• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP DALAM PSIKOLOGI sikap organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SIKAP DALAM PSIKOLOGI sikap organisasi "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP DALAM PSIKOLOGI

A. Pendahuluan

Anda pasti sering mendengar kata sikap, atau bahkan telah kerap menggunakannya dalam percakapan keseharian. Apa sebenarnya sikap? Sikap bisa kita artikan sebagai kecenderungan reaksi penilaian terhadap segala sesuatu di dunia ini. Bisa saja sesuatu itu orang lain, peristiwa atau masalah, ide-ide maupun suatu keadaan fisik. Di dalam sikap terkandung aspek afeksi (emosi atau perasaan), aspek kognisi (keyakinan), dan aspek perilaku (perilaku dalam bentuk nyata ataupun kecenderungan berperilaku).

Sebagai ilustrasi, ambil contoh sikap tentang minuman keras. Mula-mula Anda harus memiliki keyakinan tertentu tentang minuman keras, misalnya minuman keras itu enak, merusak tubuh, mahal, teman saat stres, kadar alkohol tinggi bisa memabukkan, diharamkan agama, atau lainnya (aspek kognisi). Lalu Anda bisa memiliki perasaan positif atau negatif terhadap minuman keras. Anda bisa menyukai minuman keras atau tidak suka (aspek afektif). Kemudian, Anda juga memiliki kecenderungan perilaku tertentu terhadap minuman keras. Jika Anda menyukainya maka Anda meminumnya, mengatakan bahwa minum minuman keras itu baik, bersedia mengeluarkan uang untuk membelinya, atau yang lain. Jika Anda tidak menyukainya maka Anda tidak meminumnya, ikut operasi minuman keras, melarang teman Anda meminumnya, mengeluarkan artikel tentang bahaya minuman keras, tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya dan sebagainya (aspek perilaku).

Pemahaman mengenai mekanisme perubahan dan pengubahan sikap sangat diperlukan karena sebagai manusia kadang kita berperan sebagai agen perubahan dan kadang-kadang kita berperan sebagai subjek perubahan. Suatu waktu mungkin kita menginginkan orang lain agar mengubah sikap dan lain waktu mungkin kita perlu mempertahankan sikap dari usaha-usaha yang hendak mengubahnya.

B. Pengertian Sikap

Sikap merupakan kajian yang sangat krusial karena sikap berperan sangat penting dalam setiap aspek dalam kehidupan sosial.

(2)

Kedua, sikap mempengaruhi banyak keputusan-keputusan penting kita. Pilihan kita pada masa pemilihan presiden, gaya hidup, jurusan kuliah, semua dipengaruhi sikap terhadap orang dan objek-objek tersebut.

Ketiga, sikap menentukan posisi kita ketika kita dihadapkan dengan isu-isu sosial yang krusial.

Ellis mengemukakan tentang sikap sebagai berikut : “Attitude involve some knowledge of situation. However, the essential aspect of the attitude is found in the fact that some characteristic feeling or emotion is experienced. And as we would accordingly expect, some definite tendency to action is associated.” Jadi menurtu Ellis, yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi atau respon, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal, sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi atau menghindari sesuatu.

Definisi tentang sikap disampaikan dalam berbagai versi oleh para ahli Psikologi. Definisi atau pengertian itu dapat dimasukkan ke dalam salah satu di antara kerangka pemikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli Psikologi, seperti Louis Thurstone (1928), Rensis Likert (1932). Menurut ke dua tokoh dalam bidang pengukuran sikap itu, sikap diartikan sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek. Secara khusus, Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologi.

Kerangka pemikiran kedua diwakili oleh para tokoh dalam bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Kepribadian, seperti Gordon Allport (1935) menjelaskan bahwa sikap merupakan keadaan mental dan taraf kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

(3)

sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afektif), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konatif) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar.

Selain pemikiran tersebut di atas, ada beberapa pendekatan tentang sikap yang dikemukakan oleh para ahli Psikologi Sosial yaitu oleh D . Krech dan RS. Crutchfield yang mendefinisikan bahwa sikap adalah organisasi yang tetap dari proses persepsi, emosi, dan motivasi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu.

Maka dari penjelasan-penjelasan tentang arti sikap dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan penilaian positif adan negatif terhadap isu, ide, orang, kelompok social, benda atau objek dan pada akhirnya menentukan perilaku.

C. Hubungan antara Sikap, nilai dan Perilaku

Menurut Fraenkel (1977, 1980), nilai dapat didefinisikan sebagai standar dari perbuatan, keindahan, atau harga, yang diakui oleh seseorang. Seseorang berusaha untuk berbuat sesuai dengan standar tersebut atau berusaha untuk mempertahankannya. Definisi lain dari Coleman et al. (1987), nilai adalah pertimbangan internal dan eksternal, yang dimiliki oleh seseorang tentang sesuatu barang, tujuan, dan perbuatan, yang dipertimbangkan diinginkan atau tidak diinginkannya. Dalam rumusan yang lebih singkat dan jelas Superka et al. (1976) mendefinisikan bahwa nilai adalah kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, harga atau keindahan.

Tentang hubungan antara sikap dengan nilai, menurut McKinney dan Moore (1982) sikap dan nilai merupakan konstruk hipotetik, dan menjadi dorongan, bimbingan internal bagi terwujudnya perilaku seseorang. Perbedaan antara keduanya: nilai lebih bersifat global dari pada sikap, menjadi sasaran yang lebih abstrak yang ingin dicapai, dan mendasari pandangan hidup seseorang. Oleh karena itu, nilai menjadi kriteria atau ukuran yang bersifat abstrak dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan. Dalam kaitannya dengan peranan itu, Chaiken dan Stangor (1987) menyebut nilai sebagai kepercayaan normatif tentang apa yang disukai dan tidak disukai. Dengan demikian, nilai mempengaruhi pembentukan dan arah sikap seseorang. Beliau juga melihat sikap sebagai pernyataan nilai yang dimiliki oleh seseorang. Selanjutnya menurut beliau, nilai dapat mempengaruhi pula perilaku atau perbuatan seseorang dengan mempengaruhi sikap dan penilaian terhadap konsekuensi daripada perilaku atau perbuatan tersebut. Melalui proses seperti itu, Fraenkel (1977) melihat nilai sebagai kunci bagi lahirnya perilaku dan perbuatan seseorang.

(4)

sikap dan perilaku si anak. Sehingga tidak heran, jika nantinya ada nilai – nilai yang dianggap normal oleh anak, akan berbeda atau justru dianggap tidak normal oleh teman – temannya.

Pembentukan sikap dan perilaku ini akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang si anak, bahkan hingga ia dewasa. Tidak jarang, ketidak hati hatian dalam pemberian warna akan menjadikan anak mengalami trauma dan menghambat kesuksesannya di masa depan. Untuk itu, orang tua hendaknya sangat berhati – hati, agar anak tidak justru menyalahkan orang tuanya saat dewasa.

Pembentukan sikap dan perilaku anak dapat dimulai sejak masih dalam kandungan. Tetapkan tujuan, visi, serta mission statement keluarga anda. Hal inilah yang nantinya akan menjadi perilaku ataupun behavior yang akan tertanam dalam pikiran si anak, dan akan menjadi nilai – nilai yang akan di yakini si anak sebagai sesuatu yang normal dan benar.

Anda pun dapat melatih anak untuk menjadi lebih fleksibel dan terbuka terhadap perubahan yang baik. Arahkan agar anak mempunyai pilihan sendiri, dan bisa menyuarakan pilihannya tersebut dengan baik, agar anak besar menjadi sesuatu yang benar – benar ia inginkan, dan bukan sekedar memenuhi keinginan orang tua.

Namun ada pernyataan bahwa jika sikap kita negatif apakah perilaku kita akan negatif juga? Misalnya jika kita menilai rokok membahayakan kesehatan, apakah kita akan berhenti merokok? Banyak orang memiliki sikap negatif terhadap rokok tapi tetap saja merokok. Artinya, sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku.

Mengapa sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku? Antara sikap dan perilaku ada faktor penghubung yakni niat. Jadi, meskipun memiliki sikap negatif terhadap rokok, tapi jika tidak berniat berhenti merokok, maka tetap saja seseorang akan terus merokok. Niat sendiri dipengaruhi banyak hal, baik dari dalam diri sendiri ataupun karena faktor luar, misalnya tekanan sosial.

Pada akhir tahun 1960-an, berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap dan perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengn perilaku atau paling banyak hanya berhubungan sedikit. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa sikap dapat memprediksi perilaku masa depan secara signifikan.

D. Perbedaan Sikap dengan Opini, Nilai dan Trait.

 Apa bedanya sikap dengan opini?

(5)

 Apa bedanya sikap dengan nilai?

Nilai lebih luas dan abstrak. Melalui nilai seseorang akan mengembangkan sikap

(Rokeach, 1973)

 Apa bedanya sikap dengan “trait”?

Trait tidak selalu merupakan penilaian, cenderung konsisten ada pada berbagai situasi, tidak tergantung penilaian sesaat dan cenderung sulit diubah (Ajzen, 1988)

E. Dimensi atau Komponen Sikap a. Dimensi Kognitif (Keyakinan).

Ekspresi keyakinan terhadap suatu obyek sikap tertentu. Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.

b. Dimensi Afektif (perasaan).

Ekspresi perasaan secara langsung terhadap obyek sikap tertentu. Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.

c. Dimensi Konatif (kecenderungan prilaku).

Pernyataan maksud atau preferensi prilaku berkaitan dengan obyek tertentu, baik prilaku personal maupun preferensi prilaku untuk kegiatan sosial. Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.

Contoh Item pernyataan :

Keyakinan : Biaya pendidikan di SD A tidak memberatkan Perasaan : Saya menyukai Lingkungan di SD A

Konatif : Individu – Saya akan menyekolahkan anak saya ke SD A jika sudah waktunya Sosial - Pemerintah harus memberikan beasiswa bagi Siswa yang kurang mampu

(6)

kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

F. Ciri Sikap

Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Sikap tidak dibawa sejak lahir

Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek. Oleh karenanya maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang bersangkutan. Karena terbentuk selama perkembangan maka sikap dapat berubah, dapat dibentuk dan dipelajari. Namun kecenderungannya sikap bersifat tetap.

b. Sikap selalu berhubungan dengan objek

Sikap terbentuk karena hubungan dengan objek-objek tertentu, melalui persepsi terhadap objek tersebut.

c. Sikap dapat tertuju pada satu objek dan sekumpulan objek

Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maaka ia akan menunjukkan sikap yang negatif pada kelompok orang tersebut.

d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan berlangsung lama bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri seseorang maka sikap relaatif dapat berubah.

e. Sikap mengandung perasaan atau motivasi

Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun negatif. Sikap juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk berperilaku.

G. Fungsi Sikap

Sikap mempunyai fungsi yaitu :

• Membantu pemilik sikap untuk memahami dunia sekelilingnya dengan mengorganisir dan menginterpretasikan informasi yang ada  fungsi pengetahuan.

(7)

• Untuk memelihara/menjaga harga diri dengan cara menghindari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehubungan dengan diri yang bersangkutan  fungsi harga diri atau mempertahankan ego.

H. Pengukuran Sikap

Di dalam penelitian Sosial dan Pendidikan dengan pendekatan Kuantitatif, disamping pengukuran dengan menggunakan bentuk Test, seorang peneliti akan banyak menghadapi penggunaan pengukuran berbentuk Skala, baik dengan metode Thurstone, Bogardus ataupun Likert yang umumnya dikenal dengan Skala Sikap, hal ini tidak lain karena dalam bidang pendidikan banyak sekali Personological variable yang sulit, bahkan tidak dapat diobservasi secara langsung melainkan melalui penyimpulan dari indikasi tidak langsung (seperti Konsep diri, bakat, motivasi belajar).

Pengukuran Sikap ada dua cara yaitu secara :

a. Langsung

Pengukuran sikap secara langsung antara lain dengan :

• Skala Thurstone

Percaya bahwa sikap dapat diukur dengan skala pendapat. Mula-mula usaha mengukur sikap ini terdiri atas sejumlah daftar pertanyaan yang diduga berhubungan dengan sikap.

• Skala Likert

Menggunakan sejumlah pertanyaan untukmengukur sikap yang mendasarkan pada rata-rata jawaban. Dalam pertanyaannya, Likert menggambarkan pandangan yang ekstrem pada masalahnya. Kemudian dibagikan kepada responden

• Skala Borgadus

Secara kuantitatif mengukur tingkatan jarak seseorang yang diharapkan untuk memelihara hubungan orang dengan kelompok-kelompok lain. Responden diminta untuk mengisi atau menjawab pertanyaan satu atau semua dari 7 pertanyaan untuk melihat jarak sosial terhadap kelompok etnik group lainnya

• skala perbedaan semantik

(8)

b. Tidak langsung

Bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan (verbal).

I. Faktor dan Proses Pembentukan Sikap

Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

1. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

2. Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.

3. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

(9)

6. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.

Manusia mempunyai sifat bawaan, misalnya: kecerdasan, tempramen, dan sebagainya. Faktor-faktor ini memberi pengaruh terhadap pembentukan sikap (Olson & Zanna 1993). Selain itu, manusia juga mempunyai sikap warisan, yang terbentuk dengan kuat dalam keluarga. Misalnya sentimen golongan, keagamaan, dan sebagainya. Namun secara umum, para pakar psikologi sosial berpendapat bahwa sikap manusia terbentuk melalui proses pembelajaran dan pengalaman.

Menurut Klausmeier (1985), ada tiga model belajar dalam rangka pembentukan sikap. Tiga model itu adalah: mengamati dan meniru; menerima penguatan; dan menerima informasi verbal. Model-model ini, sesuai dengan kepentingan penerapan dalam dunia pendidikan. Tiga model tersebut sebagai berikut.

a. Mengamati dan meniru

Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan peniruan. Bandura (1977) menyebut proses pembelajaran ini dengan pembelajaran melalui model (learning through modeling). Menurut Bandura, banyak tingkah laku manusia dipelajari melalui model, yakni dengan mengamati dan meniru tingkah laku atau perbuatan orang lain, terutama orang-orang yang berpengaruh. Melalui proses pengamatan dan peniruan akan terbentuk pula pola sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan orang yang ditiru. Orang-orang yang akan ditiru adalah orang-orang yang berpengaruh, misalnya: orang-orang tua atau guru bagi anak-anak. Bagi masyarakat pada umumnya, yang dimaksud dengan orang-orang berpengaruh dan dijadikan model, misalnya: bintang film, politikus, dan tokoh-tokoh masyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.

b. Menerima penguatan

(10)

berbuat sesuai dengan nilai-nilai ideal tertentu. Dari waktu ke waktu respon yang diberi ganjaran tersebut akan bertambah kuat. Dengan demikian, sikap anak akan terbentuk. Mereka akan menerima nilai yang menjadi pegangan guru atau orang tuanya. Menurut Baron dan Byrne (1981), banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan cepat akan mengekspresikan pandangan tertentu, apabila diberi ganjaran untuk perbuatan yang mendukung pandangan tersebut.

c. Menerima informasi verbal

Informasi tentang berbagai hal dapat diperoleh melalui lisan atau tulisan. Informasi tentang objek tertentu yang diperoleh oleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan. Misalnya informasi tentang bahaya penyakit AIDS Informasi ini akan membentuk sikap tertentu di kalangan warga masyarakat terhadap penyakit AIDS, pembawa virus HIV, dan orang yang terjangkit penyakit AIDS.

Sedangkan pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa proses antara lain :  Pembentukan sikap melalui proses belajar sosial

Menurut Baron (1979), ada tiga proses yang sangat sederhana tetapi mempunyai efek yang sangat kuat terhadap pembentukan sikap. Yaitu:

a. Classical Conditioning

Yaitu proses dimana beberapa stimulus yang bersifat netral, yaitu tidak mempunyai efek untuk memicu respon positif ataupun negatif, secara bertahap mempunyai efek itu (memicu respon positif ataupun negatif), setelah dilakukan pemasangan/asosiai dengan stimulus lain yang memang pada dasarnya mempunyai efek memicu respon. b. Instrumental Conditioning

Merupakan pembentukan sikap yang cukup efektif karena menetapkan sistem reward dan punishment. Individu akan menerima reward apabila menerapkan sikap yang diinginkan dan mendapatkan punishment bila menerapkan sikap yang tidak diinginkan. Sikap bisa bertahan lama dan melekat pada individu apabila pemberian reward menggunakan variable-ratio schedule, yaitu jumlah respon yang diinginkan akan berbeda untuk mendapatkan reward.

c. Obsevational Learning / Modelling

Observatronal learning melibatkan proses pembelajaran meniru atau memperagakan tindakan individu melalui penelitian atau pengamatan yang dilakukan individu terhadap individu lainnya.

(11)

Dalam pembentukan sikap kita dipengaruhi oleh informasi sosial yang ada, yang sesuai dengan keinginan kita.

Contoh penelitian Maio, Esses & Bell, 1994

Orang Inggris mengatakan bahwa orang Camaria.: ramah, berjiwa wiraswasta, jujur, pandai,mementingkan pendidikan, persamaan hak, kebebasan, hukum dan aturan.

Pembentukan sikap melalui faktor bawaan atau genetik.

Ternyata orang kembar banyak memiliki persamaan sikap (walaupun dibesarkan secara terpisah).

J. Dampak Sikap Terhadap Tingkah Laku

Dampak sikap terhadap tingkah laku tergantung aspek-aspek dari situasi, sikap & individunya:

a. Aspek Situasi

 Jika Situasi memungkinkan (tidak ada hambatan norma) maka individu lebih bebas menampilkan tingkah lakunya.

 Jika ada tekanan/keterbatasan waktu individu tidak lama berpikir, sikap = tingkah laku.

 Jika situasinya sesuai dengan sikap yang kita miliki, maka individu cenderung menampilkan tingkah lakunya.

b. Aspek Sikap

Sikap terbentuk melalui pengalaman langsung umumnya lebih kuat. Makin kuat sikap (ekstrim, intensif, penting), makin besar dampaknya terhadap Tingkah laku, makin sulit diubah. Penting atau tidaknya sebuah sikap tergantung dari: kepentingan pribadi individu tersebut, identifikasi sosial, relevansi nilai. Makin kuat sikap, makin mudah diingat (attitude accessibility).

c. Aspek Individu

Bagi orang-orang yang individu monitoringnya rendah, sikap lebih dapat digunakan untuk meramalkan tingkah lakunya daripada orang yang individu monitoringnya tinggi.

(12)

1. Teori Keseimbangan

Fokus teori ini pada upaya individu untuk tetap konsisten dalam beersikap dalam hidup. Teori keseimbangan dalam bentuk sederhana melibatkan hubungan-hubungan antara seseorang dengan dua objek sikap. Ketiga elemen tersebut dihubungkan dengan:

- Sikap favorable (baik, suka, positif)

- Sikap unfavorable (buruk, tidak suka, negatif)

Pembentukan sikap tersebut dapat dapat seimbang atau tidak seimbang.

Contoh: Suatu sistem seimbang terjadi apabila seseorang sependapat dengan orang lain yang disukainya atau tidak sependapat dengan orang yang tidak disukainya. Ketidakseimbangan terjadi bila seseorang tidak sependapat dengan orang yang disukainya atau sependapat dengan orang yang tidak disukainya. Hubungan afeksi dapat menghasilkan sistem yang tidak seimbang menjadi seimbang.

2. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif

Fokus teori pada bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten dengan afeksinya. Penilaian seseorang terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi keyakinannya. Contoh: tidak jadi makan di restoran X karena temannya bilang bahwa restoran tersebut tidak halal padahal dia belum pernah makan disana

3. Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory)

Fokus teori ini pada individu yang menyelaraskan elemen-elemen kognisi, pemikiran atau struktur (Konsonansi : selaras). Disonansi : ketidakseimbangan, yaitu pikiran yang amat menekan dan memotivasi seseorang untuk memperbaikinya.

Terdapat dua elemen kognitif; dimana disonansi terjadi jika kedua elemen tidak cocok sehingga menggangu logika dan pengharapan. Misalnya: ”Merokok membahayakan kesehatan” konsonansi dengan ”saya tidak merokok”;tetapi disonansi dengan ”perokok”.

Cara mengurangi Disonansi:

a. Merubah salah satu elemen kognitif, yaitu dengan mengubah sikap agar sesuai dengan perilakunya. Misalnya : stop merokok

(13)

4. Teori Atribusi

Fokus teori ini pada individu mengetahui akan sikapnya dengan mengambil kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. Implikasinya adalah perubahan perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah.

Contoh: memasak setiap ada kesempatan baru sadar kalau dirinya suka menyukai / hobi memasak

L. Perubahan Sikap

Para pakar psikologi sosial telah mengemukakan berbagai teori tentang perubahan sikap. Di antara teori-teori itu adalah: teori pembelajaran (learning theory), teori fungsional (functional theory), teori pertimbangan sosial (social judgement theory), dan teori konsistensi (consistency theory). Dasar-dasar dari teori-teori tersebut sebagai berikut.

a. Teori Pembelajaran (learning theory),

Teori ini melihat perubahan sikap sebagai suatu proses pembelajaran. Teori ini tertarik pada ciri-ciri dan hubungan antara stimulus dan respon dalam suatu proses komunikasi. Hovlan, Janis dan Kelley dengan program komunikasi dan perubahan sikap Yale (The Yale communication and attitude change program) memberikan sumbangan yang amat bermakna terhadap perkembangan teori ini (Baron & Byrne 1981). Program Yale mengidentifikasi unsur-unsur dalam proses pembujukan, yang dapat memberi pengaruh terhadap perubahan sikap seseorang. Menurut Olson dan Zanna (1993), dalam perkembangan sekarang ini, masalah pembujukan telah menjadi topik pembahasan yang paling banyak dibahas dalam berbagai literatur tentang perubahan sikap.

Ada empat unsur dalam proses pembujukan yang dapat mempengaruhi perubahan sikap menurut program Yale. Empat unsur itu adalah: 1) penyampai, sebagai sumber informasi baru; 2) komunikasi, atau informasi yang disampaikan; 3) penerima; dan 4) situasi.

b. Teori Fungsional (functional theory)

Teori fungsional beranggapan bahwa manusia mempertahankan sikap yang sesuai dengan kepentingannya. Perubahan sikap terjadi dalam rangka mendukung suatu maksud atau tujuan yang ingin dicapai. Menurut teori ini, sikap merupakan alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, untuk mengubah sikap seseorang, terlebih dahulu harus dipelajari dan diketahui kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang.

(14)

berdasarkan kepada teori ini. Mereka menjelaskan bahwa perubahan sikap pada diri seseorang terjadi untuk menyesuaikan dengan kebutuhannya. Ada beberapa fungsi sikap dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan individu. Fungsi-fungsi itu adalah: alat (instrumental), pertahanan diri (ego-defensive), ekspresi nilai (value-expressive), dan pengetahuan (knowledge).

Sebagai alat, dengan perubahan sikap diharapkan akan memperoleh ganjaran yang sebesar-besarnya (untuk mendukung sikap positif) dan hukuman yang sekecil-kecilnya (mendukung sikap negatif). Adapun yang dimaksud dengan pertahanan diri, perubahan sikap didasarkan pada keinginan seseorang untuk melindungi atau mempertahankan dirinya. Sebagai pernyataan nilai, perubahan sikap didasarkan pada keinginan seseorang untuk menyatakan sikap yang sejalan dengan nilai-nilai utama yang menjadi pegangan bagi dirinya. Selanjutnya, sebagai pengetahuan, perubahan sikap didasarkan pada keperluan seseorang untuk mendapatkan informasi yang diperlukannya.

c. Teori pertimbangan sosial (social judgment theory)

Teori ini menganut pendekatan yang lebih bersifat kognitif tentang perubahan sikap. Teori ini memberikan penekanan pada persepsi dan pertimbangan individu tentang objek, orang, atau ide yang dievaluasinya.

Asch, Sherif dan Sherif merupakan pelopor teori ini. Menurut teori ini, perubahan sikap merupakan suatu penafsiran kembali atau pendefinisian kembali terhadap objek. Sikap dijelaskan sebagai suatu daerah posisi dalam suatu skala, yang mencakup ruang gerak penerimaan (latitude of acceptance), ruang gerak tidak pasti (latitude of noncommitment), dan ruang gerak penolakan (latitude of rejection).

Perubahan sikap menurut teori ini terjadi jika informasi pembujukan jatuh di dalam atau berdekatan dengan ruang gerak penerimaan seseorang. Sikap akan berubah sesuai dengan arah isi informasi yang disampaikan. Posisi yang ditawarkan dalam informasi pembujukan terserap (assimilated) ke dalam posisi penerima sendiri. Sebaliknya, jika informasi pembujukan jatuh dalam ruang gerak penolakan, sikap penerima tidak akan berubah, atau berubah berlawanan arah dari isi informasi yang disampaikan. Posisi yang ditawarkan bertentangan (contrasted) dengan sikap dan posisi penerima (Goldstein 1980; Penrod 1983).

(15)

kemungkinan terjadi perubahan sikap pada individu yang bersangkutan (Penrod 1983).

Secara lebih rinci Sherif dan Hovland mengemukakan pula beberapa dalil sebagai konsekuensi dari pengaruh pertimbangan dalam proses perubahan sikap (Kiesler et al. 1969). Dalil-dalil tersebut sebagai berikut:

1) Jika pandangan yang ditawarkan jatuh dalam ruang gerak penerimaan maka pandangan dan sikap individu akan berubah.

2) Jika pandangan yang ditawarkan tersebut jatuh dalam ruang gerak penolakan, individu tidak akan merubah pandangan dan sikapnya.

3) Jika ketidakcocokan antara pandangan penerima sendiri dengan posisi yang ditawarkan meningkat, maka akan lebih besar kemungkinan pandangan dan sikap penerima berubah, sejauh pandangan yang ditawarkan tidak jatuh dalam ruang gerak penolakan.

4) Jika komunikasi menawarkan posisi yang jatuh dalam ruang gerak penolakan, peningkatan ketidakcocokan akan menghasilkan sedikit perubahan sikap, mendekati batas ruang gerak penolakan.

Menurut Goldstein (1980), teori pertimbangan sosial bermanfaat dalam mengkaji kesan ketidakcocokan antara posisi yang ditawarkan dan posisi awal dari penerima. Menurut beliau, teori ini sebenarnya lebih banyak menjelaskan tentang penyimpangan-penyimpangan dari posisi yang ditawarkan daripada tentang perubahan sikap.

d. Teori konsistensi (consistency theory).

Teori konsistensi dikembangkan berdasarkan suatu asumsi umum, bahwa manusia akan berusaha untuk mewujudkan keadaan yang serasi dalam dirinya. Jika terjadi suatu keadaan yang tidak serasi, misalnya terjadi pertentangan antara sikap dan tingkah laku, maka manusia akan berusaha untuk menghilangkan realita tersebut dengan merubah salah satu: sikap atau tingkah laku.

(16)

P

O

x

M. Faktor-faktor Perubah Sikap

Perubahan Sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Sumber dari pesan

Sumber pesan dapat berasal dari: seseorang, kelompok, institusi. Dua ciri penting dari sumber pesan:

a. Kredibilitas

Semakin percaya dengan orang yang mengirimkan pesan, maka kita akan semakin menyukai untuk dipengaruhi oleh pemberi pesan. Dua aspek penting dalam kredibilitas, yaitu:

o Keahlian keahlian dan kepercayaan saling berkaitan

o Kepercayaan

Tingkat kredibilitas berpengaruh terhadap daya persuasif

o Kredibilitas tinggi  daya persuasif tinggi

o Kredibilitas rendah  daya persuatif rendah

b. Daya Tarik

Kredibilitas masih perlu ditambah daya tarik agar lebih persuatif. Efektivitas daya tarik dipengaruhi oleh:

- daya tarik fisik

- menyenangkan

- kemiripan

2. Pesan (Isi pesan)

(17)

a. Usulan

Suatu pernyataan yang kita terima secara tidak kritis serta pesan yang dirancang dengan harapan orang akan percaya, membentuk sikap, dan terhasut dengan apa yang dikatakan tanpa melihat faktanya . Contoh: iklan di TV

b. Menakuti

o Cara lain untuk membujuk adalah dengan menakut-nakuti

o Jika terlalu berlebihan maka orang menjadi takut, sehingga informasi justru dijauhi

c. Pesan Satu sisi dan dua sisi

o Pesan satu sisi paling efektif jika orang dalam keadaan netral atau sudah menyukai suatu pesan

o Pesan dua sisi lebih disukai untuk mengubah pandangan yang bertentangan

3. Penerima Pesan

Beberapa ciri penerima pesan:

a. Influenceability

Sifat kepribadian seseorang tidak berhubungan dengan mudahnya seseorang untuk dibujuk, meski demikian:

o anak-anak lebih mudah dipengaruhi daripada orang dewasa

o orang berpendidikan rendah lebih mudah dipengaruhi daripada yang berpendidikan tinggi

b. Arah Perhatian dan Penafsiran

o pesan akan berpengaruh pada penerima, tergantung dari persepsi dan penafsirannya dan yang terpenting : pesan yang dikirim ke tangan orang pertama, mungkin dapat berbeda jika info sampai ke penerima kedua.

c. Kekebalan (saat menerima info yang berlawanan)

Konsekuensi menerima pesan 1 sisi dan 2 sisi:

o Orang yang menerima, beberapa minggu kemudian kelihatan berbeda pendapat sesuai posisinya

(18)

o Penerima pesan 2 sisi lebih memiliki daya tahan terhadap pesan yang berlawanan

N. Penilaian Sikap dalam Pembelajaran di Kelas

Penilaian sikap dalam berbagai mata pelajaran secara umum dapat dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai objek sikap sebagai berikut.

a) Sikap terhadap mata pelajaran. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri siswa akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, guru perlu menilai tentang sikap siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.

b) Sikap terhadap guru mata pelajaran. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap guru, yang mengajar suatu mata pelajaran. Siswa yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru, akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, siswa yang memiliki sikap negatif terhadap guru pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

c) Sikap terhadap proses pembelajaran. Siswa juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran disini mencakup: suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit siswa yang merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan. Akibatnya mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap penyerapan materi pelajarannya.

d) Sikap terhadap materi dari pokok-pokok bahasan yang ada. Siswa juga perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan proses pembelajaran.

(19)

f) Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum, seperti yang diuraikan di atas. Kompetensi-kompetensi tersebut relevan juga untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku.

O. Kesimpulan

Perilaku manusia juga dilatar belakangi oleh sikap. Sikap sendiri memeiliki pengertian sebagai “organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi relatif yang relatif ajeg yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada organisme untuk membuat respon atau perilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya”. Atau dalam bahasa sederhana sikap adalah kesediaan beraksi terhadap suatu hal.

Pada dasarnya sikap dapat dipahami lebih dari sekedar seberapa besar perasaan seseorang, atau lebih dari pada seberapa positif atau negatifnya. Sikap dapat diungkap dan dipahami dari dimensi yang lain. Sikap menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas.

Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan, yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek, Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap, berarti memiliki sikap yang arahnya positif, sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.

Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak suka terhadap sesuatu, yakni sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap negatif sama intensitasnya. Orang pertama mungkin saja tidak setuju, tetapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai dari agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim.

Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Seseorang dapat memiliki sikap favorabel terhadap model penilaian portofolio secara menyeluruh , yaitu pada semua aspek dan kegiatan penilaian yang berbasis portofolio, sedangkan yang lain mungkin memiliki sikap positif yang lebih terbatas (sempit) misalnya hanya setuju pada model penugasannya saja.

(20)

diri individu untuk waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah yang labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. Konsistensi juga dapat diperlihatkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak sama tingkatannya pada setiap diri individu dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak konsisten, tidak menunjukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya atau yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu akan sulit diinterpretasikan dan tidak banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang bersangkutan

Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitasnya, yaitu menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap yang dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakan-nya. Hal ini tampak dari pengamatan terhadap indikator sikap atau perilaku sewaktu individu memiliki kesempatan untuk mengungkapkan sikapnya.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Examining a Theory of Planned Behavior (TPB) and Technology Acceptance Model (TAM) in Internetpurchasing Using Structural Equation Modeling. Journal of

V., 2012, Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Reformasi Perpajakan terhadap Penghindaran Pajak diPerusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek IndonesiaTahun 2008-2009,

DESA PEDULI BMI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI SEBAGAI STRATEGI MENCEGAH TRAFIKING DAN MENANGANI KASUS BMI DI KABUPATEN BANYUMAS (STRANAS 2015- 2016) PENGUATAN

Garam yang berasal dari asam lemah (basa Bronsted) dpt dititrasi layak dengan asam ) p y g kuat jika asam konyugasinya terlalu.

tentang aplikasi Berhasil Pengujian menu kontak pengelola Mengklik menu kontak pengelola Muncul tampilan menu kontak pengelola beserta form pengisian pesan Berhasil

Hasil penelitian menyebutkan Kedudukan harta isteri dengan perjanjian kawin sebagai boedel pailit dalam kepailitan Perseroan Terbatas adalah bahwa dalam hal

U ovom slučaju bioetika povezuje brigu za zdravlje čovjeka te okoliša u kojem on živi i djeluje definirajući kako jedno bez drugog ne mogu postojati, odnosno djelujući

Pesatnya pertumbuhan pengguna jasa telekomunikasi saat ini membutuhkan suatu sarana komunikasi yang menggunakan frekuensi sebagai media penghubung antara sentral lokal dengan