational Support on Affective Commitment and Job Performance: Mediating Role of OBSE. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 84, 739–743. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.06.637

Bayarçelik, E. B., & Findikli, M. A. (2016). The Mediating Effect of Job Satisfaction on the Relation Between Organizational Justice Perception and Intention to Leave. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 235(October), 403–411. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.11.050

Bobbio, A., & Manganelli, A. M. (2015). Antecedents of hospital nurses’ intention to leave the

organization: A cross sectional survey. International Journal of Nursing Studies, 52(7), 1180– 1192. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2015.03.009

Cho, S., Johanson, M. M., & Guchait, P. (2009). Employees intent to leave: A comparison of determinants of intent to leave versus intent to stay. International Journal of Hospitality Management, 28(3), 374–381. https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2008.10.007

Cohen, A. (2007). Commitment before and after : An evaluation and reconceptualization of

organizational commitment. Human Resource Management Review,17(336–354), 2007. https://doi.org/10.1108/09564230910978511

Crow, M. S., Lee, C., & Joo, J. (2012). Organizational justice and organizational commitment among South Korean police officers. Policing: An International Journal of Police Strategies &

Management, 35, 2012. https://doi.org/10.1108/13639511211230156

Dewi, A. L., Chandra, D. O., & Nugroho. (n.d.). ANALISA PENGARUH PERCEIVED

ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS) TERHADAP EMPLOYEE PERCEIVED SERVICE (EPSQ) QUALITY DENGAN MEDIASI AFFECTIVE COMMITMENT (AC) PADA

RESTORAN “X” DI SURABAYA, (2006), 124–138.

Dewi, M. P., & Rahyuda, A. G. (2015). PERAN PEMEDIASIAN KOMITMEN ORGANISASI PADA PENGARUH PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP INTENTION TO LEAVE. E-Jurnal Manajemen Unud,4(10), 2928–2954.

Dyo, M., Kalowes, P., & Devries, J. (2016). Moral distress and intention to leave: A comparison of adult and paediatric nurses by hospital setting. Intensive and Critical Care Nursing, 36, 42–48. https://doi.org/10.1016/j.iccn.2016.04.003

Gaither, C. A. (2009). Job satisfaction and intention to leave the profession: Should we care?

Research in Social and Administrative Pharmacy, 5(2), 91–93. https://doi.org/10.1016/j.sapharm.2009.04.001

(12)

Ipekc, E., & Irmak, S. (2009). Path analysis of organizational commitment , job involvement and job satisfaction in Turkish hospitality industry, 64(4–16), 2009.

https://doi.org/10.1108/16605370910948821

Islam, T., Khan, S. ur R., Ungku Ahmad, U. N. B., Ali, G., Ahmed, I., & Bowra, Z. A. (2013). Turnover Intentions: The Influence of Perceived Organizational Support and Organizational Commitment. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 103, 1238–1242.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.10.452

Keskes, I. (2014). Relationship between leadership styles and dimensions of employee organizational commitment: A critical review and discussion of future directions., 10, 2014.

Kumasey, A. S., Bawole, J. N., & Hossain, F. (2016). Organizational commitment of public service employees in Ghana: do codes of ethics matter? International Review of Administrative Sciences., 33, 2016. https://doi.org/10.1177/0020852316634447

Kyoo, B., & Jeung, J. H. J. Y. C.-W. (2006). The effects of core self-evaluations and transformational leadership on organizational commitment. Leadership & Organization Development Journal,

33(6), 2006. https://doi.org/10.1108/09564230910978511

MacIntosh, E. W., & Doherty, A. (2010). The influence of organizational culture on job satisfaction and intention to leave. Sport Management Review, 13(2), 106–117.

https://doi.org/10.1016/j.smr.2009.04.006

Meyer, J. P., Stanley, D. J., Jackson, T. A., McInnis, K. J., Maltin, E. R., & Sheppard, L. (2012). Affective, normative, and continuance commitment levels across cultures: A meta-analysis.

Journal of Vocational Behavior, 80(2), 225–245. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2011.09.005

Pratiwi, I. Y., & Ardana, I. K. (2015). Pengaruh Stres Kerja Dan Komitmen Organisasional Terhadap Intention To Quit Karyawan Pada Pt . Bpr Tish Batubulan. E-Jurnal Manajemen Unud, 4(7), 2036–2051.

Supriadie, I. F. (2013). Pengaruh Faktor Personal, Faktor Situasional, Faktor Posisional Terhadap Komitmen Organisasi (Studi Kasus pada Karyawan Bank bjb Cabang Utama Bandung), 1–11.

Tzafrir, S. S., Gur, A. B. A., & Blumen, O. (2015). Employee social environment (ESE) as a tool to decrease intention to leave. Scandinavian Journal of Management, 31(1), 136–146.

https://doi.org/10.1016/j.scaman.2014.08.004

Wayne, S. J., Shore, L. M., Liden, R. C., & Wayne, S. J. (2013). PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT AND LEADER-MEMBER EXCHANGE : A SOCIAL EXCHANGE

PERSPECTIVE, 40(1), 82–111.

Yi‐Ching Chen, M., Shui Wang, Y., & Sun, V. (2012). Intellectual capital and organizational commitment. Personnel Review, 41(321–339), 2012.

https://doi.org/10.1108/00483481211212968

Zhang, L. feng, You, L. ming, Liu, K., Zheng, J., Fang, J. bo, Lu, M. min, … Bu, X. qing. (2014). The

association of Chinese hospital work environment with nurse burnout, job satisfaction, and intention to leave. Nursing Outlook, 62(2), 128–137.

Gambar

Grafik Absensi Karyawan Bank BJB

Referensi

Dokumen terkait

Penulis tidak dapat menemukan kesimpulan dari penenelitian yang dilakukan oleh Khusna Nazalia, tetapi dilihat dari rumusan masalah maka terdapat perbedaan topik

Berdasarkan hasil penelitian dan data yang didapat dari ketiga berita yang peneliti pilih tentang tindakan asusila pada kasus Mikhaela Lee Juwono di media

Sebaliknya, kolom penilaian di sebelah kanan "kolom sama penting "# ke kanan# digunakan jika kriteria atau indikator sebelah kanan kanan "kolom sama penting "#

Hasil persamaan model struktural/ inner model untuk pengaruh efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas diperoleh nilai 0,377 yang menggambarkan bahwa semakin

(2) Kredit yang disalurkan Bank BTN KC Surakarta secara langsung berdampak positif terhadap stabilitas likuiditas bank.Hasil tersebut ditunjukkan oleh adanya

Metode regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel, Uji Chow test , Uji Hausman test , dan Uji Statistik untuk

Ada beberapa cara yang harus dilakukan oleh mereka (penganut Islam Kejawen khususnya di Desa Pekuncen) untuk melestarikan budayanya. Melihat dari judul skripsi ini

Secara harfiah, film (cinema) berasal dari kata cinematographie yang berarti cinema (gerak), tho atau phytos (cahaya) dan graphie atau graph (tulisan, gambar,