• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis jurnal bioteknologi tanama n

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis jurnal bioteknologi tanama n"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN JURNAL

BIOTEKNOLOGI OBAT-OBATAN

PROFIL FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIBAKTERI, ANTIOKSIDAN, DAN SITOTOKSISITAS EUPHORBIA COTINIFOLIA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bioteknologi

Dosen : Dr. F. Maria Titin Supriyanti, M.Si

Oleh:

CHUSNUR RAHMI (1402310)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Profil Fitokimia, Aktivitas Antibakteri, Antioksidan Dan Sitotoksisitas Euphorbia cotinifolia

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa fenolik dan flavonoid, aktivitas antibakteri, antioksidan, dan sitotoksisitas ekstrak hidroetanolik dari akar, batang, daun dan bunga Euphorbia cotinifolia. Skrining fitokimia untuk menentukan kandungan senyawa fenolik dan flavonoid dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri dan kromatografi cair. Aktivitas antibakteri ditentukan melalui teknik difusi agar dan mikrodilusi kaldu. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode pengikatan radikal diphenilpikrilhidrazil (DPPH) dan aktivitas sitotoksisitas ditentukan dengan metode MTT menggunakan sel BHK-21 (ginjal bayi hamster). Semua ekstrak yang diuji mengandung senyawa fenolik, flavonoid dan tanin. Kromatografi cair kinerja tinggi dengan analisis deteksi photodiode array (HPLC-DAD) menunjukkan bawa ekstrak daun kering mengandung konsentrasi senyawa fenolik yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak daun segar dan teridentifikasi adanya asam kafeat dalam ekstrak daun. Ekstrak daun, batang, akar dan bunga menunjukkan aktivitas terhadap lima bakteri gram positif, enam bakteri gram negatif dan dua ragi, tetapi tidak untuk mikobakteri. Aktivitas antioksidan tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak daun kering (EC50 = 7.32 µg/ml). Ekstrak tidak menunjukkan adanya sitotoksisitas pada

konsentrasi yang diuji. Semua ekstrak mengandung senyawa fenolik, tanin dan flavonoid, menunjukkan aktivitas antibakteri, antijamur dan antioksidan. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa Euphorbia cotinifolia berpotensi sebagai sumber antioksidan alami dan agen antimikroba.

(3)

I. Pendahuluan

Pada hakikatnya penggunaan tanaman obat untuk mengobati penyakit merupakan sebuah strategi lama yang telah digunakan oleh semua penduduk di dunia, di mana sekitar 25 sampai 30% obat-obatan tersebut berasal dari bahan alami seperti tumbuhan. Tumbuhan digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan penyakit dan pengawet alami dalam industri makanan karena mengandung senyawa bioaktif seperti senyawa fenolik, flavonoid, tanin, alkaloid dan terpen. Aktivitas biologis seperti antioksidan dan antimikroba disebabkan karena adanya kandungan senyawa fenolik,, tanin dan flavonoid. Euphorbia merupakan tanaman hias yang secara tradisional digunakan sebagai tanaman obat karena memiliki beberapa senyawa bioaktif seperti flavonoid, alkaloid, tanin dan terpene. E. cotinifolia adalah spesies Euphorbia yang banyak digunakan sebagai obat rakyat untuk membunuh kuman pada luka dan pencahar. E. cotinifolia memiliki aktivitas moluskisida, antivirus, dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa fenolik dan flavonoid serta menentukan adanya aktivitas antimikroba, antioksidan, dan sitotoksisitas pada ekstrak hidroetanolik dari akar, batang, daun dan bunga kering dan segar E. cotinifolia.

II. Material dan Metode

Material yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas akar, batang, daun dan bunga E. Cotinifolia yang diperoleh di kota Alfenas pada November 2012. Bagian tanaman segar (akar, batang, daun dan bunga) dicuci dengan air dan dipotong menggunakan gunting yang tidak steril. Untuk mempersiapkan ekstrak dari bagian tanaman segar, 200 gram fragmen tumbuhan masing-masing ditimbang lalu dimaserasi dalam 800 ml etanol 70%. Sedangkan untuk ekstrak kering, masing-masing sampel didehidrasi pada 37°C selama 7 hari lalu digiling menjadi bubuk dan ukuran partikelnya ditentukan menggunakan pengayak elektromagnetik. Bubuk kering yang diperoleh kemudian dimaserasi dalam 800 ml etanol 70% selama 7 hari dalam gelap, lalu ekstrak disaring menggunakan kertas saring. Selanjutnya, ekstrak dipekatkan dengan rotari evaporator pada tekanan 500 mmHg dan suhu 60°C dan diliofilisasi. Semua ekstrak disuspensi kembali menggunakan dimetilsulfoksida (DMSO) pada konsentrasi akhir 50 mg/ml dan disterilkan menggunakan penyaring 0,22 µm.

Untuk penentuan senyawa fenolik, 0,5 ml aliquot ekstrak dicampur dengan 2,5 ml reagen Folin Ciocalteu dan 2,0 ml Na2CO3 4%, diinkubasi selama 2 jam dalam gelap pada

(4)

10%, 0,1 ml kalium asetat 1M, dan 2,8 ml air suling. Setelah 30 menit, absorbansi campuran diukur pada 425 nm dan jumlah flavonoid dinyatakan sebagai quercetin ekivalen (QE mg/g). Analisis HPLC dilakukan pada kromatograf Shimadzu dengan detektor diode array (DAD) dan kolom Shimadzu C18 ODS dengan eluen larutan asam asetat 5% (eluen A) dan metanol (eluen B). Ekstrak yang dianalisis dilarutkan dalam fase gerak. Asam askorbat, asam kafeat, quercetin, asam benzoat, dan asam galat digunakan sebagai standar.

Aktivitas antimikroba dievaluasi melalui teknik difusi agar menggunakan 15 strain bakteri, mikobakteri, dan jamur dengan klorheksidin sebagai kontrol positif dan air suling sebagai kontrol negatif untuk uji bakteri gram positif, gram negatif dan ragi. Antibiotik rifampisin digunakan sebagai kontrol positif untuk uji antimikobakteri. Konsentrasi hambat minimum (MIC) ditentukan melalui mikrodilusi kaldu menggunakan 96 piring sumur. Ekstrak diencerkan dalam kaldu Mueller Hinton pada konsentrasi 25-0,05 mg/ml. Kaldu Mueller Hinton diinokulasi dengan organisme yang diuji sebagai kontrol positif, kaldu Mueller Hinton yang tidak diinokulasi sebagai kontrol negatif dan kaldu Mueller Hinton dengan ekstrak sebagai kontrol sterilitas ekstrak. Untuk menentukan konsentrasi bunuh minimum (MMC), 10 µL setiap sumur diinokulasikan ke dalam nutrisi cawan agar. Setelah inkubasi 24 jam pada suhu 37°C, MMC dianggap sebagai konsentrasi terendah di mana tidak terlihat pertumbuhan dan terdeteksi mikroba pada nutrien agar.

Pada uji aktivitas antioksidan, konsentrasi ekstrak (400-1,56 mg/ml) dalam 2 ml larutan etanol dicampur dengan 0,5 ml 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Setelah inkubasi 30 menit dalam gelap, absorbansi diukur pada 517 nm. Uji kosong (blank test) dilakukan untuk semua reagen. Asam askorbat, butil hidroksitoluena (BHT) dan quercetin digunakan sebagai kontrol positif. Persentase radikal DPPH yang diculik oleh ekstrak yang diuji dihitung menggunakan persamaan: Penyitaan DPPH (%) = [(absorbansi reagen – absorbansi sampel)/(absorbansi reagen)] x 100. EC50 ditentukan untuk setiap ekstrak.

Aktivitas sitotoksisitas diuji menggunakan 3-(4,5-dimetiltiazol-2YL)-2,5-difenil-tetrazolium bromida (MTT). Sebanyak 1x104 sel BHK-21 (sel ginjal bayi hamster) diletakkan

(5)

lempeng pembaca di 570 nm. Persentase sitotoksisitas dihitung menggunakan rumus [(A-B)/ Ax100], dimana A adalah densitas optik kontrol dan B densitas optik sel yang diuji. Semua percobaan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Analisis statistik terhadap hasil menggunakan software SISVAR 5.3 berupa analisis varians (ANOVA) dan uji Scott-Knott untuk mengamati perbedaan signifikan antara nilai rata-rata (p<0,05).

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil skrining fitokimia mengungkapkan adanya senyawa fenolik dan flavonoid dalam semua ekstrak. Kandungan senyawa fenolik berkisar antara 71.66-335.64 mg GAE/g. Ekstrak batang kering mengandung senyawa fenolik tertinggi (335.64 mg GAE/g) dan buah kering mengandung senyawa fenolik terendah (71.66 mg GAE/g). Untuk kandungan flavonoid, ekstrak daun kering menunjukkan kadar tertinggi (18,52 mg QE/g) dan akar segar menunjukkan kadar terendah (1,01 mg QE/g). Ekstrak kering menunjukkan nilai statistik yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak segar. Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa pada waktu retensi 18 menit terlihat daerah puncak ekstrak daun kering sekitar 10 kali lebih besar dibandingkan ekstrak daun segar, dan teridentifikasi adanya asam kafeat dalam ekstrak daun. Hal ini menegaskan hasil yang diperoleh dalam skirining fitokimia di mana juga teramati bahwa konsentrasi senyawa fenolik dan flavonoid yang lebih tinggi terdapat dalam ekstrak daun kering jika dibandingkan dengan ekstrak daun segar. Hasil skrining fitokimia disajikan pada Tabel 1.

(6)

Hasil uji difusi agar menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak yang diuji terhadap B.subtilis, B.cereus, M. luteus, S. aureus dan P. mirabilis. M. luteus adalah bakteri yang paling sensitif dengan zona hambat sebesar 15-20 mm. P. mirabilis dihambat oleh semua ekstrak dengan zona hambat berkisar antara 10-13 mm. Zona hambat diamati sebagai area jernih pada permukaan media agar yang mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diuji. Sedangkan untuk E. faecalis, E. aerogenes, E. coli, P. aeruginosa, S. typhimurium, S. marcescens, M. bovis, M. tuberculosis, C. albicans dan S. Cerevisiae tidak teramati adanya zona hambat. Artinya pertumbuhan mikroorganisme tersebut tidak dihambat oleh ekstrak yang diuji. Ekstrak daun kering menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan ekstrak lainnya. Hal ini dapat dijelaskan karena ekstrak kering menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol klorheksidin. Ekstrak kering mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada zona hambat yang lebih besar dibandingkan pada kontrol klorheksidin. Ekstrak daun segar dan kering menunjukkan spektrum aktivitas antimikroba yang lebih besar diikuti oleh ekstrak batang, akar dan bunga. Hasil uji difusi agar disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Aktivitas Antimikroba Ekstrak E. Cotinifolia (Zona Hambat dalam Milimeter)

(7)

mikrodilusi kaldu diperoleh nilai MIC lebih besar dari 6,25 mg/ml dan MMC antara 3.12-25 mg/ml. Ekstrak daun menunjukkan MIC terendah yang diikuti ekstrak batang, akar dan bunga. Ekstrak daun kering menunjukkan MIC dan MMC yang lebih rendah dan konsentrasi senyawa fenolik dan flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak daun segar. Hal ini berhubungan erat dengan aktivitas antimikroba. Senyawa fenolik bereaksi dengan membran sitoplasma, merubah struktur dan fungsi, mengubah transpor aktif dan mengentalkan kandungan seluler mikroba sehingga dapat menghambat dan membunuh mikroba tersebut. Aktivitas antimikroba ekstrak yang diuji terhadap E. coli, E. aerogenes, S. marcescens, P.aeruginosa, S. typhimurium, C. albicans dan S. cerevisiae tidak teramati pada uji difusi agar, tetapi teramati pada uji mikrodilusi kaldu. Hal ini terjadi karena uji difusi agar merupakan uji kualitatif dimana zat nonpolar tidak dapat menyebar baik pada media, sedangkan mikrodilusi kaldu merupakan uji kuantitatif yang lebih sensitif. Hasil uji mikrodilusi kaldu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi Hambat Minimum (MIC) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (MMC) dalam mg/ml Ekstrak E. Cotinifolia

Aktivitas antioksidan ekstrak yang diuji ditunjukkan oleh nilai EC50 (Efficient

Concentartion). EC50 merupakan konsentrasi terendah ekstrak yang mampu menangkap 50%

radikal DPPH. Semakin kecil nilai EC50 maka semakin baik aktivitas antioksidan yang

(8)

Ekstrak daun kering juga menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol BHT. Hasil uji aktivitas antioksidan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Hidroetanolik E. Cotinifolia

Terdapat korelasi positif antara senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan (r2= 0,32).

Ekstrak yang mengandung senyawa fenolik dengan konsentrasi yang lebih tinggi menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih besar. Aktivitas antioksidan dan antimikroba berkaitan erat dengan kandungan senyawa fenolik dan flavonoid. Ekstrak kering mengandung senyawa fenolik dan flavonoid dengan konsentrasi yang lebih tinggi sehingga dapat menjelaskan fakta bahwa terdapat aktivitas antioksidan yang lebih besar dalam ekstrak kering. Hal ini terjadi karena senyawa fenolik berperan dalam aktivitas antioksidan. Meskipun ekstrak daun kering tidak menunjukkan konsentrasi senyawa fenolik tertinggi, namun ekstrak ini memiliki konsentrasi flavonoid tertinggi di antara semua ekstrak yang diuji. Perbedaan konsentrasi flavonoid ini dapat membenarkan tingginya aktivitas antioksidan yang teramati. Ekstrak daun kering dan segar, akar kering, bunga kering, dan batang segar menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan BHT. Hal ini menegaskan potensi aktivitas antioksidan E.cotinifolia. Ekstrak tidak menunjukkan sitotoksisitas terhadap sel BHK-21 pada semua konsentrasi yang diuji.

IV. Kesimpulan

(9)

MMC paling rendah untuk aktivitas antimikroba dan nilai EC50 paling rendah untuk aktivitas

antioksidan. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa tanaman E. citinifolia berpotensi sebagai sumber antioksidan alami dan agen antimikroba.

V. Daftar Pustaka

Gambar

Tabel 1. Kandungan Senyawa Fenolik dan Flavonoid dalam Ekstrak E. Cotinifolia
Tabel 2. Aktivitas Antimikroba Ekstrak  E. Cotinifolia (Zona Hambat dalam Milimeter)
Tabel 3. Konsentrasi Hambat Minimum (MIC) dan Konsentrasi Bunuh Minimum
Tabel 4. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Hidroetanolik E. Cotinifolia

Referensi

Dokumen terkait

Jika besarnya kekerasan &gt; 400 HBN, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan metode lain, karena kekuatan bola baja yang digunakan pada metode Brinnell juga memiliki batas

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR.. Uadi Haryadi, MSc. Serangga merupakan penyebab kerusakan paling besar pada bahan pangan selama penyimpanan. Salah satu serangga hama

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan peran komitmen organisasional sebagai variabel moderator dalam hubungan antara kepuasan kerja dan

Beberapa kondisi yang permasalahan keuangan yang ditemui di UMKM, menarik dilakukan penelitian lebih lanjut agar hasilnya dapat memberikan kontribusi dalam membantu

Pengaruh yang nyata dari pelakuan dosis POC terhadap jumlah daun baru menunjukan perbedaan yang nyata setelah tanaman berumur 21 hari dan seterusnya, karena pada saat

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara macam varietas dan dosis aplikasi pupuk urin terhadap tinggi tanaman

Berdasarkan pelaksanaan dan Hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan ini, dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran PKn dengan menggunakan model cooperative

Teori yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan atau pembuatan hipotesis, mendukung hasil penelitian ini, dimana gaya kepemimpinan transformasional, kompensasi,