• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Ekonomi dan Demografi dalam Kebij

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor Ekonomi dan Demografi dalam Kebij"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAKSI

Riset ini meneliti faktor ekonomi dan demograi dalam alasan pemerintahan Jerman melalui Kan-selir Angela Merkel menerima secara terbuka ke-datangan para pengungsi, yang umumnya datang dari Syria dan mengalami lonjakan tertinggi pada tahun 2015. Meski mendapat penentangan dari sebagian publik Jerman, kalangan partai politik, dan bahkan sebagian kubu internal partai CDU, Kanselir Markel tetap bersikukuh dengan sikap ter-bukanya terhadap para pengungsi tersebut. Riset ini mengelaborasi analis Robert Atanasovski, yang salah satunya mengatakan bahwa sikap Jerman tersebut setidaknya dimotivasi oleh kepentingan ekonomi dan demograi Jerman. Dalam pemapa-ran disebutkan data ekonomi Jerman yang tidak terpengaruh oleh krisis Euro di Eropa dan perkem-bangan demograi Jerman yang mulai mengalami penuaan. Sumber informasi berasal dari pemberi-taan di media, analisis para pakar, jurnal dan buku yang terkait dengan tema sikap Jerman terhadap pengungsi Syria. Riset ini berkesimpulan bahwa faktor ekonomi dan demograi Jerman bisa diang-gap sebagai justiikasi atas sikap terbuka Angela Merkel terhadap para pengungsi dari Syria, tanpa harus mengabaikan faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam riset ini.

Kata Kunci: Pengungsi, Jerman, Uni Eropa, Pendu-duk Menua, Krisis Ekonomi, Lapangan Kerja.

PENGUNGSI SYRIA

Ali Noer Zaman

FISIP UMJ alinoerzaman@gmail.com

ABSTRACT

This research examines economic and demograp-hic factors wdemograp-hich have led the German government represented by Chancellor Angela Merkel to openly accepts the arrival of refugees, generally coming from Syria and reaching its peak in 2015. Despite the opposition from some parts of German public, political parties, and even from internal members of CDU party, Chancellor Markel remained ada-mant with his open attitude towards the refugees. The research elaborates Robert Atanasovski’s ideas, one of which says that Germany’s attitude is at least motivated by German economic and demographic interests. Based on data from various resources, German current economy has not been afected by the Euro crisis damaging many European countri-es. However, such well perfomed economy is under threat of aging population. This research concludes that German economic and demographic factors can be regarded as a justiication for Angela Mer-kel’s open attitude toward refugees from Syria, wit-hout having to ignore other factors not discussed in this research.

(2)

LATAR BELAKANG

Badan PBB untuk pengungsi, UNHCR, memuji Jerman dan Austria, beserta gerak-an masyarakat sipil, atas pergerak-annya mene-rima pengungsi Syria1 dalam jumlah besar.2

Surat kabar Welt melaporkan bahwa, hingga tanggal 5 November 2015, jumlah pengungsi yang telah memasuki Jerman adalah seba-nyak 950,827 orang. Sedangkan Kemente-rian Dalam Negeri Jerman mencatat bahwa

antara Januari 2015 hingga Oktober 2015, telah ada 243,721 warga Syria yang mema-suki Jerman untuk meminta suaka, sehingga jika ditambah dengan catatan sebelumnya pada bulan Desember 2014, yang sebanyak 118,196, adalah 360,000 orang. Secara kese-luruhan, Jerman akan menerima pendatang

1 Syria mengalami konlik semenjak munculnya

gelombang demontrasi yang menuntut demokrasi di tahun 2011. Mereka terinspirasi oleh gerakan

de-mokrasi di negara tetangga seperi Tunisia, Libya,

dan Mesir, sebuah gerakan yang oleh banyak ahli disebut dengan Arab Spring. Namun, tuntutan de-mokrasi tersebut justru berujung perang saudara an-tara pemerintahan Basyar al-Assad dan pihak oposisi.

Keadaan semakin parah karena konlik di Syria telah

melibatkan ideology keagamaan antara penguasa yang beraliran Syiah dengan kelompok oposisi yang mayoritas Sunni; juga melibatkan banyak pihak asing

seperi Aliansi Barat beranggotaan Amerika Serikat, Uni Eropa, Arab Saudi, dan Turki yang mendukung

Oposisi, berhadapan dengan Aliansi Rusia, China, Iran, dan Hizbullah yang mendukung rezim berkuasa.

Menurut laporan PBB, konlik Syria telah merenggut

nyawa 250.000 pada bulan Agustus 2015 dan men-gakibatkan pengungsian sebanyak 4,2 juta jiwa, yang

tersebar di Turki (1,8 juta), Lebanon (1,2 juta), Yorda

-nia (628,800), Irak (251,300), dan Mesir (131,900),

dan sebagian yang lain ke Eropa.

2Don Murray, “UNHCR applauds Austria and

Ger-many as refugees march across Hungary”, 5 Septem

-ber 2015 htp://www.unhcr.org/55eae4116.html

baru sebanyak 1,5 juta, dari berbagai Negara di tahun 2015.

Sikap antusiasime Jerman dalam me-nerima pengungsi Syria ditunjukkan oleh pernyataan Kanselir Jerman, Angela Merkel. Pada awal bulan September 2015, ia menga-takan bahwa Jerman tak mengenal batas atas dalam menerima pengungsi Syria, sehingga ribuan pengungsi boleh masuk ke negara-nya.3 Sementara itu, pihak otoritas Jerman

memperkirakan pada tahun 2015, Jerman setidaknya akan kedatangan pengungsi se-banyak 1,5 juta, naik dari perkiraan sebelum-nya yang mencapai 800 hingga 1 juta jiwa.4

Memang, sikap tegas Merkel tersebut bukan tanpa penentangan. Menteri Dalam Negeri, Thomas de Maiziere, meminta Uni Eropa un-tuk memberlakukan pembatasan atas jumlah pengungsi Syria yang bisa diterima.5

Di kalangan masyarakat sendiri terjadi perpecahan antara mereka yang mendu-kung sikap kanselir dengan mereka yang menentangnya. Menurut polling yang dia-dakan oleh Emnid Institute, 49 persen

war-3Melanie Amann, “Merkel Slowly Changes Tune

on Refugee Issue, Spiegel Online Internaional, 20

November 2015.htp://www.spiegel.de/internaion

- al/germany/angela-merkel-changes-her-stance-on-refugee-limits-a-1063773.html

4 Reuters, “Germany expects up to 1.5 million

asylum seekers in 2015, says report”, dalam http:// www.theguardian.com/world/2015/oct/05/ge- rmany-now-expects-up-to-15-mln-migrants-in--2015-report, diakses 4 Januari 2015.

5Jusin Hugler, “Minister calls for EU limit on refu

-gee numbers as over 950,000 arrive in Germany”, The

(3)

ga Jerman menggangap bahwa kebijakan pengungsi Jerman adalah salah, sementara 39 persen mendukungnya.6 Sementara itu,

politisi Hansjoerg Mueller, dari Alternative for Germany party, mengatakan bahwa negara-nya sedang menggelincir menuju “anarkhi” dan beresiko menjadi “republik pisang tan-pa pemerintahan”. Dirinya mengklaim bahwa 8,000 orang telah bergabung dalam Gerakan Pegida anti-Islam yang melakukan arak-arak-an di Dresden menyikapi keputusarak-arak-an Angela Merkel yang mengijinkan satu juta penda-tang masuk ke negaranya tahun ini.7

Kegiat-an demonstrasi Pegida menentKegiat-ang kehadirKegiat-an pengungsi ini biasanya dilakukan setiap hari senen petang di Dresden,8 mereka

beralas-an bahwa tradisi Jermberalas-an akberalas-an hilberalas-ang akibat masuknya para pendatang yang mayoritas beragama Islam.

6 Tony Paterson, “Refugee crisis: Nearly half

of Germans say Angela Merkel’s ‘welcome’ policy is wrong”, 11 Oktober 2015, htp://www.inde

- pendent.co.uk/news/world/europe/nearly-half- of-germans-say-angela-merkels-refugee-policy-is-wrong-a6689966.html

7Simon Tomlison, “German oicial says Merkel’s

open door migrant policy will lead to ‘civil war’ af -ter thousands march through one city holding

cru-ciixes during ani-Islam protest”, Mail online, 3 No

-vember 2015, htp://www.dailymail.co.uk/news/ article-3302015/Thousands-streets-Pegida-anti-im

-migraion-rally-Germany-group-s-founder-invesigat

-ed-slander-comparing-jusice-minister-Joseph-Goeb -bels.html

8Pegida adalah singkatan dari Patrioic Euro

-peans against the Islamizaion of the West. Protes di Dresden dimulai hampir setahun lalu keika Lutz Bachmann, mantan pesepak bola professional yang memiliki banyak catatan criminal, menulis di facebook penentangan terhadap imigran Turki di Jermani. Lihat lebih lanjut di htp://ediion.cnn.com/2015/10/19/ world/dresden-protests-against-immigrants/

Jumlah Pelamar Suaka di Jerman

Data diambil dari Kantor Federal Jerman untuk Migrasi dan Pengungsi

Negara Eropa Tujuan Pengungsi

(4)

Dan terlepas dari pro dan kontra terha-dap kebijakan migrasi Kanselir Angela Mer-kel, menarik untuk diamati bahwa sebelum pemberlakuan undang-undang keimigrasian yang lebih sederhana tahun 2005, yang me-mungkinkan kehadiran pengungsi ke Jerman dalam jumlah banyak, Jerman belumlah dike-nal sebagai negeri imigran, sebagaimana di-nyatakan oleh mantan Kanselir Helmut Kohl, “Jerman bukanlah negeri kaum imigran.

Robert Atanasovski menjelaskan alasan sikap terbuka Jerman terhadap pengungsi sebagai berikut. Pertama, penjelasan historis. Pada abad ke-19 dan hingga pertengahan abad keduapuluh, banyak penduduk Jerman yang meninggalkan negaranya untuk menda-patkan kehidupan yang lebih baik di negara lain. Hal itu berlangsung kurang lebih sekitar 70 tahun. Setelah Jerman mengalami keka-lahan dalam perang Dunia II, Amerika Seri-kat dan negara sekutu membantu memulih-kan perekonomian dan kondisi sosial politik, sehingga mampu membuat Jerman sebagai salah satu pusat ekonomi dan kemajuan tek-nologi. Saat tembok Berlin yang memisahkan Republik Demokratik Jerman (Jerman timur) dan Republik Federal Jerman (Jerman barat) mengalami keruntuhan pada tahun 1989, ba-nyak pengungsi dari Jerman timur, sekitar 3.5 juta, yang bermigrasi ke Jerman barat. Mung-kin karena peristiwa ini, Angela Merkel, yang lahir di Jerman Barat dari orang tua berpro-fesi sebagai pendeta, namun tumbuh besar di Jerman timur, memiliki empati dan simpati yang besar kepada para pengungsi. “Angela

Merkel shows a lot of understanding for

peop-le who peop-lee from war and despair,” says Stefan Kornelius, author of Angela Merkel: The Aut-horized Biography. “There is no moral questi-oning of her motives.” Kedua, pertimbangan ekonomi dan demograi. Pada saat ini Jerman sedang menghadapi ancaman menuanya usia penduduk karena jumlah kelahiran yang sedikit. Padahal, ekonomi Jerman yang kuat membutuhkan tenaga produktif dari mereka yang masih berusia muda. Celah lowongan penduduk muda tersebut bisa diisi oleh para imigran yang kebanyakan masih muda dan memiliki pendidikan tinggi. Kekurangan te-naga muda yang produktif akan mengancam kelangsungan perekonomian Jerman, ter-masuk jaminan sosial untuk para pensiunan.

Ketiga, faktor kepemimpinan Jerman. Jerman merupakan salah satu pendiri uni Eropa yang memiliki moralitas tinggi untuk menjaga soli-daritas Eropa dalam menghadapi krisis peng-ungsi.9

Riset ini ingin mengelaborasi analisis Robert Atanasovski, terutama mengupas si-tuasi demograi dan ekonomi Jerman sebagai salah faktor yang mendorong Angela Merkel untuk bersikeras menerima pengungsi Syria dalam jumlah besar.

STUDI LITERATUR

Sejauh pengetahuan penulis, belum ada sebuah karya utuh yang membahas

menge-9 By Adam Lebor, “ Angela Merkel: Europe’s Con

-science in the Face of A Refugee Crisis, Newsweek,” edisi 9/5/15. htp://www.newsweek.com/2015/09/18/an

-gela-merkel-europe-refugee-crisis-conscience-369053.

(5)

nai alasan mengapa Jerman mengambil ke-bijakan menerima pengungsi dalam jumlah besar.

Tulisan Heather Horn, berjudul Is Eastern

Europe Any More Xenophobic Than Western Europe? Investigating a stereotype of the

refu-gee crisis, diterbitkan oleh The Atlantic pada

tanggal 16 Oktober 2015, mencoba mengu-pas pertanyaan apakah Eropa Timur lebih takut dengan para pengungsi dari Timur Te-ngah dibandingkan dengan Eropa Barat. Tu-lisan tersebut muncul karena didorong oleh pemberitaan tentang kebijakan Jerman yang bersedia menerima banyak pengungsi, di-bandingkan dengan negara-negara Eropa Ti-mur yang bukan hanya tidak bersedia mene-rima pengungsi dalam jumlah banyak, tetapi menunjukkan kebencian pada pengungsi. Memperhatikan judulnya saja, maka penu-lis tidak memaksudkan secara khusus untuk membahas sebab-sebab penerimaan Jerman terhadap pengungsi dari Timur Tengah.

Sedangkan Landis Mackellar, dalam tu-lisannya berjudul Angela Merkel’s Reckless Refugee Policy10 mengkritik bahwa Angela

Merkel telah mengaburkan pengertian ten-tang pengungsi dan pendaten-tang (refugee and

immigrants), yang semua itu semata-mata

dilakukan untuk mendorong pertumbuhan penduduk demi menggantikan generasi tua yang jumlahnya terus meningkat. Angela Merkel telah membuat zona Schengen seba-gai zona perjalanan bebas visa.

10Dimuat pada tanggal 6 Oktober 2015 di htp://

observer.com/2015/10/angela-merkels-reckless-refu

-gee-policy/

Nicole Ostrand, sebagaimana diindikasi-kan dalam judul tulisannya, “The Syrian Re-fugee Crisis: A Comparison of Responses by Germany, Sweden, the United Kingdom, and the United State,” berusaha membandingkan respon empat negara Barat dalam mena-ngani pengungsi Syria, yang keempatnya di-pilih karena merupakan negara yang memi-liki reputasi baik dalam menerima pengungsi Syria. Dalam kesimpulannya dinyatakan, res-pon negara-negara tersebut terhadap peng-ungsi Syria masih sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga Syria.11

Ka-renanya, artikel ini tidak memberikan pem-bahasan yang mendalam terhadap respon negara Jerman.

PEMBAHASAN

Berdasarkan Laporan Komisi Eropa, per-tumbuhan ekonomi Jerman stabil terutama berkat permintaan domestik dalam bentuk konsumsi pribadi. Pertumbuhan GDP berki-sar 1.6% pada 2014 dan 1.7% pada 2015. Pa-sar tenaga kerja tumbuh dengan baik. Apa-lagi harga minyak rendah. Pasar tenaga kerja mampu bertahan dari krisis dan angka peng-angguran menurun hingga ke level terendah sejak penyatuan kembali Jerman. Namun demikian, investasi publik mengalami kega-galan sehingga tak cukup memberikan andil dalam nilai GDP. Sektor permesinan dan alat perlengkapan belum mampu mengulangi

11 Nicole Ostrand, “The Syrian Refugee Crisis: A

(6)

prestasi sebelum krisis, meskipun mendapat dukungan keuangan dan keuntungan peru-sahaan yang besar.12

Sedangkan berdasarkan laporan OECD, ekonomi Jerman telah mengalami pemulihan dari krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008. Berkat reformasi yang dilakukan, pasar tenaga kerja tetap kuat, standar hidup tinggi, kesetaraan pendapatan yang cukup berimbang, dan dimensi-dimensi yang lain mengalami perbaikan. Yang masih tertinggal adalah adanya kesenjangan dalam pelayanan kesehatan anak dan sekolah full day. Kurang-nya insentif untuk bekeja secara penuh dalam sistem perpajakan juga ikut mendorong para wanita untuk bekerja paruh waktu. Dalam be-berapa tahun terakhir, banyak rumah tangga yang belum bisa ikut mengambil keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan investasi.13

Mengutip dari data Eurostat, pasar tena-ga kerja memiliki peluang yang santena-gat besar, dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara Eropa yang lain. Angka pengang-guran di Jerman hanya mencapai setengah dari satu dekade lalu, turun dari 11.3 persen pada tahun 2005 menjadi 5 persen pada ta-hun 2014, jauh di bawah angka rata-rata ne-gara Uni Eropa yang mencapai 10.2 persen. Lapangan kerja meningkat dari 65 persen pada tahun 2003 menjadi 73.3 persen pada

12 Laporan Commission Staf Working Document,

European Commission, Country Report Germany

2016, h. 1.

13OECD Economic Surveys GERMANY, April 2016,

h.4. htp://www.oecd.org/eco/surveys/2016%20Ger

-many%20survey%20-%20Overview%20in%20ENG

-LISH.pdf. Diakses 28 Desember 2016.

tahun 2013. Dengan posisi tersebut, Jerman melampaui angka lapangan kerja rata-rata 28 negara Uni Eropa yang hanya mencapai 64.1 persen, bahkan melebihi Amerika Seri-kat (67.4%).14

Banyak pengamat dan penulis yang ter-kejut dengan prestasi ekonomi Jerman dan berusaha menjelaskan alasan-alasannya. Se-bagian sarjana dan pembuat kebijakan ber-pendapat bahwa keajaiban ekonomi Jerman tersebut disebabkan oleh manajemen eko-nomi yang tegas, kekakuan (austerity), dan reformasi struktural, yang didorong oleh reformasi Hartz – serangkaian reformasi pa-sar tenaga kerja dan negara kesejahteraan yang memangkas keuntungan dan membe-ri kemudahan pada penciptaan tenaga kerja yang tak biasanya seperti pekerjaan agensi. Reformasi tersebut telah mendorong banyak orang untuk bekerja, memberi keringanan pada perusahaan, dan memberi kontribusi pada ongkos buruh yang lebih rendah sejak awal tahun 2000-an. Sementara itu, Alexan-der Reisenbichler dan Kimberly J. Morgan berpendapat bahwa keajaiban pasar tenaga kerja Jerman disebabkan oleh penyesuaian internal yang telah berjalan lama antara relasi bisnis dan buruh, misalnya penyesuaian jam kerja dan kompensasi sejak tahun 1980-an, serta oleh moderasi upah tenaga kerja,

se-14 “The German Labour Market: No Longer the Sick

(7)

hingga bisa menghidupkan kembali industri--industri berorientasi ekspor.15

PENDUDUK YANG MENUA

Meskipun mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi, namun Jerman dihadapkan pada menuanya para penduduk. Akibatnya, jumlah tenaga kerja yang muda akan menu-run drastis. Pada tahun 2009, terdapat kira--kira 82 juta orang yang hidup di Jerman, di mana 17 juta di antaranya berumur lebih dari 65 tahun. Artinya, satu dari lima orang di Jer-man adalah orang yang telah mencapai usia pensiun. Jumlah perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki (57% berbanding 43%). Perbedaan jumlah tersebut di antaranya di-sebabkan oleh umur harapan hidup yang lebih tinggi bagi perempuan dibandingkan laki-laki. Dampak Perang Dunia II juga masih terasa di mana banyak kaum laki-laki gene-rasi saat ini yang mati dalam perang dunia.16

Dari graik di atas, penduduk berusia di atas 65 tahun akan mengalami

perkembang-15 “The German Labour Market: No Longer the

Sick Man of Europe,” dalam The German Model Seen by Its Neighbours, edited by Brigite Unger, SE Publish

-ing, h. 66-67.

16 Federal Staisical Oice of Germany, In the Spotlight, Older People in Germany and the EU Fed

-eral, h.7

an puncaknya mendekati tahun 2040, yakni hampir 25 juta orang, sedangkan para lansia yang berusia di atas 85 tahun akan berjum-lah lebih dari 5 juta orang pada tahun 2055 sebelum akhirnya mengalami penurunan. Dari segi presentase, pada tahun 2060, para lansia yang berusia di atas 65 tahun merupa-kan 34% dari keseluruhan jumlah penduduk, sementara mereka yang berusia 85 tahun menduduki sebanyak 9% dari keseluruhan penduduk padatahun 2060.

Berdasarkan wilayah, juga terdapat per-bedaan jumlah penduduk usia tua dari satu wilayah ke wilayah lain: pada tahun 2009, jumlah penduduk tua lebih banyak di Jerman timur (23.5%) ketimbang di Jerman barat (20.2%). Dari 16 negara bagian (16 Länder), negara bagian Sachsen mencatat proporsi penduduk pensiunan yang tertinggi (24.7%), diikuti oleh negara bagian Sachsen-Anhalt (24.2%). Sementara itu, negara bagian Ham-burg dan Berlin memiliki penduduk “yang termuda”. Di kedua negara tersebut jumlah penduduk tua masing-masing hanya 19.0% dan 19.1%.17

Perubahan demograi sangat nampak di wilayah timur. Penuaan usia penduduk diper-cepat oleh migrasi sebagian besar anak muda ke wilayah barat. Akibatnya, jumlah penduduk di Jerman wilayah timur berkurang sebanyak 12% antara tahun 1990 hingga 2009, padahal penduduk usia tua meningkat sebanyak 50%. Keadaan sebaliknya terjadi di wilayah barat, yang proses penuaan penduduknya diredam

(8)

oleh kehadiran penduduk dari wilayah timur dan imigran dari luar negeri.18

Dengan proil di atas, jumlah penduduk Jerman akan menurun pada tahun 2009 hing-ga 2060. Namun demikian, proporsi jumlah penduduk usia 65 tahun akan terus mening-kat akibat dua perkembangan: pertama, ge-nerasi baby boomers mencapai usia pensiun setelah tahun 2020, dan di sisi lain mening-katnya umur harapan hidup. Jika pada tahun 2009 terdapat sekitar 21% penduduk berusia di atas 65 tahun, jumlah ini akan meningkat menjadi 29% pada tahun 2030. Jumlah pen-duduk lansia di atas 65 tahun akan mening-kat dari 17 juta menjadi 22 juta, dan men-capai puncaknya menjadi 24 juta pada tahun 2030-an. Jumlah terakhir ini akan menurun menjadi sekitar 22 juta pada tahun 2060. Maka, sepertiga penduduki Jerman (34%) akan memasuki usia pensiun.19

Pada tahun 2060, satu di antara dua be-las orang adalah penduduk usia lebih dari 85 tahun (85+). Pada tahun 2009, 1.5 juta pen-duduk di Jerman setidaknya berusia 85 ta-hun. Jumlah ini akan terus meningkat pada dekade selanjtunya dan menjadi sekitar enam juta pada pertengahan tahun 2050-an. Hal ini sesuai dengan proporsi penduduk

18 Ibid.h.8 19 Ibid. h.11.

lansia yang sekitar 9%. Keseimbangan jumlah laki-laki dan perem-puan juga mengalami perubahan. Pada tahun 2009, hanya 27% dari orang-orang tertua yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi proporsi ini terus meningkat hingga 40% pada tahun 2060 akibat mem-baiknya umur harapan hidup, di mana jum-lah lansia laki-laki hampir menyamai jumjum-lah lansia perempuan.20

Perubahan komposisi penduduk di Jer-man tersebut akibat rendahnya tingkat ke-lahiran. Proporsi anak muda dan anak-anak turun sekitar sepuluh persen antara tahun 1970 hingga 2010, sementara penduduk usia pensiun bertambah 7 persen pada periode yang sama.21

Perubahan komposisi penduduk ini pa-ling mencolok di Jerman dibandingkan ne-gara Eropa lain. Pada permulaan tahun 2010, jumlah lansia sekitar 20.7% dari keseluruhan penduduk, sedikit di atas Italia yang menca-pai 20.2%. Berbanding terbalik adalah kea-daan di Irlandia, di mana penduduk usia di atas 65 tahun hanya 11.3%, yang

(9)

kan penduduk Irlandia termuda di Uni Eropa. Secara keseluruhan, pada permulaan tahun 2010, terdapat 86 juta penduduk berusia di atas 65 tahun di 27 negara Eropa atau sekitar 17.4%.22

IMIGRAN SEBAGAI KEKUATAN BARU

PEREKONOMIAN

Migrasi terjadi karena berbagai alasan.

Pertama, berdasarkan pertimbangan eko-nomi. Migrasi jenis ini didorong oleh per-bedaan upah atau mencari kehidupan yang lebih baik di antara berbagai negara. Kedua, pendidikan. Banyak mahasiswa dari nega-ra berkembang yang belajar di sekolah dan universitas di negara maju, baik dalam jang-ka pendek atau lama. Ketiga, kesulitan hidup dan tekanan. Warga di negara-negara yang mengalami konlik dan peperangan ataupun tekanan oleh penguasa yang otoriter akan terdorong untuk melakukan migrasi ke nega-ra lain. Contoh yang nyata adalah pergenega-rakan

22 Ibid.

para imigran ke negara-negara Eropa utara. Semua alasan tersebut akan mempengaruhi pilihan negara dan tingkat asimilasi imigran ke negara yang didatangi.23

Dengan sikap terbuka terhadap kehadir-an imigrkehadir-an di Jermkehadir-an, diharapkkehadir-an laju penu-aan usia penduduk Jerman bisa ditahan dan bisa mempertahankan produktivitas. Me-nurut perkiraan, jika tidak ada peningkatan yang signiikan jumlah imigran, penduduk Jerman akan berkurang sebanyak 3.5 juta da-lam rentang waktu sepuluh tahun ke depan. Tenaga kerja memiliki potensi untuk berku-rang sebanyak 4.5 juta oberku-rang akibat gene-rasi baby boomers memasuki masa pensiun. Dengan skenario ini, potensi pertumbuhan ekonomi akan turun besar-besaran – dari se-kitar 1.5% pada masa sekarang menjadi 0.5% dalam waktu sepuluh tahun, dan bahkan bisa mengalami stagnan pada tahun 2030. Jika hal tersebut terjadi, dan tidak ada kebijakan penyesuaian, Jerman akan mengalami kesu-litan untuk mempertahankan sistem jaminan pensiun dalam bentuknya yang sekarang.24

Keyakinan akan kontribusi positif dari ke-hadiran para pengungsi tersebut didukung oleh kualitas pendidikan mereka. Gelom-bang-gelombang pengungsi yang datang ke Jerman selama ini memiliki usia rata-rata

23 Sari Pekkala Kerr dan William R. Kerr, Economic Impacts of Immigraion: A Survey, Harvard Business School: 2011, h. 4. htp://www.hbs.edu/faculty/Pub

- licaion%20Files/09-013_15702a45-bc3-44d7-be52-477123ee58d0.pdf. Diakses 27 Desember 2016.

(10)

23.3 tahun, yang jauh lebih muda ketimbang rata-rata usia penduduk Jerman yang men-capai 44.5 tahun dan penduduk yang tak me-miliki latar belakang imigran (46.8 tahun). Di masa sekarang, pengungsi ke Jerman sangat jauh lebih muda. Menurut beberapa sumber, mayoritas pengungsi adalah laki-laki. Mere-ka yang berusia kurang dari 18 tahun seki-tar 30%, semenseki-tara yang berusia anseki-tara 18 hingga 64 tahun sebanyak 70%. Penduduk Jerman sendiri, yang berusia kurang dari 18 tahun sebanyak 15% dan yang berusia antara 18 hingga 64 tahun sekitar 62%.25

Jika menengok situasi ekonomi Jerman saat ini, terlihat bahwa Jerman menunjuk-kan kondisi yang baik untuk menerima pe-kerja tambahan. Ada banyak lowongan pe-kerja, dan angka pengangguran berada pada titik terendah sejak penyatuan kembali Jerman. Lowongan kerja untuk tenaga kerja regu-lar mencapai lebih dari satu juta posisi pada kwartal kedua tahun 2016, di mana hampir 80% di antaranya siap untuk segera diisi.

Berdasarkan kualiikasi, 20% lowongan kerja diperuntukkan bagi tenaga tidak te-rampil, sekitar 60% untuk tenaga kerja yang memiliki pendidikan formal, dan sekitar 20% untuk mereka yang memiliki gelar dari uni-versitas atau sekolah tinggi teknik. Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan untuk segera mengisi jabatan yang lowong. Jika diukur berdasarkan masa tunggu, yakni dari kepergian pejabat lama hingga pengisiannya oleh pejabat baru, maka masa tunggu terse-but rata-rata 84 hari. Jika dilihat dari segi

per-25 Ibid.

syaratan, pekerjaan yang mengalami masa pengisian paling lama adalah jabatan spesi-alis tingkat tinggi (88 hari), spesispesi-alis biasa (84 hari), jabatan dengan tanggung jawab yang beragam (83 hari), dan jabatan setengah te-rampil atau tidak membutuhkan kette-rampilan sama sekali (68 hari). Dibandingkan tahun 2014, periode pengisian jabatan semi te-rampil atau tidak membutuhkan kette-rampilan sama sekali mengalami peningkatan masa tunggu sebanyak tujuh hari. Kira-kira seper-tiga dari lowongan kerja yang ada baru akan ditempati hingga lebih dari tiga bulan. Pada tahun tersebut, terdapat lowongan kerja se-banyak 200.000 posisi yang tidak membu-tuhkan kualiikasi atau ketrampilan tertentu, namun terdapat juga pengangguran sekitar 20% dari mereka yang tidak memiliki ijasah atau kualiikasi, yang menunjukkan adanya persoalan ketidaknyambungan. Tampak jelas, dalam banyak kasus tidak mungkin mengisi jabatan yang kosong dengan tenaga kerja domestik.26

PERLUNYA INTEGRASI DAN ADAPTASI

Meskipun Jerman akan membutuhkan tenaga kerja tambahan dari para imigran untuk mengatasi persoalan menuanya pen-duduk dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, para imigran, baik pengungsi ma-upun bukan, harus dan perlu menyesuaikan diri dengan situasi dan kebutuhan tenaga kerja di Jerman. Mereka perlu melakukan

(11)

tegrasi secara sosial, budaya, dan penyetara-an ketrampilpenyetara-an-pendidikpenyetara-an.

Di tahap awal, pemerintah Jerman akan mengeluarkan banyak biaya untuk meng-integrasikan para imigran sehingga mereka bisa memberi kontribusi positif pada ekono-mi Jerman, yang bisa dirasakan sekitar lima hingga sepuluh tahun ke depan. Menurut studi yang dilakukan oleh German Institute for Economic Research (DIW), sebuah tim ahli di Berlin, keberkahan para pengungsi tersebut tak perlu lagi diperdebatkan, hanya saja belum jelas kapan momentum itu terja-di. Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Komisi Eropa. Menurut European Econo-mic Forecast, pengaruh pengungsi terhadap ekonomi Jerman pada tahun 2020 adalah po-sitif meskipun tidak besar, yakni kisaran 0.2-0.3 persen dari GDP. Pandangan-pandangan optimis juga ditegaskan oleh UNHCR yang melakukan survei terhadap tingkat pendi-dikan para pengungsi. Hampir sembilan dari sepuluh pengungsi Syria yang tiba di Yunani memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, 43 persen memegang ijasah universitas, dan 43 persen berijasah SMA. Dalam jangka pen-dek, pengungsi akan memberi efek positif pertumbuhan sebanyak 1.4% berkat pening-katan konsumsi dari kegiatan yang dibiayai negara.27

Memang, tidak semua pihak beranggap-an positif atas kehadirberanggap-an pengungsi. Mereka yang psimistik mengingatkan bahwa ham-pir dua pertiga pengungsi Syria tidak bisa membaca atau menulis dengan lancar dan

27 Ibid. h. 20

canggung dalam matematika. Menurut Kan-tor Pengungsi dan Migrasi Jerman (BAMF), separuh dari pengungsi Syria yang disurvei memang memegang gelar universitas atau ijasah SMA tetapi pengungsi dari negara lain memiliki tingkat pendidikan yang lebih ren-dah. Studi lain memfokuskan diri pada biaya pengungsi. Sebagai misal, Institute for the Global Economy (IFW) di Kiel memproyeksi-kan pengeluaran tahunan untuk para peng-ungsi di tahun-tahun mendatang adalah antara €25 million and €55 million—sebuah angka yang besar, meski ekonomi Jerman berjalan dengan baik.28

Proses integrasi yang cepat para peng-ungsi ke dalam masyarakat Jerman akan memiliki implikasi yang luas, termasuk pada pasar tenaga kerja yang tidak mungkin ber-ada dalam kondisi seperti sekarang. Pemba-ngunan tenaga kerja itu bisa dilakukan meski harus mengubah tatanan kaku yang selama ini ditetapkan, sebagaimana ditunjukkan oleh proses integrasi pada kelompok imigran sebelumnya. Paket reformasi yang dikenal dengan Agenda 2010, yang berisi kebijakan upah yang moderat, telah mampu mencip-takan kondisi yang baik untuk meningkatkan lapangan kerja, sebuah kebijakan yang bisa diterapkan untuk zaman sekarang, terutama untuk para pengungsi yang kurang memiliki kualiikasi tingkat tinggi. Kebijakan seperti itu haruslah mampu memberi kemudahan pada

28 Victoria Rieig, “Burden or Blessing? The Im

-pact of Refugees on Germany’s Labor Market” dalam http://www.aicgs.org/publication/burden-or-bless

-ing-the-impact-of-refugees-on-germanys-labor-mar

(12)

upah yang berorientasi produktivitas, dan kebebasan untuk berwiraswasta. Secara umum, para pengungsi itu memiliki perge-rakan geograis dan keluwesan dalam pilihan kerja, dan mereka sangat termotivasi untuk memperbaiki taraf material kehidupan me-reka. Mereka akan mengambil manfaat dari kesempatan baru dalam akses pada pasar te-naga kerja dan kegiatan ekonomi mandiri.29

Dalam studi yang dilakukan staf Interna-tional Monetary Fund (IMF) disimpulkan bah-wa para imigran mendapatkan peluang kerja yang besar di pasar kerja Jerman selama 40 tahun. Dengan menggunakan data rumah tangga, mereka memperkirakan faktor-faktor upah, pengangguran dan partisipasi dalam tenaga kerja. Analisis tersebut menunjukkan bahwa para imigran mendapatkan pengha-silan 20 persen lebih sedikit ketimbang pen-duduk asli dengan karakteristik serupa ketika mereka tiba di Jerman. Pada awalnya, para imigran mengejar ketertinggalan 1 persen pertahun, tetapi prosesnya berjalan lambat dan upahnya tidak pernah penuh. Para imi-gran tanpa ketrampilan menulis dalam baha-sa Jerman atau ijabaha-sah dari lembaga pendidik-an Jermpendidik-an memiliki jarak upah sebpendidik-anyak 30 persen pada awalnya. Jika memiliki kemam-puan menulis dalam bahasa Jerman, jarak itu terkurangi menjadi 12 persen dan jika memmiliki ijasah Jerman, terkurangi menja-di 6 persen. Jarak yang menja-dialami imigran yang lahir di negara dengan ekonomi maju adalah

29 Ibid. h.20

sepertiga dari imigran yang lahir di negara bukan maju.30

Upah buruh migran yang lebih rendah secara umum mencerminkan “tingkat rendah ketrampilan”—66 persen penduduk asli yang berketrampilan tinggi memang memiliki pe-kerjaan yang menuntut pendidikan tinggi dan lebih dari 60 persen pekerjaan dengan “oto nomi” yang tinggi, yang mana karakteris-tik tersebut terasosiasikan dengan gaji tinggi. Namun, bagi imigran yang tidak lahir di ne-gara ekonomi maju, jarak upahnya adalah 42 persen dan 33 persen. Pada tahun 2013, ang-ka ‘pengangguran’ imigran dua ang-kali lebih tinggi ketimbang penduduk asli, dan lebih sedikit imigran yang berpartisipasi dalam pa-sar tenaga kerja. Kemungkinan imigran yang datang akhir-akhir ini untuk menganggur 7 persen lebih tinggi ketimbang penduduk asli dengan karakteristik yang sama. Meski ju-rang perbedaan itu menyempit dalam per-jalanan waktu, dalam jangka panjang angka penganggurannya 3 poin lebih tinggi bagi kalangan imigran.31

Ketrampilan berbahasa Jerman dan ija-sah dari lemba pendidikan tinggi Jerman akan membantu mengurangi jarak pengha-silan, dan imigran dari negara ekonomi maju memiliki prestasi lebih baik ketimbang imi-gran yang lain. Imiimi-gran perempuan memi-liki kemungkinan menganggur lebih besar ketimbang yang laki-laki. Sementara angka

30 Robert Beyer, “Labor Market Performance of

Immigrants in Germany,” dalam IMF Stafs Discussion Note The Refugee Surge in Europe: Economic Chal

-lenges, h. 16

(13)

partisipasi imigran itu pada awalnya rendah – angka partisipasi itu sama dalam 20 tahun. Analisis tentang pengalaman di Jerman ini menunjukkan bahwa para imigran membe-rikan kontribusi yang besar bagi ekonomi namun harus menghadapi rintangan yang besar di pasar kerja, yang hanya akan hilang secara perlahan.32

Ada lima aspek yang perlu diperhatikan dalam proses integrasi.33

Bahasa

Agar para pengungsi bisa berintegrasi yang berhasil dengan lingkungan Jerman, mereka harus menguasai bahasa Jerman se-bagai alat komunikasi saat mencari pekerja-an atau meniti karir. Bahasa ypekerja-ang diperlukpekerja-an tentu saja bukan bahasa sederhana tetapi bahasa resmi dan bahasa teknis sesuai bi-dang yang digeluti. Dalam hal ini, pemerin-tah Jerman telah menyediakan kursus bahasa setidaknya 600 jam bagi mereka yang baru datang ke Jerman.

Pendidikan dan tingkat ketrampilan

Pasar tenaga kerja di Jerman membutuh-kan mereka yang terampil dengan latar be-lakang pendidikan universitas maupun

pen-32 Robert Beyer, “Labor Market Performance of

Immigrants in Germany,” dalam IMF Stafs Discussion Note The Refugee Surge in Europe: Economic Chal

-lenges, h. 16

33 Victoria Rieig, “Burden or Blessing? The Im

-pact of Refugees on Germany’s Labor Market” dalam http://www.aicgs.org/publication/burden-or-bless

-ing-the-impact-of-refugees-on-germanys-labor-mar

-ket/#_tn1. Diakses 27 Desember 2016.

didikan teknis. Maka para pengungsi yang memiliki kualiikasi seperti ini akan memiliki kesempatan besar mendapatkan pekerjaan dan berhasil berintegrasi. Sementara mere-ka yang tidak memiliki kualiimere-kasi tersebut perlu mengejar pendidikan dengan kembali ke sekolah, meningkatkan ketrampilan atau mengikuti program-program yang menjem-batani kesenjangan kemampuan dengan dunia kerja. Ketrampilan sosial dan budaya juga penting. Mereka perlu mengetahui kul-tur Jerman yang memungkinkan keberadaan kaum perempuan sebagai atasan, memiliki kedisiplinan waktu, dan menjaga tingkat ke-percayaan. Ketrampilan budaya dan sosial bukan hanya dipelajari tetapi juga diinterna-lisasikan.

Pengakuan ijasah

Para pengungsi yang datang ke Jerman dan telah memiliki ijasah universitas perlu melakukan penyetaraan ijasah. Di Jerman, proses penyetaraan tidak mudah karena demi melindungi kepentingan publik, teruta-ma untuk pekerja di bidang kesehatan, pe-merintah menetapkan standar yang ketat .

Hak hukum untuk bekerja

(14)

dalam pasar tenaga kerja Jerman, agar bisa memulai integrasi lebih awal, memiliki ke-mandirian, dan mengurangi tingginya bantu-an dari pemerintah.

Keterbukaan para majikan

Tanpa kemauan para pengusaha untuk mempekerjakan pengungsi dan pencari su-aka, integrasi melalui lapangan kerja sulit diwujudkan. Berdasarkan pengalaman sela-ma ini, para sela-majikan di Jersela-man menunjukkan keterbukaan yang besar untuk merekrut pe-kerja dari para pengungsi dan meluncurkan berbagai macam inisiatif untuk mendorong integrasi tenaga kerja. Pabrik mobil multina-sional seperti Porsche dan Daimler menawar-kan pelatihan kerja bagi para pengungsi.

KESIMPULAN

Jerman memiliki pertumbuhan ekonomi dan situasi ketersediaan tenaga kerja yang terbaik di antara negara Eropa. Namun demi-kian, keadaan ekonomi seperti itu terancam oleh penuaan penduduk yang mulai terjadi pada dekade ini yang diakibatkan oleh me-nurunnya jumlah kelahiran anak dan bertam-bahnya usia harapan hidup. Kehadiran para pengungsi dari Syria dan negara lain bisa menjadi harapan untuk mengatasi kekurang-an tenaga kerja akibat penuakekurang-an usia pendu-duk, sehingga produktivitas dan kestabilan pertumbuhan ekonomi bisa dipertahankan. Apalagi, para pengungsi dari Syiria rata-rata memiliki usia yang muda dan tingkat pendi-dikan yang baik. Hanya saja, para pengung-si harus menyesuaikan diri dengan keadaan

Referensi

Dokumen terkait

glikosida, zat samak, glikosida, zat samak, minyak atsiri, minyak atsiri, minyak lemak, minyak lemak, saponin, sapofonin, saponin, sapofonin, garam kalium, garam kalium,

Terdapat teori lokasi klasik milik Von Thunen yang menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul “ Pengaruh

Penelitian ini akan menilai, membandingkan dan mencocokan peraturan perpajakan baik itu peraturan Perundang undangan, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Mentri

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh rasio aktivitas (inventory turn- over, fixed assets turnover, dan total assets turnover) dan rasio leverage (debt ratio dan debt

Hal ini dapat dijelaskan bahwa keputusan perpindahan merek yang dilakukan konsumen tergantung pada pencarian variasi produk seperti mencoba merek baru, adanya rasa bosan

Dalam beberapa Bab sebelumnya,telah kita bahas mengenai kehidupan seseorang yang berada dalam masa dewasa awal.dimana masa ini merupakan masa untuk bekerja dan

The objective of the research is to improve students’ vocabulary mastery b y using gesture game of the Fifth Grade Sudents of MI NU Nurus Shofa Karangbener Kudus in