• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pentingnya Pendidikan Agama bagi Anak Us

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pentingnya Pendidikan Agama bagi Anak Us"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA PENDIDIKAN AGAMA BAGI ANAK USIA DINI DALAM TANTANGAN GLOBALISASI

Anak bukan milik kita, tetapi berupa titipan Allah Swt, yang harus dijaga, dipelihara, dibina, dididik, dibimbing, dan diarahkan untuk menjadi sosok manusia yang bermanfaat dan berdaya guna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Karena itu, orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap keberhasilan anak menjadi figur manusia yang baik dan bermartabat, di samping itu orang tua akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt nanti.

Sabda Rasulullah dalam sebuah hadisnya, “ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih dan suci). Kedua orangtua yang menjadikan anak itu beragama Nasrani, Yahudi dan Majusi”. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Hadis ini menunjukkan bahwa peran orang tua sangat penting dalam membentuk anak memiliki karakter yang baik, sopan, agamis dan memiliki masa depan yang gemilang. Dan betapa besar peran orang tua dalam mengatur anak-anaknya yang diimplementasikan ke dalam bentuk bimbingan, pembinaan, dan pendidikan terhadap mereka agar tidak mudah terjerumus ke jurang yang penuh dengan kehinaan dan terjebak dalam penyesalan yang tidak kunjung henti.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang pentingnya pendidikan anak usia dini dalam tantangan globalisasi, maka kita perlu mengetahui pengertian tentang anak usia dini dan globalisasi. Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun (Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003) dan sejumlah ahli pendidikan anak memberikan batasan 0-8 tahun.

Anak usia dini didefinisikan pula sebagai kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya (Mansur, 2005).

Pada masa tersebut merupakan masa emas (golden age), karena anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat dan tidak tergantikan pada masa mendatang. Menurut banyak penelitian bidang neurologi ditemukan bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk pada kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah usia 8 tahun, perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Suyanto, 2005).

(2)

Pertama, bersifat egoisantris naif, anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Maka anak belum mampu memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan orang lain.

Kedua, relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egoisantris naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara dirinya dengan keadaan lingkungan sosialnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda atau peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak mulai membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.

Ketiga, kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan, anak belum dapat membedakan antara dunia lahiriah dan batiniah. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura. Anak mengekspresikannya secara terbuka karena itu janganlah mengajari atau membiasakan anak untuk tidak jujur.

Keempat, sikap hidup yang fisiognomis, anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut atau sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada disekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri.

Sedangkan globalisasi adalah suatu proses yang menyeluruh atau mendunia dimana setiap orang tidak terikat oleh negara atau batas-batas wilayah, artinya setiap individu dapat terhubung dan saling bertukar informasi dimanapun dan kapanpun melalui media elektronik maupun cetak. Pengertian globalisasi menurut bahasa yaitu suatu proses yang mendunia. Globalisasi dapat menjadikan suatu negara lebih kecil karena kemudahan komunikasi antarnegara dalam berbagai bidang seperti pertukaran informasi dan perdagangan.

(3)

Setiap pengetahuan atau ilmu mempunyai dasar-dasarnya. Dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits (sunah Nabi). Di atas kedua pilar ini dibangun konsep dasar pendidikan Islam. Menuntut ilmu adalah instruksi agama, karena ilmu merupakan salah satu bekal manusia di alam kubur agar tidak tersiksa di alam baqa’.

Dalam pendidikan agama Islam terdapat tujuan yang ingin dicapai agar anak dapat memberikan konstribusi untuk perkembangan ilmu agama baik untuk diri sendiri, masyarakat maupun bangsa, yaitu mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas memakmurkan dan mengolah bumi sesuai dengan aturan-aturan dan kehendak Allah Swt, mengarahkan manusia agar tugas kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah Swt, mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya, membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya, sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan untuk mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahanya, dan mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selain itu, pendidikan Islam mempunyai fungsi yang sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan kepribadian dan mental anak, karena pendidikan agama Islam mempunyai dua aspek terpenting, yaitu aspek pertama yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian anak, dan kedua, yang ditujukan kepada pikiran yakni pengajaran agama Islam itu sendiri.

Aspek pertama dari pendidikan Islam adalah yang ditujukan pada jiwa atau pembentukan kepribadian. Artinya bahwa melalui pendidikan agama Islam ini anak diberikan keyakinan tentang adanya Allah swt.

Aspek kedua dari pendidikan Agama Islam adalah yang ditujukan kepada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu pengajaran Agama Islam itu sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah swt, beserta seluruh ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi, makna yang dikandung oleh setiap firman-Nya (ajaran-ajaran-Nya) tidak dimengerti dan dipahami secara benar. Di sini anak tidak hanya sekedar diinformasikan tentang perintah dan larangan, akan tetapi justru pada pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana beserta argumentasinya yang dapat diyakini dan diterima oleh akal.

(4)

anak agar meyakini ke-Esaan Allah Swt, pencipta semesta alam beserta seluruh isinya, biasanya dimulai dengan menuntunnya mengucapkan la ilaha illallah, memperkenalkan kepada anak apa dan mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang (hukum halal dan haram), menyuruh anak agar sejak dini dapat melaksanakan ibadah, baik ibadah yang menyangkut hablumminallah maupun ibadah yang menyangkut hablumminannas, mendidik anak agar mencintai Rasulullah Saw, mencintai ahlu baitnya dan cinta membaca al-Qur’an, dan mendidik anak agar taat dan hormat kepada orang tua dan tidak merusak lingkungannya.

Selama ini kita mengenal beragam makna dan fungsi globalisasi. Pada masa ini, seorang manusia mulai bisa belajar dari beragam cara, sumber, media, menerobos batas-batas ruang, rumah, dan lingkungan sosial tradisional. Pendidikan tidak lagi bisa berfungsi sebagai media tunggal pelahiran kepribadian dan penumbuhan kemampuan profesional seseorang di tengah persaingan yang semakin sengit.

Realitas pendidikan Islam saat ini bisa dibilang telah mengalami intellectual deadlock. Di antara indikasinya adalah , pertama minimnya upaya pembaharuan. Kedua, praktik pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan yang lama , dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Akibatnya, ilmu-ilmu yang dipelajari adalah ilmu-ilmu klasik, sementara ilmu-ilmu modern nyaris tak tersentuh sama seklai.

Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-verbalistik dan menghasilkan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitikberatkan pada pembentukan hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai pemimpin di bumi.

Arus global bukanlah kawan maupun lawan bagi pendidikan Islam, melainkan sebagai dinamisator bagi pendidikan Islam. Apabila pendidikan Islam mengambil posisi antiglobal, maka pendidikan Islam akan macet dan mengalami penutupan intelektual. Sebaliknya, bila pendidikan Islam terseret oleh arus global, tanpa daya lagi identitas keislaman sebuah proses pendidikan akan tertindas. Karenanya, pendidikan Islam menarik ulur arus global, yang sesuai ditarik bahkan dikembangkan, sementara yang tidak sesuai diulur, dilepas atau ditinggalkan. Mastuhu berpendapat bahwa menutup diri atau bersifat eksklusif akan ketinggalan zaman, sedangkan membuka diri beresiko kehilangan jati diri atau kepribadian (Mastuhu, 2003:126).

(5)

pendidikan Islam hendaknya melihat kenyataan kehidupan masyarakat lebih dahulu, sehingga ajaran agama Islam yang hendak diajarkan sesuai dengan kondisi masyarakat.

Globalisasi merupakan suatu entitas, betapa pun kecilnya, yang bilamana disampaikan oleh siapa pun, di mana pun, dan kapan pun, akan dapat menyebar ke seluruh pelosok dunia (Mastuhu, 2003:10). Apabila entitas telah menjadi gaya hidup dan simbol kemoderenan, maka dapat mengubah kebiasaan hidup seseorang, bahkan tak jarang menilai ajaran agama sebagai ketinggalan zaman.

Kekacauan arus global bagi pendidikan Islam terjadi apabila fungsi dalam masyarakat berubah. Mark Haynes Daniel berpendapat bahwa kekeacauan terjadi bila terdapat perubahan dramatis dalam lingkungan, variabel penentu, atau berbagai fungsi yang ada dalam sebuah sistem (Daniel, 2000:63). Tiga hal yang merupakan tema sentral hadirnya kekacauan arus global bagi pendidikan Islam dewasa ini adalah: food, fun, and fashion.

Akidah Islam mempunyai enam aspek keimanan, yaitu: Iman kepada Allah Swt, para malaikat-Nya, kitab-kitab yang diturunkan-Nya, para rasul-Nya, hari kahir, dan iman kepada takdir baik atau buruk yang menjadi ketentuan Allah. Semua aspek ini merupakan hal yang gaib, di mana umat manusia tidak mempunyai kemampuan menangkapnya dengan pancaindra yang dimiliki. Karena itu, masalah ini dinilai bisa membingungkan seseorang untuk menjelaskan kepada anak-anaknya.

Imam Al-Ghazali menjelaskan secara khusus cara menanamkan keimanan pada anak sejak dini. Beliau berpendapat bahwa langkah pertama yang sebaiknya diberikan kepada mereka menekankan pada hafalan. Karena metode hafalan merupakan proses awal untuk menapaki pada proses berikutnya, yaitu proses pemahaman. Seorang anak yang hafal terhadap sesuatu kemudian berusaha memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan kukuh yang pada akhirnya anak tersebut akan membenarkan apa yang telah diyakini sebelumnya. Ini merupakan proses pembenaran dalam sebuah keimanan yang dialami anak pada umumnya.

Memang diakui juga, bahwa Allah Swt memberikan keutamaan pada sebagian anak dengan menanamkan keimanan langsung ke dalam jiwanya tanpa harus melalui proses pendidikan dan pembinaan melalui langkah-langkah semacam di atas. (Al-Ghazali, Ihyaa’ Uluum ad-diin, jil.1, hal. 94).

(6)

dalam jiwanya semakin bertambah. Dan dengan melakukan berbagai ibadah keseharian, secara tidak disadari, sinar keimanan dan cahaya hidayah akan meresap ke dalam jiwanya.

Untuk itu, terdapat lima pola dasar pembinaan akidah yang harus dilakukan untuk menanamkan kedalam jiwa mereka yang pertama adalah dengan mendiktekan kalimat tauhid, menurut Ibnu Al-Qayyim, sebagaimana yang termaktub dalam bukunya Ahkaamu al-Mauluud, apabila anak telah mampu mengucapkan kata-kata, maka ditekan pada mereka kalimat Laa ilaaha illallah dan Muhammadur Rasulullaah. Jadikan suara yang didengar pertama kali oleh mereka adalah pengetahuan tentang Allah, keesaan-Nya, dan Allah selalu mengawasi dan mendengarkan perkataan mereka.

Kedua, dengan menanamkan kecintaan anak kepada Allah Swt, memberikan pengertian bahwa Allah yang akan memberikan pertolongan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah selalu mengawasi setiap apa yang dilakukan umat manusia, serta menanamkan keyakinan pada anak tentang adanya takdir baik atau buruk semata-mata dari Allah.

Ketiga, menanamkan cinta pada Rasulullah Saw, para ulama besar terdahulu dan generasi penerusnya memberikan perhatian yang sangat serius dalam menanamkan rasa cinta pada Rasulullah Saw ke dalam jiwa dan kalbu anak-anak mereka. Karena rasa cinta yang mendalam kepada Rasulullah Saw memberikan dampak positif pada pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Sehingga perasaan mereka mudah tergetar dan bertambah rasa cintanya pada agama Islam, mendorong mereka untuk selalu berbuat baik, serta tidak mudah panik menghadapi kesulitan dan mencari penyelesaian masalah dengan mudah.

(7)

dalam Al-Quran, serta menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam berperilaku dan jalan hidup dalam mengarungi kehidupan yang fana ini.

Mengajarkan Al-Quran pada anak-anak, menurut Al-Hafizh As-Suyuti, merupakan dasar pendidikan Islam yang pertama yang harus mendapat prioritas utama. Karena, pada usia itu masih dalam keadaaan fitrah (suci dari dosa) dan merupakan masa yang paling mudah untuk mendapatkan cahaya hikmah yang terdapat dalam Al-Quran, sebelum hawa nafsu yang terkandung dalam jiwa anak mulai menggerogoti dan mengarahkan pada kemaksiatan dan kesesatan. (Syaikh AbdullahSirajuddin, Tilawaah al-Quraan al-Majiid).

Penanaman akidah pada anak kecil sejak dini merupakan sarana pendidikan yang sangat efektif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Dan diakui bahwa akidah yang tertanam dalam jiwa anak akan semakin kokoh apabila anak bersangkuatan memiliki nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan dalam dirinya untuk membela akidah yang diyakini kebenaranny, bahkan tidak peduli terhadap risiko yang mengancam dirinya. Semakin kuat nilai perjuangan dan pengorbanan seseorang, akan semakin kokoh pula akidah yang dimiliki.

Dewasa ini, banyak fasilitas pendidikan yang sangat mendasar yang telah tersedia (play group, taman kanak-kanak dan semacamnya yang bernuansa Islami) yang mendukung dan mendorong anak-anak dari keluarga muslim agar memiliki akidah yang kuat. Penanaman akidah terhadap anak kecil lewat lembaga semacam ini akan membuka pikiran mereka terhadap nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah Swt, sehingga mereka benar-benar bisa menikmati manisnya iman dan bertambah kokoh akidah yang tertanam dalam jiwanya.

Pendidikan ibadah terhadap anak kecil merupakan fase penyempurnaan pada fase pendididkan dan pembinaan akidah yang telah ditanamkan sebelumnya. Karena makna hakiki dalam pelaksanaan ibadah yang dipraktekkan oleh anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya akan menambah kebenaran akidah yang diyakini. Dan pelaksanaan ibadah yang dilakukan anak-anak bisa dijadikan barometer adanya akidah yang tertanam secara kokoh pada jiwa mereka. Semakin tinggi nilai-nilai ibadah yang mereka milliki, akan semakin tinggi pula keimanan yang tertanam dalam jiwa mereka.

(8)

sudah tertanam dalam jiwa anak-anaknya secara benar dan sesuai dengan konsep Islam agar memiliki akidah yang kuat sehingga tidak mudah goyah oleh rayuan bentuk apa pun.

Dr. Said Ramadhan Al-Buthi dalam bukunya Tajribah at-Tarbiyah al-Islaamiyah (hal.40) menjelaskan hubungan antara penanaman akidah dengan pembinaan ibadah terhadap anak. Dia berpendapat bahwa proses penanaman akidah pada anak agar terus-menerus berkembang tumbuh dengan kokoh dalam jiwanya adalah hendaknya anak bersangkuatan diarahkan untuk selalu mengerjakan ibadah sesuai dengan kemampuannya. Langkah semacam ini diharapkan bahwa akidah yang sudah tertanam dengan kokoh di hati mereka itu bisa menahan gelombang arus kehidupan yang negatif dan destruktif, serta tegar menghadapi terpaan badai dan cobaan hidup.

Harus diakui juga bahwa masa kanak-kanak bukan masa pembebanan atau menangguang kewajiban, tetapi merupakan masa persiapan, latihan, dan pembiasaan. Karena itu, anak-anak harus dilatih dan dibiasakan melaksanakan sebagai bekal mereka ketika sudah memasuki usia dewasa (baligh), di mana pada masa ini mereka susah mendapatkan kewajiban dalam beribadah, sehingga pelaksanaan ibadah yang diwajibkan oleh Allah Swt bukan menjadi beban yang memeberatkan bagi kehidupan mereka sehari-hari, bahkan setiap jenis ibadah apa pun dinilai sangat mudah pelaksanaannya dan mempunyai kenikmatan tersendiri.

Pelaksanaan ibadah merupakan pekerjaan yang sangat menakjubkan bagi jiwa anak kecil. Karena ketika anak kecil melaksanakan salah satu ibadah, secara tidak disadari, mereka melakukan hubungan batin dengan Allah Swt sehingga dalam menjalani kehidupannya selalu merasa tenang, aman dan tentram. Pelaksanaan ibadah semisal shalat, akan mendorong anak-anak untuk tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya, terlatih dalam menahan nafsu amarah dan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya selalu berada di bingkai ajaran agama. Adapun dampak pelaksanaan ibadah puasa bagi anak-anak akan terlatih dalam mengendalikan hawa nafsunya. Ini bisa terlihat ketika akan berbuaka puasa, mereka harus bisa menahan diri sebelum waktunya tiba. Dan ketika anak bermunajat kepada Allah Swt, mereka akan merasakan arti kekhusyukan dalam beribadah yang memberikan kenikmatan tersendiri dalam jiwanya, baik ketika mereka membaca Al-Quran , melaksanakan sholat, maupun mendengarkan azan ketika menjelang berbuka puasa.

(9)

mengajak anaknya melaksanakan sholat berjamaah. Dan anak mulai bisa diperintahkan melaksanakan shalat ketika dia sudah bisa membedakan antara tangan kanan dan kirinya.

Setelah anak tahu kewajiban melaksanakan shalat, maka orangtuanya sebagai pendidik yang paling utama mulai mengajarkan syarat sahnya shalat, rukun dan yang membatalkan. Rasulullah Saw memberikan batasan usia tujuh tahun sebagai awal yang paling baik bagi anak untuk diajarkan masalah yang berkaitan dengan shalat. Selain itu, mengajarkan anak dengan cara memberikan contoh yang baik bahwa anak kecil yang melihat tata cara beribadah orang dewasa, semisal wudhu dan lainnya, memberikan pengaruh yang sangat besar sebagai suatu pelajaran untuk dipraktikkan sehingga tata cara beribadah anak yang bersangkutan menjadi baik dan sempurna.

Adapun peran orang tua terhadap anaknya di dalam Islam yaitu dengan memperkenalkan anak terhadap agama sejak di dalam rahim seperti memperbanyak ibadah terutama ibunya, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, membaca sholawat, berdzikir, melakukan segala sesuatu yang di anjurkan Islam saat mengandung, dan lain sebagainya. Karena janin dalam rahim pada usia kandungan 4 bulan sudah mulai bisa merasakan dan mendengar apa yang dilakukan ibunya. Olah karenanya ada cara-cara menstimulasi kecerdasan anak saat dalam kandungan.

Bagaimana anak terbentuk, itu tergantung bagaimana orang tuanya membentuk. Nabi bersabda yang diriwayatkan dari H.R Muslim yang artinya: “Tidak seorang pun yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka akibat orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Muslim).

Oleh karenanya, didiklah anak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dan ajarkan mereka tentang agama Islam. Seperti cara makan yang baik dengan menggunakan tangan kanan, sebelum makan dan sesudah makan hendaknya berdoa, mengajarkan cara mandi yang benar, bertutur kata yang baik dan sopan, bertingkah laku yang sesuai norma dan akhlak dalam Islam dan lain sebagainya. Tidak hanya usia dini, orang tua mendidik dan mengajarkan anak, tapi sampai mereka benar-benar mampu dan bisa menjadi anak yang sholih dan sholihah.

Jangan sampai ketika orang tua sakaratul maut, sang anak berlari-lari mencari orang untuk mentalqinkan orang tuanya, membacakan yasin, sedangkan ia tidak bisa, memandikan jenazah orang tuanya tak mengerti, apalagi mendoakannya. Karena doa yang sampai adalah doa anak yang sholih.

(10)

Karena orang tua akan menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya ketika ia masih kecil. Mereka akan sedikit demi sedikit mengikuti apa yang ia lihat, yang ia dengar, dan apa-apa yang biasa orang tuanya lakukan.

Membangun kepribadian dan mengembangkan pengetahuan agama anak. Orang tua lebih utama dalam perannya membangun kepribadian anak, karakter sifat anak turun tidak jauh dari keduanya. Maka bangunlah kepribadiannya sesuai syariat Islam dan kembangkanlah pengetahuan agamanya setiap waktu dengan memberikan dan mengajarkan serta membantu anak dalam mengembangkan kemampuannya. Seperti gemar mengikuti MTQ, lomba-lomba agama di sekolah (tartil Qur’an, pidato, hafidz Qur’an, dls).

Mengontrol kepribadian anak saat anak diluar rumah. Ini yang biasanya banyak dilalaikan oleh para orang tua. Mereka kurang memperhatikan kepribadian anak di luar rumah. Orang tua tidak boleh lepas tangan atau lepas tanggung jawab, meskipun anak sedang berada di lingkungan sekolah atau madrasah. Jangan membiarkan mereka keluar batasan yang seharusnya dipatuhi oleh anak. Seperti membiarkan anak pulang sekolah mampir dan bermain terlebih dahulu bersama teman-temannya entah kemana, mengontrol kesehariannya di sekolah dan lain sebagainya.

Memberikan sandang, pangan dan papan yang layak kepada anak. Orang tua yang memberikan makan kepada anaknya itu terhitung sedekah. Allah tidak akan menyia-nyiakan kebaikan orang tua kepada anaknya dengan memberikan pahala yang berlipat-lipat. Maka berikanlah kehidupan yang layak untuk mereka. Makanan yang sehat akan menghasilkan tubuh yang kuat, pakaian yang bersih dan rapi akan menyamankan hati karena Allah mencintai keindahan juga rumah yang layak dengan para penghuni yang taat kepada Allah, InsyaAllah “rumahku itulah surgaku di dunia” akan dirasakan dalam keluarga.

Memberikan perhatian, kasih sayang, dan pengertian. Anak pasti membutuhkan perhatian, tidak hanya diusianya yang masih kecil saja, tetapi sampai kapanpun anak akan membutuhkan perhatian dari orang tuanya, apalagi kasih sayang. Mengajarkan dia kepada agama dengan penuh kelembutan dan kasih sayang akan lebih mudah diterima oleh anak. Dan berikan pengertian saat anak membutuhkannya. Contoh saat dia sedang banyak tugas sekolah, saat sedih, saat mereka tertekan dan lain sebagainya, berikanlah pengertian kepadanya. Jangan memaksakan kehendak, karena merekapun memiliki hak untuk diberikan pengertian oleh orang tuanya.

(11)

putus asa, itu semua akan lebih efektif jika dilakukan oleh orang tuanya sebagai motivator terbaik untuk anak-anaknya.

Tempat fasilitator bagi anak. Orang tua wajib memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Apa yang orang tua inginkan jangan hanya menyuruh dan meminta anaknya untuk melakukan apa yang dibutuhkan, akan tetapi disamping menyuruh, meminta dan memerintah, berikanlah fasilitas untuknya. Contohnya, berikan anak Al-Qur’an untuk belajar dan membacanya, berikan kitab atau buku-buku keislaman dan sumber informasi lainnya yang dibutuhkan, sekolahkan sampai setinggi mungkin di tempat-tempat yang layak dan tepat untuk anaknya, dan lain sebagainya.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Mastuhu. 2003. Menata Ulang pemikiran sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insania Press.

Machali, Imam dan Musthofa. 2004. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Hafid, Mohammad Nur Abdul. 2004. Mendidik Anak Usia Dua Tahun Hingga Baligh Versi Rasulullah. Yogyakarta: Darussalam.

Hendro. 2005. Fungsi Pendidikan Islam. Diakses dari http://hendro-suhaimi.blogspot.co.id/p/ blog-page-2481.html pada tanggal 2 Desember 2016.

Benefacto, Agenk. 2011. Pendidikan Islam di Era Globalisasi. Di akses dari

http://illsionst.blogspot.co.id/2011/06/pendidikan-islam-di-era-globalisasi.html pada tanggal 2 Desember 2016.

Anonim. 2015. Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini. Diakses dari http://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2015/07/pengertian-karakteristik-anak-usia-dini.html pada tanggal 2 Desember 2016.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Titi Purwandari dan Yuyun Hidayat – Universitas Padjadjaran …ST 57-62 PENDEKATAN TRUNCATED REGRESSION PADA TINGKAT. PENGANGGURAN TERBUKA PEREMPUAN Defi Yusti Faidah, Resa

Peneliti dalam melakukan penelitian dan pengembangan menggunakan langkah yang sesuai dengan penilaian dari para ahli media dan ahli materi dalam mengukur tingkat kelayakan

diperoleh suatu koperasi sehingga usaha dalam koperasi tersebut akan semakin.. maju

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan merumuskan rekomendasi untuk meningkatkan kualitas layanan website Bearpath berdasarkan 11 true customer

Untuk melihat pengaruh lama usaha terhadap kinerja pedagang pasar alai, dilihat dari hasil koefisien regresi -0.014 yang menunjukan bahwa antara lama usaha

Kajian rintis ini di jalankan bagi melihat sama ada adaptasi ke atas instrumen Autonomous Learning Scale yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu dapat

Bakteri endofit yang diisolasi dari daun jeruk keprok varietas Madura yaitu ada 9 macam koloni bakteri dan di karakteristikkan dengan media PCA, NA dan MCA

Manusia selalu terdorong untuk berhubungan satu dengan yang lain demi kelangsungan hidupnya (Jualiardi, 2014, hal.77). Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial.