• Tidak ada hasil yang ditemukan

teori kognitif Jerome S. Bruner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "teori kognitif Jerome S. Bruner"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

8tunas8’s Blog

Just another WordPress.com weblog

Beranda

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER keluarga berencana (KB) dalam pandangan Islam

ijarah

Hakikat Manusia dalam Pandangan “Psikologi”

TEORI-TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK SERTA PENERAPANNYA DALAM PAI

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

by: Tu’nas Fuaidah

Unduh file klik

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

A. Biografi J. S. Bruner

(2)

aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

Perkembangan intelektual anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.

3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.[1]

Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu: Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.

(3)

Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.

Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.[2] Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi

kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.

Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.[3]

B. Alat-Alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.

alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.

Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.

(4)

Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.[4] C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?

Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan

dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.

1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?

Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.

a. Tahap Enaktif.

(5)

(a)

Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan

b ukurannya: Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

c ukurannya: Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan

b. Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut.

c. Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.

Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L

(6)

Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan: Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.

Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.

Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.Jangan

dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.

Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan dengan metode penemuan.

BAB III

ANALISIS

Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery learning).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas.

Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning), kekurangannya tidak bisa digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang dapat digunakan dengan metode penemuan.

(7)

Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. 2005

Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 2000

Simanjutak, Lisnawaty, Metode Mengajar Matematika, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1998

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006

http://www.manmodelgorontalo.com

[1] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara. 2000) hal.7-8

[2] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar ,……..hal.110

(8)

[4] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan ……. hal.15

https://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-bruner/

SainsMatika

MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCE FACULTY, GANESHA EDUCATION UNIVERSITY Monday, April 9, 2012

Teori Kognitif dari Bruner dan Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

Teori Kognitif dari Bruner dan Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

Ringkasan

Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah

pendidikan.Menurut Bruner belajar memerlukan 3 proses yang hampir langsung bersamaan.Bruner juga membagi perkembnagan kognitif anak atas tahap-tahap tertentu yakni : enaktif, ikolik,

simbolik.Kurikulum Spiral yaitu perkembangan kognitif yang dapat ditingkatkan dengan cara mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangan.Dalam

hubungannya dengan matematika Bruner merumuskan 4 teorima tentang matematika yaitu :Teorima konstruksi, teorima notasi, teorima pengkontrasan dan variasi, teorima konektivitas.

(9)

Pendahuluan

Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain berhubungan secara spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir, kesadaran dan lain-lain (Schatz 1992). Struktur otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan dalam DNA, dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit tersebut. Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat otaknya hanya ¼ dari otak dewasa. Otak menjadi bertambah besar karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah akson dan dendrit sesuai dengan perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk menyempurnakan perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images (daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).

Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari pengalaman .

Memori ingatan adalah proses dimana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini. Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).

Pembahasan

(10)

A. Teori Kognitif dari Bruner

Menurut Jerome Bruner , belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yakni : a) Memperoleh informasi baru. Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi seelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi tersebut dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.

b) Transformasi informasi. Transformasi informasi / pengetahuan menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan.Informasi yang diperoleh , kemudian dianalisis , diubah atau

ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal – hal yang lebih luas.

c) Evaluasi. Evaluasi merupakan proses menguji relevasi dan ketepatan pengetahuan.Proses ini dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau sesuai dengan prosedur yang ada.

Pendewasaan pertumbuhan intlektual atau pertumbuhan kognitif seseorang menurut Bruner ( Dahar , 1989 ), adalah sebagai berikut :

a) Pertumbuhan intlektual ditunjukan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam pertumbuhan intlektual ini , adakalanya kita melihat bahwa seorang anak

mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah , atau belajar mengubah responsnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah .Sehingga melalui pertumbuhan seseorang dapat memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses – proses perantara yang mengubah stimulus sebelum respons.

b) Pertumbuhan intlektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasikan peristiwa– peristiwa menjadi suatu system penyimpanan ( storage system ) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertidak diatas informasi yang

diperoleh pada suatu kesempatan.

c) Pertumbuhan intlektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau kepada orang lain , degan pertolongan kata – kata dan symbol – symbol , apa yang telah dilakukannya atau akan dilakukannya.

Bruner membagi perkembangan kognitif anak atas tahap – tahap tertentu.Menurut Bruner ada 3 tahap , yakni :

1. Enaktif( enactive )

Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan . Pada tahap ini anak dalam tahap belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek – obyek secara langsung.

(11)

Tahap yang merupakan perangkuman bayangan secara visual.Pada tahap ini anak melihat dunia melalui gambar – gambar atau visualisasi.Dalam belajarnya , anak tidak memanipulasi obyek – obyek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek.

3. Simbolik ( Symbolic )

Tahap ini merupakan tahap memanipulasi symbol – symbol secara langsung dan tidak lagi menggunakan obyek – obyek atau gambaran obyek.Pada tahap ini anak memiliki gagasan – gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.

http://sainsmatika.blogspot.co.id/2012/04/teori-kognitif-dari-bruner-dan-teori.html

Home Daftar Isi Biografi Pendidikan Pembelajaran Silabus dan RPP Cara Download

Beranda » Teori Belajar » Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner

Advertisement

Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner - Sebelum menjelaskan bagaimana teori belajar kognitif Jerome S. Bruner, alangkah baiknya memahami apa itu kognitivisme. Sehubungan dengan kelemahan teori

(12)

Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif ini lebih menekankan arti penting proses internal, mental mansia. Dalam

pandangan para ahli kognitif tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti: motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya. Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada dasarnya adalah peristiwa mmental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa.

Jadi Pada dasarnya, teori belajar kognitif lebih menekankan pada bagaimana prosesnya daripada hasilnya, ketika diimplikasikan pada belajar, maka yang terjadi adalah, bagaimana proses belajar itu sendiri, dari pada hasil dari belajar. Artinya proes belajar itu bukanlah suatu hal yang sederhana akan tetapi kompleks, bisa meliputi proses, bagaimana seseorang itu memperoleh suatu pengetahuan, bagaimana rasa, kejiwannya dan respon yang ditimbulkan dari kegiatan belajar.

Psikologi kognitif ini dikembangkan oleh beberapa ahli, seperti Jean Piaget, Jerome S. Bruner, Ausubel, Gagne. Selanjutnya mengenai pembahasan teori belajar psikologi kognitif menurut Bruner. Dalam pandangannya Belajar yang terpenting adalah cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan menstranformasi informasi secara efektif. Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi yang diskret itu mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.

Dapat disimpulkan pada intinya belajar menurut Bruner adalah terdapat suatu proses, tidak terjadi begitu saja. Proses tersebut, ialah bagaimana mengolah informasi yang diterima secara baik. Ada beberapa pokok pembahasan, yang dipaparkan Bruner dalam teorinya:

Belajar Penemuan (Discovery Learning)

(13)

prisnsip-prinsip agar memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang mengiinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Dalam implikasinya pada proses pembelajaran, siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak. Siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan kosep-konsep dan prinsip-prinsip.

Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Lawan dari pendekatan ini disebut belajar ekspositori (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini siswa diberi informasi umum untuk diminta menjelaskan informasi tersebut melalui contoh-contoh khusus dan konkret.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seorang lebih mudah diterapkan pada situasi yang baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningktkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih ketrampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah masalah tanpa pertolongan orang lain. Belajar penemuan juga dapat membangkitkan keingin tahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban lagi, mengajarkan ketrampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta para siswa untuk

menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja. Pada dasarnya belajar penemuan sarat akan makna, dengan belajar penemuan mendorong siswa untuk aktif dan memberikan moivasi dalam belajar sehingga melatih kemampuan kognitifnya untuk memecahkan suatu permasalahan.

Tahap Perkembangan Intelektual dalam Proses Belajar

(14)

Enaktif, seseorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap suatu objek. Dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan ketrampilan dan pengetahuan motorik seperti meraba, memegang, mencengkram, menyentuh, mengggit dan sebagainya. Anak-anak harus diberi kesempatan bermain dengan berbagai bahan/alat pembelajaran tertentu agar dapat memahami begaimana

bahan/alat itu bekerja.

Ikonik, pembelajaran terjadi melalui penggunaan model- model dan visualisasi verbal. Anak-anak mencoba memahami dunia sekitarnya melalui bentuk-bentuk perbandingan (komparasi) dan perumpamaan, dan tidak lagi memerlukan manipulasi objek-objek pembelajaran secara langsung. Simbolik, siswa sudah mampu menggabarkan kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Huruf dan lambing bilangan merupakan contoh sistem simbol. Fase simbolik merupakan tahap final dalam pembelajaran.

Scaffolding

Bruner menegaskan bahwa guru yang efektif harus membantu pembelajar dan memimbingnya untuk melewati ketiga fase tersebut, dengan suatu proses yang disebut Scaffolding. Inilah cara siswa

membangun pemahaman. Pada akhirnya melalui Scaffolding, siswa dibimbing menjadi pembelajar yang mandiri.

Tujuan pokok pendidikan menurut Bruner adalah bahwa guru harus memandu para siswanya sehingga mereka dapat membangun basis penegtahuannya sendiri dan bukan karena diajari melalui memori hafalan (rote memorization). Informasi-informasi baru dipahami siswa dengan cara mengklasifikasinya berlandaskan pengetahuan yang terdahulu yang dimilikinya. Menurut Bruner, interkoneksi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu menghasilkan reorganisasi dari struktur kognitif, yang kemudian menciptakan makna dan mengizinkan individu memahami secara mendalam informasi baru yang diberikan.

Fase-Fase dalam Proses Belajar

Belajar merupakan proses aktif dengan cara siswa mengkonstruk gagasan baru atau konsep baru berlandaskan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajar memilih dan mengolah

informasi,membangun hipotesis, dan membuat keputusan yang berlangsung dalam struktur kognitifnya.

(15)

lainnya berkaitan secara berurutan. Menurut Bruner, dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga fase, yaitu:

Informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Diantara informasi yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan beridiri sendiri ada pula yang berfungsi menambah, memperluas dan memperdalam pengetauan yang sebelumnya. Transformasi, dalam fase ini informasi yang telah diperoleh, dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual.

Evaluasi, dalam tahap evaluasi ini, menilai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecakan masalah yang dihadapi.

Demikianlah uraian mengenai Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner. Semoga dapat menambah wawasan sahabat-sahabat.

http://membumikan-pendidikan.blogspot.com/2015/02/teori-belajar-kognitif-jerome-s-bruner.html

Berbagi Info

berbagai pengetahuan tentang sifat sifat shalat nabi, sifat whuduh, ribah, cara mandi wajib dan sebagainya.

12 Jan 2015

Teori Belajar Jerome S. Bruner.

BAB I

(16)

A. Latar Belakang

Matematika adalah suatu bidang ilmu yang melatih penalaran supaya berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya memerlukan cara tersendiri karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak, konsisten, hierarki, dan berpikir deduktif. Oleh karena itu, pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan materi belajar.

Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain berhubungan secara spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir, kesadaran dan lain-lain (Schatz 1992). Struktur otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan dalam DNA, dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit tersebut. Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat otaknya hanya ¼ dari otak dewasa. Otak menjadi bertambah besar karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah akson dan dendrit sesuai dengan perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk menyempurnakan perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images (daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).

Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari pengalaman .

Memori ingatan adalah proses di mana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memori tidaklah sesederhana seperti ini. Memori adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan kecenderungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup. B. Rumusan Masalah

1. Siapakah tokoh Jerome S. Bruner?

(17)

3. Bagaimanakah Teori Pengajaran Menurut Jerome Bruner? 4. Bagaimanakah ciri khas teori pembelajaran menurut Bruner?

C. Tujuan Penulisan

1. Bagi penulis: Dapat menambah wawasan penulis menjadi lebih tahu tentang teori pembelajaran Jerome S. Bruner.

2. Bagi pembaca: Untukmengetahui materi tentang teori pembelajaran Jerome S. Bruner guna memperluas ilmu pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Jerome S. Bruner

Jerome Bruner lahir di new york tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Pada usia dua tahun ia menderita penyakit katarak dan harus dioperasi. Ayahnya meninggal ketika ia berusia 12 tahun yang menyebabkan ia harus pindah ke rumah keluarganya dan kerap kali putus sekolah dan pindah-pindah sekolah. Meskipun demikian prestasinya cukup baik ketika masuk Duke University Durham, New York City. Ia memperoleh gelar B.A pada tahun 1937 dan memperoleh Ph.D dari Harvard University tahun 1941. Bruner bersetuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme).

Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Proyek Madison di Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti Oxford di England. Bruner juga seorang penulis produktif. Beberapa karya tulisnya antara lain:

1. Acts of Meaning (Harvard University Press, l99l)

(18)

5. Beyond the Information Given; Studies in the Psychology of Knowing (Norton, 1973) 6. Child’s Talk: Learning to Use Language (Norton, 1983)

7. Actual Minds, Possible Worlds (Harvard, University press, 1986)

Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme

instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.

Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya

ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:

1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswauntuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan.

2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa.

(19)

Beliau berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.

Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:

1. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru. 2. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.

3. Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut “(Free discovery learning)” (Budiningsih,2008). Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya untuk memahami konsep kejujuran, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata “kejujuran”.

(20)

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

a. Perkembangan Intelektual Anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga fase. Ketiga fase itu yakni:

1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah.

Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat

memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.

3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.

Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap pembelajaran yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu :

1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami

lingkungan sekitar, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

2. Tahap Ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Maksudnya dalam memhami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).

3. Tahap Simbolik, seseorang telah mampu memilki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi

(21)

b. Tahap-Tahap dalam Proses Belajar Mengajar

Selain itu Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner

membedakan menjadi tiga tahap (Muhbidin Syah,2006:10). Ketiga tahap itu adalah:

1. tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru. 2. tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.

3. evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Teori belajar Bruner dikenal dengan teori Free Discovery learning.

Bruner mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran efektif di kelas. Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat deskriftif dimaksudnya untuk memberikan hasil, karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran itu bersifat prespektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tujuan utama teori pembelajaran itu sendiri adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, misalnya, teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan.

Dalam mengajar guru tidak menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar, prosedurnya (Ahmadi,2005) sebagai berikut :

1.Stimulus (pemberian perangsang/stimuli) : Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berfikir si belajar, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2.Problem Statement (mengidentifikasi masalah) : Memberikan kesempatan kepada si belajar untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan belajar kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut).

3.Data Collection (pengumpulan data) : Memberikan kesempatan kepada para si belajar untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.

(22)

5.Verifikasi : Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar dan tidaknya hipotesis yang diterapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing.

6.Generalisasi : Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun mata pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasanya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjuk cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum dan kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. (Budiningsih,2008:42).

Pendekatan penataan materi dan umum ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar. Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat

ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.

c. Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi

kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.

Contoh: Himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.

(23)

Bruner adalah tokoh yang mencetuskan konsep belajar penemuan (discovery), Beliau juga seseorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif, dan menandai perkembangan kognitif menusia sebagai berikut:

Pertama Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. kedua Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan informasi secara realis. ketiga Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. keempat Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya. kelima Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa

merupakan alat komunikasi antara manusia. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain. keenam Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternative secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.

Teori free discovery learning bertitik tolak pada teori belajar kognitif, yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki telah memiliki pengetahuan dan penglaman dalam dirinya. Pengalaman dan pengetauan ini tertata dalam bentuk struktur kognetif. Maka dari itu Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang baru, beradaptasi atau berkesinambungan secara ‘klop’ dengan struktur kognetif yang sudah dimilki oleh peserta didik.

D. Teori Pengajaran Menurut Jerome S. Bruner

Bruner berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a) hakikat seseorang sebagai pengenal (b) hakikat dari pengetahuan, dan (c) hakikat dari proses mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia di antara makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya dan kemampuan berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan kemampuan yang ada padanya.

Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui dunia dan lingkungan alamnya menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan, maupun karya-karyanya. Kemampuan yang ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah dimilikinya.

Kondisi dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan dunianya bukan semata-mata makhluk pasif

(24)

1. Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar

Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia. Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.

2. Struktur pengetahuan untuk membentuk pengetahuan yang optimal.

Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek-aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.

3. Spesifikasi mengurutkan penyajian bahkan pelajaran untuk dipelajari siswa. Mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria sebagi berikut; kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya mempunyai nilai ekonomis, apa yang telah dipelajari memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.

4. Peranan sukses dan gagal serta hakikat ganjaran dan hukuman

Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.

5. Prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungan sekolah

Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi, memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.

(25)

Metode discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning dan expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.

Banyak pendapat yang mendukung discovery learning itu, di antaranya J. Dewey (1993) dengan complete art of reflective activity atau terkenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of Education. Didalam buku ini ia melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para ahli science, ahli sekolah atau pengajar dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

Bruner mendapatkan pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi anak yang muda? Jawaban Bruner adalah dengan mengkoordinasikan metode penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkat representasi sensori (enactive) ke representasi konkret (iconic) dan akhirnya ke tingkat representasi abstrak (symbolic).

E. Alat Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya antara lain:

1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicaorus” (sebagai pengganti pengalaman yang langsung) yaitu menyajikan bahan yang sedianya tidak dapat mereka peroleh secara langsung di sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan sebagainya.

(26)

3. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang suatu idea atau gejala.

4. Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma yang menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan memberikan balikan atau feedback tentang respon siswa.

Telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru namun yang penting adalah bagaimana menggunakan alat-alat itu sebagai suatu system yang terintegrasi.

F. Ciri Khas Teori Pembelajaran Menurut Jerome S. Bruner

1. Empat Tema tentang Pendidikan

Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.

Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.

Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.

Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

2. Model dan Kategori

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilaku Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.

(27)

the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.

3. Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah:

1. memperoleh informasi baru, 2. transformasi informasi

3. menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).

Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan

kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.

Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.

Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.

Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.

(28)

gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematika dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.

G. Kelebihan dan Kelemahan Belajar Penemuan Menurut Jerome S. Bruner

Menurut Djamarah dan Zain dalam bukunya strategi belajar mengajar menjelaskan bahwa kelebihan dan kelemahan dalam konsep ini diantaranya, Kelebihan konsep ini membantu peserta didik

mengembangkan bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta kemampuan keterampilan dalam proses kognitif peserta didik. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang bersifat pribadi sehingga

pengetahuan tersebut dapat bertahan lama dalam diri peserta didik. Konsep ini memberikan semangat belajar peserta didik, dimana dengan konsep belajar mencari dan menemukan pengetahuan sendiri tentu rasa ingin tau itu timbul sehinnga akan membentuk belajar yang ikhlas dan aktif. Konsep ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya dan

keterampilannya sendiri sesuai dengan bakat dan hobi yang dimilikinya. Konsep ini mampu membantu cara belajar peserta didik yang baik, sehingga peserta memiliki motivasi yang kuat untuk tetap semangat dalam belajar. Memberikan kepercayaan tersendiri bagi peserta didik karena mampu menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan pengetahuan sendiri, Konsep ini berpusat pada peserta didik, dan guru hanya membantu saja.

(29)

harus mampu mempergunakan konsep belajar ini sesuai dengan keadaan dan tempatnya, sehingga nantinya dapat memaksimalkan penggunaaan konsep ini dan tidak terjadinya kegalalan pembelajaran karena salah dalam penggunaannya.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.

Ada tiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu: 1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi) 3. Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)

Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu:

1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, dimana teori ini mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah dan dan

mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery Bruner ini.

2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori discovery Jerome Bruner ini. Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap pengetahuan yang sama namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam

(30)

B. Saran

Untuk lebih memahami semua tentang teori belajar Bruner, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini ampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Ciputat, Quantum Teaching, 2005. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rienika Cipta, 2005.

Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.

Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005.

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Nasution, Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2006. Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2006.

Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008.

Http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajar-penemuan %E2%80%9D/: akses November 2014

Http://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajar-jerome-bruner/: akses November 2014

Http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/03/belajar-penemuan-bruner.html: akses November 2014 Diposkan oleh Asbar salim di Senin, Januari 12, 2015 Kirimkan Ini lewat Email

(31)

matematika

TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA...

SEMOGA BERMANFAAT.... ^_^

Minggu, 22 April 2012

JEREMI S. BRUNNER (TEORI BELAJAR PSIKOLOGI KOGNITIF)

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Psikologi Kognitif Menurut Brunner

Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menganggap manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar, 1988;118).

Jerome S. Bruner dalam teorinya (dalam Suherman E., 2003;43) menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.

(32)

Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar melalui keaktifannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan pada dirinya. Sebagai contoh, seorang siswa yang mempelajari bilangan prima akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan menarik tentang bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya

memberikan sedikit informasi tentang bilangan prima kepada siswa tersebut. Teori Bruner tentang kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan (berbeda dengan Teori Piaget). Ada tiga bagian yang penting dari teori Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), yaitu :

1. Tahap-tahap dalam proses belajar

Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari suatu pengetahuan (Misalnya mempelajari suatu konsep Matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut (dalam

Suwarsono,2002;26) :

a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.

b. Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.

c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.

(33)

menggunakan pembayangan visual (visual imagery) dari kelereng-kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan yaitu 3 + 2 = 5 (dalam Suwarsono,2002;27) .

Di SLTP, dalam mempelajari irisan dua himpunan, siswa dapat mempelajari konsep tersebut dengan mula-mula menggunakan contoh nyata (konkret, misalnya dengan mengumpulkan data tentang siswa-siswa yang pergi ke sekolah dengan naik sepeda dan siswa-siswa-siswa-siswa yang menyukai olahraga basket (sebagai contoh), dan kemudian menentukan siswa-siswa yang pergi ke sekolah dengan naik sepeda dan

menyukai olahraga basket. Keadaan itu kemudian digambarkan dengan diagram venn. Selanjutnya, irisan dua himpunan dapat didefinisikan secara simbolik (dengan lambang-lambang), baik dengan lambang-lambang verbal (kata-kata, kalimat-kalimat) maupun dengan lambang-lambang matematika (Dalam hal ini notasi pembentuk himpunan) (dalam Suwarsono,2002;25).

2. Teoreme-teorema tentang cara belejar dan mengajar matematika

Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang disebut teorema. Keempat teorema tersebut adalah

a. Teorema penyusunan (Construction theorem)

Teorema ini menyatakan bahwa bagi anak cara yang paling baik untuk belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada permulaan belajar konsep pengertian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan yang menujukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri.

Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila anak disertai dengan bantuan benda-benda konkrit mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah

menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Dalam hal ini ingatan diperoleh bukan karena

penguatan, akan tetapi pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan pengertian itu dapat dicapai karena anak memanipulasi benda-benda konkrit. Oleh karena itu pada permulaan belajar, pengertian itu dapat dicapai oleh anak bergantung pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan benda-benda konkrit.

Contoh, untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 3 + 4 = 7, siswa bisa melakukan dua langkah berurutan, yaitu 3 kotak dan empat kotak pada garis bilangan. Dengan mengulangi hal yang sama untuk dua bilangan yang lainnya anak-anak akan memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang mendalam.

b. Teorema notasi (Notation theorem)

(34)

Sebagai contoh pada permulaan konsep fungsi diperkenalkan pada anak SD kelas-kelas akhir, notasi yang sesuai menyatakan fungsi

…. = 2 … + 3, untuk tingkat yang lebih tinggi misalnya siswa SMP notasi fungsi dituliskan y = 2x + 3, setelah anak memasuki SMA atau perguruan tinggi Notasi fungsi dituliskan dengan f(x) = 2x + 3. Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Urutan penggunaan notasi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif anak. c. Teorema kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and variation theorem)

Dalam teorema ini dinyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi konkrit menuju representasi yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika, dilakukan dengan kegiatan pengontrasan dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada anak mudah dimengerti, konsep tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya dan konsep tersebut disajikan dengan beranekaragam contoh. Dengan demikian anak dapat memahami dengan mudah karakteristik konsep yang diberikan tersebut.

Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat dilakukan dengan menerangkan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk menyampaikan konsep bilangan ganjil pada anak diberikan padanya bermacam-macam bilangan, seperti bilangan ganjil, bilangan genap, bilangan prima, dan bilangan lainnya selain bilangan ganjil. Kemudian siswa diminta untuk menunjukkan bilangan-bilangan yang termasuk contoh bilangan-bilangan ganjil dan contoh bukan bilangan-bilangan ganjil.

Sebagai contoh lain, untuk menjelaskan pengertian persegipanjang, anak harus diberi contoh bujursangkar, belahketupat, jajar genjang dan segiempat lainnya selain persegipanjang. Dengan

demikian anak dapat membedakan apakah segiempat yang diberikan padanya termasuk persegipanjang atau tidak.

Dengan contoh soal yang beranekaragam, kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih baik daripada hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi, misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang kedua sisinya yang berhadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lainnya vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya).

d. Teorema pengaitan (Connectivity theorem) (dalam Suherman E., 2003;44-47).

(35)

Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan bahwa cabang-cabang dalam matematika itu sendiri berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama lainnya.

Perlu dijelaskan bahwa keempat teorema tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu persatu dengan urutan seperti di atas. Dalam penerapannya, dua teorema atau lebih dapat diterapkan secara bersamaan dalam proses pembelajaran suatu materi matematika tertentu. Hal tersebut

bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.

3. Belajar Penemuan

Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning) (dalam Wilis R.,1988;125-126). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh

manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (yaitu kegiatan belajar dengan pemahaman). Belajar bermakna merupakan satu-satunya jenis belajar yang mendapat perhatian Bruner.

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-pninsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat,, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua. hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

(36)

Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dan bidang studi itu. Bila seorang siswa telah rnenguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk

mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama, dan Ia akan lebih mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu, dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.

Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu demikian rupa, hingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan.

B. Penerapan Teori Belajar Psikologi Kognitif Menurut Brunner dalam Matematika

Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi pendekatan, metoda, tujuan, serta peranan guru (dalam Wilis R.,1988;129-132).

1. Pendekatan Spiral dalam Pembelajaran Matematika

Disebabkan oleh adanya peningkatan taraf kemampuan berfikir para siswa sesuai dengan perkembangan kedewasaan atau kematangan mereka, Bruner (dalam Suwarsono,2002;31) menganjurkan digunakannya pendekatan spiral (Spiral approach) dalam pembelajaran matematika. Maksudnya, sesuatu materi matematika tertentu seringkali perlu diajarkan beberapa kali pada siswa yang sama selama kurun waktu siswa tersebut berada di sekolah, tetapi dari saat pembelajaran yang satu ke saat pembelajaran

berikutnya terjadi peningkatan dalam tingkat keabstrakan dan kompleksitas dari materi yang dipelajari, termasuk peningkatan dalam keformalan sistem notasi yang digunakan. Sebagai contoh, pada suatu saat siswa SLTP mempelajari fungsi yang daerah asal dan daerah kawannya berupa himpunan yang berasal dari kehidupan sehari-hari, dan dengan system notasi yang masih sederhana. Pada suatu saat di kemudian hari, siswa yang sama mempelajari fungsi untuk kedua kalinya, tetapi dengan melibatkan daerah asal dan daerah kawan yang berupa himpunan bilangan, dengan sistem notasi yang lebih formal. Pada saat berikutnya, pembahasan tentang fungsi bisa ditingkatkan lagi baik dalam hal kerumitan materi, variasi (kelengkapan) materi, maupun dalam sistem notasi yang digunakan. Peningkatan dalam hal materi pembelajaran dan sistem notasi tersebut diupayakan seiring dengan peningkatan kemampuan dan kematangan siswa dalam berpikir, sesuai dengan perkembangan kedewasaan atau kematangan siswa.

2. Metoda dan Tujuan

(37)

Jadi, kalau kita mengajarkan sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.

Apakah implikasi ungkapan Bruner itu? Tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai dengan càra-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa yang mengikuti pelajaran yang sama itu.

Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini, bagaimana peranan guru dalam proses belajar mengajar? Dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau dalam suatu tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan/atau siswa-siswa lain, untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau oleh guru dan siswa-siswa bersama-sama. Dengan demikian jelas, bahwa peranan guru lain sekali bila dibandingkan dengan peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan metoda ceramah. Dalam belajar penemuan ini, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar.

3. Peranan Guru

Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut :

Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.

Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan penggunaan fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah. Dalam

keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu.

Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara cara penyajian itu ialah cara enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara-cara penyajian ini telah diberikan dalam uraian terdahulu. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik. Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik, jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran.

Referensi

Dokumen terkait

Ulterior, pe fundalul crizei financiare şi presiunilor dezinflaţioniste, ritmul de creştere a salariilor s-a redus substanţial, ceea ce a determinat creşterea ratei medii a

Rata-rata harmonik ( harmonic average ) adalah rata-rata yang dihitung dengan cara mengubah semua data menjadi pecahan, dimana nilai data dijadikan sebagai penyebut dan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor internal dan eksternal yang paling mempengaruhi usaha cokelat di Kampung Coklat, mengetahui posisi usaha cokelat di Kampung

Kelapa gading yang digunakan dalam pembuatan es krim adalah kelapa muda, karena kelapa muda memiliki kadar gula lebih tinggi dibandingkan kelapa tua, sehingga dapat

Sebelum menghitung menggunakan rumus modus data berkelompok, terlebih dahulu kita harus mengetahui batas bawah kelas adalah 65,5, frekuensi kelas sebelumnya 14, frekuensi

Hasil uji lanjut Friedman menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada pembuatan tablet effervescent jeruk baby java memiliki pengaruh

18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian,

Se pune rata