• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN KONSENTRASI PUPUK CAIR AZOLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGGUNAAN KONSENTRASI PUPUK CAIR AZOLA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KONSENTRASI PUPUK CAIR AZOLA (Azolla pinnata) TERHADAP KEPADATAN POPULASI DAN KANDUNGAN PROTEIN

Skeletonema costatum

USULAN PENELITIAN

Diajukan sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Budidaya Perairan

Oleh

IMAM PRATAMA 09930001

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

PENGGUNAAN KONSENTRASI PUPUK CAIR AZOLA (Azolla pinnata) TERHADAP KEPADATAN POPULASI DAN KANDUNGAN PROTEIN

Skeletonema costatum

Oleh :

IMAM PRATAMA 09930001

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Budidaya Perairan

Menyetujui

Pembimbing Utama Tanggal :

Dr.Ir. David Hermawan, MP NIP : 19640526 19931003

Pembimbing Pendamping Tanggal :

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ketersediaan pakan alami sangat dibutuhkan terutama pada usaha pembenihan udang dan ikan. Pakan alami merupakan salah satu faktor yang penting sebagai dasar pemenuhan gizi pada saat awal kehidupan larva kopepoda, larva moluska, larva udang, dan larva ikan. Salah satu jenis plankton sebagai pakan larva adalah jenis skeletonema costatum, karena memiliki syarat yang dibutuhkan larva karena mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi, mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak. Kandungan nutrisi skeletonema costatum mengandung protein 30,55 % dan lemak 1,55 %, serat 2,09 %, abu 44,37 %, dan kadar air 8,41 % (BBPBAP Jepara, 2004).

Azolla pinnata adalah jenis tumbuhan paku air yang mengapung, banyak terdapat diperairan yang menggenang terutama di sawah-sawah dan dikolam. Para petani ikan mengenal dengan sebutan “mata lele”. Keistimewaan azolla pinnata adalah dapat hidup bersimbosis dengan anabaena azollae yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara. Saat ini pemanfaatan azolla pinnata sudah mulai banyak digunakan mengingat ketersediaannya relatif banyak terdapat pada areal pesawahan di Indonesia. Salah satunya adalah digunakan sebagai pupuk organik pada bidang pertanian. Azolla pinnata memiliki berbagai unsur hara antara lain N (1,96-5,30%), P (0,16- 1,59%), K (0,31-5,97%) , Si (0,16-3,35%), Ca (0,31-5,97%), Fe (0,04-0,59%), Mg (0,22-0,66%), S (0,22-0,73%), Na (0,16-1,31%), Cl ( 0,62-0,90%), Al (0,04-0,59%), Co (0,264 ppm), Zn (26-989 ppm), Mn (66 – 2944 ppm) (Batan, 2006).

(4)

tempat hidupnya, oleh karena itu diperlukan pupuk dimedia kultur untuk menunjang ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro. Salah satu unsur hara makro yang sangat menunjang dalam pertumbuhan Skeletonema costatum adalah ketersediaan unsur Nitrogen (N). Nitrogen yang umumnya dibutuhkan untuk media kultur yaitu dalam bentuk senyawa nitrat yang banyak didapat dalam kandungan pupuk diatom, namun yang menjadi masalah akhir-akhir ini adalah harga pupuk diatom yang mahal. Pupuk diatom adalah pupuk yang digunakan untuk kultur mikroalga yang terbuat dari bahan kimia PA (Pro Analis) dosis pemakaian 1 ml pupuk / 1 L volume kultur (BBAP Situbondo, 2010). Kebutuhan unsur hara untuk pertumbuhan skeletonema costatum adalah N (14 mg/L) ,P (2,4 mg/L), Si (3,2 mg/L) (Krichnavaruk et al., 2007).

Dari analisa kandungan kimia azolla pinnata memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan dalam pengganti pupuk diatom dalam kultur skeletonema costatum, sehingga diperlukan penelitian tentang Penggunaan Konsentrasi Pupuk Cair Azola (azolla pinnata) Terhadap Kepadatan Populasi dan Kandungan Protein Skeletonema costatum.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah pemberian konsentrasi pupuk cair Azola (azolla pinnata) berpengaruh terhadap kepadatan populasi dan kandungan protein Skeletonemacostatum ? 2. Dosis berapakah konsentrasi maksimal pupuk cair Azola (Azolla pinnata)

pada kultur Skeletonemacostatum ? 1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi pupuk cair Azola (azolla pinnata) terhadap pertumbuhan populasi dan kandungan protein Skeletonema costatum.

(5)

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan salah satu solusi dalam kultur Skeletonema costatum yaitu pengganti pupuk diatom dengan pupuk cair Azola (azolla pinnata) sebagai salah satu pupuk alternatif, selain itu untuk memberikan informasi penggunaan dosis yang maksimal pada pertumbuhan Skeletonema costatum, sehingga dapat diaplikasikan oleh para pembudidaya untuk memenuhi ketersediaan pakan alami.

1.4 Hipotesa

H0 : Diduga pemberian konsentrasi pupuk cair Azola (azolla pinnata) tidak berpengaruh terhadap kepadatan populasi dan kandungan protein Skeletonema costatum.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Skeletonema costatum

2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Skeletonema costatum

Skeletonema costatum merupakan organisme uniseluler yang termasuk dalam phytoplankton jenis diatom. Menurut (Edhy et al., 2003) klasifikasi Skeletonema costatum adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Bacillariophyta

Class : Bacillariophyceae Ordo : Centrales

Family : Skeletonemoidae Genus : Skeletonema

Spesies : Skeletonema costatum

(7)

Skeletonema costatum merupakan mikroalga bersel tunggal, dengan ukuran sel berkisar antara 4-15 μm. Alga ini dapat membentuk untaian rantai yang terdiri dari epiteka pada bagian atas dan hipoteka pada bagian bawah, serta pada setiap sel dipenuhi oleh sitoplasma (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Dinding sel Skeletonema costatum mempunyai frustula yang dapat menghasilkan skeletal external yang berbentuk silindris (cembung) dan mempunyai duri-duri yang berfungsi sebagai penghubung antar frustula yang satu dengan frustula yang lainnya sehingga membentuk filamen. Skeletonema costatum merupakan diatom yang bersifat euritermal yaitu mampu tumbuh pada kisaran suhu 3–300 C dan temperatur optimal adalah 25-270 (Tjahjo et al., 2002). Daerah penyebarannya meliputi daerah tropis dan subtropis, terdapatnya mulai dari pantai sampai lautan, sebagai meroplankton dan benthos. Perkembangbiakan diatom Skeletonema costatum hanya dapat terjadi secara aseksual.

2.1.2 Habitat

Habitat Skeletonema costatum adalah hidup di air laut yang mempunyai intensitas cahaya kurang dari 500-12000 lux, Jika intensitas cahaya kurang dari 500 lux Skeletonema costatum tidak dapat tumbuh, sedangkan kisaran salinitas tumbuh kembangnya adalah 25-29 ppt. Suhu untuk pertumbuhan 20-34 0C, sedangkan suhu optimalnya adalah 25-27 0C. Sementara itu derajat keasaman media hidupnya berkisar 7,5-8 (Edhy et al., 2003).

2.1.3 Reproduksi

(8)

reproduksi Skeletonema costatum sama dengan jenis diatom lainnya, dimana satu sel induk yang membelah akan menghasilkan dua sel anak.

2.1.4 Fase pertumbuhan Skeletonema costatum

Pertumbuhan adalah penambahan jumlah atau ukuran yang telah ada yang bergantung terhadap factor luar. Terdapat 4 fase dalam pertumbuhan mikroalga yaitu fase lag (istirahat), fase logaritmik (pertumbuhan eksponensial), fase stasioner (pertumbuhan stabil), dan fase deklinasi (kematian). Berikut adalah fase perkembangan miroalga menurut (Edhy et al., 2003).

1. Fase lag merupakan fase ketika populasi mikroalga tidak mengalami perubahan, tetapi ukuran sel pada fase ini meningkat. Fotosintesis masih aktif berlangsung dan organisme mengalami metabolisme tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat. Dalam perairan tambak kondisi air masih bening atau remang-remang dengan transparansi >80 cm.

2. Fase logaritmik diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang terus menerus, pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal. Dalam perairan tambak ditandai dengan air yang mulai berwarna sampai warna pekat dengan transparansi 60-30 cm bahkan dapat <30 cm.

3. Fase stasioner merupakan fase dengan pertumbuhan yang mulai mengalami penurunan dibandingkan fase logaritmik. Pada fase ini, laju reproduksi atau pembelahan sel sama dengan laju kematian dalam arti penambahan dan pengurangan plankton relatif sama sehingga kepadatan plankton cenderung tetap. Dalam perairan tambak fase ini memperlihatkan warna yang cenderung stabil dan sebaiknya dipertahankan supaya tidak terjadi droping plankton.

(9)

dengan meningkatnya transparansi, adanya perubahan warna, serta terdapat busa.

Gambar 2 : Fase pertumbuhan mikroalga (Sumber: Edhy et al.,2003;Triswanto,2012) 2.1.5 Metode Kultur Skeletonema costatum

(10)

aseptis sangat diperlukan diperlukan. Kontrol suhu air, salinitas, pH, optimalisasi stok kepadatan, dan gizi seimbang juga sangat penting (Cordova, 2006).

Cara kultur Skeletonema costatum dimulai dari air laut yang sudah steril dengan kadar garam sekitar 28 permil dimasukkan ke dalam botol kultur atau elenmeyer. Selanjutnya media kultur dipupuk dengan pupuk cair sebanyak 1 ml/L. Aerasi diberikan dan ditunggu beberapa saat agar pupuk tercampur secara merata terlebih dahulu sebelum bibit dimasukkan Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) untuk kultur laboratorium dapat menggunakan pupuk Diatom ditambahkan dengan silikat (Na2SiO3) sebanyak 5 mg/L atau dengan menggunakan pupuk dengan komposisi KNO3 : 80 - 100 mg/L, NaH2PO4 : 10 -15 mg/L, Na2SiO3 : 10 – 15 mg/L, FeCl3 : 5 – 10 mg/L, EDTA : 5 – 10 mg/ L.

2.2 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum adalah faktor kimia, fisika dan biologi. Untuk mendapatkan hasil kultur Skeletonema costatum yang berkualitas baik, maka diperlukan beberapa faktor yang dapat mendukung keberhasilan lingkungan kultur tersebut. Faktor-faktor yang mendukung tersebut diantaranya adalah faktor biologis, kimia, fisika, dan keberhasilan lingkungan kultur (Mudjiman, 2004). Faktor biologis meliputi penyediaan bibit yang bermutu dan jumlah yang mencukupi. Faktor fisika yang mempengaruhi antara lain suhu, salinitas, pH, dan intensitas cahaya. Faktor kimia adalah unsur hara dalam media pemeliharaan harus sesuai dengan kebutuhan jenis plankton yang akan dikultur. Selain faktor tersebut diatas ada faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu kebersihan dari alat-alat kultur agar tidak terkontaminasi dengan organisme lain yang akan mengganggu pertumbuhan.

(11)

reproduksi secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan Skeletonema costatum (Suriawiria, 1985).

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi tekanan osmotik antara protoplasma sel organik dengan lingkungannya. Kadar garam yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan untuk mengkultur. Skeletonema costatum tumbuh optimal pada salinitas 25-29 ppt (Djarijah, 1995).

Pertumbuhan Skeletonema costatum sangat tergantung pada intensitas lamanya penyinaran dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel tanaman selama fotosintesis. Biasanya, dalam ruang kultur intensitas cahaya berkisar antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga harus dikontrol. Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya yang diberikan berkisar antara 500-1000 lux, biasnya 12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap. Kultur massal diruang terbuka, intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah 10.000 lux (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

2.3 Unsur makro dan mikro nutrient 2.3.1 Unsur makro nutrient

Mikroalga membutuhkan berbagai unsur pertumbuhannya, baik unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro (macro nutrient) diperlukan mikroalga dalam jumlah besar, diantaranya nitrogen (N), fosfor (P), silikon (Si), karbon (C), hidrogen (H), kalium (K), magnesium (Mg), dan sulfur (S) (Nontji, 2006). Unsur N, P, dan S berfungsi untuk pembentukan protein. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur dapat diperoleh dari substansi berikut : KNO3,NaNO3, NH4Cl, (NH2)2CO (urea), dan lain-lain (BBLL 2002).

(12)

Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan sebagai kofaktor untuk beberapa koenzim. Pembentukan klorofil dan sebagai komponen esensialnya dipengaruhi oleh unsur besi (Fe), magnesium (Mg), dan nitrogen (N). Unsur Si dan Ca adalah bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. Silika merupakan salah satu unsur nutrien yang sangat penting, khususnya untuk alga jenis diatom. Dinding sel diatom yang melindungi unit-unit struktural di dalam sel tersusun atas polimer -polimer silika. Unsur kalsium juga berperan dalam penyelarasan dan pengaturan aktivitas protoplasma dan kandungan pH di dalam sel. Vitamin B12 digunakan untuk memacu pertumbuhan melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

2.3.2 Unsur mikro nutrient

Unsur hara mikro (micro nutrient) adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit, akan tetapi peranannya sangat penting dalam pertumbuhan kultur mikroalga. Beberapa unsur hara mikro yang digunakan dalam kultur mikroalga adalah trace element, besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B), molibdenum (Mo), vanadium (V), dan kobalt (Co) . Mn dan Zn diperlukan untuk fotosintesis, unsur Mo, Bo, dan Co untuk metabolisme nutrien, serta unsure Mn, B, Cu untuk fungsi metabolik lainnya (Nontji, 2006).

2.4 Biologi Azolla pinnata

2.4.1 Klasifikasi dan morfologi azolla pinnata

Di Indonesia, azola dikenal dengan nama Mata lele, sedangkan nama lokal azola adalah mata lele (Jawa), kayu apu dadak, kakarewoan atau kayambang (Sunda). Keberadaan azola secara alami memang melimpah, namun belum banyak dimanfaatkan (Marhadi, 2009). Klasifikasi Tumbuhan azolla adalah sebagai berikut : Divisi : Pteridophyta

(13)

Famili : Azollaceae Genus : Azolla

Spesies : Azolla pinnata

Gambar 3 : Tumbuhan azola (azolla pinnata). (Sumber : (http://idtools.org))

(14)

2.4.2 Habitat azola (azolla pinnata)

Tumbuhan azola merupakan tumbuhan air yang dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 2200 m dpl. Azola banyak terdapat di perairan tenang seperti danau, kolam, rawa dan persawahan. Tumbuhan azola tersebar luas di daerah persawahan padi, tumbuh pada permukaan air, cepat dapat menutup permukaan air, namun tidak mengganggu pertumbuhan padi. Apabila air surut akan menempel pada tanah yang lembab, namun perkembangannya kurang baik (Djojosuwito, 2000). Selama ini azola merupakan gulma air pada danau, rawa dan kolam ikan karena dalam waktu 3–4 hari dapat memperbanyak diri menjadi dua kali lipat dari berat segarnya, sehingga permukaan kolam dengan waktu singkat tertutup dengan azola. Spesies yang banyak di Indonesia terutama di pulau Jawa adalah A. pinnata, dan biasa tumbuh bersama-sama padi (Sunarto, 2009).

2.4.3 Perkembangbiakan azola (azolla pinnata)

(15)

2.4.4 Kandungan Unsur Hara Azolla pinnata

Azolla pinnata banyak digunakan para petani untuk dijadikan sebagai pupuk untuk tanaman karena mengandung banyak unsure hara yang tinggi yang banyak dibutuhkan oleh tumbuhan, berikut adalah kandungan azolla pinnata :

Tabel 1: Kandungan Unsur hara Azolla pinnata.

No Jenis Unsur Hara Kode Unsur Hara Persentase Unsur Hara

1 Nitrogen N 1.96-5.30 (%)

2 Posfor P 0.16-1.59 (%)

3 Kalium K 0.31-5.97 (%)

4 Kalsium Ca 0.45-1.70 (%)

5 Magnesium Mg 0.22-0.66 (%)

6 Sulfur S 0.22-0.73 (%)

7 Silika Si 0.16-3.35 (%)

8 Natrium Na 0.16-1.31 (%)

9 Khlor Cl 0.62-0.90 (%)

10 Besi Fe 0.04-0.59 (%)

11 Mangan Mn 66 – 2944 (ppm)

12 Kobalt Co 0.264 (ppm)

13 Seng Zn 26 – 989 (ppm)

(16)

BAB III

MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober - November tahun 2013 di Laboratorium Pakan Alami Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur.

3.2 Materi & Alat 3.2.1 Materi

1. Kultur mikroalga : Kultur mikroalga dalam penelitian ini adalah pupuk cair azola (azolla pinnata), sedangkan untuk mensterilisasi media dan ruangan menggunakan alkohol, air tawar, air laut, khlorin, dan natrium thiosulfat

2. Bahan pembuatan pupuk cair azolla pinnata : Azolla (tepung), aquades 3.2.2 Alat

Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Toples 10L, aerator, selang aerator, gelas ukur, pipet tetes, pipet volume, autoclave, haemocytometer, handtally counter, timbangan digital, gelas ukur, erlenmeyer, blender, kertas saring, sarung tangan dan masker, thermometer, pH meter dan amoniak test, refraktometer.

3.3 Metode Penelitian

(17)

3.4 Batasan Variabel

1. Skeletonema costatum : Skeletonema costatum merupakan salah satu jenis phytoplankton dari kelompok diatom yang sering digunakan sebagai pakan larva kopepoda, larva moluska, larva udang, dan larva ikan (Myrna et al., 2012).

2. Azolla pinnata : Jenis tumbuhan paku air yang mengapung banyak terdapat di perairan yang tergenang terutama di sawah-sawah dan di kolam, Mempunyai permukaan daun yang lunak mudah berkembang dengan cepat dan hidup bersimbosis dengan Anabaena azollae yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara (Wahyudi R, 2012).

3. Pupuk cair : Pupuk yang berbentuk cairan, dibuat dengan cara melarutkan kotoran ternak, daun jenis kacang-kacangan dan rumput jenis tertentu didalam air.

4. Kepadatan Populasi : Hubungan antara jumlah individu dan satuan luas atau volume ruang yang ditempati pada waktu tertentu (Iskandar, 2011).

5. Kandungan Protein : Kandungan senyawa polipeptida yang dihasilkan dari polimerisasi asam-asam amino (Anshory, 2003).

3.5 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana semua dikondisikan sama kecuali perlakuan (Kusriningrum, 2008). Model linier Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan yaitu :

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke –ij μ : Nilai rata – rata

αi : Pengaruh perlakuan ke-i (merupakan selisih nilai tengah perlakuan ke –i dengan nilai tengah umum)

Σij : Pengaruh acak (pengujian yang timbul secara acak yang dialami oleh perlakuan ke-i pada pengamatan ke –ij)

(18)

Penelitian ini menggunakan 5 Perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

Perlakuan A = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata) konsentrasi 4 ml/L Perlakuan B = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata) konsentrasi 8 ml/L Perlakuan C = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata) konsentrasi 12 ml/L Perlakuan D = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata) konsentrasi 16 ml/L Perlakuan E = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata) konsentrasi 20 ml/L

Denah percobaan dapat dilihat pada gambar berikut :

:

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Sterilisasi Alat dan Bahan

Tahap awal kultur dalam penelitian ini adalah proses sterilisasi yang merupakan suatu proses untuk menjaga kondisi aseptik dengan cara menghilangkan atau membunuh organisme. Sterilisasi dilakukan dengan membersihkan alat serta bahan yang akan digunakan untuk isolasi maupun kultur mikroalga dari mikroorganisme ataupun bahan kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroalga. Sterilisasi dalam kultur fitoplankton skala laboratorium terdiri atas sterilisasi ruang, peralatan dan bahan penelitian serta sterilisasi laboran.

Sterilisasi ruang dilakukan dengan cara menyiapkan ruang dan rak yang akan digunakan sebagai laboratorium kultivasi. Ruangan dibersihkan dari debu dan kotoran lainnya dengan cara menyapu, mengelap, dan mengepel ruangan, termasuk

(19)

rak kultivasi hingga bersih dengan menggunakan larutan klorin 1%. Ruangan yang sudah bersih dan kering disemprot alkohol 70% menggunakan sprayer.

Air laut yang akan digunakan untuk kultur disterilisasi menggunakan larutan khlorin. Air laut terlebih dahulu disaring dengan kapas yang diletakkan dalam corong air, kemudian disterilkan dengan khlorin 60 ppm selama 24 jam dan diberi aerasi. Pada proses sterilisasi selanjutnya ditambahkan natrium tiosulfat 20 ppm untuk menghilangkan kandungan klorin pada air laut tersebut. Air laut yang sudah steril disimpan dalam wadah steril dan tertutup rapat. Sebelum digunakan sebagai media kultivasi, air laut diaerasi selama 24 jam.

Peralatan kultur yang disterilisasi meliputi peralatan gelas, peralatan plastik, selang dan wadah kultur. Peralatan kultur yang akan digunakan dicuci dengan sabun cuci sampai bersih kemudian dibilas air tawar dan dikeringkan. Peralatan yang terbuat dari kaca tahan panas harus ditutup dengan kapas dan kasa, kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi peralatan yang tidak tahan panas dan berukuran besar dapat dilakukan dengan melakukan perendaman menggunakan larutan klorin dengan konsentrasi 40 ppm. Sterilisasi laboran dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 70% pada kedua tangan untuk menghindari kontaminasi pada mikroalga ketika laboran berinteraksi dengan kultivan.

3.6.2 Persiapan pupuk Diatom

(20)

3.6.3 Persiapan pupuk Cair Azola (azolla Pinnata)

Azolla pinnata yang akan digunakan sebagai pupuk cair untuk penelitian diperoleh dari Unit Pengelola Budidaya Air Tawar (UPBAT) Kepanjen. Kemudian dibilas dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan dikeringkan dengan sistem outdoor dibawah panas terik matahari selama 4 hari.

Pembuatan pupuk khususnya pupuk cair dapat dilakukan dengan perbandingan 1:4 (500 gr Azolla pinnata dilarutkan dalam 2 liter akuades) dengan lama perendaman 3-4 minggu (Taufik, 2011). Azolla pinnata yang telah kering kemudian diblender hingga menjadi serbuk, dan selanjutnya dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:4 yaitu 350 gram Azolla pinnata yang telah digiling dengan 1,4 liter akuades kemudian dilakukan proses perendaman secara anaerob selama 4 minggu dan dilakukan pengocokan setiap hari.

Setelah perendaman selama 4 minggu, Azolla pinnata yang sudah direndam diperas agar cairan di dalamnya dapat keluar dan ditempatkan pada wadah gelas kaca steril dan tertutup agar terhindar dari kontaminasi. Setelah itu dilakukan analisis nitrogen, fosfor dan silikat. Sebelum digunakan dalam kultur, pupuk harus disaring dengan secara berulang untuk dapat memisahkan cairan dan endapan Azolla pinnata yang tersisa.

3.6.4 Lingkungan dan Media Kultur Skeletonema costatum

Lingkungan kultur Skeletonema costatum yang diharapkan dalam penelitian ini adalah suhu 25-27 0C , salinitas 25-29 ppt, pH 7,5 – 8 , dan intensitas cahaya ± 2000 lux yaitu dengan meletakan lampu TL 40 watt ±10 cm diatas permukaan media kultur dengan photoperiod 24 jam terang : 0 jam gelap yang merupakan waktu penyinaran optimal bagi kultur fitoplankton (Lavens and Sorgelouss, 1996).

3.6.5 Penebaran Bibit Skeletonema costatum

(21)

(Azolla pinnata). Selanjutnya, media kultur diberi aerasi dan siap dimasukkan bibit Skeletonema costatum, sebanyak 1 ml pada tiap perlakuan dengan kepadatan 1 x 105 sel/mL (Michiel, 2010). Penghitungan jumlah bibit Skeletonema costatum. yang diperlukan untuk kultur, dapat menggunakan rumus (Taw, 1990):

V1 = N2 x V2 N1 Dimana

V1 = Volume Skeletonema costatum penebaran awal (ml) V2 = Volume air media (ml)

N1 = Jumlah Skeletonema costatum

N2 = Jumlah Skeletonema costatum yang dikehendaki (Sel/ml) 3.6.6 Penghitungan Kepadatan Populasi Skeletonema costatum

Pengamatan pertumbuhan Skeletonema costatum. dilakukan setiap hari selama 5 hari setelah penebaran awal hal ini untuk mengetahui tingkat pertumbuhan kepadatan populasi Skeletonema costatum. Pengamatan dilakukan sebanyak 1 kali dalam waktu 24 jam dan dimulai pada hari ke - 0 hingga hari ke - 5. Penghitungan kepadatan populasi Skeletonema costatum, menggunakan rumus perhitungan big block (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995) .

JS = N x 104.

Keterangan:

JS = Kepadatan Skeletonema costatum. (sel/ ml) N = Jumlah sel fitoplankton pada kotak besar 104 = Volume kotak besar haemocytometer 3.6.7 Analisa Proksimat (Analisa Kandungan Protein)

(22)

3.7 Parameter yang diukur 3.7.1 Parameter Utama

Parameter utama dalam penelitian adalah kepadatan populasi Skeletonema costatum dan kandungan protein. Perhitungan kepadatan populasi Skeletonema costatum dilakukan setiap hari sampai tingkat kepadatan populasi menurun selama 5 hari. Kepadatan populasi dihitung dengan menggunakan haemocytometer. Sedangkan untuk pengukuran kandungan protein dilakukan dengan analisa proximat untuk mengetahui karbohidrat, lemak dan protein pada Skeletonema costatum. Parameter utama digunakan untuk mencari populasi maksimum selama pemeliharaan dan jumlah kandungan nutrisi Skeletonema costatum setelah dikultur dengan pupuk cair azola (azolla pinnata).

3.7.2 Parameter Penunjang

Parameter penunjang dalam penelitian adalah pengukuran kualitas air yaitu suhu, pH, salinitas dan amoniak. Penghitungan terhadap suhu, pH, salinitas dilakukan setiap hari pada pagi hari agar kondisi lingkungan pemeliharaan terkontrol. Pengukuran suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH paper, dan pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Amoniak diukur dengan menggunakan test kit pada akhir kultur.

3.8 Analisa Data

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Cordova, A.I.C, A.L. Gonzalez, F. Ascencio , E.C. Jacinto, and C.J.C Martinez. 2006. Effects Of Chloramphenicol, Erythromycin, And Furazolidone On Growth Of Isochrysis galbana and Chaetoceros gracilis. Aquaculture 260. 145–150. Djarijah, A. S. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanasius. Yogyakarta. hal. 36-38. Djojosuwito, S. 2000. Azolla Pertanian Oganik dan Multiguna. Penerbit Kanisius.

Jakarta.

Edhy et al,. 2003; Triswanto. 2012. Biologi, Morfologi dan Habitat Diatom. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Penerbit Kanasius. Yogyakarta.

Krichnavaruk, S., S. Powtongsook, P. Pavasant. 2007. Enhanced productivity of Chaetoceros calcitrans in airlift Photobioreactors. Bioresource Technology 98 . 2123–2130. 8 p.

Kusriningrum, R. 2008. Perancangan Percobaan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 43-51.

Lavens, P and P. Sorgeloos. 1996. Manual on The Production and Use of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. No. 361. Rome. 295p.

Michiel, H. A. Michels, M.H.A., A. J. Van der Goot., N.H Norsker., and R. H. Wijffels. 2010 .Effects of shear stress on the microalgae Chaetoceros muelleri. Bioprocess Biosyst Eng 33:921–927

Pengelolaan Budidaya Ikan Jepara (diterjemahkan oleh B Marto Sudarrno dan Wulani)

Suriadnyani, N.N., N.L.T. Aryani, K. Mastantra dan Saifuddin. 2007. Kultur Massal Diatom Sebagai Sediaan Pakan Alami Pada Pembenihan Udang Windu (Penaeus monodon). Bul. Tek. Lit Akuakultur Vol. 6. No. 1. 4 hal.

Gambar

Gambar 1 : Skeletonema costatum (Sumber : (www.flickr.com/photos/29287337@N02 /
Gambar 2 : Fase pertumbuhan mikroalga (Sumber: Edhy et al.,2003;Triswanto,2012)
Gambar 3 : Tumbuhan azola (azolla pinnata). (Sumber : (http://idtools.org))
Tabel 1: Kandungan Unsur hara Azolla pinnata.

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan ini bertujuan untuk menganalisis alternatif unit pengolahan sesuai dengan karakteristik air limbah domestik yang dihasilkan oleh CPP Gundih.. Aspek yang

Dengan data ini pula kita bisa mendapatkan gambaran dalam segi instalasi web browser mana yang akan lebih menunjang kita dengan waktu instalasi yang relative lebih cepat

Dalam penelitian ini pembahasan difokuskan terhadap factor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga lahan di kawasan rungkut madya dan batasan penelitian yang

Seperti halnya di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Pondok Modern Gontor juga menetapkan regulasi agar setiap tahun santri diharuskan perpindahan asrama. Setiap satu

Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengalaman Auditor, Pengetahuan Auditor, Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas Tugas Terhadap

Aturan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi kaitannya dengan gratifikasi, dapat disimpulkan bahwa tidak benar dalam atuan tersebut melarang memberikan hadiah

Suatu screen, disebut juga sebuah pick, adalah suatu block yang diperkenankan yang dipasang oleh pemain penyerang dari sisi samping atau dari belakang pemain bertahan dengan

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang