• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan Potensi Limbah Hasil Pemanenan Kayu Eukaliptus Klon Ind 47di HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Tele , Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identifikasi dan Potensi Limbah Hasil Pemanenan Kayu Eukaliptus Klon Ind 47di HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Tele , Sumatera Utara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Hasil Hutan

Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan kayu. Kegiatan pemanenan kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

1. Penebangan, yaitu mempersiapkan kayu seperti menebang pohon serta memotong kayu sesuai dengan ukuran batang untuk disarad.

2. Penyaradan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari tempat penebangan ketepi jalan angkutan.

3. Pengangkutan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari hutan ketempat penimbunan atau pengolahan kayu.

4. Penimbunan, yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik sebelum digunakan atau dipasarkan, dalam keadaan ini termasuk pemotongan ujung-ujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum ditimbun.

Conwey (1982) dalam Sari (2009) menjelaskan bahwa kegiatan pemanenan kayu meliputi kegiatan-kegiatan :

1. Penebangan

(2)

Kegiatan penebangan kayu pada hutan alam dilakukan dengan menggunakan batas diameter dimana pohon-pohon yang boleh ditebang adalah pohon-pohon dengan diameter sama atau lebih besar dari 50 cm untuk hutan produksi tetap dan diatas 60 cm untuk hutan produksi terbatas. Sebelum dilakukan penebangan, perlu dilakukan penentuan arah rebah yang tepat untuk mengatasi kerusakan yang mungkin akan timbul menjadi seminimal mungkin. Arah rebah yang benar akan menghasilkan kayu yang sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakaan kerja dapat dihindari serta dapat menekan terjadinya kerusakan lingkungan.

2. Penyaradan

Penyaradan merupakan suatu kegiatan untuk memindahkan kayu dari tempat penebangan (petak tebang) ke tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) yang terletak di pinggir jalan angkutan. Penyaradan merupakan tahap awal dari kegiatan pengangkutan kayu dimana penyaradan disebut sebagai Minor Transportation. Tujuan dari kegiatan penyaradan adalah memindahkan kayu dengan cepat dan murah.

3. Muat Bongkar Kayu Pemuatan Kayu

(3)

4. Pengangkutan

Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan log/kayu dari tempat tebangan sampai tujuan akhir yaitu TPK atau pabrik atau logpond atau logyard ataupun langsung ke konsumen. Kegiatan pengangkutan ini disebut dengan istilah major transportation.

Juta (1954) dalam Puspitasari (2005) menyebutkan pemanenan hutan dengan menggunakan istilah pemungutan hasil hutan, yaitu pemungutan hasil hutan berupa kayu merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan penebangan, penggarapan batang, penyaradan, pengangkutan, penimbunan, dan penjualan hasil hutan dengan tujuan mencukupi kebutuhan konsumen akan kayu.Pemanenan hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial. Adapun tujuan dari kegiatan pemanenan adalah memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan bahan baku industri, meningkatkan kesempatan kerja dan mengembangkan ekonomi daerah.

Limbah Pemanenan

Batasan pengertian limbah penebangan adalah bagian pohon yang ditebang sampai batas diameter tertentu karena sesuatu hal ditinggalkan di hutan padahalsesungguhnya masih dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang ada.Berdasarkan pengamatan di lapangan, limbah yang ditimbulkan kegiatan pemanenandi hutan tanaman biasanya digunakan sebagai bahan bakar pabrik yang ada di sekitarhutan, dan sebagian sisa limbah tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan (Sukadaryati dkk, 2005).

(4)

dalam hutan. Limbah ini merupakanlimbah organik berupa batang kayu yang tidakberbahaya terhadap lingkungan tetapi besarnyalimbah ini menunjukkan tingkat efisiensi pemanenanhutan. Batang pohon tidak seluruhnya dikeluarkandari hutan tetapi sebagian ditinggalkan didalam hutansebagai limbah kayu. Limbah kayu atau limbahpembalakan didefinisikan sebagai kayu yang tidakatau belum dimanfaatkan pada kegiatan pemanenanhutan yang berasal dari pohon yang boleh ditebangberupa sisa pembagian batang, tunggak, ranting danpucuk. Limbah pemanenan hutan berupa kayu dapatberbentuk tunggak, batang, cabang dan potonganpendek yang dapat terjadi di petak tebang, tempatpengumpulan kayu (TPn) dan tempat penimbunan kayu (TPk).

Waste atau wood waste diartikan sebagai sisa-sisa atau bagian kayu yang

dianggap tidak bernilai ekonomis lagi dalam suatu proses tertentu, pada waktu dan tempat tertentu, namun mungkin masih bisa dimanfaatkan pada proses yang berbeda, pada waktu dan tempat yang berbeda pula. Limbah pemanenan kayu adalah bagian dari pohon yang ditebang yang tidak dapat dimanfaatkan karena adanya cacat dan rusak berdiameter kecil serta panjang tidak memenuhi syarat untuk tujuan penggunaan tertentu, termasuk juga bagian pohon pada tegakan tinggal yang menjadi rusak karena kegiatan penebangan, penyaradan dan pembuatan jalan hutan (Direktorat Jenderal Kehutanan (1973)

(5)

seperti di TPn atau TPK (di hutan jati), atau di logdeck dan logpond (di hutan rimba di luar Jawa).

Meulenhoff (1972); dalam Fadhli (2005) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan limbah atau sisa kayu ialah :

1. Tunggak-tunggak yang berbanir maupun yang tidak berbanir.

2. Ujung pohon atau bagian pohon diatas batang bebas cabang, termasuk cabang dan ranting.

3. Sisa batang bebas cabang setelah dipotong-potong dengan panjang tertentu. 4. Kayu bulat yang tidak memenuhi syarat pengujian kayu karena cacat, bengkok

atau pecah.

5. Pohon-pohon yang belum dikenal atau yang belum ada pemasarannya (non komersil).

6. Pohon-pohon lain yang rusak akibat kegiatan penebangan.

Sisa kayu banyak terdapat di hutan dan di TPn disebabkan karena upaya memperoleh kayu bulat dengan kualitas ekspor, dimana untuk menghasilkan sortimen berkualitas tinggi tersebut sering dilakukan dengan memotong batang untuk mendapat ukuran tertentu dan membuang bagian-bagian yang rusak dan bercacat, sehingga menimbulkan sisa berupa limbah.

Klasifikasi Limbah Pemanenan Kayu

Direktorat Jenderal Kehutanan 1973 menyatakan bahwa berdasarkan pengerjaan kayunya (wood processing), limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan dan processing wood

waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri kayu seperti pada

(6)

Sastrodimedjo dan Simarmata 1978 dalam Sasmita (2003) mnyatakan bahwa berdasarkan tempat terjadinya limbah dapat dibedakan menjadi:

a. Limbah yang terjadi di areal tebangan (cutting area), limbah tebangan ini dapat berupa kelebihan tunggak dari yang diijinkan, bagian batang dari pohon yang rusak, cacat, potongan-potongan akibat pembagian batang dan sisa cabang dan ranting.

b. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu (TPn), batang-batang yang tidak memenuhi syarat baik kualitas maupun ukurannya.

c. Limbah yang terjadi di tempat penimbunan kayu (TPK), umumnya terjadi karena penolakan oleh pembeli karena log sudah terlalu lama disimpan sehingga busuk, pecah dan terserang jamur.

(7)

dilakukan di petak tebang menyebabkan besarnya limbah yang terjadi di petak tebang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan sebagian besar tejadi di petak tebang (Partiani, 2010).

Hidayat (2000) menyatakan bahwa limbah digolongkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan bentuknya

a. Berupa pohon hidup yang bernilai komersial namun tidak dipanen meskipun dari segi teknis memungkinkan.

b. Berupa bagian batang bebas cabang yang terbuang akibat berbagai faktor, seperti teknis, fisik, biologi dan lain-lain.

c. Berupa sisa bagian pohon yaitu dahan, ranting, maupun tunggak. d. Berupa sisa produksi atau akibat proses produksi.

2. Berdasarkan pengerjaan (processing) kayunya.

a. Logging waste, yaitu limbah akibat kegiatan eksploitasi yang dapat berupa kayu-kayu tertinggal di hutan, ditempat pengumpulan atau penimbunan.

b. Processing wood waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri kayu, seperti pada pabrik penggergajian, plywood dll.

3. Berdasarkan tempat terjadinya.

a. Limbah yang terjadi di tempat penebangan.

b. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu. c. Limbah yang terjadi di logpond.

(8)

1.Limbah tunggak. Tunggak adalah bagian pangkal pohon yang berada di bawah takik rebah pohon. Tunggak dari hasil kegiatan penebangan pohon rata-rata lebih tinggi daripada batas yang disarankan untuk hutan alam, yaitu 40 cm ke atas permukaan tanah. Tinggi tunggak yang terdapat pada areal penelitian rata-rata 1,3 m. Kelebihan tinggi tunggak merupakan limbah tunggak yang dapat dihindari melalui pelatihan dan pengawasan. Penebang memilih membuat takik rebah yang tinggi untuk kenyamanan pada saat menebang. Selain itu, penebang kurang tertarik membuat takik rebah serendah mungkin karena pertambahan premi yang diharapkan dari pertambahan volume tersebut tidak terlalu besar. 2. Limbah batang bebas cabang adalah bagian batang utama yang dianggap

limbah apabila kondisi fisik batang mengadung cacat atau rusak akibat kegiatan pemanenan kayu. Limbah batas bebas cabang dapat berupa potongan pendek yang dihasilkan karena adanya trimming di pangkal dan di ujung. Limbah batang bebas cabang dapat juga berupa kayu bulat panjang dalam keadaan tidak cacat atau rusak, tetapi sengaja ditinggalkan karena faktor kesulitan, waktu, dan biaya.

3. Limbah batang di atas cabang adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama. Limbah batang di atas cabang yang ditemukan di areal penelitian berdiameter lebih dari 30 cm dengan panjang rata-rata mencapai 4 m.

(9)

Widarmana, et al (1973); dalam Sari (2009) menjelaskan bahwa macam atau bentuk serta volume limbah pemanenan kayu itu berbeda-beda, tergantung pada :

1. Tingkat efisiensi pemanenan (secara manual atau mekanis).

2. Tujuan pemanenannya, kayu untuk industri dalam negeri, mendapatkan kayu untuk keperluan lokal, atau kayu untuk ekspor.

3. Jenis serta nilai kayunya (jati, rimba alam atau rimba tanaman).

4. Tempat atau lokasi serta fasilitas prasarana, misalnya jalan angkutan. Makin tinggi tingkat efisiensi pemanenan kayu, limbah yang dihasilkan akan semakin berkurang, begitu pula bila nilai ekonomis kayu dan aksesibilitas hutan tinggi.

Soewito (1980); dalam Puspitasari (2005) mengemukakan bahwa limbah kayu akibat pemanenan di areal tebangan berasal dari dua sumber yaitu bagian dari pohon yang ditebang yang seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil dan berasal dari tegakan tinggal yang rusak akibat dilakukannya kegiatan pemanenan kayu. Limbah dari pohon yang ditebang terjadi karena pengusaha hanya mengambil bagian kayu yang dianggap terbaik saja sesuai dengan persyaratan ukuran dan kualitas.

Pemanfaatan Limbah Pemanenan

Kelayakan pemanfaatan limbah pemanenan tergantung pada dua faktor utama, yaitu :

(10)

2. Nilai produk yang dihasilkan dari limbah pemanenan relatif terhadap biaya pengolahan dan penerimaan (Timson 1980, dalam Budiaman 2001).

Dewasa ini terdapat beberapa bentuk kemungkinan industri pemanfaatan limbah kayu seperti : industri papan partikel, papan serat, papan blok, papan sambungan, papan laminasi, moulding, dowel, furniture, pulp dan kertas, serta industri arang kayu (Direktorat Pengolahan Hasil Hutan, 1989 dalam Vriandarhenny, 2012).

Faktor Yang Mempengaruhi Limbah

Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata (1978); dalam Sasmita (2003), menyatakan bahwa limbah eksploitasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1.Topografi berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya kayu untuk ditebang dan dimanfaatkan, kesulitan dalam mengeluarkan kayu sehingga ditinggal dan tidak dimanfaatkan.

2.Musim berpengaruh terhadap keretakan batang-batang yang baru ditebang, pada musim kemarau kayu akan lebih mudah pecah karena udara kering.

3.Peralatan, pemilihan macam dan kapasitas alat yang keliru dapat mengakibatkan tidak seluruh kayu dapat dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggal.

4. Cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi.

(11)

6. Organisasi kerja, kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain dapat menyebabkan tidak lancarnya kegiatan bahkan dapat ditinggal dan tidak sampainya kayu ke tempat yang dituju pada waktu yang telah ditentukan, menyebabkan menurunnya kualitas kayu.

7. Permintaan pasaran, adanya syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh pasar. Terjadinya limbah tebangan yang cukup besar disebabkan oleh :

a. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan

b. Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang benar dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut barber chair. Dengan demikian akan mengurangi batang yang seharusnya dapat dipakai.

c. Kesalahan dalam menentukan arah rebah pohon

d. Dalam melaksanakan penebangan, pada umunya operator chainsaw belum memperhatikan arah rebah yang baik. Oleh karena itu sering terjadi rebah kearah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain, sehingga batang menjadi retak atau pecah. Disamping itu sering pohon yang ditebang menimpa dan merusak tegakan tinggal.

e. Kesalahan dalam pemotongan batang

f. Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon tersebut sering kali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan demikian ini dikerjakan sendiri oleh blandong tebang tanpa bantuan pengukur, sehingga menimbulkan limbah.

(12)

h. Sering kali terjadi ketidaklancaran hubungan antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain. Kegiatan penebangan dan penyaradan seolah-olah bekerja sendiri-sendiri, sehingga dapat menyebabkan kayu yang ditebang tidak disarad atau baru disarad setelah beberapa waktu kemudiankarena tidak diketahui letaknya oleh penyarad.

Faktor Eksploitasi

Faktor eksploitasi (fe) adalah menghitung volume pohon yang diambil dari banyaknya volume limbah pada suatu penebangan. Nilai faktor eksploitasi sangat bergantung dari besarnya limbah yang terjadi pada pohon yang ditebang. Apabila dalam suatu penebangan dari suatu pohon terjadi limbah yang besar maka faktor eksploitasi dari pohon tersebut kecil, dan sebaliknya. Volume yang seharusnya dapat dimanfaatkan dari satu pohon yang ditebang adalah 100 %, tetapi pada saat penebangan dilakukan terjadi limbah kayu baik karena faktor alam, keadaan pohon, atau karena kesalahan teknis penebangan (Patriani, 2010).

(13)

Kegiatan penebangan yang baik adalah yang tidak menyisakan limbah pemanenan. Pengukuran terhadap volume kayu tebangan adalah suatu kegiatan untuk dapat memprediksi besaran limbah yang tertinggal di lokasi penebangan. Volume pohon yang diharapkan termanfaatkan, volume batang termanfaatkan, dan faktor eksploitasi. Nilai Fe yang rendah dapat mengindikasikan bahwa semakin banyak volume pohon seharusnya termanfaatkan dengan baik agar menjadi limbah pemanenan. Semakin tinggi nilai Fe maka akan semakin baik, karena mengindikasikan semakin minimnya limbah kayu yang dihasilkan (Mansur et al, 2013)

Menurut Idris dan Wesman (1995); dalam Sari (2009) menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh :

1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu,penyebaran, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran.

2. Faktor teknis yang dapat dibagi menjadi :

a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencana hutan, peralatan pengangkutan log, kemampuan memproses danmemanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad,pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, kondisijalan angkutan.

b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea ke-empat yang menyatakan:” maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam

Suruhanjaya Pilihan Raya, mengikut kehendak- kehendak Fasal (2) Perkara 113 Perlembagaan Persekutuan, telah mengkaji semula pembahagian Negeri Sarawak kepada Bahagian-Bahagian

diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik terhadap prestasi

Tingkat suku bunga yang tinggi, inflasi, tingkat produktivitas nasional, politik dan lain sebagainya dapat memiliki dampak penting pada potensi keuntungan perusahaan hingga

Kedudukan hukum karyawan PT PLN (Persero) terhadap perjanjian sewa beli rumah negara sangat lemah, oleh karena peralihan tanah dan bangunan digunakan dengan memakai perjanjian sewa

Kemampuan mahasiswa yang mencapai kategori sangat baik sebanyak 10 mahasisiwa dengan skor nilai 82-95 dengan persentase sebesar 26,31%, kategori baik sebanyak 14 mahasiswa dengan

Berdasarkan diatas Hubungan antara usia perawat dengan kelengkapan pengisian dokumentasi pengkajian asuhan keperawatan dapat dilihat dari korelasi Pearson dan diperoleh

Meskipun terdapat perbedaan rataan tersebut namun bila ditinjau dari kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), masing-masing