• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN TV ANDA Paper (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN TV ANDA Paper (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Maraknya tayangan televisi di Indonesia dengan adegan kekerasan yang secara eksplisit ditayangkan dalam acara hiburan semakin meresahkan masyarakat. Telah ditemukan beberapa data mengenai pengaduan terhadap tayangan hiburan televisi yang makin bobrok dan tidak sehat, mencerminkan adegan kekerasan baik verbal maupun fisik serta akibat nyata dari tayangan yang ditonton tanpa pengawasan orang dewasa. Merujuk pada Jurnas.com (2014) dengan judul “Hampir 12 Ribu Aduan Penyiaran Diterima KPI”, diberitakan bahwa dalam tujuh bulan terakhir, 11.959 aduan diterima Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), banyak diantaranya yang merupakan acara hiburan.

Acara komedi dimana akhir-akhir ini semakin banyak mengekspos kekerasan baik verbal maupun fisik semakin laku keras dan seolah seragam di televisi Indonesia. Kekerasan berbentuk verbal dilakukan melalui ejekan yang sengaja ditujukan pada cast yang memiliki kekurangan secara fisik dengan sebutan yang kasar (misalnya, pesek, tonggos, bokir, dll) namun dimaksudkan untuk menjadi bahan tertawaan audience. Kekerasan berbentuk fisik pada awalnya hanya dilakukan menggunakan properti berbahan dasar lunak sehingga tidak menyakiti cast tersebut, namun akhir-akhir ini komedi yang menggunakan properti untuk ‘mengerjai’ bahkan menyakiti si artis semakin berlebihan, seperti ketika si artis disuruh untuk menginjak es batu selama mungkin, membakar rambut si artis, melemparkan tepung ke muka dan hal-hal tersebut dianggap berlebihan dan dapat menyakiti orang yang menjadi sasaran ‘kejahilan’ tersebut.

(2)

bertahun-tahun ditayangkan. Apakah ini selera msasyarakat atau selera pemilik stasiun televisi? Apakah tayangan ‘hiburan’ yang seperti ini yang diinginkan masyarakat? Mampukah tayangan ‘hiburan’ seperti ini membentuk prilaku dan selera masyarakat?

Tayangan yang monoton dan seragam di siaran televisi Indonesia ini harus segera dihentikan dan diberantas secepatnya, karena bukannya menghibur masyarakat, namun dengan lelucon seperti itu hanya akan membodohi masyarakat. Acara komedi dengan guyonan menggunakan ejekan dan kekerasan fisik menggunakan properti yang semakin tidak masuk akal, serta alur cerita, dialog, dan karakter dari pemain sinetron yang disajikan secara berlebihan dan jalan cerita yang mirip satu sama lain menimbulkan kesan buruk dan bobrok dalam dunia hiburan terutama penayangan televisi Indonesia. Tidak menutup kemungkinan jika kekerasan fisik maupun verbal seperti yang ditayangkan tersebut juga bisa ditiru penontonnya, karena pada dasarnya penonton televisi bersifat massive dan tidak terkendali.

Melihat dampak buruk yang akan ditimbulkan dari tayangan seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis mengangkat judul poster ‘GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN TV ANDA’. Tujuan dari poster ini adalah mempersuasi masyarakat terutama penonton setia televisi Indonesia agar cerdas memilih tayangan televisi yang tidak hanya sekedar menghibur namun memberi pengetahuan dan menghindari tayangan yang penuh dengan kekerasan baik fisik maupun verbal.

RUMUSAN MASALAH

a. Maraknya tayangan yang menampilkan adegan bullying, diskriminasi dan sensualitas b. Pengaruh rating acara terhadap durasi acara tersebut

c. Perlunya literasi media pada masyarakat guna menciptakan masyarakat yang cerdas dalam memilih tayangan televisi

(3)

BAB 2

PEMBAHASAN

MEDIA TELEVISI SAAT INI

Telah banyak diketahui bahwa mayoritas tayangan televisi di Indonesia didominasi oleh acara hiburan, mulai dari musik, drama, hingga variety show. Beberapa acara sejenis yang memilii konsep yang sama biasanya mengikuti acara yang sukses kemudian latah mengikuti konsep yang serupa bahkan cast yang sama agar rating acara tersebut laku ditonton pemirsa.

Acara komedi salah satu contoh nyata dimana ketika Yuk Kita Sahur dengan ‘goyang caesar’ nya sukses di pasaran dan konsep acara hiburan serupa diikuti oleh stasiun televisi lainnya, yang paling jelas terlihat adalah ketika beberapa stasiun televisi dengan acara hiburannya berlomba-lomba membuat ‘trend goyang’ yang kemudian semakin menjurus ke arah sensualitas dan semakin meresahkan masyarakat. Merujuk pada merdeka.com (2013) dengan judul “Situs KPI dibanjiri kritik soal acara YKS” diberitakan bahwa banyaknya protes masyarakat terhadap salah satu tayangan hiburan dimana menampilkan goyangan yang sensual serta kekerasan baik fisik maupun verbal juga mendapatkan kritik dari masyarakat. Adegan yang banyak menampilkan kekerasan, ejekan terhadap orang-orang dengan keterbatasan fisikm berpakaian ala waria serta kata-kata kasar, acara hiburan tersebut juga ditayangkan pada jam prime time dan durasi yang lama. Hal ini ditakutkan masyarakat karena pada jam tayang tersebut anak-anak masih banyak yang menonton televisi, walaupun dalam pengawasan orangtua tayangan tersebut tetap saja dianggap tidak mendidik dan tidak bermanfaat sama sekali bagi anak dibawah umur, orangtua tentu saja takut jika anak-anaknya menirukan hal-hal yang tidak senonoh yang banyak ditayangkan di televisi.

(4)

Prime time (18.00 – 19.00) di SCTV sejak Desember 2012. Melalui pengamatan sebuah situs internet remotivi, selama seminggu, atau 7 episode penayangan sinetron ini terdapat 49 adegan kekerasan fisik (menjambak, mendorong, memukul, meninju, dsb) serta 85 kalimat dialog yang mengandung kekerasan verbal dimana 56 merupakan hinaan dan makian serta 29 kalimat dalam bentuk ancaman. Parahnya, adegan ini dilakukan oleh anak dibawah umur yaitu pemerannya yang masih di bangku sekolah dasar. Seringkali adegan yang menggambarkan tidak hormat kepada guru, guru yang otoriter, serta penggambaran karakter guru yang konyol dan menjadi bahan tertawaan muridnya. Penggambaran karakter yang berlebihan serta adegan yang banyak mengandung kekerasan serta diskriminasi dianggap tidak baik bagi penonton terutama anak dibawah umur.

RATING ACARA TELEVISI INDONESIA

Merujuk pada tempo.co (2013) dengan judul “Acara TV Ini Paling Digemari Penonton Indonesia” dijelaskan bahwa penonton Indonesia menghabiskan 24% dari waktu menonton televisinya untuk menonton sinetron atau sekitar 197 jam selama setahun dan acara hiburan seperti komedi dan musik memperoleh porsi jam menonton terbesar kedua yaitu 20% atau 168 jam per tahun nya.

Keseragaman konsep acara televisi tidak lain dikarenakan karena faktor ekonomi, dengan berorientasi pada keuntungan, kebanyakan pengelola media tidak mau mengambil resiko untuk rugi dan di tinggalkan penonton, sehingga mereka seringkali mendaur ulang materi yang sama namun dengan kemasan yang berbeda demi mendapatkan uang dengan cara cepat (Vivian, 2008, h. 32).

(5)

tayangan yang tidak mendidik sama sekali malah semakin gencar ditayangkan, bahkan dengan acara yang berbeda namun konsep bahkan artis nya sama. Hal ini menunjukkan bahwa acara hiburan masih banyak digemari dan ditonton masyarakat Indonesia walaupun banyak menampilkan banyaknya adegan kekerasan fisik dan verbal serta sensualitas. Akibatnya, masyarakat yang menikmati acara tersebut tidak mendapatkan hak nya untuk menonton acara yang positif dan bermanfaat, malah tayangan hiburan yang tidak bermutu.

DAMPAK BAGI MASYARAKAT

Telah banyak dilaporkan keresahan masyarakat terhadap tayangan yang tidak mendidik dan semakin menjamur di pertelevisian Indonesia. Dalam merdeka.com (30/12/2013) dengan judul “Situs KPI dibanjiri kritik soal acara YKS” disampaikan banyaknya keluhan masyarakat dan protes terhadap tayangan televisi yang semakin bobrok. "Terlalu vulgar, jam tayang terlalu lama, goyangannya tidak mendidik, goyangannya terlalu vulgar tidak baik ditonton anak kecil," tulis Ida dalam situs KPI. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat yang sadar akan kebobrokan tayangan televisi di Indonesia.

Di sisi lain, contoh kasus nyata terhadap buruknya siaran TV merujuk pada beritastu.com (2012) yaitu seorang balita yang meninggal karena menyayat pergelangan tangannya sendiri dengan benda tajam karena keinginannya tidak dipenuhi orangtuanya. Kejadian tersebut diketahui terjadi karena sang anak sering menonton adegan kekerasan di televisi, kemudian mencoba menirunya namun tidak tahu sebenarnya tindakan terebut membahayakan nyawanya. Kejadian ini merupakan salah satu contoh nyata bahwa tayangan televisi yang banyak mengandung kekerasan, ditonton oleh anak dibawah umur dan tidak didampingin orangtua merupakan tindakan yang fatal.

REGULASI

Terkait permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, maka regulasi terkait yang berhubungan yaitu:

 Standar Program Siaran (SPS) Pasal 15 Ayat (1): Program siaran wajib

memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja.

 SPS Pasal 24 Ayat (1) dan (2): Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar

(6)

 SPS Pasal 25 yang membatasi lembaga penyiaran menampilkan adegan kekerasan hanya pada klasifikasi D (Dewasa), yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

 SPS Pasal 36 dan 37 tentang Program Siaran Klasifikasi A (Anak) dan R (Remaja),

yang wajib memperhatikan kepentingan anak dan/atau remaja, termasuk dalam larangan menampilkan adegan kekerasan dan/atau perilaku yang tak pantas.

 UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 3 yaitu tidak melaksanakan tujuan

penyiaran yaitu memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa.

 Undang undang penyiaran pasal 36 (1), dimana isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Dimana sudah banyak sekali program yang mengabaikan pasal ini.

 UU Penyiaran pasal 36 (3), Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.  UU Penyiaran pasal 36 (5), Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan serta

mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

 UU Penyiaran pasal 36 (6), Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

MEDIA LITERACY

Dijelaskan dalam teori kultivasi dimana televisi menjadi media atau alat utama dimana penonton televisi belaar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya, dimana semakin banyak intensitas seseorang menonton televisi maka semakin kuat keyakinan seseorang dalam menyamakan realitas yang ada di televisi dengan realitas sosial. Hal ini yang ditakutkan akan terjadi dimana masyarakat akan mudah terpengaruh dengan tayangan televisi dan mengikuti apapun yang disajikan di televisi.

(7)

masyarakat dalam memahami setiap konten media (Potter dalam Arifianto, 2001). Sifat penonton yang massive dan beragam ini lah yang menjadikan perlunya adanya literasi media pada masyarakat guna melahirkan masyarakat yang cerdas dalam memilih tayangan televisi yang menerpa masyarakat.

Literasi media di-definisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menganalisis, mengakses dan memproduksi pesan komunikasi massa. Literasi media merupakan bentuk pemberdayaan (empowerment) agar konsumen bisa menggunakan media lebih cerdas, sehat dan aman (Devito dalam Arifianto, 2008). Tujuan literasi media sendiri yaitu menghasilkan masyarakat yang well informed serta mampu menilai konten media (Eadie dalam Arifianto, 2013). Karena pada dasarnya konten media yang disajikan disesuaikan dengan ideologi pemilik media dan beronrientasi terhadap keuntungan, tidak semata-mata netral dan bertujuan untuk mencerdaskan khalayak penonton.

Literasi media juga memberikan penekanan kepada setiap individu konsumen media di masyarakat melakukan control terhadap content media yang dimungkinkan dapat mempengaruhi budaya konsumen (Potter dalam Arifianto, 2001). Terdapat dalam teori Uses and Gratiffication dimana pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media dimana mereka berperan aktif dalam memilih sumber media yang paling baik yang memenuhi kebutuhannya. Salah satu peran aktif masyarakat dalam memilih tayangan televisi adalah dengan mengganti tayangan yang tidak bermutu dan memilih tayangan yang dirasa diperlukan dengan kebutuhan informasi.

Tema yang diangkat dalam poster ‘GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN TV ANDA’ yaitu untuk mempersuasi masyarakat untuk melek media yaitu mampu memilih tayangan mana yang sekiranya bermanfaat dan memenuhi kebutuhan informasi dan meninggalkan tayangan televisi yang tidak bermutu yang hanya menampilkan adegan bullying dan diskriminasi. Cara yang ditawarkan oleh penulis sebagai bentuk melek media

(8)

BAB 3

KESIMPULAN DAN SOLUSI

KESIMPULAN

Dari beberapa masalah penayangan acara televisi, dimana banyak mengandung unsur kekerasan fisik ataupun verbal, bullying, diskriminasi serta sensualitas maka perlu diadakannya literasi media kepada masyarakat guna menciptakan masyarakat yang objektif dan cerdas dalam menerima informasi yang disampaikan oleh media. Salah satu wujud masyarakat yang pintar dalam memilih tayangan yaitu dengan memilih acara yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi, jika suatu tayangan televisi dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan atau tidak disukai maka gantilah channel atau matikan televisi. Hal ini berdampak pada rating acara tersebut dan mampu mengurangi tayangan yang tidak bermutu.

SOLUSI

(9)

REFERENSI

Buku

Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa (edisi kedelapan). Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Jurnal

Arifianto, S. (2013). Literasi Media dan Pemberdayaan Peran Kearifan Lokal Masyarakat.

Jurnal IPTEK Komunikasi. Diakses dari http://scholar.googleusercontent.com/scholar? q=cache:wTd4jfyiH-8J:scholar.google.com/+media+literasi&hl=en&as_sdt=0,5

Thesis

Bramandityo, L. P. (2013). Voyeurisme dalam Tayangan Infotainment Analisis Semiotika Infotainment Insert Selebritis. (Tesis Magister, Universitas Diponegoro, 2013). Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/38467/

Berita Online

Alifa, Nurvina. (2013). [Siaran Pers] Izinkan Anak-Anak Tumbuh Tanpa Tayangan Kekerasan. Diakses pada 25 Mei 2014 dari http://remotivi.or.id/meja-redaksi/siaran-pers-izinkan-anak-anak-tumbuh-tanpa-tayangan-kekerasan

Indriani, Ririn. (2012). Kasus Anak Bunuh Diri, Akibat Tayangan TV. Diakses pada 25 Mei 2014 dari http://www.beritasatu.com/keluarga/42564-kasus-anak-bunuh-diri-akibat-tayangan-tv.html

Sukamto, Imam. (2013, 6 Maret). Acara TV Ini Paling Digemari Penonton Indonesia. Tempo Bisnis. Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2013/03/06/090465467/Acara-TV-Ini-Paling-Digemari-Penonton-Indonesia

Suriyanto. (2014). Hampir 12 Ribu Aduan Penyiaran Diterima KPI. Diakses pada 25 Mei 2014 dari http://m.jurnas.com/news/127525/Hampir-12-Ribu-Aduan-Penyiaran-Diterima-KPI-2014/1/cat1/cat2/

Referensi

Dokumen terkait

protokol yang terstandarisasi... Aplikasi, komputer, dan jaringan... Arsitektur Protokol

Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran bidang seni music non klasik 8.4.1.1 Mengembangkan jenis

Sinetron komedi merupakan suatu genre yang terdiri dari karakter-karakter yang terdiri di dalam suatu format dimana terdapat satu atau lebih jalan cerita yang bersifat

Karena itu, ia sangat mendorong Single Identity Number (SIN) yang diterapkan oleh Kementerian Dalam Negeri untuk bisa membantu mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian

* Jika anda menggunakan TV sebagai monitor atau menggunakan penerima digital untuk menonton TV (Kotak Set Atas - STB) dan anda tidak menggunakan alat kawalan jauh TV, anda

Peneliti meminta anak menceritakan kembali dialog atau alur cerita yang sudah didengarnya menggunakan boneka jari dengan bahasanya sendiri ke depan kelas2. Anak menceritakan

* Jika Anda menggunakan TV sebagai monitor atau menggunakan penerima digital untuk menonton TV (Set-Top Box - STB) dan Anda tidak menggunakan remote control TV, sebaiknya

Video ini berisi cerita pendek yang dilakoni oleh mahasantri untuk menginternalisasikan karakter kejujuran yang berisi dialog dan alur cerita. Cerita ini berlatar