• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah PKN HAM dan Hukuman Mati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah PKN HAM dan Hukuman Mati"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penegakan hukum adalah proses yang dilakukan sebagai upaya untuk mencapai tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

(2)

1.2 Rumusan Masalah

2. Bagaimanakah Hakikat tentang HAM?

3. Bagaimanakah Hakikat tentang hukum pidana mati? 4. Bagaimana Sejarah Hukuman Mati di Indonesia?

5. Apa Dasar Hukum Pemberlakuan Hukuman Mati di Indonesia? 6. Bagaimanakah Pro Kontra Pidana Mati di Indonesia?

7. Hukum pidana mati dalam perspektif HAM?

8. Apa Dapak Negatif dan Positif Hukuman Mati di Indonesia? 1.3 Tujuan

(3)

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pengertian HAM

Dalam Hak Asai Manusia terkandung pengertian hak kewajiban yang dimiliki oleh setiap orang dalam tata pergaulan hidupnya serta dengan lingkungan. Kehidupannya serta dengan Tuhannya, terdapat beberapa tata kehidupan yang bersumber dari Tuhan atau agama (hak kodrat) yaitu hak hidup, kebebasan (freedom) serta hak jiwa raga yaitu hak menikmati kekayaan kebahagiaan (pursult of happiness) ketiga hak kodrati diatas diturunkan tuhan kepada setiap umatnya tanpa pilih kasih untuk melengkapi hidupnya sedangkan kewaiban yang dipikul oleh kita yaitu kewajiban bersyukur, beriman dan bertakwa kepada-Nya. Di sisi lain terdapat hak kewajiban yang bersumber dari kehidupan sesama manusia, lingkungan hidup dimana kita hidup dimasyarakat. Sumber ini kita kenla dengan sebutan kaidah atau norma social, kebiasaan atau adapt istiadat, hak dan kewajiban yang lain di tentukan oleh Negara dan organisasi-organisasi seperti PBB dan lain-lain.

Secara khusus hak asasi manusia ini dapat dirinci yaitu:

1. Hak asasi pribadi, yang meliputi hak kemerdekaan memeluk agama, menyatakan pendapat, dan kebebasan berorganisasi atau berpartai.

2. Hak asasi ekonomi, yang meliputi hak kebebasan memiliki sesuatu, hak membeli atau menjual sesuatu, dan hak mengadakan suatu perjanjian atau kontrak.

3. Hak asasi mendapat pengayoman dan perlakuan yang sama dalam keadilan dan pemerintahan (hak persamaan hukum).

(4)

dalam pergaulan, mencerminkan kedewasaan dan kebijakan seseorang,. Kritik dan penyampaian juga menunjukan kematangan seseorang. Masalah hak asasi manusia adalah hak masalah sesama manusia, hal ini mengandung arti akan menyangkut masalah hak dan kewajiban tugas dan tangung jawab, serta penghormatan dan perlakuan terhadap sesama manusia. Setiap pelanggaran terhadap hak asasi oleh sesama warga negera, mengakibatkan tidak adannya tertib sosial dan tertib hukum

2.2 Pengertian Hukum Pidana Mati

Pidana mati merupakan bagian dari jenis-jenis pidana yang berlaku berdasarkan hukum pidana positif Indonesia. Bentuk pidana ini merupakan hukuman yang dilaksanakan dengan merampas jiwa seseorang yang melanggar ketentuan undang-undang. Pidana ini juga merupakan hukuman tertua dan paling kontroversial dari berbagai bentuk pidana lainnya. Tujuan diadakan dan dilaksanakannya hukuman mati supaya masyarakat memperhatikan bahwa pemerintah tidak menghendaki adanya gangguan terhadap ketentaraman yang sangat ditakuti oleh umum

2.3 Sejarah Hukuman Mati di Indonesia

Berdasarkan sejarah pidana mati bukanlah bentuk hukuman yang relatif baru di Indonesia. Pidana ini telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan. Hal ini dapat dibuktkan dengan memperhatikan jenis-jenis pidana menurut hukum adat atau hukum para raja dahulu, seperti mencuri dihukum potong tangan. pidana mati dilakukan dengan jalan memotong-motong daging dari badan (sayab), kepala ditumbuk (sroh), dipenggal dan kemudian kepalanya ditusuk dengan gantar (tanjir), dan sebagainya.

(5)

Penerapan hukum pidana oleh pemerintah Belanda di wilayah Indonesia diberlakukan berdasarkan pemberlakuan “Wet boek van Strafrecht” yang mulai berlaku pada 1 Januari 1918. Pada ketentuan ini, pidana mati ditetapkan sebagai salah satu jenis pidana pokok yang tertuang dalam pasal 10. Pelaksanaan eksekusi pidana mati dilakukan dengan hukuman gantung sebagaimana diatur dalam pasal 10 KUHP. Kemudian dengan Staatsblad 1945 Nomor123 yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda, pidana mati dijatuhkan dengan cara ditembak mati. Hal ini diperkuat dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tahun 1964, Lembaran Negara 1964 Nomor 38 kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang nomor 5 Tahun 1969 yang menetapkan bahwa pidana mati dijalankan dengan cara menembak mati terpidana. Dalam hal ini eksekusi harus dihadiri Jaksa (Kepala Kejaksaan Negeri) sebagai eksekutor dan secara tekhnis pelaksaan eksekusi dilakukan oleh regu tembak kepolisian.

Patut diketahui bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati haruslah dilaksanakan setelah putusan pengadilan yang dijatuhkan padanya berkekuatan hukum tetap dan kepada si terpidana telah diberikan kesempatan untuk mengajukan grasi kepada Presiden. Pelaksanaan eksekusi dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu melaluifiat executie (persetujuan Presiden).

Maka jelaslah disini bahwa pidana mati pada dasarnya dan seharusnya dijadikan sebagai sarana penal yang terakhir dan hanya dapat dipergunakan terhadap orang-orang yang tidak dapat dilakukan pembinaan lagi dan dirasakan membahayakan kehidupan masyarakat luas bahkan negara sekalipun.

2.4 Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia

Untuk pelaksanaan pidana mati di Indonesia pada mulanya dilaksanakan menurut ketentuan dalam pasal 11 KUHP yang menyatakan bahwa “pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher si terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya”.

(6)

menembak mati”.untuk ketentuan pelaksanaannya secara rinci di jelaskan pada UU No. 2 (PNPS) tahun 1964.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa eksekusi hukuman mati di Indonesia yang berlaku saat ini dilakukan dengan cara menembak mati bukan dengan cara menggantungkan si terpidana pada tiang gantungan.

Beberapa ketentuan terpenting dalam pelaksanaan pidana mati adalah sebagai berikut:

1) Tiga kali 24 jam sebelum pelaksanaan pidana mati, jaksa tinggi atau jaksa yang bersangkutan memberitahukan kepada terpidana dan apabila ada kehendak terpidana untuk mengemukakan sesuatu maka pesan tersebut diterima oleh jaksa; 2) Apabila terpidana sedang hamil harus ditunda pelaksanaannya hingga melahirkan; 3) Tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh Menteri Kehakiman di daerah

hukum pengadilan hukum pengadilan tingkat 1 yang bersangkutan

4) Kepala Polisi Daerah yang bersangkutan bertanggungjawab mengenai pelaksanaannya

5) Pelaksanaan pidana mati dilaksanakan oleh suatu regu penembak polisi di bawah pimpinan seorang perwira polisi

6) Kepala Polisi Daerah yang bersangkutan harus menghadiri pelaksanaan tersebut 7) Pelaksanaan tidak boleh dimuka umum

8) Penguburan jenazah diserahkan pada keluarga

(7)

gaungnya dalam menyerukan perlindungan hak asasi manusia di dunia. Namun dalam kenyataannya masih tetap memberlakukan ancaman pidana mati, juga dalam hukum militernya.

Hasil sejumlah studi tentang kejahatan tidak menunjukkan adanya korelasi antara hukuman mati dengan berkurangnya tingkat kejahatan. Beberapa studi menunjukkan, mereka yang telah dipidana karena pembunuhan (juga yang berencana) lazimnya tidak melakukan kekerasan di penjara. Begitu pula setelah ke luar penjara mereka tidak lagi melakukan kekerasan atau kejahatan yang sama. Sebaliknya sejumlah ahli mengkritik, suatu perspektif hukum tidak dapat menjangkau hukum kerumitan kasus-kasus kejahatan dengan kekerasan di mana korban bekerjasama dengan pelaku kejahatan, di mana individu adalah korban maupun pelaku kejahatan, dan dimana orang yang kelihatannya adalah korban dalam kenyataan adalah pelaku kejahatan .

2.5 Pro dan Kontra Pidana Mati di Indonesia

Pidana mati merupakan bentuk hukuman yang sejak ratusan tahun lalu telah menuai pro dan kontra. Pro dan kontra tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi hampir di seluruh Negara yang ada pada saat ini. Setiap ahli hukum, aktivis hak asasi manusia dan lain sebagainya selalu menyandarkan pendapat pro dan kontra pada lembaga pidana mati dengan alasan yang logis dan rasional.

Kecendrungan para ahli yang setuju pidana mati tetap dipertahankan eksistensinya, umumnya didasarkan pada alasan konvensional yaitu kebutuhan pidana mati sangat dibutuhkan guna menghilangkan orang-orang yang dianggap membahayakan kepentingan umum atau negara dan dirasa tidak dapat diperbaiki lagi, sedangkan mereka yang kontra terhadap pidana mati lazimnya menjadikan alasan pidana mati bertentangan dengan hak asasi manusia dan merupakan bentuk pidana yang tidak dapat lagi diperbaiki apabila setelah eksekusi dilakukan diemukan kesalahan atas vonis yang dijatuhkan hakim.

Adapun beberapa ahli maupun tokoh yang mendukung eksistensi pidana mati ialah Jonkers, Lambroso, Garofalo, Hazewinkel Suringa, Van Hanttum, Barda Namawi Arief, Oemar Senoadji, dan T.B Simatupang.

(8)

untuk menyatakan ”pidana mati tak dapat diterima. Sebab di pengadilan putusan hakim biasanya didasarkan alasan-alasan yang benar.”

Selanjutnya, Lambroso dan Garofalo berpendapat bahwa pidana mati itu adalah alat yang mutlak yang harus ada pada masyarakat untuk melenyapkan individu yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi. Individu itu tentunya adalah orang-orang yang melakukan kejahatan yang luar biasa serius (extraordinary crime)

Pada kesempatan lain, Suringa berpendapat pidana mati merupakan suatu bentuk hukuman yang sangat dibutuhkan dalam suatu masa tertentu terutama dalam hal transisi kekuasaan yang beralih dalam waktu yang singkat. Penulis bergumen seperti itu didasarkan pendapat Suringa yang menyatakan bahwa pidana mati adalah suatu alat pembersih radikal yang pada setiap masa revolusioner kita cepat dapat mempergunakannya.

Salah satu pakar hukum pidana dan tokoh pembaharuan hukum pidana nasional Barda Nawawi Arief secara eksplisit dalam sebuah bukunya menyatakan bahwa pidana mati masih perlu dipertahankan dalam konteks pembaharuan KUHP Nasional. Hal ini dapat penulis gambarkan, melalui pendapatnya yang menyatakan bahwa walaupun dipertahankan pidana mati terutama didasarkan sebagai upaya perlindungan masyarakat (jadi lebih menitikberatkan atau berorintasi pada kepentingan masyarakat), namun dalam penerapannya diharapkan bersifat selektif, hati-hati dan berorientasi juga pada perlindungan/kepentingan individu (pelaku tindak pidana)

(9)

Untuk memperkuat argumen di atas, maka alangkah baiknya penulis memperkuatnya dengan menyajikan bunyi dari Konklusi dari Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan tersebut, yang menyatakan Ketentuan Pasal 80 Ayat (1) huruf a, Ayat (2) huruf (a), Ayat (3) huruf a; Pasal 81 Ayat (3) huruf (a); Pasal 82 Ayat (1) huruf a, Ayat 2 (huruf) a dan Ayat (3) huruf a dalam UU Narkotika, sepanjang yang mengenai ancaman pidana mati, tidak bertentatangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.

Berdasarkan keterangan tersebut, sebenarnya dapatlah secara jelas bahwa pidana mati tidaklah bertentangan dengan Konstitusi Negara kita dan masih layak dipertahankan keberadaannyanya dalam hukum pidana positif. Hanya saja berdasarkan putusan tersebut pembaharuan hukum pidana yang berkaitan dengan pidana mati hendaknya untuk ke depan memperhatikan sungguh-sungguh hal sebagai berikut :

a. pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternative

b. pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun yang apabila terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah dengan penjara seumur hidup atau selama 20 puluh tahun

c. pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum dewasa

d. eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut melahirkan dan terpidana mati yang sakit jiwa tersebut sembuh.

Jadi, berdasarkan uraian pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa para pendukung pidana mati pada zaman modern ini semata-mata menjadikan pidana mati sebagai instrumen untuk melindungi masyarakat dan Negara baik dalam bentuk preventif maupun represif. Represif disini bukanlah menjadikan mereka yang diperintah menjadi rentan dan lemah layaknya kekuasaan otoriter yang menjadikan pidana mati sebagai alat untuk menyingkirkan orang-orang yang bersebrangan dengan penguasa. Selain itu, dalam perumusan KUHP Nasional yang baru, dalam hal pidana mati haruslah memperhatikan bunyi putusan di atas.

(10)

ilmiah. Seorang tokoh aliran klasik yang sangat terkenal karena kevokalannya menetang pidana mati ialah seorang berkebangsaan Italia yang bernama Beccaria. Alasan Beccaria menentang pidana mati ialah proses yang dijalankan dengan cara yang amat buruk sekali terhadap seseorang yang dituduh membunuh anaknya sendiri (beberapa waktu setelah eksekusi dapat dibuktikan bahwa putusan tersebut salah).

Ferri yang juga seorang berkbangsaan Italia dalam hal menentang pidana mati berpendapat bahwa untuk menjaga orang yang mempunyai pradisposisi untuk kejahatan cukup dengan pidana penjara seumur hidup, tidak perlu dengan pidana mati.

Pada putusan Mahkamah Konstitusi dalam Permohonan Pengujian materil Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 Tentang Narkotika terhadap Undang-Undang-Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pidana mati tidaklah bertentangan dengan konstitusi terdapat empat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim konstituisi. Hakim-hakim tersebut adalah Hakim Konstitusi H. Harjono, Hakim Konstitusi H. Achmad Roestandi, Hakim Konstitusi H.M. Laica Marzuki, dan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan. Dalam hal ini penulis sedikit menyampaikan alasan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menolak adanya pidana mati. :

Bagi hak untuk hidup, tidak terdapat petunjuk yang menyatakan pembatasan hak itu dapat dilakukan dengan menghilangkan hidup itu sendiri, meskipun diakui dan telah menjadi bagian dari hak asasi orang lain yang harus pula dihormati, hak untuk hidup boleh dibatasi karena hukum membutuhuhkan keadilan untuk mengembalikan keseimbangan yang dicederai oleh pelanggaran yang dilakukannya berupa pembatasan ruang geraknya dengan ditempatkan dalam tempat khusus serta menjalani pembinaan-pembinaan tertentu yang diwajibkan.

Jelas pendapat Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menitikberatkan pada konsep hak asasi manusia. Hal ini sesuai dengan perkembangan penolakan terhadap pidana mati dewasa ini (masa sebelumnya penolakan pidana mati ditekankan atas pelaksanaan eksekusi yang kejam dan efektivitas pidana mati tersebut).

(11)

2.6 Hukum Pidana Mati Dalam Perspektif HAM

Jika dikaji lebih mendalam sesuai dengan ketentuan DUHAM, terdapat beberapa pasal didalam DUHAM yang tidak memperbolehkan hukuman mati, antara lain:

Berdasarkan Pasal 3 ” Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan, dan keamanan pribadi ”.Bentuk yang paling ekstrim dari pelanggaran hak untuk hidup ini ialah pembunuhan atau melukai jasmai atau rohani dari seseorang ataupun dari kelompok ( Leah Levin, 1987: 45). Hukuman mati jelas telah melanggar pasal ini, dimana orang yang dijatuhi hukuman mati telah dirampas kehidupannya, kemerdekaannya, keamanan pribadinya. Bagaimanapun juga hukuman mati adalah hukuman yang sangat melanggar hak untuk hidup bagi manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan.Dapat dilihat banyak orang yang telah dijatuhi hukuman mati, antara lain koruptor di Cina, Saddam Hussein, ataupun lainnya. Namun seperti kasus Rwanda dan Yugoslavia pelaku pelanggaran HAM hanya diganjar dengan hukuman maksimal pidana seumur hidup, karena hukuman mati di jaman modern ini mulai ditinggalkan oleh negara-negara di dunia, meskipun masih ada beberapa negara yang masih melaksanakannya dengan berbagai cara, seperti digantung, ditembak, dan disuntik. Bagaimanapun caranya hukuman mati tetap saja melukai diri dan mengambil hak hidup dari seseorang.

(12)

Pasal 6 ayat (2) Kovenen Internasional Tentang Hak Sipil Politik menyatakan bahwa Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusannya dapat diberikan hanya untuk kejahatan yang paling berat, sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada waktu kejahatan demikian dilakukan, dan tanpa melanggar suatu ketentuan dari Kovenan ini dan Konvensi Tentang Pencegahan Dan Penghukuman Kejahatan Pemusnahan (suku) Bangsa. Hukuman ini hanya boleh dilaksanakan dengan putusan terakhir dari pengadilan yang berwenang. Lebih lanjut Pasal 6 ayat (4) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik mengatur bahwa Seseorang yang telah dihukum mati harus mempunyai hak untuk memohon pengampunan atau keringanan hukuman. Amnesti, pengampunan, atau keringanan hukuman mati dapat diberikan dalam segala bab. Dalam hal ini menurut uraian diatas penulis mencoba berpendapat dengan memperhatikan beberapa aspek, karena dalam memahami suatu peraturan hendanknya diperhatikan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam dilakukannya ataupun diterapkannya pidana mati, meskipun dalam HAM hukuman mati dilarang karena tidak sesuai dengan Pasal 3 DUHAM dan juga banyak dari negara di dunia yang telah menghapuskan hukuman mati.

(13)

dengan Pasal 3 DUHAM, karena kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan HAM berat dan memenuhi ketentuan Pasal 4 ICCPR

2.7 Dampak Positif Hukuman Mati

Dampak positif adalah akibat yang timbul dari pemberlakuan hukuman mati dalam tegaknya Ham di Indonesia. Dampak positif yang akan di rasakan dalam di antaranya adalah :

1. Memberikan Rasa Keadilan Pada Korban

Yang mendapat hukuman mati adalah mereka yang melakukan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) seperti aksi terorisme yang menghilangkan banyak nyawa manusia, narkoba yang merusak masa depan generasi muda, dan korupsi sebagai penyebab miskinnya negara. Tindakan mereka dianggap jahat luar biasa sehingga hukuman penjara dianggap tidak sebanding untuk membalas perbuatannya, maka hukuman mati dianggap hukuman yang pantas dan setimpal atas perbuatan mereka.

2. Menanggulangi Kontrol Lapas di Indonesia Masih Lemah

Mendapat penjara dengan ruangan seperti istana, bebas keluar masuk penjara hingga sempat menonton pertandingan tenis internasional, adalah contoh kasus yang pernah terjadi pada terpidana korupsi di Indonesia. Pada terpidana narkoba, banyak kasus dimana mereka masih mampu mengatur transaksi via telepon atau internet. Melihat kasus itu, tampaknya penjara sama sekali bukan penghalang bagi mereka untuk berhenti melakukan aksi kejahatan atau setidaknya membuat mereka menyesali kejahatannya. Karena risiko seperti itu masih ada, maka akan lebih baik jika pada terpidana itu dieksekusi mati saja secepatnya.

3. Menghemat secara biaya

(14)

biaya 1,83 milyar, jumlah yang cukup untuk membangun 1 sekolah berkualitas baik. Mempertahankan hidup mereka hanya membuat negara semakin rugi, tidak ada untungnya, ya sudah bunuh saja. Begitu kira-kira yang ada dalam pikiran pada pendukung eksekusi mati tersebut.

2.8 Dampak negatif dari hukuman mati yang dapat ter jadi adalah : 1. Tidak Ada Peradilan Yang Sempurna

Alasan utama menolak hukuman mati adalah karena yang namanya peradilan oleh manusia tidak mungkin bisa sempurna. Selalu ada kemungkinan orang baik dinyatakan bersalah. Misalnya ada orang jahat yang masukkan narkoba ke tas seseorang sehingga orang itu disangka sebagai pengedar narkoba, atau dengan rencana yang rapi seseorang bisa diftnah sehingga seolah-olah dia telah melakukan pembunuhan berencana, dan tentu saja hal itu semakin mudah dilakukan ketika polisi dan lembaga peradilan mudah disuap seperti di Indonesia. Faktanya ada banyak kasus dimana seseorang dinyatakan tidak bersalah setelah mereka dieksekusi mati, sebut saja kasus yang menimpa Carlos de Luna, Ellis Wayne Felker, atau Jesse Tafero. Bahkan Amnesty Internasional mencatat bahwa untuk di wilayah Amerika Serikat saja sejak tahun 1973 telah terjadi 130 kasus orang tidak bersalah yang divonis mati. Bayangkan anda atau keluarga anda yang mengalami nasib sial itu, apa yang bisa negara lakukan atas ketidakadilan tersebut?

(15)

2. Hukuman Mati Bukan Solusi

Secara umum hukuman pada penjahat bertujuan untuk menciptakan dan menjaga keamanan, memberikan rasa keadilan pada korban, serta memperbaiki individu dari penjahat tersebut. Tapi dalam kasus hukuman mati, tujuan mana yang ingin dicapai? Benarkah hukuman mati merupakan metode yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut?

3. Tidak semua orang takut mati

Salah satu tujuan pemberian sanksi pada pelaku kejahatan adalah untuk memberikan efek jera, agar pelaku kejahatan tidak mengulangi aksinya, agar calon penjahat berpikir dua kali sebelum melakukan kejahatan. Untuk itu, maka pelaku kejahatan perlu diperlakukan secara tidak nyaman atau buat mereka tidak bahagia.

Cara agar mereka tidak bahagia tentu banyak, mulai dari membatasi hak mereka (memenjarakan), menyiksa mereka seperti pemberian hukum cambuk, dan tentu saja membunuh mereka. Asumsi sebagian orang yang setuju hukuman mati adalah bahwa semua orang takut mati, semua orang tidak ingin mati. Mereka beranggapan bahwa kematian adalah hal buruk yang paling dihindari semua manusia. Benarkah?

Sayangnya tidak. Sebagian pelaku kejahatan melakukan aksinya karena frustasi akan hidup, yang ada di kepala mereka adalah pilihan antara melakukan kejahatan atau mati, mereka tidak punya solusi untuk hidup bahagia tanpa melakukan kejahatan. Orang yang sudah tidak niat hidup ya tidak takut pada kematian, mungkin mereka berharap menemukan kehidupan yang lebih baik setelah mati (jika mereka percaya after life atau reinkarnasi).

(16)

perjuangan. Lha, orang yang pada dasarnya ingin mati dan siap mati, kok ditakut-takuti dengan kematian, ya tidak mempan. Ibarat menghukum cambuk para masochist, ya tambah senang mereka. Kalau mau bikin jera teroris, saya pikir ada lebih banyak hal yang bisa membuat mereka takut dan tersiksa. Contoh, karena mereka terlalu fanatik pada agama saya yakin mereka akan tersiksa ketika disuruh tidur di kandang babi atau karena mereka terobsesi bertemu bidadari surga maka kebiri saja mereka. Walau bagi masyarakat umum hal tersebut terkesan konyol, tapi tidak bagi mereka. Lihat saja bagaimana kelompok radikal di timur tengah ketakutan ketika mereka dihadapkan pada tentara perempuan karena mereka percaya mereka tidak akan mendapat surga ketika dibunuh oleh perempuan, atau lihat foto umat radikal di samping dimana mereka lebih mementingkan untuk mengamankan kelaminnya dibanding jantungnya karena percaya bahwa jika kelaminnya rusak maka perjuangan mereka untuk bertemu bidadari surga akan sia-sia.

4. Vonis maksimal jarang dijatuhkan

Contohnya adalah Si A terdakwa korupsi, hukumannya hanya 2 tahun penjara. Si B terdakwa kasus terorisme, hukumannya hanya 5 tahun penjara. Pelaku korupsi tidak jera, teroris masih ada, masyarakat tidak mendapatkan rasa keadilan. Atas kejadian tersebut lantas diusulkan lah agar pelaku korupsi dan terorisme sebaiknya dihukum mati saja. Intinya dengan atau tanpa adanya hukuman mati, ketika peradilan itu buruk, maka vonis yang tidak adil akan tetap terjadi. Sebelum beranjak ke hukuman mati, seharusnya kita menuntut agar pelaku divonis maksimal dulu, atau setidaknya kita bisa menuntut vonis maksimalnya ditambah, misalnya dari 20 tahun penjara menjadi penjara sumur hidup. Ketika vonis itu sudah sering dijatuhkan pada para penjahat, namun kejahatan masih tetap marak, barulah seharusnya kita memikirkan solusi yang lebih ekstrim dan berisiko seperti hukuman mati.

(17)

Ada banyak penelitian yang membandingkan antara negara yang menerapkan hukuman mati dengan negara yang menghapus hukuman mati, dan dari hasil perbandingan tersebut diketahui bahwa penerapan hukuman mati tidak lebih efektif dibanding hukuman penjara, bahkan negara dengan hukuman mati angka kriminalitasnya secara signifkan lebih tinggi dibanding negara yang menghapus hukuman mati.

Di Amerika misalnya, pernah dilakukan perbandingan antara negara bagian yang masih menerapkan hukuman mati untuk kasus pembunuhan dengan negara bagian yang tidak menerapkan hukuman mati. Hasilnya negara bagian yang masih menerapkan hukuman mati justru kasus pembunuhannya lebih banyak dibanding negara bagian yang sudah menghapus hukuman mati, dan nilai perbedaan ini signifkan. Atas dasar ini maka tidak salah jika kemudian muncul pandangan bahwa hukuman mati hanya menghilangkan nyawa, bukan menghilangkan kejahatan itu sendiri.

b. Memanfaatkan terpidana untuk menjadikan menjadi manusia yang lebih

Terpidana dapat dikembangkan dalam kemempuan hard skill maupun soft skillnya. Pelatihan dan pembinaan secara itensif dapat merubah pola pikir dan kebiasaan buruk yag biasa di lakukan oleh terpidana tersebut.

c. Soal kontrol lapas yang masih lemah

(18)

Sebagai perbandingan, bagaimana jika kasusnya adalah lapas yang mudah diterobos kabur oleh napi, apa itu bisa menjadi alasan untuk menghukum mati pencuri singkong dengan alasan untuk mencegahnya meloloskan diri? Tidak kan. Jika yang bermasalah adalah lapasnya, maka lapasnya yang perlu diperbaiki, bukan napinya yang dibunuh.

5. Memperburuk Citra Negara

Untuk menjaga hubungan internasional dengan negara lain, Indonesia harus menyesuaikan diri dengan standar moral dan hukum yang berlaku di negara lain. Saat ini, negara-negara maju telah banyak menghapus hukuman mati, mereka beranggapan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran HAM yang tidak layak diterapkan di zaman sekarang. Ketika Indonesia masih menerapkan hukuman mati, tentu negara lain akan berpandangan bahwa pemikiran masyarakat Indonesia masih terbelakang, belum siap untuk maju, pengawasan di lapas masih kurang, serta menunjukkan bahwa Indonesia lebih suka mengambil jalan pintas sekalipun tidak efektif.

Walau tidak sampai dikecam dan dikeluarkan dari keanggotaan PBB tapi flosofnya yang berbeda akan membuat negara tersebut enggan bekerjasama dengan Indonesia. Hal ini tentu merugikan karena kebanyakan negara yang menentang hukuman mati tersebut adalah negara maju dan berpengaruh. Indonesia sendiri pernah beberapa kali diprotes oleh negara lain atas vonis mati. Australia misalnya, pada tahun 2008 menolak hukuman mati pada Amrozi dan kelompoknya sekalipun korban bom Bali paling banyak adalah dari warga negara mereka, begitu pula untuk eksekusi mati kali ini Belanda dan Brazil sampai ingin menarik duta besarnya.

6. Bertentangan Dengan Undang Undang Dasar

(19)

Undang-undang kan buatan manusia, hasil kesepakatan manusia. Apa yang dipikirkan pembuat undang-undang belum tentu sama dengan apa yang saya pikirkan. Tapi jika anda fanatik pada undang-udang, menganggap bahwa undang-undang sebagai hukum absolut yang harus ditaati maka sepantasnya anda menolak hukuman mati, karena pada pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas mengatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”

(20)

BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan

Perdebatan hukum terhadap absah tidaknya pidana mati berangkat dari perbedaan pendapat mengenai hukum mati dalam pandangan HAM, yang pada satu sisi masih mengakui pidana mati dan sisi lain mengakui hak hidup. Bagi pihak yang menolak pidana mati, berpendapat bahwa pidana mati secara hukum adalah inkonstitusional, karena bertentangan dengan konstitusi. Dalam tata urutan peraturan perundangan di Indonesia, setiap peraturan yang berada di bawah tidak boleh bertentangan dengan yang di atasnya. Undang-undang yang memuat pidana mati bertentangan dengan konstitusi yang mengakui hak hidup. Karena konstitusi dalam tata hukum Indonesia lebih tinggi dibanding dengan undang-undang, maka pidana mati dalam undang-undang itu harus diamandemen. Pro kontra penerapan Pidana Hukuman Mati di Indonesia secara garis besar mengerucut ke dalam dua bagian besar yaitu;

1) Bahwa hukuman mati tidak melanggar HAM karena pelaku telah melanggar HAM korban dan HAM masyarakat. Parahnya tudingan mengenai hukuman mati melangar HAM dinilai sebagai sebuah pernyataan sepihak yang tidak melihat bagaimana HAM korban kejahatan itu dilanggar.

2) Hukuman mati dinilai melanggar HAM karena dicabutnya hak hidup seseorang yang sebetulnya hak itu sangat dihargai dan tiada seorangpun yang boleh mencabutnya. Oleh karena itu hukuman mati harus dihapuskan dalam perundang-undangan yang ada.

B. Saran

1) Bagi aparat penegak hukum, khususnya bagi para pembuat produk hukum hendaknya lebih memperhatikan aspek kemanusiaan dalam hal membuat suatu rumusan yang berisi tentang pidana mati, dan juga terhadap aparat penegak hukum harus lebih memperhatikan aspek kedepan beserta alasan tentang penerapan pidana mati.

(21)
(22)

DAFTAR PUSTAKA

Sunarso,dkk. 2013 Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : UNY Press

http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/ertikel-HAM/ Diakses pada tanggal 9 Oktober 2016

http://ayub.staff.hukum.uns.ac.id/artikel-artikel/hukuman-mati-menurut-perspektif-ham internasional/ Diakses pada tanggal 9 Oktober 2016

http://bem-umk13.blogspot.com/2012/07/makalah-efektivitas-pemidanaan-hukuman 26.html Diakses pada tanggal 9 Oktober 2016

http://habyb-mudzakir-08.blogspot.com/2014/10/makalah-hukum-pidana-cara-merumuskan 14.html Diakses pada tanggal 9 Oktober 2016

Referensi

Dokumen terkait

Jl. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang terdapat di wilayah pantai daerah tropis. Terumbu karang memiliki berbagai macam bentuk morfologi yaitu tipe

Variabel penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data tentang penggunaan media audio midi sebagai upaya peningkatan teknik vokal dalam materi bernyanyi

Telah dilakukan penelitian tentang aktivitas tirosinase ekstrak n-heksan umbi wortel (Daucus carrora L.) mengandung senyawa flavonoid dan betakaroten golongan senyawa terpen

Rasa syukur ini menjadikan peneliti dapat menyelesaikan skripsi “OBJEKTIVITAS BERITA PRABOWO-HATTA PADA MASA KAMPANYE PILPRES 2014 DI HARIAN SORE SURABAYA POST”..

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat peneliti sampaikan kepada guru atau peneliti selanjutnya adalah guru sebaiknya menyesuaikan banyaknya kegiatan yang

Maksudnya setiap pihak mempunyai hak untuk meneruskan atau membatalakan akad selama keduanya belum berpisah secara fisik. Maksud berpisah disesuaikan dengan situasi

Pada keadaan yang ekstrim dimana bilik jantung berdenyut sangat cepat dan tidak terkendali, maka terjadi kegagalan sirkulasi darah yang bila dilakukan

Permintaan tahunan sebuah item sebesar 2000 unit dengan ongkos pesan $10 dan ongkos simpan 40% dari harga per unit.. Perubahan