• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat Adat Minoritas dan Masalah Ke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Masyarakat Adat Minoritas dan Masalah Ke"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Masyarakat Adat Minoritas dan

Masalah Ketimpangan

Nurul Firmansyah

Geotimes, Monday, 21 August 2017

Masyarakat adat minoritas adalah kelompok masyarakat adat yang secara populasi

kecil, dan berada pada posisi non-dominance. Sebagai kelompok populasi kecil,

kelompok ini umumnya merupakan kelompok-kelompok tribal yang hidup pada

wilayah-wilayah terpencil (remoted area) dengan akses informasi, layanan publik, dan

transportasi terbatas.

Dalam konteks posisinya yang non-dominance, kelompok minoritas adat adalah

kelompok sosial subkultur dari budaya utama yang dominan. Dengan kata lain, posisi

mereka secara sosial dan budaya adalah marjinal dari arus utama kebudayaan.

Ketimpangan Sosial Budaya

Burke (2015) menyebutkan bahwa subkultur adalah budaya yang tidak sepenuhnya

dapat berdiri sendiri dan terdapat pada budaya yang lebih besar. Subkultur dalam

konteks ini lebih pada relasi antara minoritas dengan budaya masyarakatnya yang lebih

dominan, yang sering dianggap sebagai penyimpangan budaya-budaya dominan

tersebut.

Misalnya, praktik-praktik agama-agama adat masih dianggap sebagai penyimpangan

dari praktik agama-agama besar yang telah berasimilasi dengan budaya mayoritas.

(2)

pendekatan jumlah populasi, namun juga relasinya dengan budaya utama yang

dominan.

Masyarakat adat minoritas seringkali dipaksa mengikuti proses integrasi sosial dalam

kerangka budaya dominan. Misalnya tentang agama adat dan pola hidup nomaden atau

seminomaden dalam pandangan budaya dominan dipandang sebagai penyimpangan

budaya utama, dan karenanya perlu sesegera mungkin diintegrasikan (diubah) dengan

cara hidup budaya dominan.

Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan politik integrasi budaya dan pembangunan

oleh negara, yang merasa perlu mendorong “kemajuan” kelompok-kelompok ini. Dalam banyak kasus terungkap adanya paksaan, setidaknya melalui resettlement,

populasi-populasi komunitas adat dari wilayah hidupnya (wilayah adat) atas nama pembangunan

dan standar kemajuan.

Hubungan Kuasa

Dalam konteks di atas, hubungan antarkelompok sosial etnis (adat) tidaklah seutuhnya

netral, namun juga konfliktual, yaitu hubungan saling menguasai, terutama pada

masyarakat plural seperti Indonesia. Erikson (1983) menyebutkan bahwa etnisitas dan

nasionalisme kental dipengaruhi oleh konsep kolonialisme dalam membangun identitas

etnik yang berkorelasi pada sistem politik dan kelas sosial.

Meski sistem hubungan antaretnik tidak ada hubungan dengan kelas sosial, namun

terjadi asosiasi kelas sosial dengan identitas etnis tertentu karena peran dan status

dalam masyarakat. Situasi ini melahirkan pola mayoritas-minoritas yang tidak

seimbang dengan berlandaskan pada kontribusi suatu kelompok etnis dalam konteks

ekonomi. Inilah yang melahirkan eksploitasi terhadap kelompok etnis yang tidak punya

kekuasaan terhadap sistem ekonomi (Wolf, 1982).

Peran kelompok etnis tertentu dalam konteks ekonomi tersebut lambat laun menjadi

status yang sifatnya askriptif dan menciptakan hubungan saling ketergantungan, yang

mana kelompok hunter-gatherer (berburu-meramu) dianggap sebagai kelompok paling

(3)

Demikianlah, hubungan budaya, sosial dan ekonomi antara mayoritas-minoritas etnis

adalah hubungan kuasa yang tidak seimbang. Berbagai aspek kehidupan yang

melingkupi hubungan antar-etnis mayoritas-minoritas pada masyarakat majemuk

Indonesia menunjukan kompleksitas dengan melibatkan dimensi identitas, status, dan

kelas sosial.

Peran Negara

Masyarakat adat minoritas lebih dekat pada nomenklatur Komunitas Adat Terpencil

(KAT). KAT secara definisi adalah komunitas adat bersifat homogen, subsisten,

bergantung dengan sumber daya alam, berada pada wilayah yang sulit terjangkau, dan

keterbatasan terhadap layanan publik.

Definisi KAT tersebut cocok dengan masyarakat adat minoritas sebagai kelompok kecil

(secara populasi), non-dominance dan berada pada wilayah-wilayah terisolasi. Dalam

konteks KAT sebagai minoritas ini, persoalan identitas adat (etnis) yang melingkupi

hampir semua dimensi kehidupan komunitas menjadi penting, khususnya hubungan

mereka dengan wilayah adat.

Persoalan identitas masyarakat adat minoritas mesti diletakkan dalam

hubungan-hubungan sosial dan bersifat struktural. Dalam hal hubungan-hubungan-hubungan-hubungan sosial,

identitas masyarakat adat minoritas yang subkultur potensial melahirkan prasangka

dan stigma dari kelompok dominan (mayoritas), misalnya prasangka masyarakat adat

minoritas sebagai masyarakat terbelakang, pemalas, kotor, dan lain-lain.

Lalu, dalam hal sifatnya yang struktural, identitas masyarakat adat minoritas

mengalami peminggiran oleh struktur negara. Misalnya dalam kasus prasyarat

(conditionalities) pengakuan negara atas wilayah adat masyarakat adat minoritas

beserta identitas-identitas budaya yang melekat atas wilayah adat.

Dalam konteks itu, prasyarat dan mekanisme pengakuan wilayah adat terlebih dahulu

dilalui dengan pembuktian bahwa suatu komunitas adat masih ada (actual existing),

(4)

diformalkan dalam aturan daerah. Prasyarat dan mekanisme tersebut jelas

memberatkan minoritas adat, jika tidak mau dibilang mustahil dilaksanakan.

Mengapa? Sebab, prasyarat dan mekanisme pengakuan di atas mengakibatkan

masyarakat adat minoritas bertarung sendiri dalam dinamika politik di daerah.

Prasyarat pengakuan masyarakat adat melalui formalitas aturan daerah jelas

membutuhkan kapasitas politik yang kuat dalam proses (politik) pembentukan aturan

daerah tersebut, dan banyak masyarakat adat minoritas tidak memilikinya.

Konsekuensinya, jika tidak adanya perubahan hukum dan kebijakan tentang hak

masyarakat adat minoritas secara mendasar, pengabaian hukum atas hak dan identitas

masyarakat adat minoritas nampaknya akan terus terjadi. Situasi ini menyebabkan

posisi masyarakat adat minoritas selalu subkultur dan timpang secara sosial, ekonomi,

Referensi

Dokumen terkait

Akuntansi yang biasa untuk pertukaran aktiva nonmoneter harus didasarkan atas nilai wajar aktiva yang diberikan atau nilai wajar aktiva yang diterima, mana yang memiliki bukti

Perancangan perangkat keras terdiri atas modul-modul yang berfungsi sebagai pengendali kerja dari motor konveyor dan buka/tutup sumber radiasi.. Sedangkan untuk

stabilizer pati talas lokal dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total keasaman yogurt yang diproduksi pada

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang sekarang yaitu penelitian sekarang tidak mendeskripsikan aspek komunikasi akan tetapi memberikan saran implikasi

Program studi teknik informatika saat ini membutuhkan sistem yang dapat mengatur pendaftaran secara online dan dapat membantu untuk melakukan pengecekan jadwal

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pengelolaan piutang yang dilaksanakan telah sesuai dengan pengendalian internal, data yang digunakan merupakan data primer

sebagai akibat tindakan manusia dalam melakukan pengolahan tanah, penggunaanbenih/bibit tanaman yang memerlukan input yang tinggi, pengairan, penyiangan,

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 09/ M-DAG/ PER/ / 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas