• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Model pembelajaran Realistic Mat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH Model pembelajaran Realistic Mat"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dan

Think Pair Share (TPS)

Oleh Kelompok 13 :

Anthonina M Moningka 6D

Lysa Kaawoan 6D

Lenike Adisulung 6D

Nikita Tamboto 6D

Inka K Potoboda 6

JURUSAN MATEMATIKA

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena hanya dengan

berkat serta perlindungannyalah kami bisa menyelesaikan makalah ini yang

membahas tentang model pembelajaran Realistic Mathematics Education dan

model pembelajaran Think Pair Share.

Adapun tujuan dari penyusunan dari makalah ini adlah untuk memberi tambahan

referensi ilmu bagi pembaca dalam mencari materi tersebut.

Kami yakin bahwa maklah ini masih belium sempurna untuk itu kami mohon

bantuan dari pembaca untuk memberikan berupa kritik dan saran untuk kami bisa

memberikan yang terbaik.

(3)

Pembahasan

1.

Model Pembelajaran RME atau Realistic Mathematics Education

a. Pengertian RME

Pembelajaran matematika realistik adalah atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan

pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat

mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata.

b. Komponen RME

Dalam pembelajaran matematika realistik ada tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran.

• Reinvention dan Progressive Mathematization (“penemuan terbimbing’ dan proses matematisasi yang makin meningkat). Menurut Gravemijer (1994: 90), berdasar prinsip reinvention, para siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).

• Didactical phenomenology (Fenomena yang mengandung muatan didaktik). Gravemeijer (1994: 90) menyatakan, berdasarkan prinsip ini penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu (i) memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan (ii) kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses

(4)

kontekstual yang akan diangkat dalam pembelajaran harus mempertimbangan dua hal yakni aplikasinya (kemanfaatannya) serta kontribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya. Terkait dengan hal di atas, ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab yaitu :bagaimana kita mengidentifikasi fenomena atau gejala yang relevan dengan konsep dan gagasan matematika yang akan dipelajari siswa, bagaimana kita harus mengkonkritkan fenomena tau gejala tersebut, apa tindakan didaktik yang diperlukan untuk membantu siswa mendapatkan pengetahuan seefisien mungkin.

• Self-developed models (Pembentukan model oleh siswa sendiri), Gravemeijer (1994: 91) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk

menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika.

Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik dan komponen sebagai berikut.

1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya

permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.

3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun

c. Kelebihan dan Kelemahan Realistic Mathematics Education

Kelebihan dan kelemahan selalu terdapat dalam setiap model, strategi, atau metode

pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini Asmin (Tandililing, 2012) menjelaskan secara rinci kelebihan dan kelemahan RME dalam tabel di bawah ini. Kelebihan dan Kelemahan RME. Kelebihan :

a. Siswa membangun sendiri pengetahuan, sehingga siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.

b. Suasana proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika.

c. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada nilainya. d. Memupuk kerja sama dalam kelompok.

(5)

f. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat. g. Pendidikan budi pekerti.

Kelemahan:

a. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawaban dari permasalahan.

b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah.

c. Siswa yang pandai kadangkadang tidak sabar menanti temannya yang belum selesai d. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.

Bila Tandililing memaparkan kelebihan dan kelemahan RME, Warli (2010) memberikan solusi dalam upaya meminimalisir kelemahan dalam penerapan RME antara lain:

a. Peranan guru dalam membimbing siswa dan memberikan motivasi harus lebih ditingkatkan.

b. Pemilihan alat peraga harus lebih cermat dan disesuaikan dengan materi yang sedang dipelajari.

c. Siswa yang lebih cepat dalam menyelesaikan soal atau masalah kontekstual dapat diminta untuk menyelesaikan soal-soal lain dengan tingkat kesulitan yang sama bahkan lebih sulit.

d. Guru harus lebih cermat dan kreatif dalam membuat soal atau masalah realistik. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat diketahui bahwa RME memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan tersebut hendaknya menjadi hal yang harus dipertahankan dan dikembangkan, sedangkan kelemahannya harus diminimalisir. Terdapat beberapa cara untuk dapat meminimalisir kelemahan RME, yang terpenting adalah guru hendaknya mempersiapkan rencana pembelajaran secara matang.

d. Langkah-langkah Penerapan Realistic Mathematics Education

Setiap model, pendekatan, atau teknik pembelajaran memiliki prosedur pelaksanaan yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya. Begitupun dengan RME, berikut ini langkah-langkah penerapan RME dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh Zulkardi (Aisyah, 2007: 7.20), yaitu:

a. Hal yang dilakukan diawal adalah menyiapkan masalah realistik. Guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

b. Siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah realistik.

c. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

d. Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.

e. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hal kerja penyaji.

f. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi taggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

(6)

Lain halnya dengan Wijaya (2012: 45) memaparkan proses matematisasi untuk menyelesaikan masalah realistik dalam penerapan RME sebagai berikut.

a. Diawali dengan masalah dunia nyata (Real World Problem).

b. Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah, lalu mengorganisir masalah sesuai dengan konsep matematika.

c. Secara bertahap meninggalkan situasi dunia nyata melalui proses perumusan asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses ini bertujuan untuk menerjemahkan masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika yang representative

d. Menyelesaikan masalah matematika (terjadi dalam dunia matematika) e. Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam solusi nyata, termasuk mengidentifikasi keterbatasan dari solusi.

Berdasarkan uraian pendapat di atas, diketahui bahwa penerapan RME diawali dengan pemunculan masalah realistik. Dilanjutkan dengan proses penyelesaian masalah yang terjadi dalam dunia matematika dan diterjemahkan kembali ke dalam solusi nyata. Hasil dari proses ini, kemudian dipublikasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan penyimpulan atas

penyelesaian masalah tersebut

2. pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share

(TPS)

(7)

Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan pembelajaran kelompok dimana siswa diberi kesempatan untuk berfikir mandiri dan saling membantu dengan teman yang lain. Pembelajaran Think Pair Share merupakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural. Pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Pembelajaran TPS membimbing siswa untuk memiliki tanggung jawab individu dan tanggung jawab dalam kelompok atau pasangannya. Prosedur tersebut telah disusun dan dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswa untuk dapat berpikir dan merespon yang nantinya akan membangkitkan partisipasi siswa. Pelaksanaan Think Pair Share meliputi tiga tahap yaitu Think (berpikir), Pairing (berpasangan), dan Sharing (berbagi). TPS memiliki keistimewaan, yaitu siswa selain bisa mengembangkan kemampuan individunya sendiri, juga bisa mengembangkan kemampuan berkelompoknya serta keterampilan atau kecakapan sosial. Keterampilan sosial dalam proses pembelajaran tipe TPS antara lain:

1. Keterampilan sosial siswa dalam berkomunikasi meliputi dua aspek, yaitu:  Aspek bertanya

Aspek bertanya meliputi keterampilan sosial siswa dalam hal bertanya kepada teman dalam satu kelompoknya ketika ada materi yang kurang dimengerti serta bertanya pada diskusi kelas.

 Aspek menyampaikan ide atau pendapat

Meliputi keterampilan siswa menyampaikan pendapat saat diskusi kelompok serta berpendapat (memberikan tanggapan atau sanggahan) saat kelompok lain presentasi.

2. Keterampilan sosial aspek bekerjasama

Keterampilan sosial siswa pada aspek yang bekerjasama meliputi keterampilan sosial siswa dalam hal bekerjasama dengan teman dalam satu kelompok untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru.

3. Keterampilan sosial aspek menjadi pendengar yang baik

Keterampilan sosial siswa pada aspek menjadi pendengar yang baik yaitu keterampilan dalam hal mendengarkan guru, teman dari kelompok lain saat sedang presentasi maupun saat teman dari kelompok lain berpendapat.

b.Komponen pembelajaran kooperatif tipe TPS

Pembelajaran Think Pair Share mempunyai beberapa komponen, yaitu Think (berpikir)

Pelaksanaan pembelajaran TPS diawali dari berpikir sendiri mengenai pemecahan suatu masalah. Tahap berpikir menuntut siswa untuk lebih tekun dalam belajar dan aktif mencari referensi agar lebih mudah dalam memecahkan masalah atau soal yang diberikan guru.

Pair (berpasangan)

(8)

c. Alasan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

Beberapa alasan mengapa kita perlu menggunakan TPS sebagai berikut :

1. TPS membantu menstrukturkan diskusi (menyusun diskusi dengan pola tertentu).

2. TPS meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat diingat siswa.

3. TPS meningkatkan lamanya “Time On Task” (waktu pengerjaan permasalahan) dalam kelas dan kualitas kontribusi dalam diskusi kelas.

4. Siswa dapat meningkatkan kecakapan sosial hidup mereka.

(kecakapan sosial siswa selama proses pembelajaran yang diamati, meliputi: bertanya, kemampuan bekerjasama dalam berkelompok, menyampaikan ide atau berpendapat, menjadi pendengar yang baik.)

d. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipeThink Pair Share

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa dapat terlibat aktif dalam diskusi atau bekerjasama dengan temannya. Hal ini dikarenakan bahwa tipe TPS, kelompok diskusi tidak terlalu banyak yang terdiri dari 2 orang siswa (kelompok kecil) setiap kelompoknya dan diskusi dengan 2 orang siswa lebih efektif dibandingkan dengan diskusi kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa.

Kelebihan dari metode TPS yaitu dapat meningkatkan rasa percaya diri, dan memudahkan siswa dalam berkomunikasi sehingga memperlancar jalannya diskusi. Selain itu dikemukakan juga kelebihan dan kekurangan menurut Hartina (2008), yaitu sebagai berikut:

Ø Kelebihan model pembelajaran koperatif tipe TPS menurut Hartina (2008:12) antara lain sebagai berikut:

1. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertnyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.

2. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

5. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.

Ø Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikemukakan oleh Hartinah (2008:12) adalah sangat sulit diterapkan disekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Lie (2005:46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa adalah sebagai berikut:

1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor 2. Lebih sedikit ide yang muncul

3. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah

Langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

Langkah-langkah dalam pembelajaran Think Pair Share pada umumnya adalah:

a. Pendahuluan

Fase1: Persiapan

1. Guru melakukan apersepsi

(9)

4. Guru memberikan motivasi

b. Kegiatan inti

Fase 2: pelaksanaan pembelajaran tipe TPS

Langkah pertama

1. Menyampaikan pertanyaan : Guru menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.

2. Siswa memperhatikan/mendengarkan dengan aktif penjelasan dan pertanyaan dari guru.

Langkah kedua

1. Berpikir : siswa berpikir secara individual.

2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan oleh guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiran masing-masing.

Langkah ketiga

1. Berpasangan : setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan. 2. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sebagai lembar kerja, kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.

Langkah keempat

1. Berbagi : siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas.

2. Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas. Individu/kelompok yang lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

3. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan, dan memberikan pujian bagi kelompok yang berhasil baik dan memberi semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik (jika ada).

Fase 3 : Penutup

1. Dengan bimbingan guru siswa membuat simpulan dari materi yang telah didiskusikan. 2. Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri.

(10)

Soal

1.Dalam pembelajaran matematika realistic ada tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran.Sebutkan!

2.Menurut Soedjadi (2001:3) pembelajaran matematika reelistik mempunyai beberapa karakteristik dan komponen.Sebutkan!

3.Apa pengertian dari RME?

4.Jelaskan 3 hal kelemahan dan kelebihan RME menururt Asmin (Tandiling,2012)!

5.Jelaskan solusi dalam upaya meminimalisir kelemahan dalam penerapan RME menurut Warli (2010)!

6.Jelaskan langkah-lngkah penerapan RME dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh Zulkardi (Aisayah,2007:7.20)!

7.Apa pengertian dari pembelajaran cooperative tipe TPS?

8.Sebutkan dan jelaskan 2 aspek keterampilan social dalam proses pembelajaran tipe TPS!

9.Sebutkan beberapa komponen pembelajaran TPS!

10.Apa saja alasan mengapa kita perlu menggunakan TPS?

11.Jelaskan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe TPS menurut Hartina (2008:12)!

(11)

Daftar Pusataka

Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2011/08/model-pembelajaran-rme-atau-realistic.html#ixzz44ocy2vUg

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas dapat dirumuskan b4hwa dalam kalimat maupun wacana ba- hasa Prancis, sebuah satuan lingual me- ngandung informasi lama jika pada saat tirdak wicara itu

[r]

Selanjutnya Pasal 1 Angka (2) menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisis bahwa peranan kelompok tani melati 1 terhadap kesejahteraan petani telah memberikan peningkatan, terlihat dari

1 Kegiat an Pendidikan Penjenjangan St rukt ural. HUSEIN

pada generasi ke empat dari sejarah game produksi game semakin menjamur dan berkembang pesat salah satu contoh pada generasi ke empat ini lahirlah playstation merupakan salah satu game

Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain tersebut

24.1 Proses dan hasil evaluasi penawaran, keterangan- keterangan lain yang terkait, dan usulan penetapan pemenang yang keseluruhannya disimpulkan dalam berita