• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 ALGORITMA HEURISTIK UNTUK PERANCAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 6 ALGORITMA HEURISTIK UNTUK PERANCAN"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 6 ALGORITMA HEURISTIK UNTUK PERANCANGAN KENDALI FACTS DI SISTEM MESIN TUNGGAL

1. KONSEP PERANCANGAN KENDALI (UMPAN BALIK PEUBAH KEADAAN)

Pendekatan sistem single mesin bus tak berhingga dalam studi dinamika dan stabilitas sistem tenaga listrik mendominasi publikasi yang ada, meskipun terjadi penyederhanaan sistem, studi dengan pendekatan ini memberi hasil baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Lingkup gangguan yang sering dibicarakan adalah gangguan kecil dan gradual, gangguan inilah yang setiap saat terjadi, sehingga studi bidang stabilitas sistem tenaga listrik sebagian besar tercurah pada stabilitas sinyal kecil. Berlatar belakang situasi dan kondisi tersebut, berikut disampaikan beberapa contoh perancangan kendali untuk studi stbilitas sinyal kecil, untuk sistem tanpa dan dengan PSS dan demikian pula dengan dan tanpa peralatan FACTS.

Model sistem yang sesuai untuk studi stabilitas gangguan kecil pada sistem mesin tunggal, adalah model sistem persamaan peubah keadaan:

´

x

=

Ax

+

Bu

y = Cx + Du

dengan

x adalah peubah keadaan u adalah kendali

y adalah keluaran sistem

A, B, C dan D adalah parameter sistem

Perancangan kendali u dilakukan dengan mengumpanbalikkan peubah keadaan itu sendiri, dinyatakan sebagai umpan balik negatif,

u = -Kx

(2)

Ab = (A – BK)

Ditandai dengan nilai eigenvalue Ab yang disebut juga kutub (pole) sistem berkendali. Nlai eigenvalue inilah yang mencerminkan tanggapan sistem, yaitu sifat stabilitas sistem. Penentuan parameter PSS untuk mesin dan parameter POD untuk peralatan FACTS dilakukan secara analitis maupun secara pendekatan numeris. Dengan struktur kendali yang telah ditentukan terlebih dahulu, parameter kendali PSS dan POD dihitung melalui proses optimisasi heuristik yang akan menghasilkan nilai-nilai parameter kendali terbaik. Prinsip yang digunakan adalah parameter kendali terpilih harus menjamin peningkatan stabilitas, letak eigenvalue baru harus berada di daerah yang lebih baik dibanding sebelum kendali diterapkan.

SISTEM BERBASIS FACTS TANPA POD

Simulasi dinamika dan stabilitas sistem tenaga listrik dilakukan melalui model single mesin bus tak berhingga, dengan data berikut:

Berikut data yang digunakan dalam penelitian ini 1. Generator dan sistem eksitasi:

Tabel III.1 Parameter generator dan sistem eksitasi

Variabel Nama Nilai

H Konstanta Inersia 4.0 s

T '

d0 Konstanta waktu peralihan 5.044 s

D Koefisien peredam 0

x

d Reaktans serempak sumbu d 1.0 pu

x 'd Reaktans peralihan sumbu d 0.3 pu

x

q Reaktans serempak sumbu q 0.6 pu

f Frekuensi 60 Hz

K

A Penguat regulator 100

(3)

2. Parameter Saluran transmisi

Tabel III.2 Parameter saluran transmisi

Variabel Nama Nilai

Vb Tegangan infinite bus 1.0 pu

α

Sudut tegangan infinite bus 00

XBV Reaktans saluran transmisi 0.3 pu

X

TE Reaktans step up transformer 0.1 pu

Sistem berbasis SVC

(4)

x

=

[

∆ δ ∆ ω ∆ E

q'

∆ E

fd

]

T

Tabel III.3 Parameter SVC

Variabel Nama Nilai

(

α0

)

Sudut penyulutan thyristor SVC

1200

XC Reaktans kapasitif SVC 0.2 pu

X

P Reaktans induktif SVC 0.1 pu

(II.1)

Sistem berbasis TCSC

(5)

x

=

[

∆ δ ∆ ω ∆ E

q'

∆ E

fd

]

T

Tabel III.4 Parameter TCSC

Variabel Nama Nilai

(

α0

)

Sudut penyulutan thyristorTCSC 156.040

X

C Reaktans kapasitif TCSC 0.21

XP Reaktans induktif TCSC 0.0525

Sistem berbasis UPFC

Bersumber dari penelitian Muzani (2012), persamaan peubah keadaan dari sistem berbasis UPFC dapat direpresentasikan oleh:

x

=

[

∆ δ ∆ ω ∆ E

q'

∆ E

fd

∆V

DC

]

T

(6)

A

=

[

Tabel III.5 Parameter UPFC

Variabel Nama Nilai

Pe Daya elektrik 0.8 pu

Vt Tegangan terminal generator 1 pu

ME Rasio modulasi amplitudo exciter 0.56 pu

δ

E Sudut fasa exciter 2700

MB Rasio modulasi amplitudo booster 0.56 pu

δ

B Sudut fasa booster 2700

XE Reaktans exciting transformer 0.2 pu

X

B Reaktans booster transformer 0.133 pu Cdc Kapasitas kapasitor DC link 9.0909e+002

(7)

Tahapan pencarian parameter POD menggunakan algoritma genetika adalah : 1. Pembentukan matriks gabungan

Matriks sistem yang berupa Ax + Bu selanjutnya dibentuk menjadi satu kesatuan matriks dengan jalan memasukkan matriks Bu kedalam matriks Ax. Ini

dikarenakan GA hanya dapat menyelesaikan satu model masalah dalam prosesnya. Matriks gabungan ini menjadi satu kesatuan masalah yang harus dipecahkan oleh GA.

2. Optimasi pencarian menggunakan GA

Dalam matriks gabungan yang terbentuk terdapat parameter POD yang akan dicari, yaitu :

K

POD ,

T

1

,

dan

T

2 . Secara algoritmis, GA akan mencari parameter tersebut. Proses pencarian GA di atur oleh fungsi obyektif, fungsi obyektif inilah yang menentukan optimal atau tidaknya suatu solusi.

Parameter Sistem Tenaga tanpa Kendali Peredaman

Penghitungan parameter sistem dan parameter K model Phillips-Heffron

dilakukan dengan menggunakan persamaan yang diturunkan oleh Eldamanty (2005), dan dihasilkan nilai parameter berikut ini (penurunan rumus dan persamaan terdapat pada lampiran) :

a. Parameter SMIB tanpa FACTS

Tabel III.6 Parameter sistem tanpa FACTS

Nama Parameter Nilai

K1 1.0653

K2 0.9678

K3 0.5

K4 0.6775

(8)

K6 0.5221

b. Parameter SMIB dengan FACTS TCSC

Tabel III.7 Parameter sistem dengan TCSC

Nama Parameter Nilai

K1 1.0653

K2 0.9678

K3 0.5

K4 0.6775

K5 -2.3415e-004

K6 0.4775

Kp 7.0219

Kq 3.5153

Kv 1.1744

c. Parameter SMIB dengan peralatan FACTS : SVC

Tabel III.8 Parameter sistem dengan SVC

Nama Parameter Nilai

K1 1.0653

K2 0.9678

K3 0.5

K4 0.6775

K5 -2.3415e-004

K6 0.4775

A 0.0246

B -0.0304

(9)

Kp -73.7573

Kq 10.0938

Kv 5.8184

d. Parameter SMIB dengan peralatan FACTS : UPFC

Tabel III.9 Parameter sistem dengan UPFC

Nama Parameter Nilai

Ku1 0.3117

K

u

2

0.2904

Ku3 1.875

K

u

4

0.1976

Ku5 -0.0311

K

u

6

1.7868

Ku7 3.2794e-004

K

u

8

3.9216e-005

Ku9 -3.2441e-006

K

pd -1.2047e-004

Kpe 0.2348

K

pd 0.1074

Kpde 0.6356

K

pdb 0.0304

Kqd 0.5986

K

qe 1.1628

Kqde -0.0380

K

qb 0.2855

(10)

K

vd -0.0548

Kve -0.2612

K

vde 0.0399

Kvb -0.0617

K

vdb 0.0026

Kce 0.0012

K

cde 0.0010

Kcb -0.0014

K

cdb -1.5464e-004

Perancangan kendali PSS dan POD

Pada dasarnya peran dan cara kerja PSS dan POD mirip, hanya peruntukannya yang berbeda, keluaran PSS diumpankan ke dalam sistem eksitasi untuk peredaman mesin, sedangkan keluaran POD diumpankan ke dalam kendali peralatan FACTS. Terdapat beberapa struktur PSS dan POD, struktur yang sering digunakan adalah lead-lag controller. Sinyal umpan balik yang akan diolah oleh PSS dan POD adalah perubahan kecepatan putar rotor ω dan keluarannya adalah sinyal kendali tambahan, u .

u akan berbeda-beda untuk setiap FACTS bergantung pada peralatan FACTS yang digunakan. Berikut adalah jenis Lead-lag controller yang akan digunakan:

a) Rangkaian washout

Rangkaian washout digunakan untuk mengeliminasi bias steady state

pada keluaran POD, sehingga hanya sinyal gangguan saja yang diolah oleh sistem. Blok washout dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar III.1 Blok washout.

(11)

Lead-lag compensation digunakan untuk memberikan kompensasi sudut, agar sudut fasa dari sistem menjadi atau mendekati unity phase sehingga respon sistem menjadi lebih baik. Blok diagram dari lead lag controller seperti gambar dibawah ini.

Gambar III.2 Blok lead-lag compensation.

c) Penguatan (gain)

PSS dan POD harus dirancang untuk mampu memberikan kompensasi fasa yang sesuai, demikian pula PSS dan POD harus mampu memberikan kompensasi dengan magnitude yang sesuai. Penguatan PSS direpresentasikan dengan blok

K

PSS , sementara penguatan POD direpresentasikan dengan blok KPOD . Untuk penguatan KPOD digambarkan melalui blok dibawah ini :

Gambar III.3 Blok penguatan POD

SAMPAI SINI

Perancangan kendali POD dan PSS berbasis Algoritma Konvensional

Terdapat 4 tahapan perancangan kendali POD dan PSS berbasis algoritma konvensional adalah:

1. Penentuan frekuensi natural yang tak teredam,

ω

n .

ω

n

=

ω

b

K

1

M

dengan:

(12)

K

1 = konstanta mesin

M

= konstanta inersia mesin (dalam s)

2. Penentuan phase lag, ∠GE dari GE , saat s= n .

Dalam penentuan phase lag ∠GE dari sistem diperlukan fungsi alih yang menghubungkan ue dengan

E

´

q . Fungsi alih ini merepresentasikan sistem elektris, akan berbeda-beda untuk tiap jenis peralatan FACTS.

3. Menentukan kompensasi phase lead,

G

C dari

G

C

Kompensasi phase lead,

G

C harus mampu memberikan kompensasi sebesar + ∠GE (phase lag sistem) sehingga sistem menjadi unity phase dan didapatkan transfer daya yang maksimal dan respon sistem yang lebih baik. Kompensasi phase lead dicari dengan menggunakan

(1+T1s)

(1+T2s)=+∠GE

(III.4)

Persamaan ini tidak dapat diselesaikan secara analitis karena terdapat dua buah variabel yang belum diketahui dalam satu persamaan, sehingga salah satu variabel harus didefinisikan terlebih dahulu. Untuk keperluan praktis, nilai T2 diset 0.02 [ CITATION YuY98 \l 1033 ].

4. Menentukan nilai penguatan

Nilai penguatan dicari menggunakan persamaan dibawah

K

POD

=

2

ζ ω

n

M

|

¿

(

j ω

n

)

||

GC

(

j ω

n

)

|

(III.5)

dengan :

ζ

= rasio peredaman

ω

n = frekuensi natural tak teredam

(13)

Perancangan kendali POD berbasis Algoritma Genetika

Metode optimisasi dapat digunakan dalam penentuan parameter kendali PSS dan POD. Fungsi obyektif harus dedifinisikan, sebagai fungsi dari parameter kendali. Perhitugan parameter POD menggunakan metode optimisasi GA adalah dengan menggabungkan matriks Bu (matriks kendali) ke dalam matriks Ax (matriks input) sehingga didapat matriks gabungan yang didalamnya terdapat parameter yang ingin diketahui, seperti : T1 , T2 , dan KPOD .

Dengan memasukkan kendali u = -Kx ke dalam persamaan peubah keadaan, diperoleh matriks sistem berkendali (A-BK) yang sebagian unrur matriksnya mengandung parameter kendali. Tugas GA adalah mencari nilai optimal dari parameter tersebut. Untuk mengoptimalkan solusi yang dihasilkan oleh GA, dipakailah dua fungsi obyektif. Fungsi obyektif disini berguna untuk memberi pedoman pada GA dalam proses optimalisasi.

Menggunakan prinsip tata letak kutub untuk mencirikan kestabilan sistem, kutub sistem yang merupakan eigen value matriks sistem berkendali, harus terletak di sisi kiri sumbu imaginair sistem salib sumbu bilangan kompleks. Letak kutub di sisi kiri sudah cukup sebagai syarat kestabilan sistem, dalam upaya peningkatan kestabilan sistem maka letak kutub harus diletakkan di sisi kiri sejauh mungkin dari sumbu imaginair. Teori kendali menyebutkan bahwa ada kendali yang dapat dirancang untuk menempatkan letak kutub di posisi yang dikehendaki, sering disebut sebagai prinsip kendali modal (modal control). Menggunakan konsep kendali modal ini, pemilihan parameter kendali PSS dan POD dilakukan dengan menempatkan kutub sistem berkendali berada di area yang telah ditentukan.

Kutub sistem yang merupakan eigenvalue dari matriks sistem berkendali, salah satunya yang ke i, adalah:

λi = σi + jꙍi

dengan σ adalah bagian real dari eigenvalue dan adalah bagian imaginair dari ꙍ eigenvalue. Dari setiap eigen value, terdapat parameter turunan yaitu rasio peredaman (damping ratio) ζ yang mencerminkan seberapa besar peredaman yang akan terjadi terkait dengan letak kutubnya. Nilai rasio peredaman dari sebuah eigenvalue bila dipetakan di sistem salib sumbu bilangan imaginair, terkait dengan sifat stabilitasnya, harus berada pada sisi kiri sumbu imaginair tetapi jaraknya proporsional dengan nilai komponen riil dari eigenvalue tersebut.

Fungsi obyektif yang digunakan dalam penentuan parameter kendali PSS atau POD dapat disusun mengikuti penelitian Jalilvand (Jalilvand et al., 2008),yaitu :

(14)

SAMPAI SINI 22 OKT PK 23 MALAM

1. Fungsi

real

(σ)

Fungsi

fitness

pertama, yaitu fungsi yang terkait dengan σ, dapat disebut

sebagai J

1

. Fungsi ini bertujuan untuk menggeser

eigenvalue

dari sistem

menuju ke posisi yang diinginkan, yaitu di kiri sumbu imajiner. Hal ini

sejalan dengan teori dimana sistem akan stabil jika seluruh bagian

real

eigenvalue

matriks A bernilai negatif [ CITATION Kun94 \l 1033 ]. Fungsi

fitness

J

1

akan diminimalkan untuk mencapai karakteristik tersebut.

Pendefinisian dari fungsi

fitness

tersebut adalah :

J

1

=

σi≥ σ0

(

σ

0

σ

i

)

2

(III.6)

σ

i

adalah bagian real dari nilai

eigenvalue

ke-i dan σ

0

adalah nilai garis

vertikal yang dipilih (Abolfazl Jalilvand, 2008). Pada akhirnya diharapkan

nilai

real eigenvalue

berada pada area σi ≤ σ0 seperti pada gambar III.5.

Gambar III.4 Area nilai eigenvalue fungsi fitness J1

2. Fungsi

damping ratio

(ζ)

Fungsi

fitness

yang kedua adalah

damping ratio

(ζ). Fungsi fitness ini

(15)

overshoot

yang terjadi dengan memperkecil komponen imajiner dari

eigenvalue.

Komponen imajiner dari

eigenvalue

bertanggung jawab atas

osilasi sistem. Dengan memperkecil komponen imajiner dari

eigenvalue,

overshoot

yang terjadi akan semakin kecil dan berujung pada sistem yang

semakin stabil. Fungsi

fitness

J

2

dapat ditulis sebagai berikut :

J

2

=

ζi≥ζ0

(

ζ

0

ζ

i

)

2

(III.7)

ζi adalah rasio peredaman dari eigenvalue ke-i dan ζ0 adalah rasio peredaman yang diinginkan. Supaya tercapai keadaan seperti, maka nilai ζ0 diatur. Menurut Yu (1983) koefisien peredaman ζ0 berkisar pada nilai 0.01 – 0.3.

Gambar III.5Area nilai eigenvalue fungsi fitness J2

I.1.2

POD SVC

(16)

x

=

[

∆ δ ∆ ω ∆ E

q'

∆ E

fd

]

T

Matrik A dan B selanjutnya digabungkan menjadi satu matrik yang baru Upaya penggabungan matriks B ke dalam matrks A dilakukan dengan cara :

Dengan memberi nama keluaran washout dengan x5 maka dapat didapatkan transfer fungsi washout yaitu:

´

x5=−x5

Tw

+s ∆ ω (III.9)

Dan transfer fungsi lead-lag, yaitu:

(17)

´

dan baris ke-6. Dan didapatkan matriks gabungn dengan komposisi sebagai berikut :

[

∆ δ

´

(18)

A

=

[

Menggunakan metode yang sama dengan pembentukan matriks gabungan TCSC, didapatkan matriks gabungan sistem berbasis TCSC :

[

∆ δ

´

(19)

A

=

[

Terlihat sistem berbasis UPFC berbeda dengan sistem berbasis TCSC dan SVC, sistem berbasis UPFC memiliki empat macam tipe kendali, yaitu :

(20)

[

∆ δ

´

I.2

Keadaan awal sistem

(21)

kembali stabil pada kecepatan sinkron. Sistem dapat dikatakan stabil jika perubahan kecepatan sudut rotor menuju ke suatu nilai tertentu dan akan lebih baik lagi jika settling time (waktu menuju kestabilan) cepat dan overshoot yang terjadi rendah.

Pada awal penelitian disimulasikan tanggapan dinamis sistem SMIB tanpa FACTS dan kendali peredaman. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui respon mula – mula dari sistem dan hasilnya dijadikan sebagai acuan penelitian ini. Simulasi dilakukan dengan menggunakan parameter yang tercantum pada bab III, dan didapatkan respon sistem seperti pada gambar IV.1 dibawah.

Gambar IV.6 Perubahan kecepatan sudut terhadap waktu SMIB tanpa FACTS

Terlihat sistem instabil dikarenakan perubahan kecepatan sudut rotor tidak mendekati suatu nilai (terus membesar). Hal ini juga ditunjukkan dengan eigenvalue sistem yang tidak negatif. Eigenvalue yang positif menandakan sistem yang tidak stabil. Nilai eigenvvalue dari sistem SMIB tanpa FACTS dapat dilihat pada Tabel IV.1 dibawah

Tabel IV.10Eigenvalue dari sistem mula

SMIB tanpa FACTS -88.3217 0.2287 + 7.4245i 0.2287 - 7.4245i

-12.2344

(22)

I.3

Tanggapan dinamis sistem FACTS tanpa kendali peredaman

Simulasi bagian ini akan di fokuskan untuk mengetahui respon dinamis sistem FACTS tanpa kendali peredaman terhadap gangguan. Simulasi dilakukan dengan

membandingkan secara langsung respon dinamis sistem berbasis FACTS : SVC, TCSC, dan UPFC tanpa kendali peredaman. Hasil simulasi dapat dilihat pada gambar IV.2 dibawah.

Gambar IV.7 Tanggapan dinamis sistem FACTS tanpa kendali peredaman

Dari gambar hasil simulasi terlihat bahwa secara keseluruhan sistem lebih baik dibanding sebelum penambahan peralatan FACTS, dimana osilasi yang terjadi turun dengan drastis. Namun, respon sistem yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan, yaitu sistem tidak berosilasi, dan overshoot serta settling time yang rendah. Dengan penambahan kendali peredaman pada peralatan FACTS, harapannya kondisi tersebut dapat dicapai.

Analisa sistem tanpa kendali peredaman juga dapat dilakukan lewat eigenvalue dari sistem. Sistem dapat dikatakan stabil apabila nilai real dari eigenvalue bernilai negatif.

Tabel IV.11Eigenvalue dari sistem tanpa kendali

Sistem tanpa FACTS SVC tanpa kendali TCSC tanpa kendali UPFC tanpa kendali

-88.3217 -89.3987 -89.3987 -50.1630 +27.1988i

(23)

0.2287 - 7.4245i -0.0204 - 7.0548i -0.0609 - 7.0546i 0.0104 - 4.2747i

-12.2344 -10.6598 -10.6595 -50.1630 -27.1988i

0.0000

Dari Tabel diatas terlihat bahwa eigenvalue dari sistem SVC dan TCSC bernilai negatif semua, sementara UPFC terdapat nilai eigenvalue yang bernilai positif. Sehingga, dapat dikatakan sistem SVC dan TCSC lebih stabil daripada sistem UPFC, dan hal ini dapat dibuktikan jika kita melihat gambar hasil simulasi, sistem berbasis UPFC memiliki osilasi tertinggi dibanding sistem berbasis SVC dan TCSC. Hasil osilasi dan data lengkap terkait simulasi sistem FACTS tanpa kendali peredaman dapat dilihat pada Tabel IV.3 dibawah

Tabel IV.12 Hasil simulasi sistem FACTS tanpa kendali

Nama Overshoot Detik

overshoot

Sistem mula Tidak diketahui

-SVC tanpa kendali 0.0142 0.224

TCSC tanpa kendali 0.0033 0.2164

UPFC tanpa kendali 0.0308 8.4045

I.4

Tanggapan dinamis sistem dengan penambahan PSS

Power system stabilizer (PSS) adalah peralatan yang digunakan untuk menyetabilkan sistem tenaga. Prinsip kerja PSS adalah memberikan sinyal kendali tambahan yang diumpankan ke sistem eksitasi. Pada penelitian ini, respon sistem masing – masing peralatan FACTS pada subbab 4.2 akan ditambah dengan PSS. Perancangan PSS dapat menggunakan algoritma konvensional dan algoritma genetika.

I.4.1

PSS menggunakan Algoritma Konvensional

Tahapan perancangan PSS menggunakan algoritma konvensional dalam penelitian ini dibagi dalam 3 tahapan yaitu :

(24)

Perancangan PSS SVC dimulai dengan mencari loop dari sistem yang menghubungkan PSS dan perubahan daya elektris sistem,

∆ P

e . Open loop untuk sistem berbasis SVC dapat dilihat pada gambar IV.3.

Gambar IV.8 Loop PSS SVC.

Fungsi alih yang menghubungkan antara ∆ Pe dan PSS adalah

∆ P

e

PSS

=

1.421e-14

s

+

1919

s

2

+

100.4

s

+

986.3

(IV.16)

Dan didapatkan phase lag dari sistem sebesar -38.04100. Phase lag tersebut harus dikompensasikan dengan phase lead sebesar 38.04100, sehingga didapatkan unity phase. Kompensasi phase lead PSS didefinisikan sebagai =

1

+

T

1

s

1

+

0.02

s

=

38.0410

0 (IV.17)

Dan didapatkan nilai

T

1 sebesar 0.1467.

Untuk nilai penguatan

K

PSS dipilih nilai damping ratio,

ζ

= 0.01

Sehingga nilai

K

PSS

=

2

ζ ω

n

M

|

¿

(

j ω

n

)

||

GC

(

n

)

|

=

2

x

0.01

x

7.0851

x

8

1.6672

x

1.4281

Dari perhitungan didapatkan nilai KPSS = 0.4761. 2. Perancangan PSS TCSC

Loop untuk PSS TCSC diberikan oleh gambar IV.4.

(25)

Fungsi alih yang menghubungkan antara ∆ Pe dan PSS adalah :

∆ P

e

PSS

=

1.421e-14

s

+

1919

s

2

+

100.4

s

+

986.3

Terlihat bahwa fungsi alih PSS TCSC identik dengan SVC, menggunakan cara yang sama didapatkan nilai

T

1 ,

T

2 , dan

K

PSS berturut – turut adalah 0.1467, 0.02, dan 0.4761.

3. Perancangan PSS UPFC

Loop untuk PSS UPFC diberikan oleh gambar IV.5 dibawah.

Gambar IV.10 Open loop untuk PSS – UPFC

Fungsi alih yang menghubungkan antara ∆ Pe dan PSS adalah :

∆ P

e

PSS

=

575.7

s

0.001877

(26)

Menggunakan cara yang sama dengan perancangan PSS SVC, didapatkan nilai

T

1 ,

T

2 , dan

K

PSS berturut – turut adalah 0.0306, 0.02, dan 22.191.

I.4.2

PSS menggunakan Algoritma Genetika

Perancangan PSS menggunakan algoritma genetika dengan bantuan perangkat lunak MATLAB. Dari eksekusi program (program terlampir) didapatkan

parameter PSS :

Tabel IV.13 Parameter PSS berbasis GA

Parameter PSS

K

PSS

T

1

T

2

SVC 0.0126 8.4343 6.4779

TCSC 12.5752 1.0483 0.9750 UPFC 96.5117 0.6854 0.0243

I.4.3

Hasil simulasi sistem dengan penambahan PSS

Selanjutnya disimulasikan sistem dengan penambahan PSS, hasil simulasi dibagi menjadi dua, yaitu sistem dengan penambahan PSS algoritma konvensional dan sistem dengan penamabahan PSS algoritma genetika. Hasil simulasi dapat dilihat pada gambar IV.6 dan IV.7.

Gambar IV.11 Hasil simulasi sistem FACTS dengan PSS

(27)

Gambar IV.12 Hasil simulasi sistem FACTS dengan PSS

algoritma genetika.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa penambahan PSS memiliki korelasi positif terhadap kestabilan sistem. Untuk sistem UPFC dan TCSC, PSS algoritma genetika memiliki respon dinamis yang lebih baik daripada PSS algoritma konvensional, hal ini dibuktikan dengan overshoot dan osilasi yang lebih rendah. Sementara untuk sistem SVC, PSS algoritma konvensional lebih baik daripada PSS dengan algoritma genetika. Data lengkap mengenai hasil simulasi berbasis PSS dapat dilihat pada Tabel IV.5.

Tabel IV.14 Data hasil simulasi berbasis PSS

Jenis PSS algoritma konvensional PSS algoritma genetika Overshoot

(rad/s)

Detik overshoot(s) Overshoot (rad/s)

Detik overshoot(s)

SVC 0.00062 0.204 0.0141 0.2156

TCSC 0.0035 0.210 0.0112 0.1945

UPFC 0.029 0.232 0.0139 0.4519

Selain dengan melihat gambar, analisa kestabilan sistem juga dapat dilakukan dengan melihat eigenvalue dari sistem. Hal ini dikarenakan eigenvalue adalah akar karakteristik dari persamaan yang merepresentasikan sistem.

(28)

Analisa kestabilan sistem terhadap penambahan PSS menggunakan algoritma konvensional juga dapat dilakukan dengan melihat letak pole eigenvalue. Sistem dikatakan stabil jika komponen real eigenvalue bernilai negatif. Menggunakan bantuan dari perangkat lunak MATLAB, diperoleh eigenvalue dari sistem :

1. Eigenvalue TCSC - PSS

Eigenvalue sistem berbasis TCSC setelah penambahan PSS adalah :

Eig

[

TCSC

PSS

]=

[

89.7449

0.1615

+

7.0513

i

0.1615

7.0513

i

49.3527

1.0365

0.1000

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

2. Eigenvalue SVC- PSS

Eigenvalue sistem berbasis TCSC setelah penambahan PSS adalah :

Eig

[

SVC

PSS

]

=

[

89.4062

0.0391

+

7.0686

i

0.0391

7.0686

i

10.6148

0.1641

0.1000

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

3. Eigenvalue UPFC - PSS

Eigenvalue sistem berbasis UPFC setelah penambahan PSS adalah :

Eig

[

UPFC

PSS

]=

[

49.8049

50.2394

+

27.1597

i

50.2394

27.1597

i

0.0459

+

4.2818

i

0.0459

4.2818

i

0.0296

(29)

Eigenvalue dari sistem UPFC setelah penambahan PSS memiliki komponen real yang tidak negatif (eigenvalue terakhir), namun dikarenakan ordenya yang sangat kecil dan mendekati nol, eigenvalue ini tidak terlalu berpengaruh kepada kestabilan sistem.

B. Sistem berbasis PSS – algoritma genetika

Analisa kestabilan sistem terhadap penambahan PSS berbasis algoritma genetika juga dapat dilakukan dengan melihat letak pole eigenvalue. Sistem dikatakan stabil jika komponen real eigenvalue bernilai negatif. Menggunakan bantuan dari perangkat lunak MATLAB, diperoleh eigenvalue dari sistem :

1. Eigenvalue TCSC - PSS

Eigenvalue sistem berbasis TCSC setelah penambahan PSS adalah :

Eig

[

TCSC

PSS

]=

[

89.8531

1.2778

+

8.0907

i

1.2778

8.0907

i

7.7636

0.1006

1.0365

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

2. Eigenvalue SVC- PSS

Eigenvalue sistem berbasis SVC setelah penambahan PSS adalah :

Eig

[

SVC

PSS

]

=

[

89.4062

0.0391

+

7.0686

i

0.0391

7.0686

i

10.6148

0.1641

0.1000

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

3. Eigenvalue UPFC - PSS

(30)

Eig

[

UPFC

PSS

]=

[

32.4029

53.6113

+

27.1955

i

53.6113

27.1955

i

1.3877

+

4.3124

i

1.3877

4.3124

i

0.1014

0.0000

]

Eigenvalue dari sistem UPFC setelah penambahan PSS memiliki komponen real yang tidak negatif (eigenvalue terakhir), namun dikarenakan ordenya yang sangat kecil dan mendekati nol, eigenvalue ini tidak terlalu berpengaruh kepada kestabilan sistem.

I.5

Tanggapan dinamis sistem berbasis POD algoritma konvensional

Respon sistem peralatan FACTS tanpa kendali menunjukkan performa yang belum memuaskan, sementara penambahan kendali menggunakan PSS sudah menunjukkan performa yang memuaskan. Selanjutnya akan dicoba dirancang sistem kendali tambahan untuk membuat respon sistem menjadi lebih baik lagi. Sistem kendali tambahan tersebut adalah penambahan POD pada sistem berbasis peralatan FACTS dan PSS. Sinyal kendali tambahan POD ini diumpankan ke internal peralatan FACTS, dengan tujuan respon sistem menjadi lebih stabil.

Berikut perhitungan parameter POD peralatan algoritma konvensional menggunakan algoritma konvensional :

I.5.1

Penghitungan Parameter POD SVC

Tahapan penghitungan parameter POD SVC adalah:

1. Menentukan nilai frekuensi natural yang tak teredam, ωn .

Nilai dari ωn diberikan oleh persamaan

ω

n

=

ω

b

K

1

M

(IV.18)

Menggunakan parameter yang didapat di subbab 3.4 diperoleh nilai

ω

n =

7.0851

.

2. Menentukan phase lag dari

G

E , saat s=

n .

(31)

Gambar IV.13 Fungsi alih open loop pada SVC

Dari perhitungan didapatkan fungsi alih sebagai berikut :

´

∆ E

q

u

e

=

0.01764

s

2

1.771

s

2

14.08

s

2

+

100.4

s

+

986.3

(IV.19)

Menggunakan bantuan dari perangkat lunak MATLAB didapatkan phase lag dari sistem tersebut adalah -36.6121.

3. Menentukan kompensasi phase lead

Kompensasi phase lead harus mampu memberikan kompensasi sebesar +

36.61210 sehingga sistem menjadi unity phase dan didapatkan transfer daya yang maksimal dan respon sistem yang lebih baik.

Kompensasi phase lead dicari dengan menggunakan persamaan (nilai T2

diset 0.02) :

(

1

+

T

1

s

)

(

1

+

0.02

s

)

=+

36.6121

(IV.20)

Didapatkan nilai

T

1 sebesar 0.1396. 4. Menentukan nilai penguatan

K

POD

Pada penyusunan

K

POD SVC dipilih nilai damping ratio,

ζ

= 0.01. Nilai

(32)

K

POD

=

2

ζ ω

n

M

|

¿

(

j ω

n

)

||

GC

(

j ω

n

)

|

(IV.21)

K

POD

=

2

x

0.01

x

7.0851

x

8

1.4389

x

1.3924

K

POD

=

0.5654

Dari perhitungan didapatkan nilai

K

POD = 0.5654.

I.5.2

Penghitungan Parameter POD TCSC

Secara keseluruhan tahapan pencarian parameter POD TCSC konvensional, sama dengan tahapan pada SVC. Untuk TCSC, fungsi alih yang menghubungkan ue dengan

´

E

q dapat dilihat pada gambar IV.9 dibawah.

Gambar IV.14 Fungsi alih open loop pada TCSC

Dari perhitungan didapatkan fungsi alih yang merepresentasikan

u

e dengan

´

E

q adalah :

´

∆ E

q

u

e

=

7.013

s

2

703.4

s

2

4596

s

2

+

100.4

s

+

986.3

(IV.22)

(33)

I.5.3

Penghitungan Parameter POD UPFC

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, UPFC memiliki empat kendali peredaman, yaitu :

∆ m

E

∆ δ

E

∆ m

b

∆ δ

b . Tahapan pencarian parameter POD konvensional, secara keseluruhan sama dengan proses pencarian parameter POD konvensional pada SVC dan TCSC. Pada proses penghitungan parameter POD UPFC ini, nilai T2 di set = 0.02, damping ratio, ζ = 0.01, serta Tω = 10 s.

1. POD UPFC berbasis Δ�e

Fungsi alih yang menghubungkan antara ΔPe dan Δ�e dapat dilihat pada gambar IV.10 dibawah :

Gambar IV.15 Fungsi alih open loop pada UPFC berbasis Δe

Dari perhitungan didapat, fungsi alih yang menghubungkan ΔPe dan Δ�e adalah :

Δ P e

Δme

=

0.2348

s

3

23.49

s

2

811.3

s

0.0989

1

s

3

+

100.1

s

2

+

3235

s

+

5.72

10

−17

(IV.23)

Menggunakan cara yang sama dengan proses pencarian nilai POD SVC dan TCSC konvensional didapatkan nilai

T

1 = 0.022 dan

K

POD = 23.6417.

2. POD UPFC berbasis ��

Fungsi alih yang menghubungkan antara ΔPe dan �� dapat dilihat pada

(34)

Gambar IV.16 Fungsi alih open loop pada UPFC berbasis Δ ��

Dari perhitungan didapat, fungsi alih yang menghubungkan ΔPe dan Δ��

adalah :

Δ P e

Δδe

=

0.038

s

3

+

3.841

s

2

+

161.6

s

0.3148

1

s

3

+

100.1

s

2

+

3553

s

0.05381

(IV.24)

Menggunakan cara yang sama dengan proses pencarian nilai POD SVC dan TCSC konvensional didapatkan nilai T1 = 0.0224 dan KPOD = 130.2773.

3. POD UPFC berbasis ��

Fungsi alih yang menghubungkan antara ΔPe dan Δ�� dapat dilihat pada

(35)

Gambar IV.17 Fungsi alih open loop pada UPFC berbasis ��

Dari perhitungan didapat, fungsi alih yang menghubungkan ΔPe dan Δ��

adalah :

Δ P e

Δm B

=

0.1074

s

3

10.7

s

2

415.5

s

+

0.4436

1

s

3

+

100.1

s

2

+

3553

s

0.05381

(IV.25)

Menggunakan cara yang sama dengan proses pencarian nilai POD SVC dan TCSC konvensional didapatkan nilai T1 = 0.0224 dan KPOD = 50.6919.

4. POD UPFC berbasis ��

Fungsi alih yang menghubungkan antara ΔPe dan Δ�� dapat dilihat pada

(36)

Gambar IV.18 Fungsi alih open loop pada UPFC berbasis ��

Dari perhitungan didapat, fungsi alih yang menghubungkan ΔPe dan Δ��

adalah :

Δ P e

Δδ B

=

0.0638

s

3

6.387

s

2

204.8

s

+

0.1207

1

s

3

+

100.1

s

2

+

3235

s

+

5.72

10

−17

(IV.26)

Menggunakan cara yang sama dengan proses pencarian nilai POD SVC dan TCSC konvensional didapatkan nilai T1 = 0.0197 dan KPOD = 93.567.

Hasil perhitungan parameter POD untuk tiap peralatan FACTS menggunakan algoritma konvensional dapat dilihat pada Tabel IV.6.

Tabel IV.15 Parameter POD algoritma konvensional

Jenis

POD algoritma konvensional

K

POD

T

1POD

T

2POD

SVC 0.5654 0.1369 0.02

TCSC 1.2645 0.0741 0.02

UPFC

∆ m

E

23.6417 0.022 0.02

(37)

∆ δE

UPFC

∆ m

b

50.6919 0.0224 0.02

UPFC

∆ δb

93.567 0.0197 0.02

I.5.4

Hasil simulasi tanggapan dinamis berbasis algoritma

konvensional

Parameter yang didapat selanjutnya disimulasikan untuk mengetahui respon sistem. Variabel pengujian ini adalah sistem berbasis POD tanpa PSS, dan dengan

penambahan PSS. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari penambahan POD. Untuk UPFC, walaupun terdapat empat macam kendali, namun pada penelitian ini diasumsikan semua kendali dihidupkan. Hasil simulasi sistem dapat dilihat pada gambar IV.14 dibawah.

Gambar IV.19 Perubahan kecepatan sudut FACTS dengan kendali peredaman berbasis algoritma konvensional

Dari hasil simulasi terlihat bahwa, penambahan POD terbukti mampu

(38)

Data lengkap terkait hasil simulasi sistem FACTS dengan kendali peredaman berbasis algoritma konvensional dapat dilihat pada Tabel IV.7.

Tabel IV.16 Respon sistem berbasis algoritma konvensional + POD

Nama Overshoot

(rad/s) Detik overshoot

SVC 0.0002 4.662

TCSC 0.0034 0.1743

UPFC 0.0199 0.2649

Selain dengan melihat gambar, analisa kestabilan sistem juga dapat dilakukan dengan melihat eigenvalue dari sistem. Hal ini dikarenakan eigenvalue adalah akar karakteristik dari persamaan yang merepresentasikan sistem.

1. Eigenvalue SVC - PSS dan POD

Eigenvalue sistem berbasis SVC setelah penambahan PSS adalah :

Eig

[

SVC

PSS

]

=

[

103.25

32.4411

15.1576

62.9906

6.1926

+

4.5259

i

6.1926

4.5259

i

0.0994

0.0021

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

2. Eigenvalue TCSC - PSS dan POD

(39)

Eig

[

TCSC

PSS

]=

[

89.6109

0.5533

+

6.8723

i

0.5533

6.8723

i

10.9764

0.0997

+

0.0059

i

0.0997

0.0059

i

53.5821

51.5073

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

3. Eigenvalue UPFC - PSS dan POD

Sistem berbasis UPFC memiliki empat macam kendali yaitu

∆ m

E

, ∆ δ

E ,

∆ m

b

, dan ∆ m

b . Untuk mengetahui eigenvalue sistem UPFC total, maka keempat macam kendali tersebut harus digabung dan dihasilkan matriks gabungan UPFC dengan dimensi 15x15. Hasil perhitungan eigenvalue didapat :

Eig

[

UPFC

PSS

]=

[

49.2581

+

26.7291

i

49.2581

26.7291

i

51.2767

0.2700

+

4.2856

i

0.2700

4.2856

i

0.0721

2.2570e-005

50.0000

0.1000

0.1000

50.0000

50.0000

50.0000

0.1000

0.1000

]

Terlihat eigenvalue dari sistem UPFC gabungan memiliki komponen real eigenvalue yang bernilai negatif semua kecuali eigenvalue ke – 8 yang bernilai

(40)

POD yang ditala menggunakan algoritma konvensional memiliki respon yang stabil.

I.6

Tanggapan dinamis sistem berbasis POD algoritma genetika

Pada bagian ini sistem berbasis peralatan FACTS dan PSS akan ditambah dengan POD. Hal ini bertujuan untuk memperbagus respon sistem terhadap gangguan.

Penentuan parameter POD peralatan FACTS menggunakan algoritma genetika (program terlampir). Dan didapatkan hasil sebagai berikut :

I.6.1

Perhitungan parameter POD SVC

Matriks gabungan SVC yang telah dicari pada subbab 3.7.1 selanjutnya di eksekusi menggunakan program GA pada Matlab, dan diperoleh hasil matriks A baru, eigenvalue, nilai KPOD, T1, dan T2 sebagai berikut:

A

=

1.0e+004

[

0

0.0038

0

0

0

0

0.0000

0

0.0000

0

0

0

0.0000

0

0.0000

0.0000

0

0

0.0000

0

0.0478

0.0010

0

3.4035

0.0000

0

0.0000

0

0.0000

0

0.0000

0

0.0000

0

0.0005

0.0002

]

Eigenvalue :

Eig

[

A

]=

[

88.7792

32.1452

0.0324

+

11.0074

i

0.0324

11.0074

i

2.0025

+

2.3131

i

2.0025

2.3131

i

]

Diperoleh nilai KPOD, T1, dan T2berturut – turut adalah 1.5884,13.6909, dan

0.1383. Nilai KPOD, T1, dan T2yang diperoleh selanjutnya dimasukkan dalam lead-lag

(41)

I.6.2

Perhitungan parameter POD TCSC

Matriks gabungan TCSC yang telah dicari pada subbab 3.7.2 selanjutnya di eksekusi menggunakan program GA pada Matlab, dan diperoleh hasil matriks A baru, eigenvalue, nilai KPOD, T1, dan T2 sebagai berikut:

A

=

1.0e+004

[

0

0.0377

0

0

0

0

0.0000

0

0.0000

0

0

0.0001

0.0000

0

0.0000 0.0000

0

0.0001

0.0002

0

0.4775

0.010

0

1.1744

0.0001

0

0.0001

0

0.0000

0.0006

0.0001

0.0001

0.0001

0

0.0001

0.0007

]

Eigenvalue :

Eig

[

A

]

=

[

89.8531

1.2778

+

8.0907

i

1.2778

8.0907

i

7.7636

0.1006

1.0365

]

Diperoleh nilai KPOD, T1, dan T2berturut – turut adalah 12.3070, 1.2642, dan

0.9750. Nilai KPOD, T1, dan T2yang diperoleh selanjutnya dimasukkan dalam lead-lag

controller sistem berbasis TCSC. Pada hasil akhir pencarian parameter, terlihat bahwa solusi yang ditawarkan GA memiliki komponen real eigenvalue yang bernilai negatif semua, sehingga bisa dikatakan sistem berada pada kondisi stabil.

I.6.3

Penghitungan parameter POD UPFC

(42)

Tabel IV.17 Matriks A 15x15 dari sistem UPFC

Baris/ Kolom

Faktor

Pengali 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1

10

4

¿

0 0.037 7

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 -0.0000 0 -0.0000 0 -0.0000 0 -0.0000 0 0

3 -0.0000 0 -0.0000 0.0000 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 0

4 0.0311 0 -1.7868 -0.0100 0.0548 0 0.2612 0 -0.0399 0 0.0617 0 -0.0026 0 1

5 0.0000 0 0.0000 0 0.0000 0 0.0001 0 0.0001 0 -0.0001 0 -0.0000 0 0

6 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 -0.0000 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0.0013 -0.0014 0 0 0 0 0 0 0 0

8 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 0 -0.0000 0 0 0 0 0 0 0

9 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 0 0.0001 -0.0001 0 0 0 0 0 0

10 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 0 0 0 -0.0000 0 0 0 0 0

11 -0.0001 0 -0.0001 0 0.0000 0 0 0 0 0.0022 -0.0023 0 0 0 0

12 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 0 0 0 0 0 -0.0000 0 0 0

13 -0.0000 0 -0.0000 0 0.0000 0 0 0 0 0 0 0.0001 -0.0001 0 0

14 -0.0004 0 -0.0004 0 0.0000 0 0 0 0 0 0 0 0 -0.0000 0

(43)
(44)

Dan didapatkan parameter POD UPFC sebagai berikut :

Tabel IV.18 Parameter sistem UPFC algoritma genetika

Jenis

POD

KPOD T1POD T2POD

UPFC

∆ m

E

0.1947 0.7033 0.0695

UPFC

∆ δE

0.9034 0.1405 1.4267

UPFC

∆ m

b

0.9369 0.7285 0.0427

UPFC

∆ δb

1.3934 0.5085 1.6565

Sedangkan eigenvalue dari POD dan PSS sistem berbasis UPFC diberikan oleh :

Eig

[

UPFC

]

[

98.2921

21.0991

+

54.60861

i

21.0991

54.60861

i

0.5020

+

2.4816

i

0.5020

2.4816

i

23.4173

14.3640

0.7695

0.6059

0.0043

0.0034

0.1000

0.1000

0.1000

0.1000

]

Terlihat komponen real dari eigenvalue POD UPFC bernilai negatif semua sehingga dapat disimpulkan solusi yang ditawarkan oleh GA valid.

(45)

Tabel IV.19 Parameter PSS dan POD menggunakan algoritma genetika.

Jenis

PSS POD

KPSS T1PSS T2PSS KPOD T1POD T2POD

SVC 0.0126 8.4343 6.4779 1.5884 13.6909 0.1383

TCSC 12.5752 1.0483 0.9750 12.3070 1.2642 0.9750

UPFC

∆ m

E 96.5117 0.6854 0.0243

0.1947 0.7033 0.0695

UPFC

∆ δE

0.9034 0.1405 1.4267

UPFC

∆ m

b

0.9369 0.7285 0.0427

UPFC

∆ δb

1.3934 0.5085 1.6565

I.6.4

Hasil simulasi tanggapan dinamis berbasis algoritma

genetika

Kendali POD sistem UPFC digabung menjadi satu dan hasilnya dibandingkan dengan sistem berbasis TCSC dan SVC. Simulasi menggunakan parameter yang terdapat pada Tabel IV.10. Hasil simulasi sistem dengan penambahan kendali PSS dan POD berbasis algoritma genetika dapat dilihat pada gambar IV.15 dibawah.

Gambar IV.20 Perubahan kecepatan sudut rotor FACTS berbasis kendali GA

(46)

dibandingkan dengan hasil yang dicapai menggunakan algoritma konvensional yang bersifat analitis, hasil berbasis algoritma genetika tidak berbeda jauh, bahkan lebih baik. Hal ini membuktikan, walau bersifat non-analitis, apabila diarahkan dengan benar, algoritma genetika mampu memberikan hasil yang memuaskan. Data lengkap terkait simulasi sistem FACTS dengan kendali berbasis GA dapat dilihat pada Tabel IV.11.

Tabel IV.20 Hasil simulasi sistem FACTS dengan kendali GA

Nama Overshoot Detik overshoot

SVC 0.0122 0. 1922 s

TCSC 0.0055 0. 1551 s

UPFC 0.0149 0. 0409 s

Untuk analisa kestabilan berdasar eigenvalue, diberikan oleh : 1. Eigenvalue TCSC - PSS dan POD

Eigenvalue sistem berbasis TCSC setelah penambahan PSS dan POD adalah :

Eig

[

TCSC

PSS

+

POD

]

=

[

89.1654

5.2907

+

3.1755

i

5.2907

3.1755

i

17.1685

0.0962

+

0.0215

i

0.0962

0.0215

i

10.1244

1.0963

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

2. Eigenvalue SVC - PSS dan POD

(47)

Eig

[

SVC

PSS

]

=

[

89.4212

1.9685

+

3.8770

i

1.9685

3.8770

i

10.3889

1.8417

+

3.8337

i

1.8417

3.8337

i

0.1093

0.1000

]

Terlihat komponen real eigenvalue bernilai negatif semua, sehingga sistem dapat dikatakan stabil.

3. Eigenvalue UPFC - PSS dan POD

Sistem berbasis UPFC memiliki empat macam kendali yaitu

∆ m

E

, ∆ δ

E ,

∆ m

b

, dan ∆ m

b . Untuk mengetahui eigenvalue sistem UPFC total, maka keempat macam kendali tersebut harus digabung dan dihasilkan matriks gabungan UPFC dengan dimensi 15x15. Hasil perhitungan eigenvalue didapat :

Eig

[

UPFC

PSS

]=

[

98.2921

21.0991

+

54.60861

i

21.0991

54.60861

i

23.4173

14.3640

0.5020

+

2.4816

i

0.5020

2.4816

i

0.7695

0.6059

0.0043

0.0034

0.1000

0.1000

0.1000

0.1000

]

(48)

I.7

Komparasi kendali konvensional dan algoritma genetika

Pada sub bab terdahulu telah disimulasikan mengenai tanggapan sistem menggunakan algoritma genetika dan algoritma konvensional, untuk mempermudah pemahaman mengenai efektivitas tiap metode, maka akan dibuat komparasi respon sistem berbasis algoritma konvensional dan algoritma genetika. Sistem yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah sistem tenaga setelah penambahan peralatan FACTS, PSS, dan POD. Variabel yang diamati pada penelitian kali ini sama dengan penelitian sebelumnya yaitu perubahan

kecepatan sudut rotor,

ω sedang parameter pembanding adalah magnitude dari overshoot sistem setelah dikenai gangguan.

1. Sistem berbasis SVC

Parameter yang digunakan dalam penelitian kali ini menggunakan parameter yang telah dicari pada sub bab 4.4 dan 4.5.

Tabel IV.21 Parameter sistem SVC berbasis

algoritma konvensional dan GA.

Parameter SVC

K

PSS

T

1PSS

T

2PSS

K

POD

T

1POD

T

2POD

Konvensional 14.2840 0.1467 0.02 0.5654 0.1369 0.02

Genetika 0.0126 8.4343 6.4779 1.5884 13.6909 0.1383

Selanjutnya simulasi dilakukan dengan menggunakan parameter seperti yang tercantum pada Tabel IV.12, dan didapatkan hasil sebagai berikut :

Gambar IV.21 Perbandingan respon sistem SVC

Dari hasil simulasi di atas terlihat bahwa sistem dengan parameter berbasis algoritma konvensional memberikan osilasi dan overshoot yang lebih

(49)

rendah daripada algoritma genetika. Namun apabila gambar tersebut diperjelas, ternyata solusi yang ditawarkan algoritma konvensional memiliki steady state error, yaitu kestabilan yang dicapai ternyata berada pada posisi yang salah. Pada penelitian ini perubahan kecepatan sudut rotor sistem dikatakan stabil apabila dapat kembali ke titik nol (kembali ke kecepatan sinkron mula). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar IV.17. sehingga dapat disimpulkan solusi berbasis algoritma genetika lebih baik.

Analisa menggunakan eigenvalue pun menunjukkan kesimpulan yang sejenis, dimana algoritma konvensional memiliki pole kritis yang diwakili oleh nilai -0.0021, sedangkan algoritma genetika pole kritisnya -0.100. Pole sistem yang semakin mendekati nilai positif dapat dikatakan lebih condong ke arah instabil.

Tabel IV.22 Perbandingan eigenvalue sistem SVC

Eigenvalue algoritma konvensional Eigenvalue algoritma genetika

[

103.25

32.4411

15.1576

62.9906

6.1926

+

4.5259

i

6.1926

4.5259

i

0.0994

0.0021

] [

89.4212

1.9685

+

3.8770

i

1.9685

3.8770

i

10.3889

1.8417

+

3.8337

i

1.8417

3.8337

i

0.1093

0.1000

]

2. Sistem berbasis TCSC

Parameter yang digunakan dalam penelitian kali ini menggunakan parameter yang telah dicari pada sub bab 4.4 dan 4.5.

Tabel IV.23 Perbandingan parameter sistem TCSC

Parameter TCSC KPSS T1PSS T2PSS KPOD T1POD T2POD

(50)

Konvensional 0.4761 0.02 0.1467 1.2645 0.0741 0.02

Genetika 12.5752 1.0483 0.9750 12.3070 1.2642 0.9750

Selanjutnya simulasi dilakukan dengan menggunakan parameter seperti yang tercantum pada Tabel IV.14, dan didapatkan hasil sebagai berikut :

Gambar IV.23 Perbandingan respon sistem TCSC.

Dari hasil simulasi terlihat walaupun solusi bebasis algoritma konvensional memiliki tingkat overshoot yang rendah namun masih terjadi osilasi, sementara sistem berbasis algoritma genetika walaupun overshoot yang dicapai lebih tinggi namun sistem langsung menuju kestabilan, sehingga dapat disimpulkan solusi berbasis algoritma genetika lebih unggul. Hasil ini juga dapat dibuktikan dengan melihat pole eigenvalue dari sistem pada Tabel IV.15.

Tabel IV.24 Perbandingan eigenvalue sistem TCSC

Eigenvalue algoritma konvensional Eigenvalue algoritma genetika

[

89.6109

0.5533

+

6.8723

i

0.5533

6.8723

i

10.9764

0.0997

+

0.0059

i

0.0997

0.0059

i

53.5821

51.5073

] [

89.1654

5.2907

+

3.1755

i

5.2907

3.1755

i

17.1685

0.0962

+

0.0215

i

0.0962

0.0215

i

(51)

Parameter yang digunakan dalam penelitian kali ini menggunakan parameter yang telah dicari pada sub bab 4.4 dan 4.5.

Tabel IV.25 Perbandingan parameter sistem UPFC.

Algoritma Parameter K

PSS T1PSS T2PSS KPOD T1POD T2POD

Konvensional

∆ m

E

22.191 0.0306 0.02

23.6417 0.022 0.02

∆ δ

E - 130.2773 0.0244 0.02

∆ mb 50.6919 0.0224 0.02

∆ δ

b 93.567 0.0197 0.02

Genetika

∆ m

E

96.5117 0.6854 0.0243

0.1947 0.7033 0.069 5

∆ δ

E 0.9034 0.1405 1.426

7

∆ mb 0.9369 0.7285 0.042

7

∆ δ

b 1.3934 0.5085 1.656

5

Selanjutnya simulasi dilakukan dengan menggunakan parameter seperti yang tercantum pada Tabel IV.16, dan didapatkan hasil seperti terlihat pada Gambar IV. 19. Terlihat bahwa untuk sistem UPFC, algoritma genetika memberikan respon sistem yang lebih baik. Ini dibuktikan dengan overshoot yang lebih rendah dibanding respon sistem berbasis algoritma konvensional.

(52)

Sementara dari analisa eigenvalue, juga memberikan hasil yang sama dengan analisa secara gambar, sistem berbasis algoritma genetika memberikan respon peredaman lebih baik dibanding sistem berbasis algoritma konvensional. Hal ini ditandai dengan nilai eigenvalue yang lebih ke kiri seperti terlihat pada Tabel IV.17. Selain itu, solusi yang ditawarkan oleh algoritma konvensional memiliki komponen real eigenvalue yang bernilai positif, yang berarti sistem bersifat instabil.

Tabel IV.26 Perbandingan eigenvalue sistem UPFC

Eigenvalue algoritma konvensional Eigenvalue algoritma genetika

[

51.2767

49.2581

+

26.7291

i

49.2581

26.7291

i

0.2700

+

4.2856

i

0.2700

4.2856

i

0.0721

2.2570e-005

50.0000

0.1000

0.1000

50.0000

50.0000

50.0000

0.1000

0.1000

] [

98.2921

21.0991

+

54.60861

i

21.0991

54.60861

i

0.5020

+

2.4816

i

0.5020

2.4816

i

23.4173

14.3640

0.7695

0.6059

0.0043

0.0034

0.1000

0.1000

0.1000

(53)

Referensi

Dokumen terkait

Anda memakai perlengkapan pelindung yang sesuai kami rekomendasikan: Gunakan sarung tangan Lateks atau Nitril untuk memastikan tangan anda terlindungi dari kemungkinan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) Petani peternak kerbau di Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat memiliki etos kerja yang tinggi, motivasi yang tinggi

Validasi desain akan dilakukan dengan uji eksperimen untuk mengetahui perbedaan rerata hasil belajar IPS SMP peserta didik yang pembelajarannya menggunakan produk

Daging perut/samcan atau lebih dikenal dengan nama flank adalah bagian daging sapi yang berasal dari otot perut yang berbentuk panjang dan datar.. Bagian daging sapi ini lebih

Ada beberapa tugas yang dilakukan oleh penulis selama PKL terkait dengan kegiatan penerjemahan lisan, penerjemahan non-lisan, dan pengajaran bahasa Korea, yaitu menerjemahkan

bahwa hasil Pengambilan Keputusan dalam Tabel Rekapitulasi Nilai Indikator Penilaian/Verifikasi (EQI-F077) Nomor Urut 041.2/EQI-F077 tanggal 30 Januari 2015

Adapun angka perkawinan spesifik untuk perempuan pada kelompok umur yang sama adalah 16,82 artinya dari 1000 penduduk perempuan usia 15-19 tahun, terdapat 16-17

(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Pemberi bantuan hukum, maka Badan Hukum, Lembaga masyarakat sipil yang memiliki program bantuan hukum, Unit kerja bantuan hukum pada