• Tidak ada hasil yang ditemukan

Media dan Isu Keistimewaan DIY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Media dan Isu Keistimewaan DIY"

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

( Analisis Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian Kompas

dan Koran Tempo periode Desember 2010 – Januari 2011 )

Disusun Oleh :

D.PANDU YOGA BANGSAWAN

D 1209020

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

i

( Analisis Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian Kompas

dan Koran Tempo periode Desember 2010 – Januari 2011 )

Disusun Oleh :

D.PANDU YOGA BANGSAWAN

D 1209020

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

iv

HALAMAN MOTTO

Menjadi Katholik yang sejati.

Dimana ada kebenaran disitu akan tubuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya.

Yesaya, 3 : 17

Ilmu tak akan habis hingga kita mati, karena ilmu yang abadi adalah ilmu yang berarti.

Hidup ibarat roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah, saat kita berada di bawah, janganlah menyerah untuk berjuang sampai di atas kembali. Namun bila kita sudah berada di atas jangan sombong dan lupa perjuangan yang kita hadapi hingga sampai di atas.

(6)

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, Penulis banyak

sekali mendapatkan bantuan, dorongan, motivasi dari banyak pihak, oleh karena

hal itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih, dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, antara lain:

1. Tuhan Yesus Kristus sang pelindungku, Puji Tuhan atas segala Berkah,

Kasih, dan Karunianya dalam hidup Penulis, Thanks God.

2. Bunda Maria, Bunda Penolong Abadi, Puji Syukur atas segala Penyertaan,

Pengantaraan, dan Curahan Kasih Karunia dalam doa Novena Tiga Salam

Maria.

3. Kedua Orang Tua Penulis, Papa Andreas Puji Hesti Sasmito dan Mama

Anastasia Herly Hastuti, atas segala dukungan, motivasi, doa, kasih sayang,

dan cinta yang diberikan kepada Penulis selama ini.

4. Saudara-saudaraku tersayang, mas Dheny, mbak Dini, dhek Fitri, dan dhek

Rima. Terima kasih untuk semua dukungan, motivasi, dan kasih sayang

kalian semua, I Love You All.

(7)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus dan Bunda

Maria atas berkah dan karunianya sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan

dengan baik dan lancar. Proses penulisan skripsi ini banyak memberikan arti

kepada Penulis, karena dengan skripsi ini Penulis dapat mempunyai kesempatan

belajar dalam berbagai hal dari banyak pihak,

Skripsi dengan judul Media dan Isu Keistimewaan DIY (Analisis

Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian Kompas dan

Koran Tempo periode Desember 2010 - Januari 2011) ini merupakan salah

satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian untuk Skripsi ini bermula dari ketertarikan Penulis terhadap

isu mengenai Keistimewaan Yogyakarta terkait RUU Keistimewaan DIY yang

berhembus kencang di kalangan masyarakat, dan banyak diliput oleh media

massa. RUU Keistimewaan DIY ini sendiri terdapat lima pasal yakni parardhya,

kultur/adat, kepemilikan dan pengelolaan tanah, tata ruang, keuangan, dan

prosedur pemilihan kepala daerah. Hanya pasal prosedur pemilihan kepala daerah

saja yang sampai sekarang belum disepakati, karena masih menjadi perdebatan

dalam mekanisme pengangkatan kepala daerah Yogyakarta, apakah Sultan

ditetapkan secara otomatis sebagai Gubernur DIY atau dipilih melalui

pemilukada.

Menyadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan,

tetapi berkat bantuan, bimbingan dan saran-saran yang sangat berarti dari

beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat Penulis atasi, oleh karena itu

dengan segala kerendahan hati Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada

yang terhormat :

1. Prof. Drs. Pawito. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

(8)

commit to user

vii

2. Dra. Prahastiwi Utari, MSi, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

3. Drs. Alexius Ibnu Muridjal, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi I yang telah

memberikan dukungan dan kemudahan dalam penulisan skripsi hingga

selesai, semoga Tuhan Yesus Kristus memberikan balasan berkah yang

melimpah kepada beliau beserta keluarga.

4. Drs. Widyantoro, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi II yang telah

memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi.

5. Drs. Surisno Satrijo Utomo, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk konsultasi, serta memberi

pengarahan dan bantuan kepada Penulis selama menempuh perkuliahan.

6. Bapak, Ibu Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang berkenan memberikan ilmu dan

pengetahuannya.

7. Bapak Thomas Pudjo Widijanto, selaku Kepala Perwakilan Kompas DIY,

yang telah memberikan ijin bagi Penulis untuk melakukan penelitian di

Kantor Perwakilan Kompas DIY, serta membantu memberikan informasi

dan data yang Penulis perlukan.

8. Bapak Phillipus SMS Parera, selaku Kepala Tempo Biro Jawa Tengah-

Yogyakarta, yang telah memberikan ijin bagi Penulis untuk melakukan

penelitian di Kantor Tempo Biro Jawa Tengah –Yogyakarta, serta

membantu memberikan informasi dan data yang Penulis perlukan.

9. Saudara Aloysius B Kurniawan, selaku wartawan Kompas yang telah

membantu memberikan informasi dan data yang Penulis perlukan.

10.Saudari Pito Agustin Rudiana, selaku wartawan Tempo yang telah

membantu memberikan informasi dan data yang Penulis perlukan.

11.Teman-teman jurusan Ilmu Komunikasi-Transfer kelas B, yang tidak bisa

Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas pertemanan dan jalinan

silaturahmi yang indah selama ini.

(9)

commit to user

viii

13. Serta semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang

telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi ini berlangsung.

Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.

Surakarta, Januari 2012

(10)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 13

a. Isu dan Opini Publik ... 13

b. Berita ... 15

c. Media Massa ... 24

(11)

commit to user

x

F. Landasan Teori ... 30

a. Paradigma Konstruksionisme... 30

b. Konsep Framing ... 38

c. Framing Sebagai Teknik Analisis ... 40

G. Kerangka Pikir ... 42

H. Metodologi Penelitian ... 44

a. Jenis Penelitian ... 44

b. Obyek Penelitian ... 40

c. Jenis dan Sumber Data... 45

d. Validitas Data ... 47

e. Teknik Analisis Data ... 43

f. Sistematik Laporan Penelitian... 49

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Harian Kompas ... 56

a. Sejarah Harian Kompas ... 56

b. Visi dan Misi Kompas ... 60

c. Nilai-nilai Dasar Kompas ... 66

d. Penyajian Halaman dan Rubrikasi ... 70

e. Struktur Organisasi Perusahaan ... 73

f. Kebijakan Redaksional ... 74

g. Oplag, Sirkulasi, dan Profil Pembaca Kompas ... 75

(12)

commit to user

xi

B. Koran Tempo ... 80

a. Sejarah Koran Tempo ... 80

b. Visi dan Misi Koran Tempo ... 89

c. Penyajian Halaman dan Rubrikasi ... 90

d. Desain dan Layout Koran Tempo ... 93

e. Bobot Berita ... 83

f. Struktur Organisasi Perusahaan ... 94

g. Bagan Struktur Organisasi PT.TEMPO INTI MEDIA ... 95

h. Bagan Struktur Organisasi SDM di Bagian Redaksional Koran Tempo ... 95

i. Kebijakan Redaksional ... 96

j. Proses Pembuatan Berita pada Koran Tempo ... 96

k. Outline Proses Distribusi Koran Tempo ... 97

l. Oplag, Sirkulasi, dan Profil Pembaca Koran Tempo ... 97

m. Alamat Redaksi ... 101

BAB III : ANALISIS DATA

A. Frame Berita di Harian Kompas ... 103

1. Analisis Teks Berita dengan Tema RUU Keistimewaan Yogyakarta Versi Pemerintah ... 110

2. Analisis Teks Berita Dengan Tema Survei Mengenai Keistimewaan Yogyakarta ... 147

(13)

commit to user

xii

B. Frame Berita di Koran Tempo ... 194

1. Analisis Teks Berita dengan Tema Usul Referendum ... 204

2. Analisis Teks Berita dengan Tema RUU Keistimewaan

Yogyakarta Versi Pemerintah ... 225

3. Analisis Teks Berita dengan Tema Survei Mengenai Keistimewaan

Yogyakarta ... 244

4. Analisis Teks Berita dengan Tema Sikap Setgab Terkait RUU

Keistimewaan DIY ... 272

5. Analisis Teks Berita dengan Tema Mundurnya GBPH

Prabukusumo dari Partai Demokrat Terkait Isu Keistimewaan DIY 278

C. Matriks Analisis Frame Berita ... 285

D. Kebijakan Redaksional Harian Kompas dan Koran Tempo ... 289

BAB IV : PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 296

B. SARAN ... 299

Daftar Pustaka

(14)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Gambaran Umum Nilai Berita ... 18

Tabel 2. Perbedaan antara Paradigma Positivis dan Konstruksionis ... 35

Tabel 3. Struktur Perangkat Analisis Berita Model Pan Kosicki ... 54

Tabel 4. Rincian Oplag Harian Kompas untuk Wilayah Jawa Tengah

dan DIY ... 76

Tabel 5. Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta Pada Harian

Kompas Edisi Desember 2010 – Januari 2011 ... 103

Tabel 6. Pengelompokan Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta

pada harian Kompas edisi Desember 2010 – Januari 2011 ke

dalam Tema Pokok sesuai Kategori Masalah ... 108

Tabel 7. Analisis Berita dengan Judul Pemerintah Usul Gubernur

Dipilih ... 110

Tabel 8. Analisis Berita dengan Judul Keistimewaan Versi Pemerintah. 127

Tabel 9. Analisis Berita dengan Judul Sultan Hanya Dijadikan Simbol.. 137

Tabel 10. Analisis Berita dengan Judul Lebih Suka Penetapan ... 147

Tabel 11. Analisis Berita dengan Judul Survei Menjadi Acuan

Kemendagri ... 159

Tabel 12. Analisis Berita dengan Judul Publik Cenderung Terima

Keistimewaan ... 169

Tabel 13. Analisis Berita dengan Judul Setgab Terpecah soal

(15)

commit to user

xiv

Tabel 14. Daftar Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta

Pada Koran TEMPO Edisi Desember 2010 – Januari 2011 ... 193

Tabel 15. Pengelompokan Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta

Pada Koran TEMPOEdisi Desember 2010 – Januari 2011 ke

dalam Tema Pokok sesuai Kategori Masalah ... 202

Tabel 16. Analisis Berita dengan Judul Yogyakarta Gulirkan

Referendum ... 204

Tabel 17. Analisis Berita dengan Judul Pemerintah Berhati-hati Sikapi

Isu Referendum ... 210

Tabel 18. Analisis Berita dengan Judul Silakan Yogya Gelar

Referendum ... 216

Tabel 19. Analisis Berita dengan Judul USULAN PEMERINTAH

TETAP GUBERNUR YOGYA DIPILIH ... 226

Tabel 20. Analisis Berita dengan Judul SULTAN DIJADIKAN

GUBERNUR UTAMA ... 230

Tabel 21. Analisis Berita dengan Judul Pemerintah Ngotot Gubernur

Yogya Harus Dipilih ... 236

Tabel 22. Analisis Berita dengan Judul “71 Persen Warga Ingin

Pemilihan”... 244

Tabel 23. Analisis Berita dengan Judul Keraton Yogya Curiga Survei

Direkayasa... 249

(16)

commit to user

xv

Tabel 25. Analisis Berita dengan Judul Mayoritas Responden Dukung

Penetapan Sultan ... 261

Tabel 26. Analisis Berita dengan Judul Sama-sama Survei, Hasil

Berkesebalikan ... 267

Tabel 27. Analisis Berita dengan Judul Setgab Koalisi Bentuk Tim

Melobi Sultan ... 273

Tabel 28. Analisis Berita dengan Judul Pangeran Yogya Tinggalkan

Demokrat ... 278

(17)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

A. Harian Kompas

1. Surat Bukti Penelitian dari Kompas

2. Lembar Berita Harian Kompas yang Dianalisis Berdasarkan Tema

3. Daftar Pertanyaan (in depth interview)

B. Koran Tempo

1. Surat Bukti Penelitian dari Tempo

2. Lembar Berita Koran Tempo yang Dianalisis Berdasarkan Tema

(18)

commit to user

xvii

ABSTRAK

D.Pandu Yoga Bangsawan, D1209020, Media dan Isu Keistimewaan DIY (Analisis Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian

Kompas dan Koran Tempo periode Desember 2010 - Januari 2011). Skripsi,

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2012.

Isu seputar keistimewaan DIY menjadi perhatian media yang sangat luas sehingga menarik bagi Penulis untuk mengadakan penelitian, terutama pada harian Kompas dan Koran Tempo. Dilihat dari pandangan media, Isu Keistimewaan DIY mempunyai nilai berita yang tinggi karena memenuhi beberapa unsur kelayakan berita, antara lain penting, besaran, dekat, manusiawi, ketenaran, juga konflik /kontroversi.

Penelitian ini bertujuan untuk : a).Mengetahui data tentang penilaian harian Kompas dan Koran Tempo terhadap isu Keistimewaan propinsi Yogyakarta dalam pemberitaan yang dilakukan keduanya pada periode Desember 2010 – Januari 2011. b).Mengetahui data tentang framing (pembingkaian) harian Kompas dan Koran Tempo pada pemberitaan seputar isu Keistimewaan Yogyakarta terkait RUUK Yogyakarta. c).Mengetahui penerapan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya, yang digunakan oleh wartawan harian Kompas dan Koran Tempo dalam mengolah dan menyuguhkan berita.

Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif, yaitu sekedar mengungkapkan fakta yang terjadi di lapangan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara. Validitas data menggunakan teknik tringanggulasi sumber. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis framing Pan Kosicki, dengan empat struktur pisau analisis yang lengkap, yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

(19)

commit to user

xviii

follow-up dalam membingkai berita keistimewaan DIY terkait polemik RUU Keistimewaan DIY, (8) Unsur yang paling menonjol dari analisis framing Pan Kosicki pada berita seputar Keistimewaan DIY di Koran Tempo edisi Desember 2010-Januari 2011 adalah unsur retoris. (9) Wartawan harian Kompas dan Koran Tempo dalam menerapkan standart kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya, dalam mengolah dan menyuguhkan berita dipengaruhi oleh rutinitas media, yakni pada prosedur pengambilan keputusan di ruang pemberitaan.

Adapun yang menjadi saran Penulis adalah: Bagi Pengelola Media: (1) Pengelola media diharapkan sebisa mungkin selalu menerapkan prinsip berita berimbang dalam pemberitaannya, melalui coverboth side bahkan cover all side. (2) Dalam melakukan peliputan sebagai bentuk pengawalan media terhadap suatu isu, diusahakan agar media tidak hanya menjadi/dijadikan corong oleh pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Bagi

Pemerintah Pusat, DPR, dan pihak Keraton Yogyakarta: (1) Sebaiknya

Pemerintah Pusat dan DPR segera menetapkan peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum, terhadap keberadaan Yogyakarta sebagai daerah istimewa, dengan memperhatikan aspirasi dari masyarakat Yogyakarta melalui DPRD dan pihak kraton Yogyakarta. (2) Setelah ada penetapan peraturan perundang-undangan bagi status keistimewaan DIY yang nantinya dapat diterima oleh semua pihak termasuk Kraton Yogyakarta dan pemerintah DIY, diharapkan peran dan fungsi pemerintahan dapat dilaksanakan dengan baik. Bagi peneliti

selanjutnya: (1) Berita seputar Keistimewaan DIY ini merupakan berita besar

(20)

commit to user

xix

ABSTRACT

D.Pandu Yoga Bangsawan, D1209020, Mass Media and Issues Privileges DIY (Framing Analysis of News Privileges DIY at Kompas daily

and Koran Tempo period December 2010- Januari 2011), Skripsi, Department

of Communication, Faculty of Social and Politic Science, Sebelas March University, Surakarta, January, 2012.

DIY issues surrounding privilege to be a very widespread media attention so attractive to authors to conduct research, mainly on the Kompas daily and Koran Tempo. Seen from the view of media, Issues privileges DIY has high news value because it meets some of the elements of news worthiness, among other significanse, magnitude, proximity, human interest, prominance, also conflict / controversy.

This study aims to: a).Knowing about assement data Kompas daily and Koran Tempo on issues in the news privileges Yogyakarta province that carried out both in the period December 2010 – January 2011. b).Knowing the data on the framing Kompas daily and Koran Tempo on the news around issues previleges Yogyakarta related RUUK Yogyakarta. 3). Knowing the application of standards of truth, objectivity matrix, and restrictions as well as other element, which are used by the journalist Kompas daily and Koran Tempo in processing and presenting the news.

This was a descriptive qualitative, that is merely expresses the fact that occur in the field. Data collection techniques using the techniques of documentation and interviews. The validity of the data using techniques trianggulasi source. The research method used is the method of framing the analysis of Pan Kosicki, with four-blade structure a compete analysis, the syntactic structure, the structure of the script, thematic structure, and rhetorical structure.

(21)

commit to user

xx

analysis of framing Pan Kosicki on the news about privileges DIY of Koran Tempo in the edition December 2010 - Januari 2011 is the element of rhetorical. (9) Kompas daily journalist and Koran Tempo journalist in applying the standard of truth, matrix objectivity, and restrictions as well as other elements, in processing and presenting the news influenced by the routine media, namely the decision-making procedures in the news room.

Suggestion the author is: For Media Manager: (1) Media managers is expected as far as possible always apply the principle of balanced news in preaching, through coverboth side even cover all sides. (2) In conducting media coverage as a form of guard against an issue, the media tried to be not only be/become the mouthpiece by certain parties who use it for their interest. For the

Central Government, Parliament, and the Sultan Palace: (1) Central

Government and Parliament should immediately establish regulations which provide legal certainty, the existence of Yogyakarta as special regions, taking into account the aspirations of the people of Yogyakarta through parliament and the palace of Yogyakarta. (2) Once there is legislation setting for the privilege satus of DIY that can later be accepted by all parties including the Sultan Palace and government DIY, expected roles an functions of government can be implemented properly. For further research: News of DIY privilege this is great news that still could raise new issues in its development, because until now there is still no end of the base so that the solution can still be done the research, for example in terms of system administration, culture, and agrarian. (2) Other researchers who want to conduct research on DIY news surrounding the issues of privilege in nation newspapers, could try to use the theory of agenda setting, ro see what the result of the reports for the figures are reported, for DIY figures as to what, for the Government as to what, for the Parliament as to what, as well as for themselves as to what the people of Yogyakarta.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 33 propinsi dengan

dua diantaranya merupakan daerah istimewa, yakni propinsi DI Yogyakarta

dan DI Aceh, juga satu daerah khusus ibukota negara yaitu DKI Jakarta. Dengan

menganut sejarah penunjukan status ketiga propinsi tersebut, tentu ketiganya

memiliki latar belakang yang berbeda dengan propinsi-propinsi lain di

Indonesia.

Terutama DI Yogyakarta, statusnya sebagai Daerah Istimewa itu merujuk

pada runutan sejarah berdirinya propinsi ini, baik sebelum maupun sesudah

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka,

Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah

Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualaman. Daerah

yang mempunyai asal-usul dengan pemerintahannya sendiri seperti ini pada

zaman penjajahan Hindia Belanda disebut Zelfbesturende Landschappen,

sedangkan pada zaman kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh

Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.

Kadipaten Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran

Notokusumo, (saudara Sultan Hamengku Buwono II ) kemudian bergelar Adipati

(23)

Pemerintah Hindia Belanda saat itu mengakui Kasultanan maupun

Pakualaman, sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri.

Semua itu dinyatakan dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik

Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No 47 dan kontrak politik

Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577.

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono

IX dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan

bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian

wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan

satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX

dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Pegangan

hukumnya adalah:

1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII

tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.

2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII

tertanggal 5 September 1945 (yang dibuat sendiri-sendiri secara terpisah).

3. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal

30 Oktober 1945 (yang dibuat bersama dalam satu naskah).

Namun, beberapa waktu yang lalu Presiden RI ke-enam sendirilah yang

kemudian melontarkan statement yang memunculkan polemik tentang

Keistimewaan DIY. Ya, Keistimewaan Yogyakarta dipertanyakan!. Pada Jumat,

(24)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan tidak pernah melupakan

sejarah dan keistimewaan DIY. Keistimewaan DIY itu sendiri berkaitan dengan

sejarah dari aspek-aspek lain yang harus diperlakukan secara khusus sebagaimana

pula yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Maka itu harus diperhatikan aspek

Indonesia adalah negara hukum dan negara demokrasi. Kemudian SBY

melanjutkan dengan mengatakan: “Nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan,

oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan

konstitusi maupun nilai-nilai demokrasi ”. Pernyataan pada bagian inilah yang

mungkin menuai kontroversi dari masyarakat, khususnya masyarakat Yogyakarta.

Pernyataan SBY yang kemudian memunculkan polemik tersebut,

mengacu pada munculnya Undang - Undang No. 32/2004, yang salah satu isinya

menetapkan bahwa Kepala Daerah ditetapkan melalui pemilihan umum atau

yang biasa disebut dengan istilah pemilukada. Semula pemerintah berniat

mengantisipasi keberadaan Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa, dengan aturan

yang tersendiri, namun Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta

itu hingga kini tidak jelas nasibnya. Pembahasan Rancangan Undang-Undang ini

menjadi deadlock, padahal masalahnya hanya menyangkut satu pasal saja yakni

pasal jabatan Gubernur, dalam hal ini pemerintah maunya Gubernur dipilih

langsung oleh rakyat.

Akhirnya permasalahan status Keistimewaan Yogyakarta yang disulut

oleh SBY ini menjadi sebuah wacana nasional masyarakat Indonesia, yang tentu

saja tidak luput dari sorotan media, setelah pro dan kontra Rancangan

(25)

Gubernur dipilih langsung oleh rakyat atau ditetapkan. Terjadi perbedaan

pendapat antara Istana dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X, perbedaan

tersebut semakin kentara saat wacana referendum mengemuka. Sultan meminta

keputusan penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

dipilih secara langsung, harus disepakati melalui referendum. Pemerintah dan

DPR, kata Raja Yogyakarta tersebut, tidak bisa menentukan itu sendiri.

Permasalahan RUU Keistimewaan Yogyakarta ini pun, beberapa waktu

yang lalu sempat memicu DPRD Yogyakarta untuk ikut angkat bicara. Menurut

DPRD Yogyakarta, dengan dasar pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, DPRD

DIY menghendaki agar kedudukan sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah

Tingkat I tetap lestari, dengan mengingat sejarah pembentukan dan

perkembangan Pemerintahan Daerahnya yang sepatutnya dihormati.

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 itu menyatakan bahwa ”Pembagian

daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan

pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan

mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan

hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat Istimewa”.

Sebagai Daerah Otonom setingkat Propinsi, DIY memang dibentuk

dengan Undang-Undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD

1945 tersebut. Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi

bekas Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.

Semakin lama masalah ini berkembang menjadi isu yang hangat

(26)

massa, baik cetak maupun elektronik, tingkat lokal maupun nasional dari waktu ke

waktu, mulai dari kemunculannya. Media menyajikan berita seputar Isu

Keistimewaan DIY yang menyangkut polemik RUU Keistimewaan Yogyakarta

ini, sebagai headline media, salah satu diantaranya adalah harian Kompas dan

Koran Tempo. Karena, dilihat dari pandangan media, isu ini dinilai mempunyai

nilai berita yang menarik untuk diikuti perkembangannya tahapan demi tahapan.

Dimana kejadian atau peristiwa yang dianggap mempunyai nilai berita (news

value) adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur kelayakan berita.

Unsur-unsur nilai berita itu antara lain; significance (penting), magnitude

(besaran), timesliness (waktu dan aktualitas), proximity (dekat), prominance

(ketenaran), human interest (manusiawi). Ditambah pula dengan

conflict/controversy (konflik/kontroversi), serta unusual (sesuatu yang tidak

biasa).1

Jika ditemui salah satu dari unsur diatas, maka telah dapat menjadikan

suatu kejadian/peristiwa sebagai nilai berita. Sedangkan apabila ditemukan lebih

dari satu unsur, maka kejadian tersebut semakin bertambah tinggi nilai beritanya.

Karena itu, usaha untuk mendapatkan berita besar adalah mencari kejadian yang

memiliki sebanyak mungkin unsur-unsur tersebut.

Jika dilihat dari unsur kelayakan berita, berita Keistimewaan Yogyakarta

merupakan sesuatu yang significance (penting) bagi khalayak, karena banyak

menyita perhatian masyarakat dan menimbulkan penilaian banyak orang,

magnitude (besaran) sebab menyangkut nasib propinsi Yogyakarta sendiri sebagai

(27)

daerah yang Istimewa menurut sejarah, juga menyangkut keutuhan NKRI,

sehingga menjadikan berita ini berita besar dengan cakupan nasional. Unsur

lainnya adalah proximity (dekat), hal ini dapat dilihat dari kedekatan hati antara

Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai raja Yogyakarta dengan rakyatnya,

yang notabene dinilai sangat setia kepada rajanya. Kemudian unsur human

interest (manusiawi), sebab melibatkan gerakan manusia dari pihak-pihak yang

memiliki perbedaan pandangan, seperti dapat dilihat dari munculnya gerakan

masa warga Yogyakarta pendukung penetapan, mereka bersama-sama bersatu

dalam bentuk: paguyuban Lurah dan Pamong Desa Ing Sedya Memetri Asrining

Yogyakarta (Ismaya), Paguyuban Dukuh se-DIY Semarsembogo, Paguyuban

Kepala Desa dan Perangkat Desa se-DIY, Gerakan Semesta Rakyat Jogja

(Gentaraja), Gerakan Rakyat Mataram (Geram), Kawulo Ngayogyakarta

Hadiningrat, Forum Komunikasi Seniman Tradisi se-DIY, Parade Nusantara,

maupun dalam bentuk demonstrasi sebagai wujud interaksi penggambaran

kesamaan tekat.

Selain itu juga ada unsur prominance (ketenaran), dikarenakan ada

sesuatu yang membuat masyarakat luar Yogyakarta sendiri pun begitu

mengagumi kota ini, dan sampai–sampai menganggapnya sebagai rumah kedua,

misalnya saja para pelajar dari luar kota yang sedang menuntut ilmu di kota ini,

sehingga menjadikan DIY terkenal / tenar dengan sebutan kota pelajar.

Unsur selanjutnya yang menarik dan penting dalam kasus ini adalah

(28)

Pusat, Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, DPR, dan masyarakat Yogyakarta

yang mengacu pada RUU Keistimewaan DIY.

Meminjam istilah George Wang, “Konflik adalah oase yang tak pernah

kering dalam proses produksi berita”.2 Rumusan klasiknya adalah; konflik, kontradiksi, dan kontroversi adalah sesuatu yang paling bernilai berita. Sebuah

konflik dan kontroversi bagaimana pun membutuhkan pemberitaan media, begitu

juga konflik yang terjadi dalam masalah status Keistimewaan Yogyakarta yang

mengacu pada RUUK Yogyakarta. Khalayak juga sangat tergantung kepada

pemberitaan media guna mengetahui perkembangan konflik dan kontroversi.

Dalam hal ini media berperan sebagai penyampai opini dan vokasi tentang

kontroversi dan isu, serta memberitahu khalayak tentang perkembangan masalah

dari waktu ke waktu yang membawanya kepada posisi yang strategis dalam

konflik. Dalam titik ini media tidak hanya dapat mempengaruhi opini masyarakat

tetapi juga pihak-pihak yang terlibat dalam konflik itu sendiri.

Dalam kasus Keistimewaan Yogyakarta ini, media dianggap memiliki

kekuatan tertentu, yang tentu saja mampu mempengaruhi situasi konflik.

Kekuatan media ini muncul melalui proses pembingkaian (framing), teknik

pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan sudut pandang (angel),

penambahan foto, gambar, dan lain-lain. Dengan demikian sebetulnya media

mempunyai potensi sebagai peredam atau pendorong konflik. Media bisa juga

memperjelas atau mengeleminirnya, dengan menekankan bagian tertentu,

menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu

(29)

realitas/peristiwa. Dalam hal ini media melakukan seleksi, menghubungkan, dan

menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh

dan diingat oleh khalayak.

Media massa dilihat sebagai forum bertemunya pihak-pihak dengan

kepentingan, latar belakang dan sudut pandang yang berbeda. Setiap pihak

berusaha menonjolkan baris penafsiran klaim, argumentasi masing-masing yang

berkaitan dengan yang diberitakan atau diwacanakan.

Berita mengenai Keistimewaan Yogyakarta sangat menarik untuk diteliti,

karena Peneliti ingin melihat bangaimana sikap media di dalam memposisikan

dirinya dalam pemberitaan seputar masalah ini, khususnya pada harian Kompas

dan Koran Tempo. Apakah media bersifat netral dengan mewadahi berbagai

wacana yang berkembang atau justru memiliki kecenderungan tertentu. Tentu

setiap media memiliki ideologi yang berbeda satu sama lain, sehingga dalam

menyusun fakta realita yang berkembang menjadi berita akan berbeda pula

hasilnya antara satu media dengan media yang lain. Namun dalam hal ini Peneliti

tidak bertujuan membandingkan pemberitaan mengenai polemik RUU

Keistimewaan Yogyakarta antara harian Kompas dengan Koran Tempo, tetapi

melihat bagaimana media mengkonstruksikan realitas peristiwa atau membingkai

(mem-frame) berita sesuai dengan penerapan standar kebenaran, matrik

obyektifitas, dan batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya.

Oleh karena itu untuk melihat hal ini Peneliti memilih menggunakan

(30)

dapat menerapkan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan

serta unsur-unsur lainnya dalam mengolah dan menyuguhkan berita.

Analisis ini mengungkapkan bahwa wacana yang dihasilkan media

massa memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan apa yang penting

bagi khalayak pembaca publik dan berbagai persoalan dan isu yang berkembang

dalam wacana publik. Hal lain yang penting dalam pendekatan framing adalah,

bahwa analisanya sampai pada tataran untuk mengetahui bagaimana perspektif

atau cara pandang wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Hal ini

yang tidak diketemukan dalam metode analisis jenis lainnya, seperti analisis isi,

analisis wacana, agenda setting, dan semiotik.

Model Analisis framing yang dipilih adalah model analisis framing Pan

Kosicki, yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Alasan

mengapa menggunakan model Pan Kosicki dalam penelitian ini adalah karena

model ini dinilai tepat untuk dipakai membedah pembingkaian realitas oleh

media melalui isi berita/teks media. Model ini juga merupakan salah satu

alternatif yang baik dalam menganalisis teks media disamping analisis isi

kuantitatif, karena memiliki empat struktur pisau analisis yang lengkap, yaitu

struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

Sedangkan alasan pemilihan persoalan mengenai isu seputar

Keistimewaan Yogyakarta terkait RUUK Yogyakarta, adalah karena wacana ini

sedang ”booming” di berbagai media di Indonesia baik media cetak maupun

media elektronik, lokal maupun nasional, dimana hingga saat ini belum diketahui

(31)

menyangkut sejarah bangsa dan dapat mengakibatkan perubahan sosial, politik,

budaya, bahkan tata pemerintahan. Sedangkan alasan pemilihan harian Kompas

dan Koran Tempo sebagai media yang diteliti, karena keduanya adalah media

bertaraf nasional yang sudah ternama, dan punya rating tinggi disertai dengan isi

pemberitaan yang kritis dan logis, dengan bahasa santun namun cerdas. Untuk

edisi seputar topik ini yang dipilih adalah pada edisi Desember 2010 – Januari

2011, karena pada periode inilah isu mengenai Keistimewaan Yogyakarta

berhembus kencang, dan banyak diliput oleh media massa.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah berguna untuk mempermudah dalam pelaksanan

penelitian. Agar dapat memberikan gambaran yang jelas sehingga dapat tercapai

sasaran dan tujuan yang dipilih. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka

dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Seperti apa pemberitaan yang dilakukan harian Kompas dan Koran

Tempo pada periode Desember 2010 – Januari 2011 sebagai bentuk

penilaian ( variabel independent ) terhadap isu Keistimewaan propinsi

Yogyakarta ( variabel dependent ) ?

2. Seperti apa harian Kompas dan Koran Tempo mengkonstruksikan realitas

peristiwa atau membingkai (mem-frame) isu Keistimewaan Yogyakarta

berkaitan dengan RUUK Yogyakarta dalam pemberitaannya?

3. Seperti apa penerapan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan

(32)

harian Kompas dan Koran Tempo dalam mengolah dan menyuguhkan

berita?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui data tentang penilaian harian Kompas dan Koran

Tempo terhadap isu Keistimewaan propinsi Yogyakarta dalam

pemberitaan yang dilakukan keduanya pada periode Desember 2010 –

Januari 2011.

2. Untuk mengetahui data tentang framing (pembingkaian) harian Kompas

dan Koran Tempo pada pemberitaan seputar isu Keistimewaan Yogyakarta

terkait RUUK Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui penerapan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan

batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya, yang digunakan oleh wartawan

harian Kompas dan Koran Tempo dalam mengolah dan menyuguhkan

berita.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

Bagi Peneliti

o Diharapkan dapat memberi gambaran, bagaimana cara suatu

media dalam mengkonstruksikan realitas peristiwa atau

(33)

o Diharapkan dapat memberi gambaran, faktor apa saja yang

berpengaruh dalam proses framing/rekonstruksi realitas peristiwa.

Bagi Mahasiswa, Dosen, dan Akademisi Ilmu Komunikasi

o Diharapkan dapat menjadi referensi, bahan perbandingan, dan

bahan pembelajaran dalam penelitian kasus serupa di waktu

mendatang.

Bagi Praktisi Media Massa

o Diharapkan dapat menjadi penilaian terhadap penerapan standar

kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan serta

unsur-unsur lainnya, yang digunakan oleh wartawan dalam mengolah

dan menyuguhkan berita.

Bagi Masyarakat

o Diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran, guna mengetahui

bagaimana perspektif atau cara pandang wartawan ketika

menyeleksi isu dan menulis berita.

o Dapat mengetahui bentuk pemberitaan yang dimuat dalam harian

Kompas dan Koran Tempo mengenai isu Keistimewaan propinsi

Yogyakarta.

b. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbang pemikiran dalam

penyempurnaan konsep dan teori analisis framing media, dalam

(34)

E. Tinjauan Pustaka

Untuk menunjang perumusan masalah dan mempermudah penyampaian

teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini, maka sebelumnya akan

dijelaskan beberapa poin-poin yang didapat dari sumber berupa textbook, hasil

penelitian, dan sebagainya, yang mendukung pembahasan dan mendukung

pembuatan instrumen. Adapun penyusunannya adalah sebagai berikut :

a. Isu dan Opini Publik

Isu diuraikan sebagai topik yang terbentuk di sekitar masyarakat. Isu bisa

pula didefinisikan sebagai perbedaan pendapat diantara kelompok-kelompok

berdasarkan kesenjangan dalam fakta, nilai, atau kejadian. Definisi lainnya dari

Isu adalah perbedaan pandangan antara dua atau lebih pihak terhadap alokasi

sumberdaya, termasuk alam, finansial, politik, atau simbolik.3

Isu yang sifatnya pribadi biasanya mencakup ketidaksetujuan yang

muncul di masyarakat. Isu dapat pula diperdebatkan oleh masyarakat, dicakup

oleh media massa, dan disampaikan oleh pemerintah.

Isu tidaklah statis melainkan dinamis, ia tergantung pada besarnya

perhatian yang diterima selang waktu tertentu. Isu akan tumbuh sejak munculnya

sampai kepada kematangan yang prosesnya bisa memakan waktu lama. Meskipun

demikian, yang harus diperhatikan dari suatu isu adalah terciptanya

ketidakpastian.

Isu yang bergulir di kalangan khalayak ramai dapat menimbulkan suatu

opini publik. Opini adalah pendapat atau pandangan tentang sesuatu. Karena itu,

(35)

opini bersifat subjektif karena pandangan atau penilaian seseorang dengan yang

lainnya selalu berbeda. Jadi, kendati faktanya sama, namun ketika orang beropini,

antara orang yang satu dengan orang yang lainnya memperlihatkan adanya

perbedaan4.

V.O. Key, Jr. mendefinisikan opini publik sebagai berikut: ”the

combined person opinions of adult toward issues of relevance to government”.

Menurut pendapat V.O Key, Jr. opini publik dipandang sebagai gabungan

pendapat pribadi dari orang-orang dewasa terhadap isu-isu yang relevan dengan

pemerintah5.

Ada beberapa macam definisi mengenai opini publik, dilihat dari

beberapa tinjauan ilmu, antara lain6 :

1. Ditinjau dari ilmu sosiologi, menurut William G Sumer, opini publik diartikan sebagai kekuatan yang ada dalam masyarakat. Disini kekuatan berasal dari norma atau mitos yang berada di masyarakat dan bukan dari pendapat perorangan. Definisi ini menjelaskan bahwa jika suatu pendapat dianut oleh banyak orang, maka dapat diasumsikan bahwa pendapat itu benar.

2. Ditinjau dari ilmu komunikasi, menurut Bernard Berelson, opini publik diartikan sebagai pertukaran informasi yang membentuk sikap, menentukan isu dalam masyarakat, dan dinyatakan secara terbuka. Opini publik sebagai komunikasi mengenai soal-soal tertentu yang jika dibawakan dalam bentuk atau cara tertentu kepada orang tertentu akan membawa efek tertentu pula.

3. Ditinjau dari ilmu Psikologi, menurut Leonard W. Doob, opini publik diartikan sebagai hasil dari sikap sekumpulan orang yang memperlihatkan reaksi yang sama terhadap rangsangan yang sama dari luar.

4

.Aceng Abdullah, PRESS RELATION; Kiat berhubungan dengan media massa, Remaja

Rosdakarya, Bandung,2001 5

V.O. Key, Jr., ”PublicOpinion and American Democracy”, New York: Knopf, 1967, page. 14 dalam Erikson, Robert S. Luttbeg, Norman R; Tedin, Kent L. Pendapat umum- Amerika, (New York: John Wiley & Son, 1980), Hal: 2-3

6

(36)

Menurut Erikson, Lutberg, dan Tedin ada empat tahap terbentuknya opini

publik, tahapan itu antara lain7:

1. Muncul isu yang dirasakan sangat relevan bagi kehidupan orang banyak.

2. Isu tersebut relatif baru hingga memunculkan kekaburan standar penilaian atau standar ganda.

3. Ada opinion leaders (tokoh pembentuk opini) yang juga tertarik dengan isu tersebut, seperti politisi atau akademisi.

4. Mendapat perhatian pers hingga informasi dan reaksi terhadap isu tersebut diketahui khalayak.

Isu seputar keistimewaan DIY yang dibahas dalam penelitian ini

merupakan suatu isu penting yang dapat menimbulkan beraneka macam opini

publik.

b. Berita

1. Pengertian Berita

a. Berita adalah fakta, opini, pesan, informasi yang mengandung

nilai-nilai yang diumumkan, diinformasikan, yang menarik

perhatian sejumlah orang. Unsur-unsur yang terpenting dari berita

adalah “dikomunikasikan” dan “menarik perhatian sejumlah orang”

karena merupakan sesuatu yang “baru” bagi mereka. Jadi sekalipun

ada fakta, opini, dan nilai, tapi fakta tersebut belum

dikomunikasikan belum dapat disebut berita. Sebaliknya, jika

sesudah dikomunikasikan namun tidak menarik publik atau

7

(37)

kelompok publik yang dituju karena bukan sesuatu yang baru, itu

pun belum dapat disebut sebagai berita.8

b. Berita itu adalah sesuatu yang nyata (news is real). Wartawan adalah pencari fakta. Fakta yang dilengkapi dengan benar akan sama dengan kebenaran itu sendiri. Rem Rieder, editor American Journalism Review, mengatakan: Fakta adalah fakta, fiksi adalah fiksi. Jika ingin mengarang fiksi tulislah novel. Berita adalah juga peristiwa yang segar, yang baru saja terjadi, plus dan minus. Dari peristiwa itu, berita merentang sedikit ke masa lampau dan masa datang. Tekanan pada unsur waktu ini perlu sebab masyarakat sadar akan sifat sementara dari suatu keadaan. Keadaan selalu berubah dan konsumen berita ingin informasi yang paling kini. Perkembangan berita pagi ini mungkin sudah meninggalkan “fakta” yang ditulis semalam.9

c. Mark Fishman memberikan definisi berita sebagai berikut:

News is neither a reflection nor a distortion of reality because either of these characterization implies that news can record what is out there. News story, if they reflect anything, reflect the practice of the workers in the organizations that produce news. Some time ago Walter Gieber (1964) made the point that news is what newspapermen make it. 10

Mark Fisherman memandang berita bukanlah refleksi atau distorsi

dari realitas yang seakan berada di luar sana. Titik perhatian tentu

saja bukan apakah berita merefleksikan realitas, apakah berita

distorsi atas realitas, maupun apakah berita sesuai dengan

kenyataan ataukah bias terhadap kenyataan yang digambarkannya.

Karena tidak ada realitas dalam arti riil yang berada di luar diri

wartawan. Kalaulah berita itu merefleksikan sesuatu maka refleksi

8

Maria Assumpta Rumanti, "Dasar-dasar public relation, teori dan praktik", Grasindo, Jakarta, 2002, hal. 130

9

Lih. rem Rieder, "Old Value for New Landscape", dalam American Journalism Review, Nov, 1999. dalam Luwi Ishwara, "Jurnalisme Dasar:Skeptis itulah ciri khas jurnalisme, hanya dengan bersikap skeptis, sebuah media dapat hidup", Seri Jurnalistik KOMPAS, Jakarta, 2011, hal: 76 10

(38)

itu adalah praktik pekerja dalam organisasi yang memproduksi

berita. Berita adalah apa yang pembuat berita buat.

2. Nilai Berita

Jurnalisme adalah bercerita dengan suatu tujuan. Dalam cerita atau berita

itu tersirat pesan yang ingin disampaikan wartawan kepada pembacanya, dan ada

tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Dalam berita ada karakteristik intrisik

yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Menurut Shoemaker dan Reese,

Nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak11. Nilai berita merupakan prosedur standar peristiwa apa yang bisa disebarkan kepada khalayak.

Sehingga suatu peristiwa tidak bisa langsung disebarkan kepada khalayak sebagai

berita, ia harus disaring untuk diproses secara profesional oleh wartawan dengan

memilih peristiwa yang tidak biasa terjadi di sekitar khalayak. Jadi, Nilai berita

adalah produk dari konstruksi wartawan, ia menjadi ukuran yang berguna, atau

yang biasa diterapkan, untuk menentukan kelayakan berita (newsworthy). Nilai

berita yang berasal dari news value bisa diketahui dari “pesan” yang dikandung

oleh suatu berita. Pesan tersebut berisi nilai-nilai; dalam arti bahwa suatu

peristiwa ataupun pernyatan seseorang tidak mungkin menjadi berita jika tidak

memiliki nilai berita. Nilai-nilai berita setidaknya dapat berupa12: 1. Informasi

2. Klarifikasi

11 Luwi Ishwara, "Jurnalisme Dasar: Skeptis itulah ciri khas jurnalisme, hanya dengan bersikap

skeptis, sebuah media dapat hidup", Seri Jurnalistik KOMPAS, Jakarta, 2011, hal. 77 12

(39)

3. Memperluas wawasan

4. Melahirkan konflik

5. Meredam konflik

6. Menyebarkan keadilan dan kebenaran

7. Menyelesaikan masalah

Peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung

konflik (conflict/controversy), bencana alam dan kemajemukan (natural disasters

& the plurality), dampak (impact), kemasyhuran (fame), saat yang tepat

(timeliness) / kesegaran(freshness) dan kedekatan (proximity), keganjilan

(peculiarity), interaksi manusia / human interest, seks, dan aneka lainnya.13 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Gambaran Umum Nilai Berita

No. Unsur Nilai Berita Penjelasan

1. Prominance Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting.

2. Human Interest Peristiwa lebih memungkinkan disebut berita kalau peristiwa itu lebih banyak mengandung unsur haru, sedih, dan menguras emosi khalayak.

3. Conflict/Controversy Peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita dibandingkan dengan peristiwa yang biasa-biasa saja.

4. Unusual Berita mengandung peristiwa yang tidak biasa, peristiwa yang jarang terjadi.

5. Proximity Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan dengan peristiwa yang jauh, baik fisik maupun emosional dengan khalayak. 6. Timeliness/Freshness Peristiwa yang menyangkut hal-hal yang

(40)

khalayak, dibandingkan peristiwa sudah berlalu.

7. Magnitude Peristiwa yang dianggap lebih besar pengaruhnya / menyangkut lebih banyak orang dibandingkan peristiwa lainnya.

8. Pecualirity Peristiwa yang dianggap ganjil oleh khalayak dan tidak normal.

9. Fame Peristiwa yang menyangkut hal-hal atau orang perorang yang terkenal di mata khalayak. 10. Seks Peristiwa yang berkaitan dengan nilai-nilai

seks.

* Hasil rangkuman dan adopsi dari Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi,

dan Politik media, LKiS, Yogyakarta, 2002, hal: 106-107, dan sumber-sumber lain.

3. Syarat Berita

Suatu peristiwa yang awalnya kompleks dan tidak beraturan namun

memiliki kelengkapan unsur-unsur berita, yang kemudian ia ditangkap oleh

wartawan untuk diolah secara profesional dengan cara disederhanakan dan dibuat

bermakna sebagai sebuah berita, haruslah memiliki syarat-syarat tertentu sebelum

ia disebar luaskan kembali kepada khalayak melalui media massa, Syarat-syarat

berita tersebut adalah14 :

a. Akurat, singkat, padat, jelas, dan sesuai dengan kenyataan. b. Tepat waktu dan aktual.

c. Obyektif, sama dengan fakta yang sebenarnya, tanpa opini dari penulis yang dibuat-buat.

d. Menarik, apa yang disajikan terdiri dari kata-kata dan kalimat yang khas, segar, dan enak dibaca.

e. Baru, belum diberitakan sebelumnya atau merupakan ulangan, “baru” ini sangat penting, yang menarik perhatian.

14

(41)

4. Produksi Berita

Dalam proses produksi berita tahap awalnya adalah bagaimana wartawan

mempersepsi peristiwa/fakta yang akan diliput. Menurut Mark Fishman, ada dua

kecenderungan studi melihat proses produksi berita15. Pertama, disebut pandangan seleksi berita (selectivity of news). Dalam bentuk yang umum

pandangan ini sering melahirkan teori seperti gatekeeper, intinya: proses produksi

berita adalah proses seleksi yang dilakukan wartawan di lapangan dengan memilih

peristiwa mana yang penting mana yang tidak, mana yang bisa diberitakan mana

yang tidak. Setelah itu diseleksi dan disunting lagi oleh redaktur guna melihat

bagian mana yang perlu dikurangi atau ditambah. Pandangan ini mengandaikan

seolah-olah ada realitas yang benar-benar riil di luar diri wartawan, dimana

realitas tersebut yang akan diseleksi wartawan guna dibentuk menjadi sebuah

berita. Pendekatan Kedua, pendekatan pembentukan berita (creation of news),

dalam perspektif ini peristiwa bukan diseleksi, melainkan sebaliknya, yakni

dibentuk oleh wartawan dengan melakukan kreasi peristiwa dan realitas.

Wartawan berinteraksi dengan dunia (realitas) dan dengan orang yang

diwawancarai, dan sedikit banyak menentukan bagaimana bentuk dan isi berita

yang dihasilkan. Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada

realitas objektif yang berada di luar, melainkan karena orang akan

mengorganisasikan dunia yang abstrak ini menjadi dunia yang koheren dan

beraturan serta mempunyai makna.

15

(42)

Proses pembentukan berita adalah proses yang rumit dan banyak faktor

yang berpotensi untuk mempengaruhinya. Di dalam ruang pemberitaan sendiri

yang merupakan tempat produksi berita, ada banyak kepentingan dan pengaruh

yang dapat mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan

dalam memaknai realitas dalam presentasi media. Pamela J. Shoemaker dan

Stephen D. Reese menyebutkan ada faktor-faktor yang mempengaruhi

pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan16, faktor tersebut adalah:

a. Faktor individual, faktor ini berhubungan dengan latar belakang

profesional dari pengelola media. Level individual melihat

bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media

mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada

khalayak.

b. Level rutinitas media (media routine), rutinitas media berhubungan

dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Dimana setiap

media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang

disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria

kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang

berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola

media yang berada di dalamnya.

c. Level organisasi, level ini berhubungan dengan struktur organisasi

yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media

dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi

16

(43)

itu sendiri. Karena masing-masing komponen dalam organisasi

media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri.

d. Level extra media, level ini berhubungan dengan faktor lingkungan

di luar media. Hal-hal di luar organisasi media sedikit banyak

dalam banyak kasus akan mempengaruhi pemberitaan media. Ada

beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan luar media,

seperti:

Sumber berita, ia mempunyai kepentingan untuk

mempengaruhi media dengan berbagai alasan: memenangkan

opini publik, atau membuat citra tertentu kepada khalayak,

dan seterusnya.

Sumber penghasilan media, ia bisa berupa iklan, bisa pula

berupa pelanggan/pembeli media. Misalnya, media tertentu

tidak akan memberitakan kasus tertentu yang berhubungan

dengan pengiklan, kecuali ada tema tertentu yang menarik dan

bisa mendongkrak penjualan sang pelanggan. Dari sini dapat

dilihat bahwa pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai

pemberitaan media.

Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis.

Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing

lingkungan eksternal media. Misalnya, di negara otoriter

pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam

(44)

demokratis dan menganut liberalis campur tangan negara

praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar berada pada

lingkungan pasar dan bisnis.

Level ideologi, ideologi disini diartikan sebagai kerangka

berfikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh

individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka

menghadapinya.

5. Kategori Berita

Prinsip lain dalam proses produksi berita adalah pengkategorian berita.

Menurut Touchman ada lima kategori berita yang dipakai oleh wartawan untuk

membedakan jenis isi berita dan subyek peristiwa yang menjadi berita, yaitu hard

news, soft news, spot news, developing news, dan continuitas news17. Penjelasan kelima kategori berita tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hard News, Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu. Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas, semakin cepat diberitakan semakin baik, karena ukuran keberhasilan dari kategori berita ini adalah dari sudut pandang kecepatan pemberitaannya. Berita hard news berhubungan dengan peristiwa yang penting dan cerita yang menarik untuk manusia. Peristiwa yang masuk dalam kategori hard news adalah peristiwa yang direncanakan (sidang istimewa, memorandum, pemeriksaan pejabat atas tuduhan korupsi) bisa juga peristiwa yang tidak direncanakan (kerusuhan di sampit, atau bencana alam di lampung).

17

.Gaye Tuchman, ”Making News by Doing Work: Routinizing the Unexpected” dalam Morris Janowitz and Paul Hirsch (ed), Reader in Public Opinion and mass Communication. Third Edition,

(45)

b. Soft News, Kategori berita ini berhubungan dengan kisah manusiawi (human interest). Dalam berita soft news informasi yang disajikan kepada khalayak bisa diberitakan kapan saja karena yang dilihat adalah apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan perasaan khalayak. Berita soft news berhubungan dengan peristiwa yang menarik yang berhubungan dengan kehidupan manusia.

c. Spot News, adalah subklasifikasi dari berita hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan dan tidak bisa diprediksi, karena tidak bisa diperkirakan secara spesifik dimana dan kapan peristiwa akan terjadi.

d. Developing News, adalah subklasifikasi lain dari hard news. Dalam developing news peristiwa yang diberitakan adalah mirip dengan spot news yakni berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga, namun dalam developing news dimasukkan elemen lain, dimana peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya.

e. Continuing News, juga merupakan subklasifikasi dari hard news. Dalam continuing news peristiwa-peristiwa bisa diprediksi dan direncanakan. Dimana suatu peristiwa bisa jadi kompleks, dan tidak terduga tetapi mengarah pada satu tema tertentu. Sebagai contoh, adalah peristiwa jatuhnya memorandum sampai sidang istimewa.

c. Media Massa

1. Pengertian Media Massa

Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita.

Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau

tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa bekerja untuk

menyampaikan informasi. Untuk khalayak informasi itu dapat membentuk,

mempertahankan, atau mendefinisikan citra.18

(46)

2. Fungsi Media Massa

Media massa dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi memiliki

berbagai macam fungsi, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Media

massa adalah alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum

tentang banyak hal. Ia bukanlah sesuatu yang bebas, independent, tetapi memiliki

keterkaitan dengan realitas sosial. Fungsi media massa secara umum adalah19 : a. Pengantar (pembawa) bagi segenap pengetahuan. Jadi, media

massa memainkan peran institusi lainnya.

b. Media massa menyelenggarakan kegiatan dalam lingkungan publik. Pada dasarnya media massa dapat dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara sukarela, umum, dan murah.

c. Hubungan antara pengirim pesan dengan penerima pesan pada dasarnya seimbang dan sama.

d. Media massa menjangkau lebih banyak orang dari pada institusi lain, dan sejak dulu “mengambil alih” peranan sekolah, orang tua, agama, dan lain-lain.

3. Aspek-aspek yang membuat media massa penting dalam kehidupan

politik20

a. Daya jangkauannya (coverage) yang sangat luas dalam menyebarluaskan informasi politik; yang mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi (demografis), juga perbedaan paham dan orientasi (psikografis). Dengan begitu, suatu masalah politik yang dimediasikan menjadi perhatian bersama di berbagai tempat dan kalangan.

b. Kemampuannya melipat gandakan pesan (multiplier of message) yang luar biasa, Satu peristiwa politik bisa dilipat gandakan pemberitaannya sesuai jumlah eksemplar koran, tabloid, dan majalah yang tercetak, juga bisa diulang-ulang penyiarannya sesuai kebutuhan. Alhasil, pelipat gandaan ini menimbulkan dampak yang sangat besar di tengah khalayak.

19 Firsan Nova, Ibid.

20

(47)

c. Setiap media bisa mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masing-masing, Kebijaksanaan redaksional yang dimilikinya menentukan penampilan isi peristiwa politik yang diberitakan. Justru karena kemampuan inilah media banyak diincar oleh pihak-pihak yang ingin menggunakannya dan sebaliknya dijauhi oleh pihak yang tak menyukainya.

d. Fungsi Agenda Setting, media memiliki kesempatan yang luas (bahkan hampir tanpa batas) untuk memberitakan sebuah peristiwa politik. Sesuai dengan kebijakannya masing-masing. Setiap peristiwa politik dapat disiarkan atau tidak disiarkan. Yang jelas, belum tentu berita politik yang menjadi agenda merupakan agenda publik juga.

e. Pemberitaan peristiwa politik oleh suatu media lazimnya berkaitan dengan media lainnya hingga membentuk rantai informasi (media as links in other chains). Hal ini akan menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran informasi politik dan dampaknya terhadap publik. Dengan adanya aspek ini, semakin kuatlah peranan media dalam membentuk opini publik.

Dalam kerangka pembentukan opini publik, media massa umumnya

melakukan tiga kegiatan sekaligus, Pertama, menggunakan simbol-simbol politik

(language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing

strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting function).21

d. Sejarah Keistimewaan Yogyakarta

Yogyakarta adalah daerah yang pernah menjadi Ibukota RI di tahun

1946-1949 pada masa penjajahan Belanda (tepatnya tanggal 4 Januari 1946 s.d 27

Desember 1949). Pada waktu itu Sultan Hamengku Buwono IX menjadi

pemimpin pemerintahan di Indonesia, dikarenakan Mohammad Hatta yang

merupakan perdana menteri saat itu menjadi wakil RI dalam Konferensi Meja

21

(48)

Bundar (KMB) di Belanda. Dan Sultan Hamengku Buwono IX pula lah yang

mewakili RI dalam penyerahan kekuasaan dari Belanda melalui Lovink sebagai

wakil Belanda.

Melihat sejarah perjuangan pada masa perang kemerdekaan tersebut

sudah sepantasnya Yogyakarta mendapat predikat Daerah Istimewa dari

Pemerintah RI berkaitan dengan statusnya. Yogyakarta pun pernah dirumuskan

keistimewaannya meliputi tiga hal yang dapat ditelusuri dari kenyataan historis,

yaitu keistimewaan dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah,

keistimewaan dalam hal pemilikan tanah, dan keistimewaan dalam kebudayaan.

Meski secara yuridis belum diatur tersendiri secara keseluruhan, namun hal ini

sejak tahun 1945 sudah dihayati dan dilaksanakan oleh pemerintah DIY, dan tidak

ditolak Pemerintah Pusat. Dan akan lebih baik lagi bila benar-benar dikukuhkan

dalam peraturan perundang-undangan RI yang resmi, mengingat lima landasan

sebelumnya dianggap belum cukup kuat mengukuhkan status keistimewaan

Yogyakarta. Kelima landasan hukum sebelumnya yang dibuat berkaitan dengan

Keistimewaan Yogyakarta tersebut antara lain:

1. UUD 1945 pasal 18, yang memberi pengakuan formal terhadap

daerah-daerah yang memiliki keistimewaan, yang diatur dengan

Undang-undang, dengan mengingat hak-hak asal-usul yang berlaku

di daerah istimewa itu”.22

22

Gambar

Tabel 27. Analisis Berita dengan Judul Setgab Koalisi  Bentuk Tim
Tabel 1. Gambaran Umum Nilai Berita
Tabel 2. Perbedaan antara Paradigma Positivis dan Konstruksionis
Tabel 3. Struktur Perangkat Analisis Berita Model Pan Kosicki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka pada perhitungan diatas, output yang diambil adalah yang memiliki nilai x dari rata-rata terbesar atau MOM, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada jalur

Berdasarkan latar belakang proyek dan permasalahan yang ditulis oleh penulis, yaitu diperlukan lokasi / tempat yang masih memiliki potensi kualitas udara yang

lobster mutiara ( Panulirus ornatus ) berjumlah 4 ekor dengan panjang rata-rata 9-302. cm dan berat rata-rata 0,5 ons-1,5 kg, lobster batu ( Panulirus penicillatus

Contoh penggunaan teknik maserasi dan sokletasi dalam ekstraksi fitokimia telah dilakukan antara lain adalah penelitian yang dilakukan Asih (2009), Isolasi dan Identifikasi

[r]

(2008) research which studied about consumers’ confusion effect to their preference and purchase of local and foreign brands and also how brand knowledge took a role as mediator

MODEL PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK DENGAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF, sehingga syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas

[r]