• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Strategi Sebagai Perspektif hadits

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Strategi Sebagai Perspektif hadits"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. PENDAHULUAN

Konteks Kajian

Dewasa ini perkembangan usaha untuk mendirikan perusahaan bisnis profit ataupun non-profit baik melalui jasa atau barang sangat beragam. Keragaman itu diwujudkan dalam berbagai variasi model baik itu dalam bentuk produk, image, tempat, promosi, fitur, physical evidence, dan proses. Semua hal tersebut dilakukan untuk menjaga keberlangsungan usaha.

Pada perkembangannya, untuk menunjang semua itu dibutuhkan sumber daya (resources) dan kemampuan (capabilities) yang unggul. Jika tidak, maka lambat laun akan tersisih dari “peperangan” dalam mendapatkan pasar. Dan setiap perusahaan tidak pernah memiliki hal yang sama dalam dua hal tersebut. Ada di satu sisi memiliki sumber daya yang mumpuni, namun kemampuannya terbatas. Ataupun sebaliknya, kemampuannya mumpuni namun sumber dayanya terbatas.

Dalam pengelolaan dua hal tersebut dibutuhkan strategi. Mengingat bahwa pada prinsipnya tidak ada sumber daya yang selalu mumpuni, dan kemampuan yang selalu unggul. Karena disadari atau tidak, ketika suatu bisnis tersebut dilihat memberikan keuntungan yang signifikan, maka orang lain akan membuat bisnis yang sama. Artinya bahwa, selalu ada competitor yang akan menggoyahkan bisnis yang telah mapan. Tidak jarang, perusahaan-perusahaan yang telah menjalankan bisnisnya dengan mapan, harus jatuh dan kalah dalam bersaing dengan perusahaan baru yang inovatif. Tidak jarang pula, perusahaan-perusahaan yang baru muncul, tidak sampai dua sampai tiga tahun, perusahaan-perusahaan itu bangkrut dan gulung tikar.

(2)

menambahkan bahwa asumsilah yang membentuk segala prilaku organisasi, Asumsilah yang membentuk segala prilaku organisasi, mendikte keputusannya mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, dan mendefinisikan apa yang menjadi pertimbangan akan hasil yang bermakna bagi organisasi.1 Dan Drucker menambahkan bahwa asumsi-asumsi tersebut harus senantiasa dianalisa dan diuji untuk fit dalam persaingan global.

Hariadi mengungkapkan data berasal dai surveri yang menunnjukkan bahwa 80 % sampai dengan 90 % usaha yang baru tumbuh, harus menyingkir dari pentas bisnis pada 2-3 tahun pertama sejak didirikan. Sebagian besar di antara mereka banyak yang tetap menjadi usaha kecil dan tidak tumbuh seperti yang diinginkan, bahkan tidak sedikit yang betul-betul bangkrut sehingga harus keluar dari gelanggang.2 Di dalam survai tersebut disebutkan beberapa masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan tersebut yaitu: pertama, ada tidaknya strategic intent; kedua, diterapkannya good governance; ketiga, kecukupan pendanaan (funding); keempat, adanya rencana bisnis (business plan); kelima,

adanya kerjasama yang baik antar staff dalam bisnis tersebut (management team);

keenam, masalah kepemimpinan atau pelaksanaan (execution); dan yang terakhir yang ketujuh, masalah waktu yang tepat (timing).

Terkait dengan lembaga pendidikan, tentu tidak jauh berbeda dengan yang terjadi dalam dunia usaha atau bisnis. Yaitu bahwa fenomena demokrasi yang sebagaimana diungkapkan oleh Amien Rais dalam Tilaar, yaitu bahwa esensi demokrasi adalah empat macam kebebasa yang sangat asasi yang harus dimiliki rakayat (freedom of speech, freedom of religion, freedom of fear, freedom from want). Esensi demokrasi juga mencakup partisipasi rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, berjalannya mekanisme checks and balances dan tegaknya rule of laws.3

1

Peter F. Drucker, Managemen Revised Edition, (t.k; HarperCollins ebook, t.t), hal. 85

2 Bambang Hariadi, Strategi Manajemen; Strategi Memenangkan Perang Bisnis, (Malang: Bayu Media Publishing, 2005), hal. 2

(3)

Demokrasi yang ditegakkan ditandai dengan “reformasi 1998” memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan model pendidikan, lebih khusus pendidikan Islam. Model-model pendidikan Islam sebelum reformasi adalah pertama, madrasah yang pengelolaannya dibawah naungan Kemenag yang dulunya disebut Depag, pada umumnya madrasah di Indonesia dikelola oleh swasta dalam bentuk yayasan, namun kurikulum diarahkan oleh Kemenag, berada pada model ini adalah diantaranya madrasah-madrasah Ma’arif yang dimiliki oleh ormas NU; kedua, sekolah Islam yaitu dengan kurikulum Diknas, kemudian diberikan muatan tambahan pelajaran-pelajaran agama Islam, hal ini pada umumnya dilakukan oleh sekolah-sekolah berbasis ormas Muhammadiyah;

ketiga, adalah model pendidikan Islam pesantren, yang merupakan swasta penuh dengan kurikulum yang dibuat sendiri oleh para kyai pemilik dan pengelola pesantren, yang juga merupakan pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia, beberapa cendekiawan menyebutnya sebagai indigenous asli Indonesia yang tidak ada padanannya di dunia Islam yang lain. Pada perkembangannya pesantren secara umum memiliki dua variasi yaitu pesantren modern dan pesantren tradisional.

Pasca reformasi model-model tersebut berkembang dengan pesat, yang tadinya kalau boleh dikatakan bahwa pendidikan Islam dikelola oleh warga

Nahdhiyyin (NU) dan Muhammadiyah dengan model madrasah, sekolah, dan pesantren. Selanjutnya, berbagai ormas Islam turut membuka pendidikan Islam yang tentu sesuai dengan visi, misi, dan idiologi dari ormas tersebut.

Diungkapkan oleh Subhan dalam Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, beberapa varian dari model pendidikan tersebut adalah: (1) Madrasah; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah (Madrasah Aliyah pun dibagi dalam dua model Madrasah Aliyah Keagamaan dan Madrasah Aliyah Keterampilan); (2) Madrasah Diniyah; Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasaha Diniyah Wustha, dan Madrasah Diniyah Ulya. (3) Pesantren Salafiyah, (4) Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI)4, (5) Sekolah

(4)

Islam; Sekolah Dasar Islam, Sekolah Menengah Pertama Islam, dan Sekolah Menengah Atas Islam.5

Dalam model yang ke-lima yaitu sekolah Islam saat ini banyak dikelola oleh berbagai ormas Islam dengan segala variasinya. Seperti sekolah yang berinisial “Islam terpadu” yaitu sekolah yang cenderung dimaknai bercorak skriptualis.6

Penulis juga melakukan penelitian berdasarkan data dari kemenag tentang perkembangan dinamika perkembangan jumlah pesantren 2007-2008 hingga 2011-2012 sebagai berikut:

NO TAHUN JUMLAH PESANTREN SELISIH PROSENTASE

PROSENTASE

KENAIKAN

1 2007 – 2008 21.521

2 2008 – 2009 24. 206 2.685 112,47 % 12.47 %

3 2009 – 2010 25.785 1.579 106,52 % 6.52 %

4 2010 – 2011 27.218 1.433 105,55 % 5.55 %

5 2011 – 2012 27.230 12 100,04 % 0.04 %

Sumber: www.pendis.kemenag.go.id

Sedangkan jika diklasifikasi berdasarkan tipologi pesantren tradisional (salaf), modern (khalaf) dan kombinasi adalah sebagai berikut:

NO TAHUN

TRADISIONAL MODERN KOMBINASI JUMLAH

Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase

1 2007/2008 8001 37.18 3881 18.03 9639 44.79 21521

2 2008/2009 13477 55.68 3165 13.08 7564 31.25 24206

3 2009/2010 10709 41.53 2471 9.58 12605 48.89 25785

4 2010/2011 13446 49.40 3064 11.26 10708 39.34 27218

5 2011/2012 14459 53.10 7727 28.38 5044 18.52 27230

pesantren modern atau pondok modern. Contoh pesantren dengan model ini adalah: Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo dan berbagai cabangnya.

5 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, (Jakarta, Kencana, 2012), hal. 318

6

(5)

Sumber: www.pendis.kemenag.go.id

Dari data tersebut dapat dilihat, bahwa pada prinsipnya setiap tahun jumlah pesantren cenderung meningkat, meskipun yang terkecil adalah pada tahun 2011-2012 yaitu 0,04 %. Dan demikian pula jika dilihat jenjang 2007-2012 jumlah pesantren tradisional meningkat 80 %, pesantren modern meningkat 99,09 %, dan pada pesantren kombinasi menurun 47,67 %. Prediksi penulis bahwa penurunan tersebut diakibatkan dari perubahan kombinasi menjadi modern, dengan asumsi bahwa pada tahun 2010-2011 jumlah pesantren modern adalah 3064 dan pada tahun 2011-2012 meningkat menjadi 7727, sehingga terdapat selisih 4663. Sedangkan dalam tahun yang sama antara dua tahun pembelajaran tersebut, jumlah pesantren kombinasi menurun dengan selisih 3966. Boleh jadi perpindahan tersebut bukan karena usang atau mati, akan tetapi berpindah menjadi pesantren modern.

Dari data tesebut dapat difahami tentang problem pesantren terkait dengan perkembangannya yang sangat fluktuatif. Mungkin bisa jadi sama yang terjadi tentang penyebab naik-turun atau transformasi dari pesantren tersebut sebagaimana dalam perusahaan yaitu pertama, ada tidaknya strategic intent;

kedua, diterapkannya good governance; ketiga, kecukupan pendanaan (funding);

keempat, adanya rencana bisnis (business plan); kelima, adanya kerjasama yang baik antar staff dalam bisnis tersebut (management team); keenam, masalah kepemimpinan atau pelaksanaan (execution); dan yang terakhir yang ketujuh,

masalah waktu yang tepat (timing). Tentu dibutuhkan kajian lebih lanjut.

(6)

dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (Q.S. An-Nahl; 14)

Artinya: Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S. Al-Hajj; 65)

Artinya; Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (Q.S. Al-Ankabuut; 61)

(7)

di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Al-Jaatsiyah; 13)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18)

Artinya bahwa manajemen strategi dibutuhkan dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya adalah mengelola lembaga pendidikan untuk menjaga keberlangsungan hidup lembaga. Sebab manajemen strategi tidak hanya berbicara tentang pelaksaanan fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengkontrolan. Tetapi lebih dari sekedar fungsi manajemen tersebut, yaitu sebagaimana diungkapkan Mintzberg yang menyebutkan lima hal terkait strategi; (1) Strategi sebagai perencanaan; (2) Strategi sebagai taktik; (3) Strategi sebagai pola; (4) Strategi sebagai positioning; dan (5) Strategi sebagai perspektif.

Fokus Kajian

Dari berbagai latarbelakang tersebut, kiranya dapat dijelaskan berikut tentang:

a. Deskripsi dan analisis manajemen strategi sebagai perspektif b. Deskripsi dan analisis tentang visi dan misi

c. Deskripsi dan analisi tentang Share Vision

(8)

B. PEMBAHASAN

Manajemen Strategi Sebagai Perspektif

Henry Mintzberg mengungkapkan tentang manajemen strategi sebagai berikut:

Human nature insists on a definition for every concept. The field of strategic management cannot afford to rely on a single definition of strategy, indeed the word has long been implicitly in different ways even if it has traditionally been defined formally in only one.7

Dari ungkapan tersebut, Mintzberg memberikan 5 makna terkait dengan manajemen strategi, yaitu strategi sebagai perencanaan (plan), strategi sebagai cara atau taktik (ploy), strategi sebagai pola (pattern), strategi sebagai posisi (position), dan strategi sebagai perspektif (perspective).

Strategi sebagai perencanaan (plan) dimaksudkan bahwa sesuatu yang secara sadar dimaksudkan untuk melakukan tindakan, atau garis pedoman (satu set pedoman) untuk bersepakat dengan situasi.8 Dengan definisi tersebut mengandung dua makna yaitu bahwa strategi dibuat untuk peningkatan dengan tindakan yang akan dilakukan, dan strategi ada untuk mengembangkan secara sadar dan bertujuan.

Strategi sebagai cara atau taktik (ploy) dimaksudkan bahwa strategi merealisasikan sebuah “maneuver” dengan maksud untuk memperdaya atau mengecoh lawan dan pesaing.9

Strategi sebagai pola (pattern) dimaksudkan bahwa secara spesifik strategi adalah sebuah pola tindakan yang berurutan. Dengan kata lain strategi adalah konsistensi dalam berprilaku, dalam keadaan apakah ia dimaksudkan.10

Strategi sebagai posisi (position) dimaksudkan bahwa strategi adalah sebuah cara untuk menempatkan organisasi dalam teori organisasi apa yang disebut dengan “environment”. Dengan definisi ini, strategi menjadi mediasi

7

Henry Mintzberg, The Strategy Concept I; Five Ps for Strategy, (t.k; tp, tt), dalam http://www3.uma.pt/filipejmsousa/ge/Mintzberg,%201987.pdf. hal. 11

8 Mintzberg, The Strategy Concept I; hal. 11 9 Mintzberg, The Strategy Concept I; hal. 12 10

(9)

kekuatan atau “kesesuaian”, menurut Hofer dan Schendel adalah antara organisasi dan lingkungan, di sana lah, antara konteks internal dan eksternal. Atau tempat dalam lingkungan dimana sumber daya difokuskan.11

Sedangkan strategi sebagai perspektif (perspective) dimaksudkan bahwa sebagai perspektif, strategi lebih melihat ke dalam organisasi, yang mana di dalam setiap kepala terdapat strategi bersama (collective strategiest).12

Sebagai perspektif, maka strategi tidak hanya berada di luar dari diri para warga organisasi, akan tetapi hal tersebut menjadi bagian dalam diri dan pedoman yang melekat tentang bagaimana indivdiu mempersepsikan dunia.

Terkait dengan hal tersebut merujuk pada beberapa istilah yang menjadi bagian dari strategi sebagai perspective, para psikologis menyebut sebagai “mental frame”, para anthropologist menyebutnya “culture of society”, para

sociologist menyebutnya “ideology”, para pakar manajemen menyebutnya dengan “driving force” atau “theory of business”, Kuhn mengistilahkannya dengan

“Paradigm”, dan lain-lain.

Dengan kata lain, strategi sebagai perspektif adalah tentang suatu perspektif yang selalu disampaikan dari individu-individu dalam organisasi kepada satu sama lain melalui intensitas dalam bekerja ataupun dalam tindakan mereka.

Pola pikir yang dimiliki oleh individu mengenai realitas, kebenaran, waktu, tempat, hubungan antara manusia, aktivitas manusia, dan hakikat manusia, terhadap lingkungan kerja atau organisasi menjadi senyawa yang menggerakkan individu dalam bekerja dan mencapai tujuan organisasi.

Schein dalam Organizational Culture and Leadership menyebutkan bahwa esensi dari budaya organisasi addalah “… it’s a pattern of shared, basic, and taken for granted assumption, the culture will manifest it self at the level of

observable artifacts, and shared espoused and beliefs”.13

menyebutkan bahwa strategi, tujuan, dan landasan filosofis merupakan bagian dari espoused beliefs and values. Di mana hal tersebut merupakan

11 Mintzberg, The Strategy Concept I; hal. 15 12 Mintzberg, The Strategy Concept I; hal. 16 13

(10)

tingkatan ke-2 dari level organisasi, yang di atasnya terdapat artifact dan dibawahnya terdapat basic assumption.14

Mengenai espoused value, yaitu dijelaskan oleh Schein, ketika seorang pemimpin menghadapi problem dalam organisasi, dan kemudian berusaha mencari jawaban atas problem tersebut. Ketika jawaban tersebut berhasil diulang-ulang, disampaikan, dipraktekkan, dan kemudian menjadi kebenaran bersama mengenai solusi suatu masalah. Yang demikian itu menjadi value bagi warga organisasi. Dan apabila semakin luas, dan diikuti oleh semua warga organisasi sehingga menjadi asumsi bersama. Dengan catatan perbuatan tersebut teruji dan mampu memberikan jawaban akan apa yang seharusnya pegawai organisasi lakukan.

Suatu keyakinan (believe) dan nilai (value) ketika dapat berkomunikasi dengan underlying assumption akan membantu organisasi. Sehingga boleh dikatakan menjadi driving force warga organisasi untuk mencapai tujuan yang dimaksud dengan efektif dan efisien.

Dalam perspektif Drucker, asumsi tersebut disebut dengna teori bisnis. Drucker menceritakan bahwa apa yang terjadi di Amerika, Jepang, Jerman, Peranci, Belanda, dan Italia. Dalam kemunduran perusahaan bukan karena kesalahan akan tidak terlaksananya kegiatan dalam organisasi. Tindakan-tindakan telah dilakukan namun yang terjadi adalah kebangkrutan dan bahkan keterpurukan.

Dalam bukunya Drucker menyatakan bahwa kesalahan berada pada teori bisnis yang dibangun yang sudah usang dan tidak lagi sesuai dengan kondisi berikutnya, berikut ungkapannya:

The root cause of nearly every one of these crises is not that things are being done poorly. It is not even that the wrong things are being done. Indeed, in most cases, the right things are being donebut fruitlessly. What accounts for this apparent paradox? The assumptions on which the organization has been built and is being

run no longer fit reality. These are the assumptions that shape any organization’s

behavior, dictate its decisions about what to do and what not to do, and define what the organization considers meaningful results. These assumptions are about markets. They are about identifying customers and competitors, their values and

14

(11)

behavior. They are about technology and its dynamics, about a company’s

strengths. and weaknesses. These assumptions are about what a company gets

paid for. They are what I call a company’s theory of the business.15

Drucker menunjukkan bahwa asumsi yang dibangun organisasi sampai saat tertentu tidak sesuai dengan realitas. Asumsilah yang mebentuk segala prilaku organisasi, mendikte keputusannya mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, dan mendefinisikan apa yang menjadi pertimbangan akan hasil yang bermakna bagi organisasi. Asumsi ini adalah mengenai pasar. Juga mengenai identifikasi pelanggan dan pesaing, nilai-nilai pelanggan berikut prilakunya. Juga mengenai tekhnologi dan dinamikanya, juga mengenai kekuatan perusahaan dan kelemahannya. Juga asumsi mengenai apa yang didapatkan oleh perusahaan atas pembiayaan yang dilakukannya. Asumsi-asumsi inilah yang disebut oleh Drucker sebagai “Theory of business”.

Lebih lanjut Drucker menjelaskan tentang tiga asumsi dasar yang dimiliki organisasi yaitu: Pertama, adalah asumsi tentang lingkungan organisasi (environment of the organization): masyarakat dan struktur, pasar, pelanggan, dan teknologi. Kedua, disana terdapat asumsi tentang tujuan yang spesifik dari organisasi (specific mission of the organization). Ketiga, adalah asumsi tentang kompetensi inti (core competencies) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan misi atau tujuan dari organisasi.

Kemudian tiga asumsi tersebut dikatakan valid jika dilakukan hal berikut: 1. Asumsi mengenai lingkungan, tujuan, dan kompetensi inti harus siap

menghadapi realitas.

2. Asumsi dalam tiga area tersebut hendaknya siap antara yang satu dengan yang lainnya.

3. Teori mengenai bisnis harus diketahui dan difahami oleh seluruh warga organisasi.

4. Teori mengenai bisnis tersebut hendaknya diuji secara terus-menerus.

15

(12)

Dari apa yang disampaikan oleh Schein dan Drucker, kiranya dapat difahami bahwa betapa pentingnya asumsi dalam organisasi. Yang dalam istilah Mintzberg dijadikan sebagai suatu perspektif dalam manajemen strategi.

Drucker menggunakan pertanyaan “what is our business? And what should it be?” ini adalah tentang pertanyaan yang mendalam mengenai visi dan misi organisasi. Karena itu, hal yang paling penting bagi organisasi adalah menentukan tujuan. Definisi apapun tentang organisasi pasti menyatakan tentang ketercapaian tujuan bersama dengan efektif dan efisien. Untuk mencapai hal itu maka tujuan harus dirumuskan dan disampaikan kepada warga organisasi berdasarkan asumsi-asumsi organisasi.

Jauch dan Glueck mendefinisikan strategi adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir (sasaran). Tetapi strategi bukanlah sekedar suatu rencana. Strategi ialah rencana yang disatukan; strategi mengikat semua bagian perusahaan menjadi satu. Strategi itu menyeluruh; strategi meliputi semua aspek penting perusahaan. Strategi itu terpadu; semua bagian rencana serasi satu sama lain dan bersesuaian.16

Sejalan dengan hal tersebut, Hariadi menjelaskan bahwa strategi manajemen adalah suatu proses yang dirancang secara sistematis oleh manajemen untuk merumuskan strategi, menjalankan strategi, dan mengevaluasi strategi dalam rangka menyediakan nilai-nilai yang terbaik bagi seluruh pelanggan untuk mewujudkan visi organisasi.17

Thompson dkk, menyebutkan bahwa “a company’s values are the beliefs,

business principles, and practices that guide the conduct of its business, the

pursuit of its strategic vision, and the behavior of company personnel.”18

Wahyudi mendefinisikan manajemen strategic adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing), dan evaluasi

16

Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Strategic Management and Business Policy, alih bahasa Murad dan Ar. Henry Sitanggang, (Jakarta: Erlangga, t.t), hal. 12

17 Hariadi, Strategi Manajemen; hal. 3

(13)

(evaluating) keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapati tujuan-tujuan masa datang.19

Dari berbagai definisi tersebut dapat difahami tentang beberapa point penting yaitu:

1. Manajemen strategi merupakan proses yang dirancang oleh seluruh elemen organisasi.

2. Hasil dari proses rancangan tersebut digunakan untuk merumuskan, menjalankan dan mengevaluasi strategi.

3. Kemudian hasil dari proses tersebut digunakan sebagai landasan dalam menyediakan customer value yang terbaik.

4. Evaluasi selalu dilakukan secara berkelanjutan, dengan harapan bahwa hasil yang dicapai sesuai dengan rencana dan perkembangan terbaru. 5. Manajemen strategic memfokuskan pada penyatuan/penggabungan

aspek-aspek pemasaran, riset dan pengembangan, keuangan/akuntansi dan produksi/operasional dari sebuah bisnis.

Artinya bahwa manajemen strategi sebagai perspektif selalu menjadi pegangan bagi organisasi dalam setiap tindakannya. Dengan tujuan untuk ketercapaian tujuan dan keberlanjutan organisasi.

Merumuskan Visi dan Misi

Wahyudi menyebutkan bahwa setiap bisnis selalu melalui/melakukan tiga tahapan/fungsi dasar, yaitu:

1. Tahap mengumpulkan input-input yang berupa ide, modal, tenaga kerja, teknologi, bahan baku, dan sebagainya. Pada tahap ini akan muncul biaya (cost) dan tidak menghasilkan penerimaan, sehingga tahap ini tidaklah mencerminkan bisnis yang dioperasikan perusahaan.

2. Tahap berikutnya adalah memproses (menambah nilai) input-input di atas menjadi sebuah produk/jasa yang kemudian siap untuk dipasarkan. Tahap

(14)

ini belum dapat dijadikan dasar untuk mendefinisikan bentuk bisnis perusahaan karena masih melibatkan biaya.

3. Terakhir adalah tahap memasarkan dan mengantar produk/jasa kepada konsumen sehingga menghasilkan peneriamaan dan akhirnya mendapatkan keuntungan.20

Untuk saat ini bisnis tidak selesai dengan mengumpulkan input, mengolah dan menambah input tersebut, kemudian memasarkannya. Bisnis membutuhkan keberlanjutan atau sustainability. Yaitu keberlangsungan bisnis, untuk tempo yang selama-lamanya dan sepanjang-panjangnya, untuk itu, bisnis perlu didefinisikan. Sebab dengan definisi yang jelas, akan mengarahkan warga organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Definisi itu adalah tentang “what is our business? And what should it be?”

Drucker sebagai “Bapak Manajemen Modern” mengungkapkan dalam “theory of business” tentang ungkapan “What is our business?” dan “What should it be?”. Dari ungkapan Drucker ini menjadi landasan bagi berbagai organisasi

bisnis dalam merumuskan visi dan misi-nya.

David menjelaskan tentang pernyataan tersebut, bahwa pernyataan “Apakah bisnis kita?” adalah pertanyaan “Apakah misi kita?”. Pernyataan tujuan yang selalu ada dan yang membedakan sebuah organisasi dari banyak organisasi lainnya. Pernyataan misi adalah suatu deklarasi mengenai “alasan keberadaan” suatu organisasi. Pernyataan tersebut menjawab pertanyaan yang sangat penting, yaitu “Apakah bisnis kita?”. Pernyataan misi yang jelas sangat membantu dalam menetapkan tujuan-tujuan dan merumuskan strategi secara efektif.21

Pernyataan tersebut disebut sebagai pernyataan keyakinan (creed statement), pernyataan tujuan, pernyataan filosofis, pernyataan kepercayaan, pernyataan prinsip-prinsip bisnis, atau pernyataan yang “mendefinisikan bisnis kita”, pernyataan misi mengungkapkan keinginan organisasi untuk menjadi apa dan siapa yang akan dilayani.

20 Wahyudi, Manajemen Strategik;hal. 37

(15)

Pernyataan misi menjawab pertanyaan “Apakah bisnis kita?”, sedangkan pernyataan visi menjawab pertanyaan “Ingin menjadi apa kita?”. Visi bersama menciptakan kepentingan bersama yang dapat mengalihkan para pekerja dari rasa bosan akibat rutinitas pekerjaan sehari-hari ke dunia baru yang penuh peluang dan tantangan.

Visi pada dasarnya merupakan gambaran yang ingin kita ciptakan pada masa datang. Sementara misi merupakan jalan yang kita pilih untuk mencapai gambaran yang ingin kita ciptakan tersebut.

Pearce dan Robinson mendefinisikan misi dari perusahaan adalah “… the

unique purpose that sets a company apart from others of its type and identifies the

scope of its operations. In product, market, and technology terms.”22

David mengutip pendapat King dan Cleland tentang pentingnya pernyataan misi yaitu:

1. Memastikan adanya kesatuan tujuan dalam organisasi tersebut.

2. Menjadi landasan atau standar dalam mengalokasikan sumber daya organisasi.

3. Menciptakan nada atau iklim organisasi yang sama.

4. Sebagai acuan bagi setiap individu dalam memahami tujuan dan arah organisasi, dan untuk membatasi mereka yang tidak bisa memahami tujuan dan arah organisasi tersebut secara lebih jauh turut serta dalam kegiatan organisasi.

5. Memfasilitasi penerjemahan tujuan-tujuan organisasi ke struktur kerja termasuk penguasaan kerja kepada bagian-bagian yang bertanggung jawab dalam organisasi.

6. Menjelaskan tujuan-tujuan organisasi dan menterjemahkan tujuan-tujuan tersebut menjadi beberapa sasaran kegiatan yang memiliki parameter biaya, waktu, dan kinerja yang dapat dinilai dan diawasi.23

Mengingat bahwa model proses strategi manajemen meliputi tiga langkah utama yiatu perumusan strategi (strategy formulation), implementasi strategis

22 John A. Pearce dan Richard B. Robinson, Strategic Management; Formulation, Implementation, and Control, (New York: McGraw-Hill, 2007), hal. 23

23

(16)

(strategy implementation), dan evaluasi strategy (strategy evaluation). Dari tiga tindakan tersebut sebagai perspektif maka strategi disusun dalam langkah-langkah konkret sebagai berikut:

1. Menetapkan bisnis apa yang akan dijalankan perusahaan dan cita-cita atau harapan apa yang ingin dicapai pada masa depan.

2. Menerjemhakan visi dan misi ke dalam suatu tujuan strategis yang terukur dan berbagai target kinerja yang harus dicapai.

3. Menyusun strategi yang teapt untuk mencapai tujuan dan target. Dalam penyusunan strategi diikuti pula dengan penetapan policyatau kebijaksanaan yang akan menjadi jembagan terhadap implementasi.

4. Menjalankan (implementasi) strategi yang terpilih dan melakukan berbagai keputusan taktis dengan efisien dan efektif.

5. Melakukan evaluasi terhadap kinerja dan jika perlu melakukan berbagai penyesuaian terhadap arah, tujuan, strategi, dan pelaksanaanya sesuai dengan situasi terbaru yang diharapkan perusahaan. 24

Karakteristik Pernyataan Visi dan Misi

Pernyataan misi merupakan pernyataan sikap dan pandangan. Demikian itu lantaran, sebuah pernyataan misi yang baik biasanya memungkinkan dimunculkannya dan dipertimbangkannya sejumlah tujuan dan strategi alternative yagn mungkin dapat diambil tanpa telalu menyumbat kreativitas manajemen.

Selain daripada itu, penyataan misi sebagai suatu pernyataan sikap.diharuskan cukup luas agar bisa secara efektif menyatukan berbagai perbedan di antara para stakeholder sekaligus menarik bagi mereka, yaitu setiap orang dan kelompok yagn memiliki kepentingan atau hak terhadap perusahaan.

Pernyataan misi juga diharapkan menggambarkan tujuan, pelanggan, produk atau jasa, pasar, filsafat, dan teknologi dasar yang dimiliki organisasi. Pernyataan misi harus (1) mendefinisikan apakah organisasi itu sekarang ini dan ingin menjadi apakah organisasi tersebut sebagaimana dicita-citakannya; (2)

24

(17)

cukup terbatas untuk tidak memasukkan sejumlah usaha tetapi harus cukup luas untuk merangsang pertumbuhan kreatif; (3) membedakan suatu organisasi dengan yang lainnya; (4) berfungsi sebagai kerangka kerja untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan saat ini maupun yang akan datang; dan (5) dinyatakan dalam istilah-istilah yang cukup jelas sehingga dapat dipahami secara luas oleh semua pihak di dalam perusahaan.25

Dalam perspektif budaya organisasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Schein, bahwa para pendiri organisasi memiliki peranan yang penting dalam membentuk nilai dalam perspektif pegawai. Karena keberhasilan para pendiri dan pemimpin dalam menghadapi problem-problem dalam organisasi dan di luar organisasi, ketika hal tersebut disampaikan, dan ternyata dapat dijadikan pedoman pada para warga, sehingga terbukti. Hal itu akan menjadi nilai (value) organisasi. Nilai tersebut dapat menjadi misi bagi organisasi.

Robbins memberikan cara untuk mempertahankan budaya organisasi adalah dengan diantaranya oleh manajemen puncak.26 Artinya adalah bahwa manajemen puncak berperan untuk memberikan contoh akan implementasi visi dan misi yang direncanakan. Sehingga menjadi ”uswatun hasanah” bagi warga organisasi untuk bertindak dalam menjadikan visi tersebut sebagai bagian dari strategi.

Mengenai pernyataan kebijakan sosial mengandung filsafat dan pemikiran manajerial pada tingkat tertinggi dari suatu organisasi. Oleh karena itu, kebijakan sosial mempengaruhi pembuatan pernyataan misi bisnis. Masalah-masalah sosial mengharuskan para perencana strategi mempertimbangkan tidak hanya apa yang wajib diberikan oleh organisasi kepada berbagai stakeholders, tetapi juga tanggungjawab perusahaan terhadap para konsumen, aktivis lingkungan, minoritas, komunitas, dan kelompok-kelompok lain.27

Dalam rangka menyediakan customer value terbaik, terdapat langkah-langkah yang dilakukan perusahaan yaitu:

25 David, Strategic Management; hal. 99 26 Stephen P. Robbins, hlm. 487

27

(18)

1. Identifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan pada masa depan.

2. Melakukan analisis lingkungan intern dan ekstern untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi perusahaan dalam menjalani misi, meraih keunggulan bersaing.

3. Menentukan tujuan dan target terukur, identifikasi dan evaluasi alternative strategi, dan rumuskan strategi terpilih untuk mencapai tujuan dan ukuran keberhasilan.28

Menurut David, pernyataan misi yang efektif harus memiliki sembilan komponen atau ciri. Yaitu; (1) Pelanggan; Siapakah para pelanggan perusahaan? (2) Produk atau jasa; Apakah produk atau jasa utama perusahaan? (3) Pasar; Secara geografis dimanakah perusahaan bersaing? (4) Teknologi; Apakah perusahaan memiliki teknologi terkini? (5) Perhatian terhadap keberlangsungan hidup, pertumbuhan, dan keuntungan; Apakah perusahaan berkomitmen terhadap pertumbuhan dan keuangan yang sehat? (6) Filsafat; Apakah keyakinan, nilai-nilai, cita-cita, dan prioritas etis dasar perusahaan? (7) Konsep diri; Apakah kompetensi perusahaan yang mencolok atau keunggulan kompetitif utamanya? (8) Perhatian terhadap citra public; Apakah perusahaan tanggap terhadap persoalan-persoalan sosial, komunitas, dan lingkungan? (9) Perhatian terhadap karyawan; Apakah para karyawan merupakan aset yang berharga bagi perusahaan?29

Wahyudi menambahkan bahwa dalam penyusunannya, misi suatu perusahaan dibentuk atau dipengaruhi oleh beberapa elemen, yang harus dipertimbangkan oleh pembuat strategi agar misi tersebut dapat benar-benar mencerminkan apa yang ingin dilakukan oleh perusahaan. Elemen-elemen tersebut adalah:

a. Sejarah masa lalu perusahaan

b. Keinginan dari pemilik atau manajemen puncak c. Perubahan lingkungan industry

28 Hariadi, Strategi Manajemen, hal. 6 29

(19)

d. Keterbatasan sumber daya (tenaga kerja, modal, ketrampilan, dan seterusnya).

e. Keunggulan inti yang dimiliki agar dapat bersaing.30

Tentu dengan mencakup semua hal tersebut dalam satu kalimat merupakan hal yang panjang dan tentu sulit untuk diingat. Maka jikalau tidak diungkapkan dalam satu kalimat, dapat dibagi dalam beberapa kalimat.

Share Vision

Thompson dkk menyebutkan bahwa “strategic visions become real only when the vision statement is imprinted in the minds of organization members and

then translated into hard objectives and strategies”.31

Thompson menunjukkan bahwa visi yang tidak disampaikan kepada warga organisasi dalam bentuk tujuan dan strategi yang jelas tidak akan menjadi nyata. Untuk itu dibutuhkan beberapa tindakan untuk menshare visi yang telah ditetapkan bersama.

William Ouchi yang terkenal dengan teori Z, dalam kajiannya tentang perbandingan antara organisasi di Jepang dan di Amerika menyebutkan bawha kelebihan organisasi di Jepang adalah: (1) perusahaan di jepang menunjukkan konsen yang holistic bagi para pekerja (holistic concern); (2) budaya jepang menggerakkan individunya untuk tertarik pada tanggungjawab atas situasi sosial yang harmonis dengan komunitas yang lebih luas disekitarnya (collective responsibility); (3) dengan tanggungjawab bersama, bedampak pada proses pengambilan keputusan yang baik, yaitu model manajemen partisipatif dengan

collective decision making, (4) perusahaan di Jepang melakukan mekanisme koordinasi dan control, yang dibangun dalam setiap organisasi yang berbeda budaya, namun mereka merefleksikan satu set dari nilai dan filosofi manajemen lembaga. Yang diturunkan dari tujuan organisasi dan menjadi alat bagi ketercapaiannya.32

30

Wahyudi, Manajemen Strategik, hal. 42

31 Arthur A. Thompson, John E. Gambel, A.J. Strickland, Strategy; core concepts, analytical tools, readings, (New York: McGraw-Hill, 2006), hal. 19

(20)

Dari apa yang disampaikan oleh Ouchi bahwa kesuksesan organisasi di Jepang yang lebih baik daripada di Amerika pada saat itu, karena mereka mengembangkan suatu pola bersama dan berlandaskan pada nilai (value) yang menjadi turunan dari tujuan organisasi. Sehingga menjadi falsafah perusahaan dan pedoman dalam menentukan yang tepat dalam mengambil kebijakan.

Sejalan dengan hal tersebut, menarik kiranya bagaimana visi disampaikan oleh Peter Senge dalam learning organization. Learning Organization

mengharuskan anggota organisasi memiliki lima dasar discipline pembelajaran, yaitu; systems thinking, personal mastery, mental models, shared vision, dan team learning. Penjelasan dari hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Berfikir sistemik (systems thinking) adalah suatu pola pikir untuk melihat keterkaitan mendalam secara lebih daripada kendali linear sebab akibat, untuk melihat struktur yang mendasar daripada moment, untuk melihat pola dari perubahan daripada sepintas. 33

2. Keahlian pribadi (personal mastery) adalah disiplin pertumbuhan dan belajar personal. Ketika hal tersebut dibawa dalam organisasi memberikan dampak pada dua gerakan mendasar. Pertama adalah secara terus menerus memperjelas apa yang penting bagi kita. Kedua, terus menerus belajar bagaimana melihat realita saat ini secara lebih jelas. Untuk membentuk suatu rasa keahlian pribadi adalah mendekati sebagai suatu disiplin, sebagai rangkaian praktek dan prinisp yang harus diaplikasikan agar berguna.

3. Model mental (mental models) adalah permukaan, pengujian, dan pengubahan gambaran-gambaran internal kita tentang bagaimana dunia bekerja. Model mental tersebut memberikan dampak pada tindakan kita. Untuk mengembangkan kemampuan organisasi dengan model mental maka akan melibatkan untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru dan mengimplementasikan inovasi-inovasi institusional yang membantu membawa keterampilan ini ke dalam praktek yang regular.

33 Michael J

Marquardt, Building the Learning Organization,. Building the Learning Organization,

(21)

4. Visi bersama (shared vision) adalah daya dalam hati setiap insan, yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan komitmen organisasi. Atau dengan ungkapan “apa yang ingin kita ciptakan?”. Dengan kata lain

adalah gambar yang dibawa oleh seluruh orang dalam organisasi sehingga menciptakan suatu rasa kebersamaan yang menembus organisasi dan memberikan koherensi kepada berbagai aktivitas yang berbeda. Visi tersebar karena suatu proses yang menguatkan, yang meningkatkan kejelasan, antusiasme, komunikasi dan komitmen. Semakin orang berbicara visinya tumbuh menjadi lebih jelas. Semakin vis menjadi lebih jelas, tumbuhlah antusiasme akan keuntungan-keuntungannya. Kemudian visi menyebar dalam suatu spiral yang menguatkan dari komunikasi dan kegairahan. Antusiasme dapat juga diperkuat oleh sukes awal dalam mengejar visinya.

5. Pembelajar tim (team learning) merupakan proses dari menyearahkan dan pengembangan kapasitas sebuah tim untuk menciptakan hasil yang mana para anggotanya benar-benar inginkan. Hal tersebut dibangun di atas disiplin dari mengembangkan visi bersama. Hal itu juga dibangun di atas penguasaan pribadi, karena tim berbakat terbentuk dari individu yang berbakat. Akan tetapi dengan visi bersama dan bakat tidaklah cukup, yang dibutuhkan adalah pengetahuan bagaimana untuk bermain bersama. Untuk itu dibutuhkan bahasa bersama, tanpa suatu bahasa bersama untuk menghadapi kompleksitas, belajar tim adalah terbatas. Mempelajari suatu bahasa baru, berdasarkan definisi, berarti belajar bagaimana bercakap dengansatu sama lainnya dalam bahasa. 34

Ringkasnya lima kecakapan tersebut adalah; Pola berpikir sistemik (Systems Thinking), adalah kemampuan untuk melihat realitas secara holistic, pola structural daripada jalur lurus tentang sebab dan akibat. Penguasaan personal (Personal Mastery), adalah kemapuan untuk mengembangkan visi personal dan fokus energy pada pencapaian visi. Model mental (Mental Models), adalah

(22)

merujuk pada kemampuan untuk mengidentifikasi, dan jika dibutuhkan meberikan alternative yang mendalam dalam mengelola asumsi, generalisasi, atau gambaran mental yang mempengaruhi bagaimana memahami dunia dan bertindak terhadapnya.

Pada perkembangannya share vision berkembang dalam ilmu manajemen saat ini adalah knowledge management atau dalam istilah Indonesia kita sebut dengan manajemen pengetahuan.

Manajemen pengetahuan adalah pengetahuan tentang pengelolaan pengetahuan. Yaitu tentang bagaimana pengetahuan tersebut didapatkan (acquisition), dikreasikan (creation), dikumpulkan (storage) , dan disampaikan sehingga dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan (transfer and utilization).35

Dalam mengelola pengetahuan, adalah terkait dengan siklus knowledge.

Knowledge terdiri dari dua jenis yaitu tacit knowledge, dan explicit knowledge.

Tacit knowledge merupakan knowledge yang diam di dalam benak manusia dalam bentuk intuisi, judgement, skill, values, dan belief yang sangat sulit diformalisasikan dan dishare dengan orang lain. Sedangkan explicit knowledge

adalah knowledge yang dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan didistribusikan dengan menggunakan berbagai media. Explicit knowledge dapat berupa formula, kased/cd video, dan audio, spesifikasi produk atau manual.36

Oleh Nonaka dan Tekeuchi, kedua jenis knowledge tersebut dapat dikonversi melalui empat proses konversi, yaitu: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi. Keempat proses ini lebih sering dikenal dengan SECI process.

1) Sosialisasi merupakan proses sharing dan penciptaan tacit knowledge

melalui interaksi dan pengalaman langsung.

2) Eksternailsasi merupakan pengartikulasian tacit knowledge menjadi

explicit knowledge melalui proses dialog dan refleksi.

35 Marquardt,

Building the Learning Organization, hal. 130

(23)

3) Kombinasi merupakan proses konversi explicit knowledge menjadi explicit knowledge yang baru melalui sistemisasi dan pengaplikasian explicit knowledge dan informasi.

4) Internalisasi merupakan proses pembelajaran dan akuisisi knowledge yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap explicit knowledge yang disebarkan ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi tacit knowledge anggota organisasi. 37

Dengan pendekatan manajemen pengetahuan, terdapat proses dokumentasi pengetahuan, dari pengetahuan yang dimiliki individu berupa data, kemudian data tersebut dikelola menjadi informasi, untuk kemudian dianalisa dan diuji untuk menjadi pengetahuan. Setelah menjadi pengetahuan, maka selanjutnya adalah diinternalisasikan kepada warga organisasi.

Telaah ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi tentang Manajemen Strategi

sebagai Perspektif

Allah Swt berfirman, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18)

Menarik untuk melihat kata “wal tandzhur” yang diartikan melihat atau

memperhatikan yaitu dengan frasa fi’il mudhori’ yang berarti kata kerja yang sedang dilakukan atau yang akan datang. Artinya adalah melihat, memperhatikan, dan menganalisis data yang terjadi saat ini baik itu secara internal maupun eksternal.

Data adalah apa yang ada dalam ayat tersebut diungkapkan dengan kata “Maa”, “maa” itu adalah “maa asy-syay” atau dalam istilah Indonesia “sesuatu”.

37

(24)

Maa itu adalah data atau informasi. Namun belum menjadi pengetahuan, karena pengetahuaan lebih tinggi dari sesuatu. Maka dari itu di dalam ayat Al-Qur’an pengetahuan disebut dengan “ma’rifah” atau “’ilmu”. Jadi ayat ini baru

memerintahkan atau mengajarkan untuk melihat pada data dan informasi. Kalaupun yang didapatkan adalah pengetahuan tentu lebih baik.

Bahwa data tersebut mengenai analisis internal ataupun eksternal dari lembaga atau organisasi yang kita kelola. Analisis internal tersebut adalah tentang audit internal dalam hal strategi dan budaya, manajemen, pemasaran, analisis peluang, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi. Adapun analisis eksternal adalah tentang kekuatan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan. Hal ini merupakan bahan untuk dilihat, diperhatikan, dianalisa.

Kata “Qaddamat” adalah kata yang menggunakan frasa fi’il madhi yang berarti kata kerja lampau atau yang telah terlewati. Maknanya adalah hendaklah kita memperhatikan fenomena-fenomena, atau data-data yang kita miliki saat ini baik internal ataupun eksternal, untuk masa depan.

Untuk apa? Ayat tersebut menunjukkan Lighadin yang artinya untuk hari esok, untuk visi ke depan. Untuk keberlangsungan hidup organisasi atau lembaga. Karena kita tidak akan mampu menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian tanpa memiliki informasi yang kredibel untuk saat ini. Data dan informasi yang telah diketahui dapat mengurangi ketidakpastian yang mungkin akan terjadi.

Secara ringkas dapat difahami bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada setiap individu “nafsun” siapapun dan apapun dia, untuk mencapai visi, dengan

melihat, memperhatikan, dan menganalisa data internal dan data eksternal yang dimilikinya.

Tidak sampai di situ, ada kelanjutannya “ittaquullah”, perintah untuk

(25)

Taqwa atau ihsan adalah perspektif. Dikatakan demikian, karena yang mengendalikan tindakan analisa, melihat, memperhatikan, dan menentukan visi adalah taqwa. Dengan memiliki taqwa atau ihsan, tentu memberikan nilai berbeda dalam pengelolaan organisasi, lebih khusus organisasi atau lembaga pendidikan Islam. Hal ini sangat penting, sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa dalam manajemen strategis sebagai prespektif sangat memperhatikan terhadap visi dan asumsi yang dalam pendapat Drucker disebut sebagai “teori bisnis” dan menurut Schein disebut budaya organisasi dengan intinya “underlying assumption”.

Rasululla Saw bersabda;

Hadits tersebut mengandung makna diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Segala perbuatan dimulai dengan niat.

2. Apa yang seseorang niatkan, maka baginya apa yang dia niatkan.

3. Contoh konkrit, adalah seseorang yang dalam hijrahnya berniat atau berencana kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan-Nya.

4. Analogi lain, jika niat hijrahnya adalah untuk hal-hal bersifat materi atau duniawi atau perempuan yang akan dinikahinya maka ia akan mendapatkannya.

5. Apa yang diniatkan atau direncanakan maka Allah Swt. akan menjadikannya sesuai dengan yang diniatkan.

Hadits tersebut menunjukkan dua hal penting yaitu “apa yang diniatkan” dan “hasil yang didapatkan”. “apa yang diniatkan” adalah kondisi diri dari mulai sumber daya yang dimiliki baik itu fisik, materi, cara, dan pola pikir. Sedangkan “hasil yang didapatkan” adalah visi yang didapatkan oleh individu tersebut, dengan sumber daya yang dimilikinya.

(26)

dimilikinya. Tetapi perlu diketahui bahwa yang tertinggi dari berbagai visi tersebut adalah untuk Allah Swt dan Rasul-Nya.

Dari penjelasan satu ayat dan hadits tersebut, kiranya belum memberikan kajian yang lengkap dan sempurna tentang manajemen strategi sebagai perspektif. Mengingat kajian tentang integrasi sains dan Islam bukanlah hal yang mudah dalam proses dan tahapannya. Namun yang sedikit ini merupakan suatu usaha kecil untuk mengintegrasikan science dan Islam.

C. KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Manajemen strategi sebagai perspektif sebagaimana diungkapkan Mintzberg

dimaksudkan bahwa sebagai perspektif, strategi lebih melihat ke dalam organisasi, yang mana di dalam setiap kepala terdapat strategi bersama (collective strategiest). Artinya adalah suatu pendekatan terhadap manajemen strategi dengan sudut pandang yang holistic ke dalam diri organisasi, sehingga menjadi dasar dalam prilaku dalam organisasi.

b. Visi adalah tentang “What should it be?” dan Misi adalah “What is our business?”. Artinya Visi adalah cita-cita dari para pendiri untuk kondisi usaha yang diinginkan di masa yang akan datang. Sedangkan Misi adalah apa yang ingin dilakukan untuk hal-hal yang menuju visi tersebut. Dalam misi tersebut hendaknya mencakup (1) Pelanggan; (2) Produk atau jasa; (3) Pasar; (4) Teknologi; (5) Perhatian terhadap keberlangsungan hidup, pertumbuhan, dan keuntungan; (6) Filsafat; (7) Konsep diri; (8) Perhatian terhadap citra public; (9) Perhatian terhadap karyawan.

(27)

manajemen puncak. Kegitannya dapat dipola dalam bentuk cerita, kegiatan seremonial dan penghargaan, membuat bahasa organisasi, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Atau juga dapat dengan mengkondisikan sebagaimana

learning organization dan knowledge management.

d. Islam sebagai “Diin”, yang tidak saja bermakna sebagai agama namun juga

pedoman kehidupan, memberikan arahan tentang strategi pengelolaan sumber daya dengan bijaksana, agar sesuai dengan visi yang diinginkan. Dan pengelolaan setrategi tersebut berdasarkan pada tujuan keridhaan Allah Swt, dan kesesuaian dengan Sunnah Rasul-Nya.

DAFTAR RUJUKAN

Al-Qur’an

Drucker, Peter F. Managemen Revised Edition, t.k; HarperCollins ebook, t.t Hariadi, Bambang, Strategi Manajemen; Strategi Memenangkan Perang Bisnis,

Malang: Bayu Media Publishing, 2005.

Tilaar, H.A.R Perubahan Sosial dan Pendidikan; Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta, Kencana, 2012.

Mintzberg, Henry, The Strategy Concept I; Five Ps for Strategy, (t.k; tp, tt), dalam http://www3.uma.pt/filipejmsousa/ge/Mintzberg,%201987.pdf. Schein, Edgar H. Organizational Culture and Leadership, USA: Jossey-Bass,

2004.

Jauch, Lawrence R. dan Glueck, William F. Strategic Management and Business Policy, alih bahasa Murad dan Ar. Henry Sitanggang, Jakarta: Erlangga, t.t.

Thompson, Arthur A, Gambel, John E, Strickland, A.J. Strategy; core concepts, analytical tools, readings, New York: McGraw-Hill, 2006.

(28)

David, Fred R. Strategic Management; Concepts, alih bahasa Kresno Saroso, Jakarta: Indeks, 2004

Pearce, John A. dan Robinson, Richard B. Strategic Management; Formulation, Implementation, and Control, New York: McGraw-Hill, 2007

Tompkins, Jonathan R. Organization Theory and Public Management, Boston: Wadsworth, 2005

Senge, Peter, Disiplin Kelima: Seni dan Praktek dari Organisasi Pembelajar, alih bahasa. Nunuk Adiarni, Jakarta: Binarupa Aksara, 1996

Marquardt, Michael J. Building the Learning Organization, New York: McGraw-Hill, 1996.

Tobing, Paul L. Knowledge Management: Kosep , Arsitekrut dan Implementasi

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Sumber Internet www.kemenag.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini secara tidak langsung juga merupakan studi sejarah mengenai cerita sapi betina dan watak orang Bani Israil, karena hal tersebut juga terdapat pada QS Al

Komposisi baglog yang telah ditentukan yaitu 70,31% TKKS dan 23,43% serbuk gergaji diinokulasi dengan bibit jamur tiram sebanyak 1% b/b, ditumbuhkan selama 4

Penelitian ini menemukan bahwa siswa yang ayahnya masih hidup tetapi ibu sudah meninggal mempunyai prosentase yang tinggi di status achievement dibanding variable lainnya

Tersedia juga Easy Touch Blood Glucose Test Strips, Easy Touch Blood Uric Acid Test Strips, Easy Touch Cholesterol Test Strips untuk isi ulang alat tes stripnya..

Produk media divalidasi oleh ahli media dan ahli materi. Penilaian media juga dilakukan oleh guru fisika teman sejawat dan peserta didik. Hasil dari penilaian dan masukan

Untuk menentukan titik akhir titrasi, maka dibuat kurva titrasi yang merupakan kurva antara potensial sel dengan volum penambahan penitran didapatkan kurva

Kedua bentuk kerja sama di atas dapat menjelaskan bahwa kebijakan politik luar negeri Cina pada pemerintahan Hu dengan semboyan “pembangunan damai” yang meliputi prinsip-prinsip

• Berdasarkan signifikansi hasil pengukuran, secara statistik perubahan beban kerja mental pada dua kondisi (task complexity dan time on task) tidak memberikan pengaruh