KOMPETENSI PENGAJAR
BAHASA DAN SASTRA JAWA
Oleh: Dra. Darni, M.Hum.
Disajikan dalam Kongres Bahasa Jawa IV
di Semarang, 10-14 September 2006
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
KOMPETENSI PENGAJAR BAHASA DAN SASTRA JAWA
Oleh: Darni
Abstrak
Untuk mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Jawa yang maksimal dibutuhkan guru atau pengajar Bahasa dan Sastra Jawa yang kompeten. Pemerintah telah menetapkan standar kompetensi guru yang meliputi 4 hal, yaitu: penguasaan bidang studi, pemahaman tentang peserta didik, penguasaan pembelajaran yang mendidik, dan pengembangan pekribadian dan keprofesionalan. Di Jawa Timur, kompetensi guru, khususnya berkaitan dengan peguasaan bidang studi masih mengalami permasalahan yang serius. Sebagian besar guru Bahasa Daerah SMP tidak memiliki latar belakang ilmu yang cocok, yaitu pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Mereka berasal dari berbagai bidang studi, seperti Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, PPKn, dan Kesenian.
A. Pendahuluan
Guru merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan. Bahkan guru
dapat dipandang sebagai aspek kunci dalam keberhasilan pendidikan. Kondisi
dan kualitas guru merupakan penentu mutu pendidikan. Peningkatan mutu
pendidikan harus dilaksanakan secara menyeluruh. Penyempurnaan aspek
pendukung pendidikan, seperti sarana, prasarana dan kurikulum, tanpa diikuti
oleh peningkatan kualitas guru tidak akan dapat dicapai hasil yang maksimal.
Penyempurnaan kurikulum pendidikan menjadi Kurikulum Berbasis
Kompetensi akhir-akhir ini merupakan salah satu upaya peningkatan mutu
pendidikan. Pelaksanaan kurikulum yang popular disebut sebagai KBK tersebut
sampai saat ini masih belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Memang
Namun, guru merupakan salah satu faktor bahkan faktor penentu tercapainya
tujuan peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan KBK tersebut.
Guru yang berkualitas sangat diperlukan dalam peningkatan mutu
pendidikan. Perlunya guru yang berkulaitas dan professional telah ditegaskan
dalam UU no. 20 tahun 2003. Ada tiga hal yang ditekankan berkaitan dengan
peningkatan mutu pendidikan.
1) Untuk memberikan penjaminan mutu pendidikan ditetapkan
standar nasional pendidikan yang di dalamnya mencakup standar
isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan
yang harus ditingkatkan secara berkala.
2) Guru sebagai unsur pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan.
3) Guru sebagai unsur pendidik harus memiliki kualifikasi
minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Ketiga hal yang disyaratkan di atas harus dimiliki oleh setiap guru. Guru
yang berkualitas dan profesional merupakan pilar utama untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan,
dan menilai pembelajaran dituntut memenuhi standart kompetensi dan
Guru yang profesional memiliki cirri-ciri seperti yang dikemukakan oleh
Arifin (2001), yaitu:
1) memiliki dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap
masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad
21;
2) menguasai kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praktek
pendidikan, bukan hanya menguasai konsep-konsep pendidikan;
3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan
secara terus menerus.
Dasar ilmu yang kuat merupakan syarat utama bagi guru yang
professional. Dasar ilmu tersebut tidak berhenti pada penguasaan konsep
belaka. Ilmu harus dikembangkan secara terus menerus melalui riset di
lapangan. Riset merupakan proses pengembangan diri bagi guru yang nyata.
Ada sembilan ciri yang lebih rinci yang dikemukakan oleh Huole
(Suryanto, 2001) masih berkaitan dengan syarat bagi guru yang profesional.
Sembilan hal tersebut adalah: (1) memiliki landasan ilmu yang kuat, (2) harus
berdasarkan kompetensi individual bukan berdasarkan KKN, (3) memiliki
system seleksi dan sertifikasi, (4) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar
sejawat, (5) adanya kesadaran professional yang tinggi, (6) memiliki
prinsip-prinsip etik yang berupa kode etik, (7) memiliki system sangsi profesi, (8)
adanya militansi individual, (9) memiliki organisasi profesi.
Huole menetapkan persyaratan bagi guru yang profesional mulai dari
bukan melalui KKN. Guru juga harus memiliki wadah organisasi. Wadah
organisasi tersebut tidak hanya merupakan wadah untuk berkumpul dan
memperjuangkan nasib belaka, namun harus dapat menjadi ajang
pengembangan keprofesionalan guru untuk meningkatkan kualitas guru.
B. Permasalahan Guru Bahasa Jawa di Jawa Timur
Untuk mewujudkan guru yang berkualitas dan professional seperti
diuraikan di atas tampaknya masih banyak kendala. Banyak permasalahan yang
dihadapi oleh guru. Menurut Sondang (2004) guru di Indonesia pada
umumnya memiliki permasalahan terkait dengan kualifikasi yang rendah,
pembinaan yang masih belum memadai, perlindungan profesi yang belum
memadai, dan persebaran yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan
guru di lokasi tertentu. Keempat permasalahan tersebut mempengaruhi mutu
pendidikan di Indonesia. Mutu pendidikan yang rendah salah satu penyebabnya
adalah mutu guru yang rendah pula.
Menurut Akadum (1999) permasalahan guru masih berakar dari dua hal,
yaitu profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena gajinya rendah
dan profesionalisme guru juga masih rendah. Gaji guru yang rendah
menyebabkan profesi guru belum merupakan pilihan utama masyarakat karena
tidak dapat memberikan masa depan yang cemerlang. Bahkan ada anggapan
bahwa guru bukan profesi dan dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa pendidikan
menjadi rendah karena lulusan SLTA yang berpotensi tinggi tidak mau menjadi
guru.
Akadum menjelaskan pula bahwa profesionalisme guru yang rendah
disebabkan oleh: (1) banyak guru yang belum dapat menekuni profesinya
secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika
profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih
setengah hati, terutama dari pengambil kebijakan dan pihak-pihak terlibat, (4)
masih ada perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan
kepada calon guru, (5) masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi
profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme
anggotanya.
Permasalahan di atas juga dialami oleh guru Bahasa Jawa di Jawa Timur.
Para guru Bahasa Jawa di Jawa Timur, terutama guru SLTP sebagian besar
tidak memiliki kompetensi lulusan jurusan Pendidikan Bahasa Jawa. Mereka
memiliki latar belakang yang sangat heterogen. Latar belakang pendidikan
paling bagus yang mereka miliki adalah lulusan jurusan Pendidikan Bahasa
Indonesia. Namun sebagian besar justru berlatar belakang jurusan di luar
rumpun bahasa, seperti Sejarah, PMP, geografi, kesenian, bahkan matematika.
Tempat asal, yaitu dari daerah Jawa Tengah, dan umur, menjadi kriteria
penetapan guru pengampu mata pelajaran Bahasa Jawa SLTP di Jawa Timur.
Latar belakang keilmuan yang tidak tepat tersebut menunjukkan rendahnya
profesionalan guru Bahasa Jawa di Jawa Timur. Seperti yang diungkapkan oleh
pengakuan yang setengah hati terhadap keberadaan mata pelajaran Bahasa Jawa
oleh para pengambil kebijakan.
Masalah kedua berkaitan dengan kondisi sosial yang heterogin di Jawa
Timur. Di Jawa Timur terdapat beberapa dialek bahasa Jawa. Di daerah yang
disebut sebagai daerah Mancanegari Barat oleh Koentjaraningrat (1984), yaitu
daerah Madinn dan sekitarnya menggunakan dialek yang berbeda dengan
daerah yang disebut sebagai Gerbangkertasusila dan Tapalkuda. Berdasarkan
pengamatan (Darni, 2004; 2005) guru Bahasa Jawa di Jawa Timur, khususnya
di wilayah Gerbangkertasusila dan Tapalkuda, kurang memperhatikan adanya
perbedaan dialek tersebut. Para guru bahasa Jawa di daerah yang disebut di atas
juga menggunakan bahasa Jawa dialek Madiun yang cenderung sama dengan
bahasa Jawa dialek Jawa Tengah. Sehingga, siswa seperti mempelajari bahasa
asing, karena bahasa yang dipelajari tidak diakrabi dalam kehidupan sehari-hari.
Karena asing dan sulitnya materi pelajaran bahasa Jawa, mengakibatkan
pelajaran Bahasa Jawa tidak menarik, tidak disukai, bahkan ditakuti oleh siswa.
Dalam pembelajaran yang berbasis kompetensi, hendaknya digunakan
materi ajar yang berangkat dari konteks lingkungan tempat anak tinggal dan
belajar. Berkaitan dengan materi ajar, di daerah Jawa Timur bagian timur yang
kesehariannya menggunakan dialek Jawa Timuran, belum ada materi ajar yang
menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timuran. Sepanjang pengamatan
penulis, materi ajar yang beredar dan digunakan di sekolah-sekolah baik
Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah masih berkiblat pada dialek bahasa
bahan ajar yang berangkat dari konteks bahasa Jawa Timuran. Memang banyak
aspek yang menyebabkan keengganan guru menggunakan dialek Jawa Timuran
dalam pembelajaran di kelas. Salah satunya adalah adanya pandangan bahwa
bahasa Jawa dialek Jawa Timuran dianggap kasar dan tidak baku.
Ketidaksesuaian materi ajar dengan kebutuhan siswa tersebut juga merupakan
salah satu faktor penyebab tidak tercapainya tujuan pembelajaran secara
maksimal. Masalah tersebut juga terkait dengan masalah SDM guru Bahasa
Jawa seperti yang telah diuraikan, bahwa guru Bahasa Jawa di Jawa Timur,
khususnya pada tingkat Sekolah menengah, sebagian besar belum memiliki
kualifikasi latar belakang bidang ilmu yang sesuai dan mereka pada umumnya
berasal dari wilayah Jawa Tengah.
C. Standar Kompetensi Guru
Direktorat Jendral pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
mengembangkan Standar Kompetensi Guru Pemula. Standar kompetensi adalah
kriteria yang dibakukan dan disepakati tentang kemampuan seseorang yang
dapat diukur dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan tertentu. Standar
kompetensi yang diterapkan kepada guru terdiri dari empat rumpun yang terdiri
dari: penguasaan bidang studi, pemahaman tentang peserta didik, penguasaan
pembelajaran yang mendidik, pengembangan kepribadian dan keprofesionalan
(Depdiknas, 2004). Empat rumpun standar kompetensi guru tersebut selanjutnya
1) Penguasaan bidang studi meliputi pemahaman karakteristik dan
substansi bidang ilmu, pamahaman disiplin ilmu yang
bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan
metodologi ilmu yang bersangkutan untuk memferifikasikan dan
memantabkan pemahaman konsep yang dipelajari, dan
peyesuaian substansi ilmu yang bersangkutan dengan tuntutan
dan ruang gerak kurikuler, serta pemahaman tata kerja dan cara
pengamanan kegiatan praktik. Hal itu menjadi sangat penting
dalam memberikan dasar-dasar pembentukan kompetensi dan
profesionalisme guru di sekolah. Dengan menguasai substansi
bidang studi guru dapat mengaitkan dan mengaplikasikan bidang
ilmu sesuai dengan tuntutan lingkungan sekitar.
2) Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman berbagai
karakteristik peserta didik, pemahaman tahap-tahap
perkembangan peserta didik dalam berbagai aspek dan
penerapannya (aspek kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam
mengobtimalkan perkembangan dan pembelajaran peserta didik.
Guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mampu
mengidentifikasi potensi peserta didik yang perlu dikembangkan,
menghargai hak dan kewajiban peserta didik, memahami cara
belajar peserta didik, serta mampu membimbing perkembangan
didik agar dapat menentukan strategi bimbingan dan pelatihan
yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
3) Penguasaan pembelajaran yang mendidik terdiri atas pemahaman
konsep dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi
yang bersangkutan serta penerapannya dalam pelaksanaan dan
pengembangan proses pembelajaran yang mendidik. Cirri
pembelajaran yang mendidik jika guru mampu merencanakan
pembelajaran, menguasai pendekatan, metode dan media
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik,
memahami evaluasi proses dan hasil belajar peserta didik, serta
mampu merencanakan dan melaksanakan penelitian dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.
4) Pengembangan kepribadian dan keprofesionalan mencakup
kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, mampu
bekerja mandiri dan bekerja sama, mempu menilai kinerjanya
sendiri, mempunyai komitmen terhadap profesi dan tugas, serta
mampu meningkatkan kinerja profesinya. Guru dalam
melaksanakan tugas dilandasi oleh sikap iklas dan bertanggung
jawab sehingga dapat menumbuhkan pribadi guru yang tangguh
dan memiliki jati diri. Guru seperti itu pantas menjadi contoh dan
D. Kompetensi Guru Bahasa dan Sastra Jawa
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama telah mengeluarkan
daftar kompetensi guru Sekolah Lanjutan Pertama pada bulan April 2003. Ada 9
mata pelajaran yang diuraikan, yaitu Biologi, Ekonomi, Fisika, Geografi,
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, PPKn, dan Sejarah.
Buku yang berisi daftar kompetensi guru 9 mata pelajaran tersebut
diharapkan dibaca oleh setiap guru SLTP. Melalui daftar kompetensi tersebut
seorang guru diharapkan dapat membandingkan kompetensi dirinya dengan
daftar kompetensi yang telah disusun. Kesenjangan kompetensi yang ditemukan
akan merupakan kemampuan yang harus dipelajari oleh seorang guru SLTP.
Mata Pelajaran Bahasa Jawa tidak termasuk dalam daftar kompetensi
yang disusun. Standar kompetensi guru Bahasa Jawa dapat mengacu pada daftar
kompetensi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tidak banyak perbedaan
mengenai pokok-pokok bahasan pembelajaran Bahasa Indonesai dan
Daearh/Jawa. Kita perhatikan daftar kompetensi guru Bahasa Jawa yang
diadopsi dari daftar kompetensi guru Bahasa Indonesia di bawah ini.
Daftar komptensi guru yang akan diuraikan ini pada dasarnya tidak
berbeda dengan Standar Kompetensi Guru yang telah diuraikan pada bagian
terdahulu, yang terdiri dari empat rumpun kompetensi. Rumpun kompetensi
guru yang akan diuraikan ini terdiri dari 5 kelompok kompetensi.
Masing-masing kompetensi dijabarkan lagi menjadi beberapa sub kompetensi.
a. Mehamahi landasan pendidikan, filosofis, sosiologis, cultural,
psikologis,
ilmiah dan teknologis.
b. Memahami asas-asas pokok pendidikan.
c. Memahami aliran-aliran pendidikan.
d. Memahami teori belajar.
e. Memahami peserta didik.
f. Memahami pendekatan system dalam pendidikan.
g. Memehami tujuan pendidikan nasional.
h. Memahami kebijakan-kebijakan pendidikan nasional.
i. Memahami kebijakan pendidikan di SLTP.
2. Memahami materi pembelajaran Bahasa Jawa
Menguasai pokok-pokok bahasan pembelajaran Bahasa Jawa yang terdiri
dari empat pokok bahasan.
a. Ketrampilan berbahasa Jawa, meliputi:
1) menyimak;
2) berbicara;
3) membaca;
4) menulis, meliputi menulis huruf latin berbahasa Jawa dan
menulis dengan huruf Jawa.
b. Kebahasaan, meliputi:
1) fonologi Bahasa Jawa;
3) sintaksis Bahasa Jawa;
4) semantik Bahasa Jawa;
5) wacana Bahasa Jawa.
c. Materi Kesusasteraan, meliputi pengetahuan tentang tembang, guritan, parikan, dan carita cekak.
d. Materi ketrampilan bersastra, meliputi nembang macapat dan dolanan, maca guritan.
3. Menguasai pengelolaan pembelajaran Bahasa Jawa
a. Mampu mengidentifikasi karakteristik peserta didik
b. Mampu mengembangkan perencanaan pembelajaran Bahasa Jawa
c. Mampu mengembangkan materi pembelajaran Bahasa Jawa
d. Mampu mengembangkan metode, media, dan sumber belajar
e. Mampu menentukan strategi pembelajaran
f. Memiliki ketrampilan dasar-dasar pembelajaran Bahasa Jawa
g. Mampu melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
sesuai tujuan dan karkteristik Bahasa Jawa
4. Menguasai evaluasi pembelajaran Bahasa Jawa.
a. Menguasai konsep evaluasi.
b. Mampu memilih dan mengembangkan metode evaluasi sesuai sesuai
tujuan pembelajaran Bahasa Jawa.
c. Mampu mengembangkan instrument evaluasi pembelajaran Bahasa
d. Mampu melaksanakan evaluasi, pensekoran, dan interpretasi hasil
evaluasi.
e. Mampu menggunakan hasil-hasil evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran Bahasa Jawa.
5. Memiliki kepribadian, wawasan profesi dan pengembangannya.
a. Memiliki sikap, nilai moral dan berperilaku sebagai pendidik.
b. Memiliki integritas dan dedikasi sebagai pendidik.
c. Memiliki komitmen terhadap pengembangan profesi.
d. Mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasan secara efektif dalam
forum imiah (lisan dan tulisan).
e. Menguasai metodologi penelitian dan memanfaatkan hasil-hasilnya
untuk kepentingan pembelajaran.
f. Mampu mengadopsi dan mengembangkan inovasi-inovasi
pendidikan.
E. Penutup
Kualitas dan keprofesionalan guru Bahasa Jawa, khususnya di Jawa
Timur, masih jauh di bawah standar kompetensi yang ditetapkan. Permasalahan
utama terletak pada landasan ilmu para guru yang sebagian besar tidak sesuai
dengan kebutuhan. Sebagian besar pengajar atau guru tidak berlatar belakang
lulusan pendidikan Bahasa Jawa.
Perlu adanya perhatian khusus dari pihak pemerintah dan pihak-pihak
mengatasi hal tersebut adalah melalui sertifikasi. Pemantapan penguasaan
materi bidang studi merupakan kompetensi utama yang dibutuhkan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Di samping sertifikasi,
untuk menguji kemampuan guru perlu diadakan uji kompetensi secara berkala
untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi syarat professional yang terus
Daftar Pustaka
2001 “Profesionalisme Guru; Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi”. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001.