• Tidak ada hasil yang ditemukan

potret pembangunan puisi karya ws rendra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "potret pembangunan puisi karya ws rendra"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Situasi sekarang ini banyak terlihat gejala-gejala kemerosotan etika dan estetika (keindahan) yang terjadi dimana-mana. Mulai dari usia anak-anak hingga dewasa maupun orang tua terkena dampaknya. Hal ini dikarenakan imbas dari adanya modernisasi dan globalisasi yang merusak tatanan etika dan estetika di masyarakat. Padahal etika merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal serta menjadi ciri yang membedakan manusia dengan binatang. Sehingga manusia yang berperilaku berlandaskan dengan etika dan estetika yang menjadi pembatas manusia dengan makhluk lainnya dalam berperilaku.

Di dalam diri manusia terdapat sisi keindahan atau estetika. Oleh karena itu, dalam setiap individu memiliki dan membutuhkan rasa keindahan (estetika). Istilah mengenai estetika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata aesthesis yang berarti pencerapan inderawi, pemahaman intelektual, atau bisa juga berarti pengamatan spiritual. Berdasarkan etimologi tersebut dapat diketahui bahwa estetika sangat erat hubungannya dengan panca indera. Banyak tokoh lain yang juga memberi definisi mengenai estetika diantaranya adalah Herbert Read, Aristoteles, dan Baumgarten.Seperti halnya karya sastra puisi.

Puisi merupakan salah satu karya sastra yang memiliki aspek estetika atau keindahan. Puisi itu sendiri menurut Suroto dalam bukunya yang berjudul Teori Dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia adalah karangan yang singkat padat dan pekat. Berdasarkan penjelasan Suroto tersebut mengidentifikasikan bahwa dalam puisi memiliki keindahan yang berasal dari penggunaan bahasa yang singkat padat dan pekat namun dapat menciptakan makna yang dalam dengan bahasa yang indah. Bahasa yang digunakan oleh puisi yaknisecondary modeling system.

Rumusan Masalah

1. Apakah Etika dan estetika itu

(2)

3. Bagimanakah potret sejarah yang terdapat dalam kumpulan puisi potret pembangunan

Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep etika dan estetika

(3)

BAB 2 PEMBAHASAN Pengertian Etika

Etika adalah suatu hal yang mutlak yang harus dimiliki oleh setiap orang. Karena tanpa etika, bagaimana orang tersebut bisa dihargai dan menghargai lingkungan sekitarnya. Peran etika sangatlah penting, karena etika adalah salah satu kunci dari diri manusia masing-masing untuk bertingkah laku, bertutur kata dan lain sebagainya. Kita hidup ditakdirkan sebagai makhluk hidup sosial, yang dimana kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dalam bersosialisasi dengan masyarakat kita harus mempunyai etika agar kita mengetahui bagaimana harus berperilaku yang benar didalam lingkungan masyarakat.

Setelah mengetahui hal tersebut, tentu saja etika mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana etika ada didalam diri seseorang atau tidak. Menurut saya faktor utamanya adalah lingkungan terdekat. Dimulai dari keluarga, karena keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dan selalu kita temui setiap hari. Dalam keluarga tentu saja bergantung penuh pada bagaimana orang tua kita menanamkan etika sejak kecil, bagaimana mereka mengajarkan kita untuk bertutur kata yang sopan dan berperilaku yang baik kepada orang lain. Faktor kedua adalah sekolah, karena sekolah adalah lingkungan paling dekat yang kita hadapi selain keluarga. Tentu saja guru sebagai pengganti orang tua harus sangat mampu untuk menanamkan etika sejak dini, karena kontrol penuh ada pada guru saat disekolah. Faktor ketiga adalah teman, mengapa teman ? mengapa bukan guru ? karena teman adalah orang paling dekat setelah orang tua. Teman adalah orang yang selalu berinteraksi dengan kita walaupun itu saat bermain atau belajar. Karena itu pengaruhnya hampir sama dengan orang tua. Walaupun guru adalah pengganti orang tua saat disekolah, tetapi secara garis besar mereka hanya memantau perilaku kita disekolah bukan berinteraksi dan mengobrol setiap saat seperti halnya teman.

(4)

dan benarnya berperilaku di masyarakat. Dengan diterapkannya etika, kita juga akan terhindar dari perilaku menyimpang yang pada dasarnya disebabkan karena kurangnya penerapan etika. Ini tentu menjadi pengingat bagai saya apakah penerapan etika didalam diri kami ini sudah sesuai. Karena menurut kami sejauh ini orang tua sudah menanamkan etika sebagaimana mestinya dan pengalaman kami didalam lingkungan sosial membuat kami mengerti bagaimana harus bertindak dan apa yang harus dihindari.

Tentu saja tidak hanya pada diri kami sendiri penerapan tersebut harus dilakukan, karena jika masyarakat Indonesia berperilaku sesuai Etika maka pastilah lingkungan masyarakat kita aman dan tentram sehingga terbebas dari perilaku menyimpang. Karena melihat di media-media Indonesia saat ini semakin maraknya tindak kejahatan yang terjadi, ini membuktikan bahwa kadar kesadaran etika didalam masyarakat Indonesia ini kurang. Ini tentu saja hal yang tidak mudah untuk diselesaikan, karena etika faktor etika adalah lingkungan dan jika lingkungan kita saja sudah kurang atau bahkan tidak beretika makan akan sangatlah sulit. Oleh karena itu, mulailah kita sebagai generasi berpendidikan untuk perlahan menanamkan kebiasaan beretika kepada lingkungan sosial sekitar kita.

TEORI EGOISME

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan dari egoisme adalah altruisme.

(5)

Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.Egoisme itu dapat tergambar dalam puisi WS Rendra potret pembangunan yang banyak mengkritik ketimbangan yang terjadi pada zaman dahulu sampai sekarang.Sekadar menilik jejak, telah sejak lama karya sastra menjadi potret realita. Sebuah potret yang mencerminkan kehidupan masyarakatnya. Hal tersebut tak lepas dari peran pekaryanya yang merupakan salah satu anggota suatu masyarakat. Posisi pekarya sebagai subjek yang intelek mengkritisi peristiwa dan permasalahan yang terjadi di lingkungannya melalui karyanya. Memang, karya sastra bukanlah jawaban atau solusi, akan tetapi lebih dari itu, karya sastra mampu menjadi kamera sejarah yang menghasilkan potret untuk direnungi dan ditekuri oleh generasi selanjutnya.

Gagasan karya sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat pertama kali diusung oleh aliran realisme. Realisme adalah sebuah aliran kesusastraan yang berusaha menggambarkan hidup dengan sejujur-jujurnya tanpa prasangka ataupun memperindahnya. Aliran realisme didorong oleh semangat zaman yang mementingkan kegiatan yang rasional dan kemajuan ilmu pengetahuan abad ke-19. Adapun pengarang ternama aliran realisme berasal dari Inggris, yaitu: George T.S. Eliot.Pada awal abad ke-20 aliran realisme mengalami perkembangan, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah The New Objectivity. Perkembangan tersebut dimunculkan sesuai dengan kehendak realisme, mencapai gambaran kenyataan secara objektif, namun dengan banyak pula menghadirkan kritik sosial dan politik. Perkembangan tersebut pulalah yang biasa dikenal dengan sebutan realisme sosial. Hal itu diperkuat dengan banyaknya karya sastra menjadi alat propaganda.

(6)

Puisi Sebagai Potret Buram Sejarah

Jika pada angkatan 45 banyak dikisahkan dan disuarakan tentang kemerdekaan, semangat perjuangan dan patroitisme. Maka pada sekitar tahun 50-an yang dibicarakan adalah masalah-masalah kemasyarakatan, masalah-masalah kemasyarakatannya sendiri yang kadang kala tak dapat dipisahkan dengan warna kedaerahan. Sastrawan tahun 50-an berpaling ke masyarakatnya sendiri. Persoalan kemerdekaan, perdamaian, dan sebagainya banyak diteriakkan Angkatan 45 sudah dianggap tuntas.

Adapun ciri menonjol yang muncul sekitar tahun 50-an ialah munculnya warna politik dalam sastra bersamaan dengan lahirnya LKN, LEKRA, LESBUMI, LKK, dan sebagainya. Terdapat kotak-kotak sastrawan berdasarkan aliran politik mereka, bukan aliran kesusastraan. Adapun ciri-ciri menonjol tersebut, yaitu: banyak digambarakan suasana muram karena hidup dan mengungkapkan masalah sosial, semisal kemiskinan, banyaknya pengangguran, dan sebagainya. Bertolak dari tersebut, para kritikus sastra banyak menyebut nama Rendra sebagai ikon pada angkatan tersebut. Jika pernyataan itu kurang benar, paling tidak Rendra adalah penyair penting sejak tahun 50-an hingga sekarang.Rendra sebagai penggagas puisi pamlet adalah sosok penyair yang sangat peduli terhadap kehidupan sosial masyarakatnya. Puisi-puisinya seolah menjadi potret buram sejarah Indonesia sesuai dengan judul kumpulan Puisi-puisinya “Potret Pembangunan Dalam Puisi”. Selain itu, puisi-puisi Rendra banyak dijadikan teks deklamasi saat demoaksi oleh mahasiswa-mahasiswa karena sifat puisinya yang auditorium dan sekeras peringatan pamflet.

(7)

penggangguran dilukiskan dalam puisinya yang berjudul “Sajak Anak Muda”. Berikut ini kutipan salah satu baitnya:

Gelap. Pandanganku gelap.

Pendidikan tidak memberi pencerahan. Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan. Gelap: Keluh kesahku gelap.

Orang yang hidup di dalam pengangguran.

Selain dalam puisi “Sajak Anak Muda”, Rendra juga mengkritisi permasalahan pendidikan yang remang dan cedera melalui puisinya berjudul “Sajak Seonggok Jagung”. Berikut ini kutipan salah satu baitnya:

Apa gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah persoalan kenyataannya.

Apa gunanya pendidikan

bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota kikuk pulang ke daerahnya?

Hidup yang bersifat konsumerialistis, pengangguran, dan sistem perdagangan yang cenderung menguntungkan negara adikuasa juga menjadi titik perhatian yang Rendra kritisi. Inilah realita yang tengah terjadi di Indonesia sejak diberlakukannya politik bebas aktif. Sejak itu pula banyak sekali pengangguran dan memperluas jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. Berikut ini kutipa salah satu bait dari puisi berjudul “Sajak Sebotol Bir”:

(8)

tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri asing akan pasaran dan sumber pengadaan bahan alam. Kota metropolis di sini

adalah sarana penumpukan bagi Eropa, Jepang, Cina, Amerika, Australia, dan negara industri lainnya.

Ketiga puisi di atas merupakan puisi-puisi yang terhimpun dalam kumpulan puisi “Potret Pembangunan Dalam Puisi” Karya W.S Rendra membuka kumpulan sajaknya yang berjudul “Potret Pembangunan dalam Puisi” yang diterbitkan oleh Lembaga Studi Pembangunan tahun 1980 lalu diterbitkan kembali oleh Pustaka Jaya tahun 201. Sesuai dengan judul antologinya, puisi tersebut sarat sekali berbicara (mengkritik) praktik pemerintahan dalam proses pembangunan.

Puisi Rendra, adalah puisi yang hidup sepanjang masa. Fungsi kritik dalam puisi tersebut juga masih sangat tepat bila diutarakan kepada pemerintahan sekarang. Rendra dengan kesaksiannya, Ia mengkritisi persoalan yang nyata dalam sajaknya, membuat siapa pun yang membacanya menjadi merenung dan peka terhadap permasalahan yang ada. Memengaruhi siapa saja yang membaca dan mendengar sajaknya menjadi tergerak hatinya mensugesti siapa saja untuk berpikir kritis dan senantiasa melakukan perubahan yang positif.

Terasa sekali pengaruh positif yang dihasilkan dari antologi “Potret Pembangunan dalam Puisi” dapat memacu semangat generasi muda. Menjadi inspirasi dalam berkarya dan berkarsa. Menyihir pembaca menjadi manusia yang menegakan identitas diri Manusia Indonesia. Dan yang paling penting adalah Rendra mampu membuat kita peka dan berpihak pada mereka yang terpinggirkan, terpuruk, dan tersuruk dalam proses pembangunan. Rendra telah berhasil menanamkan ideologinya kepada pembaca melalui puisi-puisinya.

(9)

lingkungannya, digantikan pendidikan yang mengajar anak didik “membeo, menghapal”, mencetak tukang atau kuli pesanan pembangunan semata. Semua itu tercermin dalam sebuah sajak yang berjudul “Sajak Sebatang lisong”

...

Matahari terbit. Fajar tiba.

Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan.

...

dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Bunga-bunga bangsa tahun depan berkunang-kunang pandang matanya, di bawah iklan berlampu neon, Berjuta-juta harapan ibu dan bapak menjadi gemalau suara yang kacau, menjadi karang di bawah muka samodra.

Dari penggalan puisi di atas jelas Rendra mengkritisi permasalahan pendidikan. Dimana kanak-kanak tanpa pendidikan termangu-mangu di bawah kaki dewi kesenian. Mereka menghadapi satu jalan panjang, tanpa pilihan dan tanpa ada bayangan ujungnya. Papantulis-papantulis para pendidik yang terlepas dari perosalan kehidupan, tidak ada kesesuaian antara ilmu-ilmu yang diajarkan dengan kebutuhan lingkungan. Rendra menghimbau dalam puisi ini bahwa kita harus mengamati gejala yang ada. Kita harus turun tangan langsung emnghadapi persoalan yang nyata. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode dan kita sendiri mesti merumuskan keadaan.

(10)

kawan seperjuangannya (mahasiswa) sebagian lulus sekolah dan menjadi bagian dari kekuasaan yang dikritiknya dulu. Maka “Sajak Kenalan Lamamu” (1977) menohok tajam:

……….

Kita dulu pernah menyetop lalu lintas, membakar mobil-mobil,

melambaikan poster-poster,

dan berderap maju, berdemonstrasi. ……….

Politik adalah cara merampok dunia.

Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan, untuk menikmati giliran berkuasa.

Politik adalah tangga naiknya tingkat kehidupan, dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi, lalu ke mobil sport, lalu: helikopter!

Politik adalah festival dan pekan olah raga. Politik adalah wadah kegiatan kesenian. ………

Entah apakah sejarah selalu berulang, atau persoalan lama tak kunjung selesai, tapi ternyata apa yang diteriakkan Rendra pertengahan 70an itu masih terjadi, atau berulang lagi tiga puluh tahun setelah itu ditulis. Kita menyaksikan bagaimana kebijakan pembangunan, bukannya sudah terbang tinggal landas seperti impiah lama. Tetapi masih berkutat dengan soal kemiskinan yang masih 40 jutaan. Ideologi ekonomi harus kembali lagi kepada “kerakyatan”, kata tabu semasa Orde Baru. Tak bisa ditolak, karena kemiskinan telah “menempel di kaca rumah, di gorden presidenan” kata sang penyair.

(11)

kemanusiaan dan kebudayaan dengan senjata kata-kata. Selamat Jalan Mas Willy. Bagiku Kau tak pernah pergi.

Estetika sebagai Kritik dan Apresiasi Seni dalam Puisi

Konsep keindahan bagi Hegel adalah apabila unsur-unsur yang beroposisi itu berfusi secara harmonis dalam sebuah karya individual. Keindahan adalah penampakan murni dari ide secara indrawi. Adapun estetika itu sendiri adalah suatu paparan mengenai pengalaman subjek tentang suatu yang indah, entah itu suatu keindahan alam ataupun keindahan sebuah karya cipta manusia. Teori-teori dalam estetika mengenai objek dan pengalaman keindahan dapat diterapkan, baik untuk objek-objek alam maupun untuk karya seni. Tetapi umumnya, kritik atau apresiasi seni biasanya hanya berlaku untuk karya seni sebagai objek filsafat keindahan atau keestetikaan.

Kritik terhadap seni itu berupa sebuah penilaian yang seobjektif mungkin mengenai suatu karya untuk menilai apakah layak masuk ke dalam kategori karya seni atau tidak. Hal ini tentu tidak lepas dari pendekatan yang dipakai, yaitu pendekatan filsafat yang mendasarkan pertanyaannya pada apa yang disebut indah. Selain itu, yang terlibat bukan hanya kualitas keindahan karya seni dan juga bentuk-bentuknya, tetapi juga menyangkut aspek-aspek lain seperti nilai-nilai kebudayaan, teknis dan psikologis baik dari subjek yang mengkreasinya maupun sebagai yang menikmatinya. Maka, lebih tepatnya kritik dan apresiasi itu berlaku bagi keekspresifan manusiawi yang termuat dalam sebuah karya seni misalnya puisi.

Ada banyak hal yang dihadapi estetika dalam fungsinya tersebut, antara lain karena keragaman cara pandang baik dari para seniman maupun dari penikmatnya atau para kritikus yang mencoba memahaminya lewat pengalaman subjektif atau ‘habitus’-nya. Keragaman sudut pandang dalam estetika sebagai permasalahan pokoknya itu yang akan dipaparkan dalam tulisan ini dengan mengacu kepada tulisan Melvin Rader dalam pengantar bukunya yang berjudul A Modern Book of Esthetics, An Apology (1973).

(12)

menimbulkan sebuah kepincangan dalam karya sastra itu. Layaknya kupu-kupu dan bunga jika dipisahkan tentu akan berdampak buruk pada keduanya.

Estetika struktural meliputi diksi, rima, irama, aliterasi, asonansi, permajasan, persajakan, dan tipografi. Sementara itu, estetika semiotika berorientasi pada makna dan nilai-nilai yang hendak disampaikan pengarang melalui karya sastra yang diciptakannya. Untuk mencapai kedua estetika tersebut, seorang pengarang tidak sertamerta langsung mendapatkannya dengan mudah, namun ada proses untuk mencapai kedua estetika tersebut. Karena sastra tidak lahir dari kejadian kosong, maka pengarang biasanya mendapatkan ide atau inspirasi melalui pengkajian banyak sumber atau saling bertukar pikiran dengan sesama atau orang yang sama-sama memandang sastra dari sudut yang sama bahkan berbeda

Pilihan kata atau diksi yang terdapat dalam puisi Sajak Sebatang Lisongkarya Rendra ini memiliki pilihan kata atau diksi yang jarang digunakan penyair lain. kata-kata yang digunakan dalam puisi cenderung menggunakan kata-kata yang ‘lain’ dalam artian disfemia. Disfemia merupakan usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Misalnya pada kata: lisong(bait 1), cukong (bait 1), dangau (bait 4), disemprot (bait 5), bunting (bait 5), di upgrade (bait 7), tilam (bait 8), jidat (bait 9), dan gemalau (bait 10). Jelaslah hanya seseorang yang luas kosakatanya dan mengetahui secara tepat batasan-batasan pengertiannya, maka akan mengungkapkan pula secara tepat apa yang akan dimaksudnya. Dalam hal ini, Rendra selaku penyair memiliki pengetahuan yang luas dalam pembendaharaan kata yang tepat pada puisinya. Meski dalam puisi ini penyair banyak menggunakan kata-kata yang maknanya disfemia, namun tak menutup keindahan yang ada dalam setiap lariknya.

(13)

Puisi Sajak Sebatang Lisongmerupakan puisi yang bertemakan kritik sosial, namun dalam puisi tersebut Rendra sangat piawai menyampaikan kritiknya melalui kata-kata yang tegas dan lugas, dengan menggunakan bahasa yang sangat halus dan indah untuk mengkritisi sistem pendidikan yang ada di negeri ini. Hal itulah yang menyebabkan puisi ini memiliki nilai estetika yang baik. Seperti yang terdapat pada bait ke dua dan kesebelas.

Matahari terbit. Fajar tiba.

Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan.

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan. Kita mesti keluar ke jalan raya,

keluar ke desa-desa,

mencatat sendiri semua gejala,

dan menghayati persoalan yang nyata.

Rendra banyak memainkan unsur citraan yang terdapat dalam puisinya. Penyair ingin

menyampaikan gagasannya melalui diksi dan pilihan kata yang digunakan. Unsur citraan dirasa menonjol dan cenderung diulang-ulang oleh penyair. Hal ini semata-mata dilakukan penyair dengan tujuan agar pembaca dapat mengalami hal yang sama seperti apa yang ingin disampaikan penyair. Dapat dilihat dari sajak berikut ini.

Menghisap sebatang lisong

Melihat indonesia raya.

Mendengar 130 juta rakyat

Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak.

Menghisap udara

(14)

Aku melihat wanita bunting

Berkunang-kunang pandang matanya,

Menghayati persoalan yang nyata.

Dalam puisi ada aspek perasaan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca. Perasaan merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan yang ditampilkannya. Perasaan penyair dalam puisinya dapat diketahui melalui penggunaan ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam puisinya karena dalam menciptakan puisi, suasana hati penyair juga ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca (Waluyo, 1991:121). Di dalam puisi ini, tergambar jelas bahwa sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi ingin menyampaikan kekecewaannya, memprotes apa yang meresahkan (dalam hal ini: sistem pendidikan) yang carut marut, serta ketidakpuasan seorang penyair terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Penyair menyampaikan gagasannya, perasaannya melalui kata-kata berikut.

Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.

(15)

‘kecil’: mengangkang/ berak di atas kepala mereka. Ah, Rendra betapa indah sajak yang kau ciptakan ini.

Meski puisi ini tergolong puisi cerita karena terdiri dari 12 bait, namun tak memungkiri keestetisan dalam setiap sajaknya. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi cenderung menggunakan gaya bahasa repetisi (pengulangan bunyi). Seperti yang terdapat pada bait ke 2, 4, dan 9. Pengulangan (repetisi) tersebut terdapat pada kata dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan. Hal ini tidak semata-mata dilakukan penyair. Namun, penyair memiliki alasan tersendiri mengapa hal tersebut terjadi. Disini, penyair ingin menegaskan bahwa apa yang telah dialami, dilihat penyair, tentang sistem pendidikan indonesia yang salah.

Keindahan di dalam membaca puisi memang tidak dapat diwakilkan. Hal itu juga ditunjukkan bagaimana dua orang yang berbeda memiliki penafsiran yang berbeda pada satu puisi yang sama. Pengalaman keindahan terjadi secara langsung tanpa perantara. Oleh karena itu, keindahan juga tidak mudah ditafsirkan atau dideskripsikan sedemikian rupa karena wujud keindahan bergantung pada panca indra setiap orang dan pengalaman setiap orang.

Kesimpulan

(16)

ANALISIS KUMPULAN PUISI WS RENDRA”POTRET PEMBANGUNAN

BERDASARKAN TEORI DALAM ETIKA DAN ESTETIKA

OLEH :

1. Sri Wahyudi Yunshi P 121411131054

2. Dzakyy Ridha Mufadhdhal 121411133005

3. Lafreenda Tialoka Mitadiar 12141113009

4. Dwi Rizki Septiani 121411133021

5. Azizah Putri Purwasari 121411133023

6. Annur Fitriana 121411133029

Departemen Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Airlangga

(17)

Lampiran

Sajak Sebatang Lisong

Menghisap sebatang lisong,

melihat Indonesia Raya, mendengar 130 juta rakyat, dan di langit

dua tiga cukong mengangkang,

berak di atas kepala mereka.

Matahari terbit. Fajar tiba.

Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan.

Aku bertanya,

tetapi pertanyaan-pertanyaanku

membentur meja kekuasaan yang macet, dan papantulis-papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan

Delapan juta kanak-kanak menghadapi satu jalan panjang,

tanpa pilihan, tanpa pepohonan,

tanpa dangau persinggahan, tanpa ada bayangan ujungnya.

(18)

Menghisap udara

yang disemprot deodorant,

aku melihat sarjana-sarjana menganggur

berpeluh di jalan raya; aku melihat wanita bunting antri uang pensiunan.

Dan di langit;

Para teknokrat berkata:

bahwa bangsa kita adalah malas, bahwa bangsa mesti dibangun,

mesti di-up-grade

disesuaikan dengan teknologi yang diimpor.

Gunung-gunung menjulang.

Langit pesta warna di dalam senjakala. Dan aku melihat

protes-protes yang terpendam,

terhimpit di bawah tilam.

Aku bertanya, tetapi pertanyaanku

membentur jidat penyair-penyair salon, yang bersajak tentang anggur dan rembulan,

(19)

termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Bunga-bunga bangsa tahun depan berkunang-kunang pandang matanya,

di bawah iklan berlampu neon. Berjuta-juta harapan ibu dan bapak menjadi gemalau suara yang kacau,

menjadi karang di bawah muka samodra. ………

Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tetapi kita sendri mesti merumuskan keadaan. Kita mesti keluar ke jalan raya,

keluar ke desa-desa,

mencatat sendiri semua gejala, dan menghayati persoalan yang nyata.

Inilah sajakku.

Pamplet masa darurat.

Apakah artinya kesenian,

bila terpisah dari derita lingkunga. Apakah artinya berpikir,

bila terpisah dari masalah kehidupan.

(20)

*Sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa Institut Teknologi Bandung, dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “Yang Muda Yang Bercinta”, yang disutradarai oleh Sumandjaya.

Sajak Seonggok Jagung

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda

yang kurang sekolahan.

Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang; ia melihat petani;

ia melihat panen;

dan suatu hari subuh,

para wanita dengan gendongan pergi ke pasar …

Dan ia juga melihat suatu pagi hari di dekat sumur gadis-gadis bercanda

sambil menumbuk jagung menjadi maisena.

Sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala.

Di dalam udara murni tercium bau kuwe jagung.

(21)

dan seorang pemuda. Ia siap menggarap jagung.

Ia melihat kemungkinan otak dan tangan

siap bekerja.

Tetapi ini:

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda tamat SLA

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.

Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.

Ia memandang jagung itu

dan ia melihat dirinya terlunta-lunta. Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.

Ia melihat saingannya naik sepeda motor. Ia melihat nomor-nomor lotre.

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. Seonggok jagung di kamar

tidak menyangkut pada akal, tidak akan menolongnya.

Seonggok jagung di kamar

tak akan menolong seorang pemuda

(22)

Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan.

Yang hanya terlatih sebagai pemakai, tetapi kurang latihan bebas berkarya.

Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.

Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya?

Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang

menjadi layang-layang di ibukota kikuk pulang ke daerahnya? Apakah gunanya seseorang

belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja,

bila pada akhirnya,

ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata:

“Di sini aku merasa asing dan sepi!”

TIM, 12 Juli 1975

SAJAK ANAK MUDA Oleh: W.S. Rendra

Kita adalah angkatan gagap

yang diperanakkan oleh angkatan takabur.

(23)

di dalam hal keadilan,

karena tidak diajarkan berpolitik,

dan tidak diajar dasar ilmu hukum

Kita melihat kabur pribadi orang,

karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,

karena tidak diajar filsafat atau logika.

Apakah kita tidak dimaksud

untuk mengerti itu semua?

Apakah kita hanya dipersiapkan

untuk menjadi alat saja?

inilah gambaran rata-rata

pemuda tamatan SLA,

pemuda menjelang dewasa.

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.

Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,

dan bukan ilmu latihan menguraikan.

Dasar keadilan di dalam pergaulan,

serta pengetahuan akan kelakuan manusia,

sebagai kelompok atau sebagai pribadi,

tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.

Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,

tidak bisa kita hubung-hubungkan.

Kita marah pada diri sendiri

Kita sebal terhadap masa depan.

Lalu akhirnya,

(24)

Di dalam kegagapan,

kita hanya bisa membeli dan memakai

tanpa bisa mencipta.

Kita tidak bisa memimpin,

tetapi hanya bisa berkuasa,

persis seperti bapak-bapak kita.

Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.

Di sana anak-anak memang disiapkan

Untuk menjadi alat dari industri.

Dan industri mereka berjalan tanpa berhenti.

Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?

Kita hanya menjadi alat birokrasi!

Dan birokrasi menjadi berlebihan

tanpa kegunaan –

menjadi benalu di dahan.

Gelap. Pandanganku gelap.

Pendidikan tidak memberi pencerahan.

Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan

Gelap. Keluh kesahku gelap.

Orang yang hidup di dalam pengangguran.

Apakah yang terjadi di sekitarku ini?

Karena tidak bisa kita tafsirkan,

lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.

Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?

Apakah ini? Apakah ini?

Ah, di dalam kemabukan,

wajah berdarah

akan terlihat sebagai bulan.

Mengapa harus kita terima hidup begini?

Seseorang berhak diberi ijazah dokter,

dianggap sebagai orang terpelajar,

(25)

Dan bila ada ada tirani merajalela,

ia diam tidak bicara,

kerjanya cuma menyuntik saja.

Bagaimana ? Apakah kita akan terus diam saja.

Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum

dianggap sebagi bendera-bendera upacara,

sementara hukum dikhianati berulang kali.

Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi

dianggap bunga plastik,

sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.

Kita berada di dalam pusaran tatawarna

yang ajaib dan tidak terbaca.

Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.

Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.

Dan bila luput,

kita memukul dan mencakar

ke arah udara

Kita adalah angkatan gagap.

Yang diperanakan oleh angkatan kurangajar.

Daya hidup telah diganti oleh nafsu.

Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.

Kita adalah angkatan yang berbahaya.

(Potret Pembangunan dalam Puisi, Pejambon, Jakarta, 23 Juni 1977)

Sajak Kenalan Lamamu (W.S. Rendra)

Kini kita saling berpandangan saudara.

Ragu-ragu apa pula,

kita memang pernah berjumpa.

Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,

(26)

Dari Yogya ke Jakarta,

aku melihat kamu tidur di kolong bangku,

dengan alas kertas koran,

sambil memeluk satu anakmu,

sementara istrimu meneteki bayinya,

terbaring di sebelahmu.

Pernah pula kita satu truk,

duduk di atas kobis-kobis berbau sampah,

sambil meremasi tetek tengkulak sayur,

dan lalu sama-sama kaget,

ketika truk tiba-tiba terhenti

kerna distop oleh polisi,

yang menarik pungutan tidak resmi.

Ya, saudara, kita sudah sering berjumpa,

kerna sama-sama anak jalan raya.

………

Hidup macam apa ini !

Orang-orang dipindah kesana ke mari.

Bukan dari tujuan ke tujuan.

Tapi dari keadaan ke keadaan yang tanpa perubahan.

……….

Aku menarik sehelai plastik dari tong sampah

tepat pada waktu kamu juga menariknya.

Kita saling berpandangan.

Kamu menggendong anak kecil di punggungmu.

Aku membuka mulut,

hendak berkata sesuatu……

Tak sempat !

Lebih dulu tinjumu melayang ke daguku…..

Dalam pandangan mata berkunang-kunang,

aku melihat kamu

membawa helaian plastik itu

(27)

Kamu lapiskan ke atap gubugmu,

dan lalu kamu masuk dengan anakmu…..

Sebungkus nasi yang dicuri,

itulah santapan.

Kolong kios buku di terminal

itulah peraduan.

Ya, saudara-saudara, kita sama-sama kenal ini,

karena kita anak jadah bangsa yang mulia.

……….

Hidup macam apa hidup ini.

Di taman yang gelap orang menjual badan,

agar mulutnya tersumpal makan.

Di hotel yang mewah istri guru menjual badan

agar pantatnya diganjal sedan.

………..

Duabelas pasang payudara gemerlapan,

bertatahkan intan permata di sekitar putingnya.

Dan di bawah semuanya,

celana dalam sutera warna kesumba.

Ya, saudara,

Kita sama-sama tertawa mengenang ini semua.

Ragu-ragu apa pula

yang menjahitkan jas di Singapura

mencat rambut di pangkuan bintang film,

main golf, main mahyong,

dan makan kepiting saus tiram di restoran terhormat.

(28)

di dalam peradaban fatamorgana.

……….

Ayo, jangan lagi sangsi,

kamu kenal suara batukku.

Kamu lihat lagi gayaku meludah di trotoar.

Ya, memang aku. Temanmu dulu.

Kita telah sama-sama mencuri mobil ayahmu

bergiliran meniduri gula-gulanya,

dan mengintip ibumu main serong

dengan ajudan ayahmu.

Kita telah sama-sama beli morphin dari guru kita.

Menenggak valium yang disediakan oleh dokter untuk ibumu,

dan akhirnya menggeletak di emper tiko,

di samping kere di Malioboro.

Kita alami semua ini,

kerna kita putra-putra dewa di dalam masyarakat kita.

…..

Hidup melayang-layang.

Selangit,

melayang-layang.

Kekuasaan mendukung kita serupa ganja…..

meninggi…. Ke awan……

Peraturan dan hukuman,

kitalah yang empunya.

Kita tulis dengan keringat di ketiak,

di atas sol sepatu kita.

Kitalah gelandangan kaya,

Bukankah tadi telah kamu kenal

betapa derap langkahku ?

Kita dulu pernah menyetop lalu lintas,

(29)

melambaikan poster-poster,

dan berderap maju, berdemonstrasi.

Kita telah sama-sama merancang strategi

di panti pijit dan restoran.

Dengan arloji emas,

secara teliti kita susun jadwal waktu.

Bergadang, berunding di larut kelam,

sambil mendekap hostess di kelab malam.

Kerna begitulah gaya pemuda harapan bangsa.

Politik adalah cara merampok dunia.

Politk adalah cara menggulingkan kekuasaan,

untuk menikmati giliran berkuasa.

Politik adalah tangga naiknya tingkat kehidupan.

dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi

lalu ke mobil sport, lalu : helikopter !

Politik adalah festival dan pekan olah raga.

Politik adalah wadah kegiatan kesenian.

Dan bila ada orang banyak bacot,

kita cap ia sok pahlawan.

………..

Dimanakah kunang-kunag di malam hari ?

Dimanakah trompah kayu di muka pintu ?

Di hari-hari yang berat,

Kita telah sama-sama berdiri di sini,

melihat bianglala berubah menjadi lidah-lidah api,

gunung yang kelabu membara,

(30)

………

Kekayaan melimpah.

Kemiskinan melimpah.

Darah melimpah.

Ludah menyembur dan melimpah.

Waktu melanda dan melimpah.

Lalu muncullah banjir suara.

Suara-suara di kolong meja.

Suara-suara di dalam lacu.

Suara-suara di dalam pici.

Dan akhirnya

dunia terbakar oleh tatawarna,

Warna-warna nilon dan plastik.

Warna-warna seribu warna.

Tidak luntur semuanya.

Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi

dari suatu kejadian,

yang kita tidak tahu apa-apa,

namun lahir dari perbuatan kita.

Yogyakarta, 21 Juni 1977

Referensi

Dokumen terkait

Diagram aktifitas ini terdapat 3 (tiga) aktifitas utama pengguna, yaitu pertama, dosen pengajar mengautentikasi login dan memulai kelas berdasarkan jadwal akademik dari

Dengan menerapkan sistem drainase berwawasan lingkungan atau ekodrainase pada kawasan perumahan The Royal Park Karawaci sekiranya dapat mereduksi debit limpasan yang

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap perancangan yaitu :merancang basis data pada sistem baru, desain Input dan Desain Output.. Tahap Implementasi ,

Tradisi yang dilakukan di Dusun Satu Sudimoro ini merupakan salah satu. bentuk Islam sinkretis, namun dalam hal ini kandungan Islam dalam

Tema penelitian yang dipilih oleh penulis tentang produksi gas metana enterik dengan Judul Evaluasi Kombinasi Probiotik Saccharomyces cerevisiae dan Ekstrak

Dalam melaksanakan pekerjaan seseorang tidak sendirian tetapi selalu berhubungan dengan orang lain sehingga kemampuan untuk bekerja dengan orang lain terutama

mesin atau peralatan dimana hal itu dapat terjepit oleh mesin yang bergerak. Tiap tempat kerja memerlukan perbaikan dan perawatan mesin atau perlengkapan yang dilakukan,

Unsur-unsur evaluasi penyelenggaraan di UPT Latkesmas Murnajati Lawang Sebelas unsur yang di evaluasi pada penyelenggaraan pelatihan yaitu: (1) pelayanan belajar dalam pelatihan;