• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Metode - IMPLEMENTASI KEGIATAN TAHFIDZ QUR’AN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SDI AL MUNAWAR PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Metode - IMPLEMENTASI KEGIATAN TAHFIDZ QUR’AN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SDI AL MUNAWAR PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Metode

Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat

diperlukan oleh guru. Dengan penggunaan yang bervariasi sesuai tujuan

yang ingin dicapai Mengusai metode merupakan keniscayaan, sebab

seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak

mengusai metode secara tepat.1

a) Faktor-faktor yang mempengaruhi metode terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi atau yang harus diperhatikan dalam penetapan

metode yang akan digunakan sebagai alat dan cara dalam penyajian

bahan pengajaran, yaitu:

1) Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan instruksional khusus merupakan unsur utama yang

harus dikaji dalam rangka menetapkan metode . Cara-cara yang

hendak dipergunakan harus disesuaikan dengan tujuan.

2) Keadaan Murid-murid

1

Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar; Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami.

(2)

Murid-murid merupakan unsur yang harus diperhitungkan,

karena metode-metode yang hendak ditetapkan itu merupakan alat

untuk bahan menggerakkan agar dapat mencerna atau mempelajari

bahan yang disajikan.2

3) Materi atau Bahan Pengajaran

Pengusaaan bahan oleh guru hendaknya mengarah kepada sifat

spesialisasi atas ilmu atau kecakapan yang diajarkannya.3

4) Situasi

Merupakan suasana kelas, termasuk bersangkut-paut dengan

keadaan murid-murid.4

5) Fasilitas

Fasilitas adalah segala sesuatu yang mempermudah upaya atau

memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. 5

6) Guru

Guru adalah pelaksana dan pengembang program kegiatan belajar

mengajar.6

b) Kebaikan dan kelemahan

Metode Tidak ada metode yang “jelek” atau metode yang “baik”.

Dengan kata lain, tidak dapat mengatakan dengan penuh kepastian bahwa

2

(3)

metode inilah yang paling “efektif” dan metode itulah yang “paling

buruk”, karena hal itu amat tergantung kepada banyak faktor.7

Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung

pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi

pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui

penggunaan metode pembelajaran.8 Sedangkan metodologi pembelajaran

yaitu, cara-cara yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran

kepada murid.

Cara-cara penyampaian dimaksud berlangsung dalam interaksi

edukatif dan penggunaan berbagai cara itu merupakan upaya yang untuk

mempertinggi mutu pendidikan atau pengajaran yang bersangkutan.

Komunikasi metodologi hendak membahas hal-hal yang berkenan dengan

upaya guru untuk menempuh berbagai cara dalam melaksanakan interaksi

edukatif sehingga yang dikomunikasikan dalam hal ini bahan pengajaran

diterima dan dipahami oleh murid sesuai seperti yang seharusnya mereka

pahami, selaras dengan perkembangannya, dalam rangka mencapai tujuan

pengajaran.9

2. Metode Tahfidz

7

Ibid., hlm. 143 8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientitas Standar ProsesPendidikan.(Jakarta: Kencana, 2007) hlm. 123

9

(4)

Ada beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan dalam

rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal al-Qur’an dan bisa

memberikan bantuan kepada para penghafal dalam mengurangi kepayahan

dalam menghafal al-Qur’an. Menurut Ahsin al-hafidz metode-metode yang

di gunakan dalam menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut:

a) Metode Wahdah

Yang dimaksud metode ini adalah menghafal satu per satu terhadap

ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal setiap

ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau lebih sehingga proses ini

mampu membentuk pola dalam bayangannya.10 Dengan demikian

penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya

bukan saja dalam bayangan akan tetapi hingga membentuk gerak refleks

pada lisannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada

ayatayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga

mencapai satu muka.

b) Metode Kitabah

Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penghafal menulis

terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang

telah disediakan untuknya. Kemudian ayat tersebut dibaca hingga

lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya.11 Metode ini cukup

10

Ahsin W. Al-Hafizh, Bimbingan Praktis menghafal Al-Qur’an, Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hlm. 63

11

(5)

praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek

visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat

terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.

c) Metode Sima’i

Sima’i yaitu metode dengan mendengarkan sesuatu bacaan untuk

dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang

mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau

anak-anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal baca tulis

al-Qur’an.12 Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternative :

1) Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal

tunanetra, atau anak-anak. Dalam hal seperti ini instruktur dituntut

untuk lebih berperan aktif , sabar dan teliti dalam membacakan satu

persatu ayat untuk dihafalnya, sehingga penghafal mampu

menghafalnya secara sempurna.

2) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke

dalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Kemudian kaset tersebut diputar dan didengarkan secara seksama

sambil mengikuti secara perlahan-lahan. Kemudian diulang lagi, dan

seterusnya menurut kebutuhan sehingga ayat-ayat tersebut

benarbenar hafal di luar kepala.

d) Metode Gabungan

12

(6)

Metode ini merupakan metode gabungan antara metode wahdah

dan metode kitabah. Hanya saja kitabah di sini lebih memiliki fungsional

sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya.13 Maka dalam

hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang dihafalnya,

kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang disediakan

untuknya dengan hafalan pula. Jika ia telah mampu mereproduksi

kembali ayat-ayat yang dihafalnya dalam bentuk tulisan, maka ia bisa

melanjutkan kembali untuk menghafal ayat-ayat berikutnya, tetapi jika

penghafal belum mampu mereproduksi hafalannya ke dalam tulisan

secara baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar

mencapai nilai hafalan yang valid. Kelebihan metode ini adalah adanya

fungsi untuk memantapkan hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini

pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan

visual yang mantap.

e) Metode Jama’

Metode jama’ adalah cara menghafal yang dilakukan secara

kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal secara kolektif, atau

bersama-sama, dipimpin seorang instruktur. Instruktur membacakan satu ayat

atau beberapa ayat dan santri menirukan secara bersama-sama.14

Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali

ayat-ayat tersebut dan santri mengikutinya. Setelah ayat-ayat-ayat-ayat tersebut dapat

13

Ibid., hlm. 65 14

(7)

mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti

bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan

mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnyasehingga

ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam

bayangan. Setelah semua siswa hafal, barulah kemudian diteruskan

pada ayatayat berikutnya dengan cara yang sama. Cara ini termasuk

metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat

menghilangkan kejenuhan, disamping akan membantu menghidupkan

daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.

3. Pembelajaran Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an bagi seorang muslim dinilai sebagai ibadah. Oleh

karenanya, mempelajari Al-Quran pun hukumnya ibadah. Bahkan, sebagian

ulama berpendapat bahwa mempelajari AlQuran adalah wajib. Sebab,

Al-Quran adalah pedoman paling pokok bagi setiap muslim. Dengan

mempelajari Al-Quran, terbuktilah bahwa umat islam bertanggung jawab

terhadap kitab sucinya. Rasulullah saw, telah menganjurkan kita untuk

mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain.

ُهَمَلَّعَو َنآْرُقْلا َمَلَّعَت ْهَم ْمُكُرْيَخ

Artinya:

Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari AlQuran kemudian meng`ajarkannya kepada yang lain.

Al-Qur’an merupakan sumber hukum dan aturan yang utama bagi

(8)

kehidupan. Di dalamnya, terkumpul wahyu ilahi yang menjadi petunjuk,

pedoman, dan pelajaran bagi siapa saja yang mengimaninya.

Oleh karena itu, bagi orang yang beriman, kecintaannya kepada

Al-Quran akan bertambah. Sebagai bukti cintanya, dia akan semakin

bersemangat membaanya setiap waktu, mempelajari isi kandungan dan

memahaminya. Selanjutnya, akan mengamalkan Al- Qur’an dalam

kehidupannya sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT,

maupun dengan lingkungan sekitarnya.

Tanda-tanda keimanan seseorang juga dapat dilihat dari seberapa

besar keintaannya kepada Al-Qur’an. Semakin tebal keimanan seseorang,

akan semakin dalam cintanya kepada Al-Qur’an. Dia tidak hanya

menganggap membaa Al-Qur’an sebagai ibadah, melainkan sudah menjadi

kebutuhan dan penawar atas kegelisahan jiwanya.

(Al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian. (Q.S. al-Isra’17): 82)

Dalam sebuah riwayat pernah diungkapkan bahwa pada suatu hari,

seorang datang menghadap ibnu Mas’ud r.a dan menceritakan

permasalahannya. “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat

(9)

menjawab,”Kalau penyakit itu yang menimpamu, bawalah hatimu

mengunjungi tiga tempat, yaitu tempat orang –orang membaca Al-Qur’an,

bacalah Al-Quran atau dengarlah baik-baik orang yang membacanya.15

Al-Qur`an adalah rahmat yang tiada banding dalam kehidupan. Di

dalamnya terkumpul wahyu Illahi yang merupakan petunjuk, pedoman,

dan pelajaran bagi siapa saja yang mengimaninya. Oleh karena itu, bagi

orang yang beriman, kecintaan kepada Al-Qur`an akan bertambah.

Sebagai bukti cintanya dia akan semakin bersemangat membacanya setiap

waktu, mempelajari isi kandungan dan memahaminya. Selanjutnya, akan

mengamalkan Al-Qur`an dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam

hubungan dengan Allah SWT maupun dengan lingkungan sekitarnya.

Tanda-tanda keimanan juga dapat dilihat dari berapa besar kecintaannya

kepada Al-Qur`an. Semakin tebal keimanan seseorang, akan semakin

dalam cintanya kepada Qur`an. Dia tidak hanya menganggap

Al-Qur`an sebagai ibadah, melainkan sudah menjadi kebutuhan dan penawar

atas kegelisahan jiwanya. Allah SWT berfirman:

Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah

15

(10)

menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S. Al-Isro` :82).

Membaca Al-Qur`an bagi seorang muslim adalah ibadah. Oleh

karenanya mempelajari Al-Qur`an pun hukumnya ibadah.16 Seorang

ulama` berkata, “Menghafal Al-Qur`an hukumnya fardhu kifayah. Apabila

sebagian orang melakukannya, maka gugurlah dosa dari yang lain.” Disini,

harus ditunjukkan keutamaan mempelajari Al-Qur`an dan keharusan

mencari yang lebih intensif terhadap pembelajaran itu. Allah SWT

berfirman sebagai perintah terhadap rasul-Nya:

janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur`an sebelum

disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Q.S.

Thaahaa: 114).

Allah SWT tidak menyuruh nabi-Nya untuk mencari tambahan

sesuatu selain ilmu. Dan, tidak ada sesuatu yang lebih baik selain

mempelajari Al-Qur`an. Karena di dalamnya terkandung ilmu-ilmu agama

yang merupakan dasar bagi beberapa ilmu syari`at yang menghasilakn

pengetahuan tentang Tuhannya dan mengetahui perintah agama yang

16

(11)

diwajibkan terhadap semua umat Islam dalam aspek ibadah dan

muamalah.17

Untuk mendapatkan petunjuk Al-Qur`an umat muslim membaca

dan memahami isinya serta mengamalkannya. Pembacaan Al-Qur`an

menghasilkan pemahaman beragam menurut kemampuan masing-masing,

dan pemahaman tersebut melahirkan perilaku yang beragam pula sebagai

tafsir Al-Qur`an dalam praktis kehidupan, baik pada daratan teologis,

filosofis, psikologis, maupun kultural. Pengalaman bergaul dengan

Qur`an meliputi membaca Qur`an, memahami dan menafsirkan

Al-Qur`an, menghafal Al-Al-Qur`an, berobat dengan Al-Al-Qur`an, dan lain

sebagainya.18

Didalam penerapannya ruang lingkup pengajaran Al-Qur`an dan

hadits, ini lebih banyak berisi pengajaran keterampilan khusus yang

memerlukan banyak pelatihan dan pembiasaan.19 Pengajaran alQur`an dan

Hadits tidak dapat disamakan pengajaran membacamenulis disekolah

dasar, karena dalam pengajaran Al-Qur`an dan Hadits anak-anak belajar

huruf-huruf dan kandungan ayat, dan katakata yang tidak mereka pahami

artinya. Dalam mengajar Al-Qur`an, baik ayat bacaan, maupun

17

Ahmad Salim Badwilan, Cara Mudah Bisa Menghafal Al-Quran.

(Yogyakarta:BENING, 2010), hlm. 13 18

Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin UIN Sunan Kalijaga, Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadits. (Yogyakarta: SUKSES OFFEST, 2007), hlm. 12

19

(12)

ayat tafsir dan hafalan, kita bertujuan memberikan pengetahuan Al-Qur`an

kepada anak didik yang mengarah kepada:

a. Kemantapan membaca sesuai dengan syarat-syarat yang telah

ditetapkan dan menghafal ayat-ayat atau surat-surat yang mudah bagi

mereka.

b. Kemampuan memahami kitab Allah secara sempurna memuaskan

akal dan mampu menenangkan jiwanya.

c. Kesanggupan menerapkan agama Islam dalam menyelesaikan

problema kehidupan sehari-hari.

d. Kemampuan memperbaiki tingkah laku murid melalui metode

pengajaran yang tepat.

e. Kemampuan memanifestasikan keindahan retorika dan uslub

Al-Qur`an.

f. Penumbuhan rasa cinta dan keagungan Al-Qur`an dalam jiwanya.

g. Pembinaan pendidikan Islam berdasarkan sumber-sumber yang utama

dari Al-Qur`anul Al-Karim.20

Tujuan mengajar hadits, berarti sesuatu yang dituju atau yang akan

dicapai dengan kegiatan atau usaha mengajar hadits. Kegiatan mengajar

hadits mesti mempunyai tujuan, karena kegiatan yang tidak mempunyai

tujuan akan berjalan meraba-raba, berputar-putar, tak tentu arah. Tujuan

20

(13)

yang jelas dan berguna akan membuat orang giat, lebih terarah, dan

sungguh-sungguh. Oleh karena itu semua kegiatan termasuk mengajar

hadits harus berorientasi pada tujuan.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan pengajaran hadits ini

adalah: agar peserta didik mengerti ajaran Islam yang berhubungan dengan

masalah yang dibicarakan. Jelasnya kita memberi pengetahuan hadits

kepada peserta didik yang mengarah kepada:

a. Kemampuan membaca tanpa salah, sesuai dengan ketentuan membaca

huruf Arab dan nash, dan kemampuan menghafalnya dengan mudah.

b. Kemampuan memahami isi bacaan dengan sempurna, memuaskan akal,

dan kemampuan menenangkan jiwa.

c. Kemampuan menerapkan ajaran Islam dalam menyelesaikan problema

kehidupan sehari-hari.

d. Kemampuan memperbaiki tingkah laku peserta didik melalui metode

pengajaran yang tepat.21

Banyak materi yang dijadikan pengajaran hadits. Namun, untuk

pengajaran di madrasah dan sekolah, kita memilih yang paling penting

sesuai dengan persoalan yang akan diketengahkan, mengingat tidaklah

mungkin hadits yang sebegitu banyak disajikan secara keseluruhan. Jadi,

memilih pokok masalah sebagai meteri pengajaran mesti dilakukan. Dan

agar pengajaran hadits berjalan tepat mencapai tujuan yang digariskan,

21

(14)

maka materi pengajaran disesuaikan dengan GBPP.22 Maka dari itu ini merupakan tugas guru untuk mencari alternatif, menerapkan metode apa

yang paling cocok dalam pembelajaran Al-Qur`an dan perlunya guru

merancang kegiatan belajar siswa sedemikian rupa sehingga cocok dengan

tingkat kemampuan siswa.23

4. Pengertian Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata dasar didik yang berarti memelihara

dan memberi ajaran atau pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan

pikiran. Dengan penambahan awalan “pe” dan akhiran “an” berarti

menunjuk pada perbuatan (hal, cara) tentang mendidik.24

Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa yunani yaitu

paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah

ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan education

yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah

ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.25

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

tahun 2003 Pasal 1 Butir 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

22

Ibid., hlm. 66 23

Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), hlm. 223

24

Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, Jakarta, 2012, hlm. 96

25

(15)

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara.26

Dalam Islam, pendidikan lebih banyak dikenal dengan istilah “at

-tarbiyah, at-talim, at-tadib dan ar-riyadloh. Setiap istilah mempunyai

makna yang berbada-beda. Adapun at-tarbiyah Muhammad Jamaluddin

Al-Qosim mendefinisikan dengan “Hiyatablighusy syai ila kamalihi,

syaian fa syaian” yaitu proses penyampaian sesuatu sampai batas

kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap. Mushtafa al-

Gholayani berpendapat bahwa attarbiyah adalah penanaman etika yang

mulia pada jiwa anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi

petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kopetensi

jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik cinta

akan kreasi dan berguna bagi tanah airnya.27

Apabila pendidikan dididentikkan dengan istilah at-talim, Abdul

Fatah Jalal memberi pengertian dengan proses pembentukan

pengetahuan, pemahaman, pengertian,tanggung jawab dan penanaman

amanah, sehingga terjadi takiyah (penyucian) atau pembersihan diri

manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk

26

Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 41

27

(16)

menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat

baginya dan yang tidak diketahuinya.28

Pendidikan secara istilah ada beberapa pendapat diantaranya:

1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

2) Sutari Imam Burnadib mengutip pedapat M.J. Langeveld bahwa

pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi

yang masih memerlukan.29

3) Fuad Ihsan mengatakan pendidikan adalah usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan

baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada

didalam masyarakat dan kebudaannya.30

4) Ahmad D. Marimba mengatakan pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan

28

Ibid., hlm. 10 29

Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP, Yogyakarta, 1995, hlm. 25

30

(17)

jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian

yang utama.

5) Chalijah Hasan mengatakan adalah suatu usaha sadar yang teratur

dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi

tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat

dan tabi’at sesuai dengan cita-cita pendidikan.

6) Ahmad Tafsir mengatakan pendidikan adalah usaha

mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang

maksimal dan positif.

Dari beberapa pengertian pendidikan tersebut diatas menunjukkan

bahwa pengertian pendidikan itu mempunyai penekanan yang sama

yakni usaha sadar untuk mempersiapkan anak didik menuju

kedewasaan baik jasmani maupun rohani dan kepribadian luhur.

b. Pengertian Karakter

Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari

bahasa Yunani, eharassein yang berarti “ to engrave”. Kata “ to

engrave” itu sendiri dapat diterjemahkan menjadi mengukir, melukis,

memahatkan, atau menggoreskan, arti ini sama dengan istilah

“karakter” dalam bahasa Inggris (character) yang juga berarti mengukir,

melukis, memahatkan, atau menggoreskan.31

31

(18)

Secara terminologis rumusan dari Kementerian Pendidikan,

khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa secara

umum, arti karakter adalah karakter mendemonstrasikan etika atau

system nilai personal yang ideal (baik dan penting) untuk eksistensi diri

dan berhubungan dengan orang lain.32

Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai khas yang

baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,

dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan

terwujud dalam perilaku.33

Secara Linguistik, ada beberapa pengertian tentang karakter, yaitu

sebagai berikut:

1. Karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti to mark atau

menandai dengan focus mengaplikasikan nilai kebaikan dalam

bentuk tindakan atau tingkah laku.

2. Karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,

perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.

3. Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku

(behavior), motivasi (motivation), dan keterampilan.

4. Karakter adalah watak tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang

yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues)

32

Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, “Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis

Agama dan Budaya Bangsa)”, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 42 33

(19)

yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang,

berfikir, bersikap, dan bertindak.

5. Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri

khas setiap individu untuk hidup dan berkerja sama, baik dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu

yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat

keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari

keputusan yang ia buat.34

Pembentukan karakter dengan nilai agama dan norma

bangsa sangat penting karena dalam islam, antara akhlak dan

karakter merupakan satu kesatuan yang kukuh seperti pohon dan

menjadi inspirasi keteladanan akhlak dan karakter adalah Nabi

Muhammad SAW. pilar-pilar pembentukan karakter dalam islam

bersumber pada hal-hal berikut. 35

1. Al-Qur’an. Firman Allah SWT. merupakan pilar penting dalam

islam. Buah “pohon” Islam berakarkan akidah yang benar

tertanam dihati dan teraplikasikan dalam kehidupan nyata dan

berdaunkan syariah yang membudaya dalam ritual ibadah dan

sosial bersifat muamallah.

2. Sunah atau hadist. Seperti sabda Rasulullah SAW.

“sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak

34

Ibid., hlm. 44 35

(20)

manusia” HR. Ahmad. Dan hadist: “mukmin yang paling

sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”. HR.

Tirmizi

3. Keteladanaan Nabi Muhammad SAW. Mahatma Gandi pernah

menyatakan: “saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah

yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi,

ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian

Muhammad, serta pengabdian luarbiasa kepada teman dan

pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya

pada tuhan dan tugasnya”.36

Berdasarkan beberapa pengertian karakter di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa karakter merupakan ciri khas seseorang

dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan

Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan.

Mengacu pada berbagai pengertian pendidikan dan karakter di atas,

dalam pengertian sederhana pendidikan karakter adalah hal positif

apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter

siswa yang diajarnya.

Di Indonesia pendidikan karakter telah dibahas secara

tuntas oleh Ki Hadjar Dewantara dalam sebuah karya

monumentalnya, Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Karakter

yang sekarang didengung-dengungkan oleh kemendiknas

36

(21)

sebenarnya hanya istilah lain dari Pendidikan Budi Pekerti dalam

pemikiran Ki Hadjar Dewantara.37

Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai

pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good

character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan

mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang

beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam

hubungannya dengan Tuhannya. Dharma Kesuma dan

kawan-kawan mendefinisikan pendidikan karakter dalam seting sekolah

sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan

pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada

suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah”. Difinisi ini

mengandung makna:

1) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi

dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran.

2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak

secara utuh. Asumsinya anak merupakan organisme manusia

yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.

3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang

dirujuk sekolah (lembaga).38

37

(22)

Pendidikan karakter tidak sekedar bersifat pembelajaran

melalui kurikulum, tetapi pembelajaran melalui keteladanan dari

seluruh pihak di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.

Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan karakter (akhlak) pada

anak-anak ini diterangkan dalam kitab Ihya Ulumuddin

sebagaimana berikut:

Pertama-tama Al-Ghazali menegaskan bahwa usaha untuk melatih

anak-anak agar mereka itu memperoleh pendidikan yang baik serta

akhlak yang mulia termasuk hal yang amat penting. Seorang anak

adalah amanat yang diberikan oleh Allah swt kepada orang tuanya.

Hatinya yang suci adalah bagaikan mutiara yang yang belum

dibentuk. Karena itu, dengan mudah saja ia menerima segala bentuk

rekayasa yang ditujukan kepadanya. Jika dibiasakan melakukan

kebaikan dan menerima pengajaran yang baik, ia akan tumbuh dewasa

dalam keadaan baik dan bahagia, dalam kehidupannya di dunia dan

akhirat. Dan kedua orang tuanya, gurunya serta pendidikannyapun

ikut pula menerima pahala yang disediakan baginya. Tetapi jika

dibiasakan kepadanya perbuatan yang buruk atau ditelantarkan seperti

halnya hewan yang berkeliaran tak menentu, niscaya ia akan sengsara

38

(23)

dan binasa, dosanya akan dipikul juga oleh kedua orang tuanya,

walinya atau siapa saja yang bertanggung jawab atas pendidikannya.39

Oleh karena seorang anak siap menerima pengaruh apapun dari

orang lain, maka pendidikan akhlak harus dimulai sejak dini sekali.

Sejak awal anak harus dihindarkan dari lingkungan yang jelek dan

mesti diasuh dan disusui oleh wanita yang shalihah, kuat dalam

melaksanakan ajaran agama, dan tidak makan kecuali yang halal saja.

c. Dasar-dasar Pendidikan Karakter

Menurut ramayulis, dasar adalah landasan untuk beridirinya

sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arah pada tujuan yang akan

dicapai sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Setiap

Negara memiliki dasar pendidikan yang merupakan cerminan falsafah

hidup suatu bangsa. Berdasarkan dasar itulah, pendidikan suatu bangsa

disusun. Oleh karena itu, sistem pendidikan setiap bangsa berbeda karena

mempunyai falsafah hidup yang berbeda. 40

Jadi, pada intinya, pengertian dasar pendidikan sebuah Negara atau

bangsa adalah sesuai dengan falsafah hidup bangsa atau Negara yang

bersangkutan karena falsafah pendidikan suatu Negara merupakan

refleksi hidup bangsa tersebut.

39

Al-Ghazali, Ihya Al-Ghazali (Terj. Ismail Ya‟kub), (Cv. Faisan, Jakarta, 1986), Jilid IV, hlm. 193.

40

Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, “Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis

(24)

a. Dasar religius pendidikan karakter

Bagi umat islam, sumber atau dasar pendidikan karakter

menurut visi islam adalah sebagai berikut:

1. Kitab Suci Al-Qur’an

Dalam kitab Suci Al-Qur’an telah termaktub seluruh aspek

pedoman hidup bagi umat Islam, sehingga Kitab Suci Al-Qur‟an

merupakan falsafah hidup Muslim, baik di dunia maupun di

akhirat kelak. Hal tersebut sangat sesuai dengan firman Allah

SWT dalam surah Shod ayat 29 yang menjelaskan41:

dengan berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (Q.S. Shod: 29).

(Muhammad), melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka

apa yang merekaperselisihkan itu, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. 30 (Q.S. An-Nahl: 64).

41

(25)

2. Sunnah (Hadits) Rasulullah SAW

Bagi umat islam, Nabi Muhammad SAW. merupakan rasul

Allah yang terakhir mengemba risalah islam. Segala yang berasal

dari beliau, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya

sebagai rasul merupakan sunnah bagi umat islam yang harus

dijadikan panutan. Hal ini karena sebagai rasul Allah, Nabi

Muhammad senantiasa dibimbing oleh wahyu Allah SWT.42

Hal tersebut dijelaskan dalam firman allah yang menyatakan:

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.

3. Teladan para sahabat para sahabat dan tabin

Merupakan generasi awal Islamyang pernah mendapat

pendidikan langsung dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu sikap,

perkataan, dan tindakan mereka senantiasa dalam pengawasan

Rasulullah SAW. Sebagai kader dakwah Islam mereka dapat

42

(26)

dijadikan contoh dalam hal perkataan, perbuatan, dan sikapnya

selama tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan As-Sunnah. 43

Salah satu sahabat Nabi yang memiliki akhlak luhur dan

patut dicontoh adalah Umar bin Khaththab. Nama lengkapnya

adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza

Al-Quraisi dari suku Adi, salah satu suku terpandang mulia. Umar

dilahirkan di mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi

Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi luhur, fasih dan adil

serta pemberani.44

4. Ijtihad

Ijtihad merupakan totalitas penggunaan pikiran

dengan ilmu yang dimiliki untuk menetapkan hukum tertentu apabila

tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, ataupun suatu kasus

atau peristiwa tidak ditemukan pada masa Rasulullah SAW dan para

sahabat. Sebagai contoh ijtihad adalah pada masa tabiin. Masa ini

disebut masa pengondifikasian hadis (al-jamu wa at-tadwin).

Bagi yang beragama islam, dasar religiusnya adalah ajaran islam. Dalam

ajaran islam, pendidikan karakter merupakan perintah Allah

sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya.

43

Ibid., hlm 84. 44

(27)

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah

dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.

Bagi bangsa Indonesia, empat pilar bangsa yang merupakan nilai

budaya bangsa harus dijadikan landasan atau dasar ideal pendidikan

karakter setelah nilai agama di atas, yakni:

a) Pancasila

b) Undang-Undang Dasar 1945

c) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

d) Bhineka Tunggal Ika.45

b. Dasar operasional pendidikan karakter

Dasar operasional merupakan dasar yang terbentuk sebagai

aktualisasi dari nilai dasar ideal. Menurut Hasan Langgulung dalam buku

Azas-azas Pendidikan Islam, dasar operasional dibagi dalam enam macam,

yaitu sebagai berikut:

45

Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, “Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis

(28)

1) Dasar Historis, yaitu dasar yang memberikan persiapan kepada

pendidikan dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu, berupa

undang-undang dan peraturan ataupun tradisi dan ketetapannya.

2) Dasar sosiologis, yaitu dasar berupa kerangka budaya tempat

pendidikan bertolak dan bergerak, seperti memindahkan budaya,

memilih, dan mengembangkannya.

3) Dasar ekonomi, yaitu dasar yang memberi perspektif tentang

potensi-potensi manusia, keuangan, materi, persiapan yang

mengatur sumber keuangan dan bertanggung jawab terhadap

anggaran pembelajaran.

4) Dasar politik dan administrasi, yaitu dasar memberi bingkai

ideologis (akidah) yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk

mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.

5) Dasar psikologis, yaitu dasar yang memberikan informasi

tentang watak peserta didik, pendidik, metode terbaik dalam

praktik, pengukuran penilaian bimbingan, dan penyuluhan.

6) Dasar filosofis, yaitu dasar yang memberikan kemampuan

memiliki yang terbaik, memberi arah suatu system yang

mengontrol dan memberi arah pada semua dasar operasional

lainnya.46

c. Dasar konstitusional dalam operasional pendidikan karakter

46

(29)

1) Amanat Undang-Undang Dasar 1945

a) Pasal 31 ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdasan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

undang-undang”.

b) Pasal 31 ayat 5: “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan

persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan

umat manusia”.

2) Amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun

2003

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(Pasal 3).47

47

(30)

d. Nilai-nilai Dalam Pendidikan Karakter

Menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak

dapat dilepaskan dari situasi dan konteks historis masyarakat tempat

pendidikan karakter itu mau diterapkan. Sebab nilai-nilai tertentu

mungkin pada masa tertentu lebih relevan dan dalam situasi lain,

nilai-nilai ini sangatlah dinamis, dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam

masyarakat yang akan mengalami perubahan terus-menerus, sedangkan

jiwa dari nilainilai itu sendiri tetap sama.

Al-Zarnuji dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim menyebutkan

beberapa karakter yang hendaknya dimiliki seseorang yang menuntut

ilmu, antara lain:

a. Memuliakan ilmu beserta ahlinya Sesungguhnya orang yang

mencari ilmu itu tidak akan memperoleh ilmu dan

kemanfaatannya, kecuali dengan memuliakan ilmu beserta

ahlinya. Dikatakan: tidak akan sampai maksud seseorang,

kecuali ia mau menghormat. Sebaliknya, seseorang akan jatuh

dari kedudukannya akibat ia tidak mau menghormati dan

meremehkan.

Sedangkan yang dimaksud memuliakan ahli ilmu adalah

memuliakan guru beserta keluarganya. Diceritakan Syekh

Imam Burhanuddin, pengarang kitab al-Hidayah, pernah

bercerita: “Ada seorang alim diantara tokoh imam-imam yang

(31)

tengah-tengah majelis pengajian. Karena sering berbuat

demikian, kemudian orang-orang bertanya kepada imam

tersebut. Jawabnya: sebab putra guruku sedang bermain

bersama teman-temannya. Oleh karena itu, kalau aku

melihatnya, maka aku berdiri untuk anak itu, lantaran

memuliakan guruku.48

b. Komitmen kuat (niat) tulus belajar

Bagi pelajar hendaknya meletakkan niat selama dalam belajar.

Karena niat itu sebagai pangkal dari segala amal. Sebagaimana

disabdakan rasulullah saw: sahnya semua perbuatan itu

apabiladisertai niat”.

Maka dari itu, sebaiknya setiap pelajar mempunyai niat yang

sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan keridhaan Allah

SWT, agar mendapat pahal kelak di akhirat, menghilangkan

kebodohan yang ada pada dirinya dan kebodohan orang-orang

yang masih bodoh, serta niat menghidupkan dan melestarikan

agama Islam. Karena kelestarian agama itu sendiri dapat terjaga

apabila ada ilmu.

c. Rajin

Bagi orang yang mencari ilmu itu hendaknya rajin,

bersungguh-sungguh dan istiqomah. Ketiga syarat di atas telah

48

(32)

diterangkan oleh Allah SWT dalam al-Qur‟an: “orang-orang

yang sungguh-sungguh ingin mendapatkan keridhaan-Ku

dengan mencari ilmu, tentu aku tunjukkan jalan untuk

memperoleh ilmu yang dapat mendatangkan keridhaan-Ku.”

(Q.S. al-Ankabut: 69)

d. Sabar

Anjuran untuk sabar, tabah dan tekun. Al-Zarnuji

menganjurkan agar para pelajar memiliki kesabaran/ketabahan

dan tekun dalam mencari ilmu.

e. Berani

Anjuran untuk bersikap berani. Selain sabar dan tekun,

alZarnuji juga menganjurkan para pelajar untuk memiliki

keberanian. Keberanian berarti juga kesabaran dalam

menghadapi kesulitan dan penderitaan.

f. Kesederhanaan tidur

Orang yang mencari ilmu hendaknya tidak banyak tidur di

waktu malam

g. Tawakal

Bagi setiap pelajar hendaknya selalu bertawakal selama dalam

(33)

jangan sering menyusahkan mengenai rezeki. Dan hatinya

jangan sampai direpotkan memikirkan masalah rezeki.

h. Belas kasih

Orang yang berilmu, hendaknya mempunyai sifat belas kasihan

kalau sedang memberi nasehat. Jangan sampai mempunyai

maksud jahat dan iri hati. Karena sifat iri hati dan dengki

adalah sifat yang membahayakan dan tidak ada manfaatnya.

Orang yang berbuat kebaikan, akan dibalas atas kebaikannya

itu, dan orang yang berbuat keburukan, dia akan tercukupi atas

keburukannya.

i. Wira‟i

Sebagian ulama meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah

Saw tentang wira‟i. Sesungguhnya Rasulullah Saw telah

bersabda: “Barangsiapa yang tidak melakukan wira‟i selama

belajar, maka Allah SWT, memberi cobaan kepadanya salah

satu diantara tiga perkara: mati dalam usia masih muda, orang

tersebut ditempatkan di pedesaan atau mendapat cobaan

menjadi pegawai pemerintah.

Selama orang yang mencari ilmu itu lebih wira‟i, maka

ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih mudah belajarnya dan

(34)

B. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Peneliti mengambil beberapa contoh penelitian terdahulu guna

menjadikan pertimbangan peneliti dan bahan perbandingan. Bahan

pertimbangan dan perbandingan yang dimaksudkan oleh peneliti adalah

sebagai landasan dasar bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini

benar-benar adanya atau bukan plagiat.

Beberapa kali peneliti mencari referensi tentang hal ini, dan masih

sedikit sekali yang membahas tentang penerapan metode tahfidz dan hanya

beberapa saja penelitian yang meneliti tentang materi ajar Al-Qur’an.

Apalagi penelitian tentang metode tahfidz diterapkan untuk materi ajar

AlQur’an. Peneliti mendapatkan beberapa penelitian yang menggunakan

metode tahfidz ini, diantaranya:

1. Skripsi, Layli Rahmawati. NIM 28111123243105 Tahun 2016 berjudul

“Implementasi Metode Tahfidz Dalam Pembelajaran Al-Qur’an Di SMP

IT Tahfidzil Qur’an Botoran Tulungagung” Hasil penelitian ini

mengungkapkan bahwa: 1) Program tahfidz di SMP IT Tahfidzil Qur’an

menerapkan hafal 30 Juz dalam kurun waktu 3 tahun. Pada tahun pertama

atau kelas VII diharapkan hafal juz 1-10. Kelas VIII diharapkan hafal dari

juz 1-20 dan kelas IX hafal dari juz 1-30.49

49

Layli Rahmawati, Implementasi Metode Tahfidz Dalam Pembelajaran Al-Qur’an Di

(35)

2. Skripsi, Siti Khalifah. NIM 3211073009 pada tahun 2011 yang berjudul

“Penerapan Metode Tahfidz dan Takrir dalam Menghafal AlQur’an di

pondok pesantren Tahfidz Al-Qur’an Putri Al-Yamani Sumberdadi

Sumbergempol Tulungagung”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

masih belum sesuai dengan perencanaan. Masih ada kendala yang

menghambat santri Tahfidz dalam melaksanakan takrir sesuai yang

ditentukan.50

3. Skripsi, Nadhifatul Fuad. NIM 3210073093 pada tahun 2011 yang

berjudul “Penerapan Metode Tahfidz dan Ilma’ sebagai Al-Ternative

meningkatkan pemahaman mata pelajaran al-qur’an hadits kelas VII di

MTsN karangrejo Tahun ajaran 2010/2011” dari hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa penerapan metode tahfidz dan ilma’ rata-rata nilai

presentase tertinggi dioeroleh oleh siswa kelas VIIG yaitu dengan nilai

84,4% dan 89%, kemudian dilanjut oleh siswi VIIA dengan nilai

presentase 81,5% dan 88,5%, sedangkan posisi terakhir diduduki oleh

siswa kelas VIIB dengan nilai presentase 80,9% dan 86,7%. Dengan

analisa tersebut jelaslah bahwa metode tahfidz dan ilma’ bisa

meningkatkan hasil pembelajaran dalam masa pelajaran alqur’an hadits

50

(36)

karena dengan menghafal dan menulis dapat meningkatkan ingatan atau

konsentrasi waktu hafalan.51

51

(37)

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang tepat (sahih, benar, valid) dan dapat dipercaya

“Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Aliansi Stratejik Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan.” Program Pasca Sarjana.. Universitas

Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Siswa Melalui Pembelajaran Tadabur Alam Pada Mata Pelajaran Aqidah

kepemimpinan Instruksional kepala sekolah( X1) Efikasi Diri ( X2 ) Kinerja Mengajar Guru ( Y ).. untuk tercapaianya tujuan organisasi. Kepala sekolah tidak hanya memimpin

[r]

126.. bentengkan djalan kereta-api, kawat telipon dan meri- am jang berukuran 8 cm. Dalam tahun 1888, serangan Tengku Tjhik di Tiro sudah merupakan seluruh tempat disekeliling

Asli Surat Pernyataan yang dibuat sendiri oleh yang bersangkutan di atas kerlas bermaterai cukup (Rp. 6.000), bahwa bersedia untuk tidak merangkap sebagai Pejabat

Perbandingan Pengaruh Penggunaan Simulator Cisco Packet Tracer Dan Graphical Network Simulator 3 (GNS3) Sebagai Media Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Siswa