( Analisis Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian Kompas
dan Koran Tempo periode Desember 2010 – Januari 2011 )
Disusun Oleh :
D.PANDU YOGA BANGSAWAN
D 1209020
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
i
( Analisis Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian Kompas
dan Koran Tempo periode Desember 2010 – Januari 2011 )
Disusun Oleh :
D.PANDU YOGA BANGSAWAN
D 1209020
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
HALAMAN MOTTO
Menjadi Katholik yang sejati.
Dimana ada kebenaran disitu akan tubuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya.
Yesaya, 3 : 17
Ilmu tak akan habis hingga kita mati, karena ilmu yang abadi adalah ilmu yang berarti.
Hidup ibarat roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah, saat kita berada di bawah, janganlah menyerah untuk berjuang sampai di atas kembali. Namun bila kita sudah berada di atas jangan sombong dan lupa perjuangan yang kita hadapi hingga sampai di atas.
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, Penulis banyak
sekali mendapatkan bantuan, dorongan, motivasi dari banyak pihak, oleh karena
hal itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih, dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, antara lain:
1. Tuhan Yesus Kristus sang pelindungku, Puji Tuhan atas segala Berkah,
Kasih, dan Karunianya dalam hidup Penulis, Thanks God.
2. Bunda Maria, Bunda Penolong Abadi, Puji Syukur atas segala Penyertaan,
Pengantaraan, dan Curahan Kasih Karunia dalam doa Novena Tiga Salam
Maria.
3. Kedua Orang Tua Penulis, Papa Andreas Puji Hesti Sasmito dan Mama
Anastasia Herly Hastuti, atas segala dukungan, motivasi, doa, kasih sayang,
dan cinta yang diberikan kepada Penulis selama ini.
4. Saudara-saudaraku tersayang, mas Dheny, mbak Dini, dhek Fitri, dan dhek
Rima. Terima kasih untuk semua dukungan, motivasi, dan kasih sayang
kalian semua, I Love You All.
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus dan Bunda
Maria atas berkah dan karunianya sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan
dengan baik dan lancar. Proses penulisan skripsi ini banyak memberikan arti
kepada Penulis, karena dengan skripsi ini Penulis dapat mempunyai kesempatan
belajar dalam berbagai hal dari banyak pihak,
Skripsi dengan judul Media dan Isu Keistimewaan DIY (Analisis
Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian Kompas dan
Koran Tempo periode Desember 2010 - Januari 2011) ini merupakan salah
satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian untuk Skripsi ini bermula dari ketertarikan Penulis terhadap
isu mengenai Keistimewaan Yogyakarta terkait RUU Keistimewaan DIY yang
berhembus kencang di kalangan masyarakat, dan banyak diliput oleh media
massa. RUU Keistimewaan DIY ini sendiri terdapat lima pasal yakni parardhya,
kultur/adat, kepemilikan dan pengelolaan tanah, tata ruang, keuangan, dan
prosedur pemilihan kepala daerah. Hanya pasal prosedur pemilihan kepala daerah
saja yang sampai sekarang belum disepakati, karena masih menjadi perdebatan
dalam mekanisme pengangkatan kepala daerah Yogyakarta, apakah Sultan
ditetapkan secara otomatis sebagai Gubernur DIY atau dipilih melalui
pemilukada.
Menyadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan,
tetapi berkat bantuan, bimbingan dan saran-saran yang sangat berarti dari
beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat Penulis atasi, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Prof. Drs. Pawito. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
commit to user
vii
2. Dra. Prahastiwi Utari, MSi, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Drs. Alexius Ibnu Muridjal, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan dukungan dan kemudahan dalam penulisan skripsi hingga
selesai, semoga Tuhan Yesus Kristus memberikan balasan berkah yang
melimpah kepada beliau beserta keluarga.
4. Drs. Widyantoro, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi II yang telah
memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi.
5. Drs. Surisno Satrijo Utomo, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk konsultasi, serta memberi
pengarahan dan bantuan kepada Penulis selama menempuh perkuliahan.
6. Bapak, Ibu Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang berkenan memberikan ilmu dan
pengetahuannya.
7. Bapak Thomas Pudjo Widijanto, selaku Kepala Perwakilan Kompas DIY,
yang telah memberikan ijin bagi Penulis untuk melakukan penelitian di
Kantor Perwakilan Kompas DIY, serta membantu memberikan informasi
dan data yang Penulis perlukan.
8. Bapak Phillipus SMS Parera, selaku Kepala Tempo Biro Jawa Tengah-
Yogyakarta, yang telah memberikan ijin bagi Penulis untuk melakukan
penelitian di Kantor Tempo Biro Jawa Tengah –Yogyakarta, serta
membantu memberikan informasi dan data yang Penulis perlukan.
9. Saudara Aloysius B Kurniawan, selaku wartawan Kompas yang telah
membantu memberikan informasi dan data yang Penulis perlukan.
10.Saudari Pito Agustin Rudiana, selaku wartawan Tempo yang telah
membantu memberikan informasi dan data yang Penulis perlukan.
11.Teman-teman jurusan Ilmu Komunikasi-Transfer kelas B, yang tidak bisa
Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas pertemanan dan jalinan
silaturahmi yang indah selama ini.
commit to user
viii
13. Serta semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang
telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.
Surakarta, Januari 2012
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian... 11
E. Tinjauan Pustaka ... 13
a. Isu dan Opini Publik ... 13
b. Berita ... 15
c. Media Massa ... 24
commit to user
x
F. Landasan Teori ... 30
a. Paradigma Konstruksionisme... 30
b. Konsep Framing ... 38
c. Framing Sebagai Teknik Analisis ... 40
G. Kerangka Pikir ... 42
H. Metodologi Penelitian ... 44
a. Jenis Penelitian ... 44
b. Obyek Penelitian ... 40
c. Jenis dan Sumber Data... 45
d. Validitas Data ... 47
e. Teknik Analisis Data ... 43
f. Sistematik Laporan Penelitian... 49
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Harian Kompas ... 56a. Sejarah Harian Kompas ... 56
b. Visi dan Misi Kompas ... 60
c. Nilai-nilai Dasar Kompas ... 66
d. Penyajian Halaman dan Rubrikasi ... 70
e. Struktur Organisasi Perusahaan ... 73
f. Kebijakan Redaksional ... 74
g. Oplag, Sirkulasi, dan Profil Pembaca Kompas ... 75
commit to user
xi
B. Koran Tempo ... 80
a. Sejarah Koran Tempo ... 80
b. Visi dan Misi Koran Tempo ... 89
c. Penyajian Halaman dan Rubrikasi ... 90
d. Desain dan Layout Koran Tempo ... 93
e. Bobot Berita ... 83
f. Struktur Organisasi Perusahaan ... 94
g. Bagan Struktur Organisasi PT.TEMPO INTI MEDIA ... 95
h. Bagan Struktur Organisasi SDM di Bagian Redaksional Koran Tempo ... 95
i. Kebijakan Redaksional ... 96
j. Proses Pembuatan Berita pada Koran Tempo ... 96
k. Outline Proses Distribusi Koran Tempo ... 97
l. Oplag, Sirkulasi, dan Profil Pembaca Koran Tempo ... 97
m. Alamat Redaksi ... 101
BAB III : ANALISIS DATA
A. Frame Berita di Harian Kompas ... 1031. Analisis Teks Berita dengan Tema RUU Keistimewaan Yogyakarta Versi Pemerintah ... 110
2. Analisis Teks Berita Dengan Tema Survei Mengenai Keistimewaan Yogyakarta ... 147
commit to user
xii
B. Frame Berita di Koran Tempo ... 194
1. Analisis Teks Berita dengan Tema Usul Referendum ... 204
2. Analisis Teks Berita dengan Tema RUU Keistimewaan
Yogyakarta Versi Pemerintah ... 225
3. Analisis Teks Berita dengan Tema Survei Mengenai Keistimewaan
Yogyakarta ... 244
4. Analisis Teks Berita dengan Tema Sikap Setgab Terkait RUU
Keistimewaan DIY ... 272
5. Analisis Teks Berita dengan Tema Mundurnya GBPH
Prabukusumo dari Partai Demokrat Terkait Isu Keistimewaan DIY 278
C. Matriks Analisis Frame Berita ... 285
D. Kebijakan Redaksional Harian Kompas dan Koran Tempo ... 289
BAB IV : PENUTUP
A. KESIMPULAN ... 296
B. SARAN ... 299
Daftar Pustaka
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Gambaran Umum Nilai Berita ... 18
Tabel 2. Perbedaan antara Paradigma Positivis dan Konstruksionis ... 35
Tabel 3. Struktur Perangkat Analisis Berita Model Pan Kosicki ... 54
Tabel 4. Rincian Oplag Harian Kompas untuk Wilayah Jawa Tengah
dan DIY ... 76
Tabel 5. Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta Pada Harian
Kompas Edisi Desember 2010 – Januari 2011 ... 103
Tabel 6. Pengelompokan Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta
pada harian Kompas edisi Desember 2010 – Januari 2011 ke
dalam Tema Pokok sesuai Kategori Masalah ... 108
Tabel 7. Analisis Berita dengan Judul Pemerintah Usul Gubernur
Dipilih ... 110
Tabel 8. Analisis Berita dengan Judul Keistimewaan Versi Pemerintah. 127
Tabel 9. Analisis Berita dengan Judul Sultan Hanya Dijadikan Simbol.. 137
Tabel 10. Analisis Berita dengan Judul Lebih Suka Penetapan ... 147
Tabel 11. Analisis Berita dengan Judul Survei Menjadi Acuan
Kemendagri ... 159
Tabel 12. Analisis Berita dengan Judul Publik Cenderung Terima
Keistimewaan ... 169
Tabel 13. Analisis Berita dengan Judul Setgab Terpecah soal
commit to user
xiv
Tabel 14. Daftar Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta
Pada Koran TEMPO Edisi Desember 2010 – Januari 2011 ... 193
Tabel 15. Pengelompokan Berita Seputar Isu Keistimewaan Yogyakarta
Pada Koran TEMPOEdisi Desember 2010 – Januari 2011 ke
dalam Tema Pokok sesuai Kategori Masalah ... 202
Tabel 16. Analisis Berita dengan Judul Yogyakarta Gulirkan
Referendum ... 204
Tabel 17. Analisis Berita dengan Judul Pemerintah Berhati-hati Sikapi
Isu Referendum ... 210
Tabel 18. Analisis Berita dengan Judul Silakan Yogya Gelar
Referendum ... 216
Tabel 19. Analisis Berita dengan Judul USULAN PEMERINTAH
TETAP GUBERNUR YOGYA DIPILIH ... 226
Tabel 20. Analisis Berita dengan Judul SULTAN DIJADIKAN
GUBERNUR UTAMA ... 230
Tabel 21. Analisis Berita dengan Judul Pemerintah Ngotot Gubernur
Yogya Harus Dipilih ... 236
Tabel 22. Analisis Berita dengan Judul “71 Persen Warga Ingin
Pemilihan”... 244
Tabel 23. Analisis Berita dengan Judul Keraton Yogya Curiga Survei
Direkayasa... 249
commit to user
xv
Tabel 25. Analisis Berita dengan Judul Mayoritas Responden Dukung
Penetapan Sultan ... 261
Tabel 26. Analisis Berita dengan Judul Sama-sama Survei, Hasil
Berkesebalikan ... 267
Tabel 27. Analisis Berita dengan Judul Setgab Koalisi Bentuk Tim
Melobi Sultan ... 273
Tabel 28. Analisis Berita dengan Judul Pangeran Yogya Tinggalkan
Demokrat ... 278
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
A. Harian Kompas
1. Surat Bukti Penelitian dari Kompas
2. Lembar Berita Harian Kompas yang Dianalisis Berdasarkan Tema
3. Daftar Pertanyaan (in depth interview)
B. Koran Tempo
1. Surat Bukti Penelitian dari Tempo
2. Lembar Berita Koran Tempo yang Dianalisis Berdasarkan Tema
commit to user
xvii
ABSTRAK
D.Pandu Yoga Bangsawan, D1209020, Media dan Isu Keistimewaan DIY (Analisis Framing Terhadap Berita Keistimewaan DIY pada Harian
Kompas dan Koran Tempo periode Desember 2010 - Januari 2011). Skripsi,
Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2012.
Isu seputar keistimewaan DIY menjadi perhatian media yang sangat luas sehingga menarik bagi Penulis untuk mengadakan penelitian, terutama pada harian Kompas dan Koran Tempo. Dilihat dari pandangan media, Isu Keistimewaan DIY mempunyai nilai berita yang tinggi karena memenuhi beberapa unsur kelayakan berita, antara lain penting, besaran, dekat, manusiawi, ketenaran, juga konflik /kontroversi.
Penelitian ini bertujuan untuk : a).Mengetahui data tentang penilaian harian Kompas dan Koran Tempo terhadap isu Keistimewaan propinsi Yogyakarta dalam pemberitaan yang dilakukan keduanya pada periode Desember 2010 – Januari 2011. b).Mengetahui data tentang framing (pembingkaian) harian Kompas dan Koran Tempo pada pemberitaan seputar isu Keistimewaan Yogyakarta terkait RUUK Yogyakarta. c).Mengetahui penerapan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya, yang digunakan oleh wartawan harian Kompas dan Koran Tempo dalam mengolah dan menyuguhkan berita.
Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif, yaitu sekedar mengungkapkan fakta yang terjadi di lapangan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara. Validitas data menggunakan teknik tringanggulasi sumber. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis framing Pan Kosicki, dengan empat struktur pisau analisis yang lengkap, yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.
commit to user
xviii
follow-up dalam membingkai berita keistimewaan DIY terkait polemik RUU Keistimewaan DIY, (8) Unsur yang paling menonjol dari analisis framing Pan Kosicki pada berita seputar Keistimewaan DIY di Koran Tempo edisi Desember 2010-Januari 2011 adalah unsur retoris. (9) Wartawan harian Kompas dan Koran Tempo dalam menerapkan standart kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya, dalam mengolah dan menyuguhkan berita dipengaruhi oleh rutinitas media, yakni pada prosedur pengambilan keputusan di ruang pemberitaan.
Adapun yang menjadi saran Penulis adalah: Bagi Pengelola Media: (1) Pengelola media diharapkan sebisa mungkin selalu menerapkan prinsip berita berimbang dalam pemberitaannya, melalui coverboth side bahkan cover all side. (2) Dalam melakukan peliputan sebagai bentuk pengawalan media terhadap suatu isu, diusahakan agar media tidak hanya menjadi/dijadikan corong oleh pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Bagi
Pemerintah Pusat, DPR, dan pihak Keraton Yogyakarta: (1) Sebaiknya
Pemerintah Pusat dan DPR segera menetapkan peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum, terhadap keberadaan Yogyakarta sebagai daerah istimewa, dengan memperhatikan aspirasi dari masyarakat Yogyakarta melalui DPRD dan pihak kraton Yogyakarta. (2) Setelah ada penetapan peraturan perundang-undangan bagi status keistimewaan DIY yang nantinya dapat diterima oleh semua pihak termasuk Kraton Yogyakarta dan pemerintah DIY, diharapkan peran dan fungsi pemerintahan dapat dilaksanakan dengan baik. Bagi peneliti
selanjutnya: (1) Berita seputar Keistimewaan DIY ini merupakan berita besar
commit to user
xix
ABSTRACT
D.Pandu Yoga Bangsawan, D1209020, Mass Media and Issues Privileges DIY (Framing Analysis of News Privileges DIY at Kompas daily
and Koran Tempo period December 2010- Januari 2011), Skripsi, Department
of Communication, Faculty of Social and Politic Science, Sebelas March University, Surakarta, January, 2012.
DIY issues surrounding privilege to be a very widespread media attention so attractive to authors to conduct research, mainly on the Kompas daily and Koran Tempo. Seen from the view of media, Issues privileges DIY has high news value because it meets some of the elements of news worthiness, among other significanse, magnitude, proximity, human interest, prominance, also conflict / controversy.
This study aims to: a).Knowing about assement data Kompas daily and Koran Tempo on issues in the news privileges Yogyakarta province that carried out both in the period December 2010 – January 2011. b).Knowing the data on the framing Kompas daily and Koran Tempo on the news around issues previleges Yogyakarta related RUUK Yogyakarta. 3). Knowing the application of standards of truth, objectivity matrix, and restrictions as well as other element, which are used by the journalist Kompas daily and Koran Tempo in processing and presenting the news.
This was a descriptive qualitative, that is merely expresses the fact that occur in the field. Data collection techniques using the techniques of documentation and interviews. The validity of the data using techniques trianggulasi source. The research method used is the method of framing the analysis of Pan Kosicki, with four-blade structure a compete analysis, the syntactic structure, the structure of the script, thematic structure, and rhetorical structure.
commit to user
xx
analysis of framing Pan Kosicki on the news about privileges DIY of Koran Tempo in the edition December 2010 - Januari 2011 is the element of rhetorical. (9) Kompas daily journalist and Koran Tempo journalist in applying the standard of truth, matrix objectivity, and restrictions as well as other elements, in processing and presenting the news influenced by the routine media, namely the decision-making procedures in the news room.
Suggestion the author is: For Media Manager: (1) Media managers is expected as far as possible always apply the principle of balanced news in preaching, through coverboth side even cover all sides. (2) In conducting media coverage as a form of guard against an issue, the media tried to be not only be/become the mouthpiece by certain parties who use it for their interest. For the
Central Government, Parliament, and the Sultan Palace: (1) Central
Government and Parliament should immediately establish regulations which provide legal certainty, the existence of Yogyakarta as special regions, taking into account the aspirations of the people of Yogyakarta through parliament and the palace of Yogyakarta. (2) Once there is legislation setting for the privilege satus of DIY that can later be accepted by all parties including the Sultan Palace and government DIY, expected roles an functions of government can be implemented properly. For further research: News of DIY privilege this is great news that still could raise new issues in its development, because until now there is still no end of the base so that the solution can still be done the research, for example in terms of system administration, culture, and agrarian. (2) Other researchers who want to conduct research on DIY news surrounding the issues of privilege in nation newspapers, could try to use the theory of agenda setting, ro see what the result of the reports for the figures are reported, for DIY figures as to what, for the Government as to what, for the Parliament as to what, as well as for themselves as to what the people of Yogyakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 33 propinsi dengan
dua diantaranya merupakan daerah istimewa, yakni propinsi DI Yogyakarta
dan DI Aceh, juga satu daerah khusus ibukota negara yaitu DKI Jakarta. Dengan
menganut sejarah penunjukan status ketiga propinsi tersebut, tentu ketiganya
memiliki latar belakang yang berbeda dengan propinsi-propinsi lain di
Indonesia.
Terutama DI Yogyakarta, statusnya sebagai Daerah Istimewa itu merujuk
pada runutan sejarah berdirinya propinsi ini, baik sebelum maupun sesudah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka,
Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah
Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualaman. Daerah
yang mempunyai asal-usul dengan pemerintahannya sendiri seperti ini pada
zaman penjajahan Hindia Belanda disebut Zelfbesturende Landschappen,
sedangkan pada zaman kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh
Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Kadipaten Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran
Notokusumo, (saudara Sultan Hamengku Buwono II ) kemudian bergelar Adipati
Pemerintah Hindia Belanda saat itu mengakui Kasultanan maupun
Pakualaman, sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri.
Semua itu dinyatakan dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik
Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No 47 dan kontrak politik
Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono
IX dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan
bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian
wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan
satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Pegangan
hukumnya adalah:
1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII
tertanggal 5 September 1945 (yang dibuat sendiri-sendiri secara terpisah).
3. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal
30 Oktober 1945 (yang dibuat bersama dalam satu naskah).
Namun, beberapa waktu yang lalu Presiden RI ke-enam sendirilah yang
kemudian melontarkan statement yang memunculkan polemik tentang
Keistimewaan DIY. Ya, Keistimewaan Yogyakarta dipertanyakan!. Pada Jumat,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan tidak pernah melupakan
sejarah dan keistimewaan DIY. Keistimewaan DIY itu sendiri berkaitan dengan
sejarah dari aspek-aspek lain yang harus diperlakukan secara khusus sebagaimana
pula yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Maka itu harus diperhatikan aspek
Indonesia adalah negara hukum dan negara demokrasi. Kemudian SBY
melanjutkan dengan mengatakan: “Nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan,
oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan
konstitusi maupun nilai-nilai demokrasi ”. Pernyataan pada bagian inilah yang
mungkin menuai kontroversi dari masyarakat, khususnya masyarakat Yogyakarta.
Pernyataan SBY yang kemudian memunculkan polemik tersebut,
mengacu pada munculnya Undang - Undang No. 32/2004, yang salah satu isinya
menetapkan bahwa Kepala Daerah ditetapkan melalui pemilihan umum atau
yang biasa disebut dengan istilah pemilukada. Semula pemerintah berniat
mengantisipasi keberadaan Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa, dengan aturan
yang tersendiri, namun Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta
itu hingga kini tidak jelas nasibnya. Pembahasan Rancangan Undang-Undang ini
menjadi deadlock, padahal masalahnya hanya menyangkut satu pasal saja yakni
pasal jabatan Gubernur, dalam hal ini pemerintah maunya Gubernur dipilih
langsung oleh rakyat.
Akhirnya permasalahan status Keistimewaan Yogyakarta yang disulut
oleh SBY ini menjadi sebuah wacana nasional masyarakat Indonesia, yang tentu
saja tidak luput dari sorotan media, setelah pro dan kontra Rancangan
Gubernur dipilih langsung oleh rakyat atau ditetapkan. Terjadi perbedaan
pendapat antara Istana dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X, perbedaan
tersebut semakin kentara saat wacana referendum mengemuka. Sultan meminta
keputusan penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
dipilih secara langsung, harus disepakati melalui referendum. Pemerintah dan
DPR, kata Raja Yogyakarta tersebut, tidak bisa menentukan itu sendiri.
Permasalahan RUU Keistimewaan Yogyakarta ini pun, beberapa waktu
yang lalu sempat memicu DPRD Yogyakarta untuk ikut angkat bicara. Menurut
DPRD Yogyakarta, dengan dasar pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, DPRD
DIY menghendaki agar kedudukan sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah
Tingkat I tetap lestari, dengan mengingat sejarah pembentukan dan
perkembangan Pemerintahan Daerahnya yang sepatutnya dihormati.
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 itu menyatakan bahwa ”Pembagian
daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan
hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat Istimewa”.
Sebagai Daerah Otonom setingkat Propinsi, DIY memang dibentuk
dengan Undang-Undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD
1945 tersebut. Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi
bekas Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.
Semakin lama masalah ini berkembang menjadi isu yang hangat
massa, baik cetak maupun elektronik, tingkat lokal maupun nasional dari waktu ke
waktu, mulai dari kemunculannya. Media menyajikan berita seputar Isu
Keistimewaan DIY yang menyangkut polemik RUU Keistimewaan Yogyakarta
ini, sebagai headline media, salah satu diantaranya adalah harian Kompas dan
Koran Tempo. Karena, dilihat dari pandangan media, isu ini dinilai mempunyai
nilai berita yang menarik untuk diikuti perkembangannya tahapan demi tahapan.
Dimana kejadian atau peristiwa yang dianggap mempunyai nilai berita (news
value) adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur kelayakan berita.
Unsur-unsur nilai berita itu antara lain; significance (penting), magnitude
(besaran), timesliness (waktu dan aktualitas), proximity (dekat), prominance
(ketenaran), human interest (manusiawi). Ditambah pula dengan
conflict/controversy (konflik/kontroversi), serta unusual (sesuatu yang tidak
biasa).1
Jika ditemui salah satu dari unsur diatas, maka telah dapat menjadikan
suatu kejadian/peristiwa sebagai nilai berita. Sedangkan apabila ditemukan lebih
dari satu unsur, maka kejadian tersebut semakin bertambah tinggi nilai beritanya.
Karena itu, usaha untuk mendapatkan berita besar adalah mencari kejadian yang
memiliki sebanyak mungkin unsur-unsur tersebut.
Jika dilihat dari unsur kelayakan berita, berita Keistimewaan Yogyakarta
merupakan sesuatu yang significance (penting) bagi khalayak, karena banyak
menyita perhatian masyarakat dan menimbulkan penilaian banyak orang,
magnitude (besaran) sebab menyangkut nasib propinsi Yogyakarta sendiri sebagai
daerah yang Istimewa menurut sejarah, juga menyangkut keutuhan NKRI,
sehingga menjadikan berita ini berita besar dengan cakupan nasional. Unsur
lainnya adalah proximity (dekat), hal ini dapat dilihat dari kedekatan hati antara
Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai raja Yogyakarta dengan rakyatnya,
yang notabene dinilai sangat setia kepada rajanya. Kemudian unsur human
interest (manusiawi), sebab melibatkan gerakan manusia dari pihak-pihak yang
memiliki perbedaan pandangan, seperti dapat dilihat dari munculnya gerakan
masa warga Yogyakarta pendukung penetapan, mereka bersama-sama bersatu
dalam bentuk: paguyuban Lurah dan Pamong Desa Ing Sedya Memetri Asrining
Yogyakarta (Ismaya), Paguyuban Dukuh se-DIY Semarsembogo, Paguyuban
Kepala Desa dan Perangkat Desa se-DIY, Gerakan Semesta Rakyat Jogja
(Gentaraja), Gerakan Rakyat Mataram (Geram), Kawulo Ngayogyakarta
Hadiningrat, Forum Komunikasi Seniman Tradisi se-DIY, Parade Nusantara,
maupun dalam bentuk demonstrasi sebagai wujud interaksi penggambaran
kesamaan tekat.
Selain itu juga ada unsur prominance (ketenaran), dikarenakan ada
sesuatu yang membuat masyarakat luar Yogyakarta sendiri pun begitu
mengagumi kota ini, dan sampai–sampai menganggapnya sebagai rumah kedua,
misalnya saja para pelajar dari luar kota yang sedang menuntut ilmu di kota ini,
sehingga menjadikan DIY terkenal / tenar dengan sebutan kota pelajar.
Unsur selanjutnya yang menarik dan penting dalam kasus ini adalah
Pusat, Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, DPR, dan masyarakat Yogyakarta
yang mengacu pada RUU Keistimewaan DIY.
Meminjam istilah George Wang, “Konflik adalah oase yang tak pernah
kering dalam proses produksi berita”.2 Rumusan klasiknya adalah; konflik, kontradiksi, dan kontroversi adalah sesuatu yang paling bernilai berita. Sebuah
konflik dan kontroversi bagaimana pun membutuhkan pemberitaan media, begitu
juga konflik yang terjadi dalam masalah status Keistimewaan Yogyakarta yang
mengacu pada RUUK Yogyakarta. Khalayak juga sangat tergantung kepada
pemberitaan media guna mengetahui perkembangan konflik dan kontroversi.
Dalam hal ini media berperan sebagai penyampai opini dan vokasi tentang
kontroversi dan isu, serta memberitahu khalayak tentang perkembangan masalah
dari waktu ke waktu yang membawanya kepada posisi yang strategis dalam
konflik. Dalam titik ini media tidak hanya dapat mempengaruhi opini masyarakat
tetapi juga pihak-pihak yang terlibat dalam konflik itu sendiri.
Dalam kasus Keistimewaan Yogyakarta ini, media dianggap memiliki
kekuatan tertentu, yang tentu saja mampu mempengaruhi situasi konflik.
Kekuatan media ini muncul melalui proses pembingkaian (framing), teknik
pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan sudut pandang (angel),
penambahan foto, gambar, dan lain-lain. Dengan demikian sebetulnya media
mempunyai potensi sebagai peredam atau pendorong konflik. Media bisa juga
memperjelas atau mengeleminirnya, dengan menekankan bagian tertentu,
menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu
realitas/peristiwa. Dalam hal ini media melakukan seleksi, menghubungkan, dan
menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh
dan diingat oleh khalayak.
Media massa dilihat sebagai forum bertemunya pihak-pihak dengan
kepentingan, latar belakang dan sudut pandang yang berbeda. Setiap pihak
berusaha menonjolkan baris penafsiran klaim, argumentasi masing-masing yang
berkaitan dengan yang diberitakan atau diwacanakan.
Berita mengenai Keistimewaan Yogyakarta sangat menarik untuk diteliti,
karena Peneliti ingin melihat bangaimana sikap media di dalam memposisikan
dirinya dalam pemberitaan seputar masalah ini, khususnya pada harian Kompas
dan Koran Tempo. Apakah media bersifat netral dengan mewadahi berbagai
wacana yang berkembang atau justru memiliki kecenderungan tertentu. Tentu
setiap media memiliki ideologi yang berbeda satu sama lain, sehingga dalam
menyusun fakta realita yang berkembang menjadi berita akan berbeda pula
hasilnya antara satu media dengan media yang lain. Namun dalam hal ini Peneliti
tidak bertujuan membandingkan pemberitaan mengenai polemik RUU
Keistimewaan Yogyakarta antara harian Kompas dengan Koran Tempo, tetapi
melihat bagaimana media mengkonstruksikan realitas peristiwa atau membingkai
(mem-frame) berita sesuai dengan penerapan standar kebenaran, matrik
obyektifitas, dan batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya.
Oleh karena itu untuk melihat hal ini Peneliti memilih menggunakan
dapat menerapkan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan
serta unsur-unsur lainnya dalam mengolah dan menyuguhkan berita.
Analisis ini mengungkapkan bahwa wacana yang dihasilkan media
massa memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan apa yang penting
bagi khalayak pembaca publik dan berbagai persoalan dan isu yang berkembang
dalam wacana publik. Hal lain yang penting dalam pendekatan framing adalah,
bahwa analisanya sampai pada tataran untuk mengetahui bagaimana perspektif
atau cara pandang wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Hal ini
yang tidak diketemukan dalam metode analisis jenis lainnya, seperti analisis isi,
analisis wacana, agenda setting, dan semiotik.
Model Analisis framing yang dipilih adalah model analisis framing Pan
Kosicki, yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Alasan
mengapa menggunakan model Pan Kosicki dalam penelitian ini adalah karena
model ini dinilai tepat untuk dipakai membedah pembingkaian realitas oleh
media melalui isi berita/teks media. Model ini juga merupakan salah satu
alternatif yang baik dalam menganalisis teks media disamping analisis isi
kuantitatif, karena memiliki empat struktur pisau analisis yang lengkap, yaitu
struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.
Sedangkan alasan pemilihan persoalan mengenai isu seputar
Keistimewaan Yogyakarta terkait RUUK Yogyakarta, adalah karena wacana ini
sedang ”booming” di berbagai media di Indonesia baik media cetak maupun
media elektronik, lokal maupun nasional, dimana hingga saat ini belum diketahui
menyangkut sejarah bangsa dan dapat mengakibatkan perubahan sosial, politik,
budaya, bahkan tata pemerintahan. Sedangkan alasan pemilihan harian Kompas
dan Koran Tempo sebagai media yang diteliti, karena keduanya adalah media
bertaraf nasional yang sudah ternama, dan punya rating tinggi disertai dengan isi
pemberitaan yang kritis dan logis, dengan bahasa santun namun cerdas. Untuk
edisi seputar topik ini yang dipilih adalah pada edisi Desember 2010 – Januari
2011, karena pada periode inilah isu mengenai Keistimewaan Yogyakarta
berhembus kencang, dan banyak diliput oleh media massa.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah berguna untuk mempermudah dalam pelaksanan
penelitian. Agar dapat memberikan gambaran yang jelas sehingga dapat tercapai
sasaran dan tujuan yang dipilih. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka
dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Seperti apa pemberitaan yang dilakukan harian Kompas dan Koran
Tempo pada periode Desember 2010 – Januari 2011 sebagai bentuk
penilaian ( variabel independent ) terhadap isu Keistimewaan propinsi
Yogyakarta ( variabel dependent ) ?
2. Seperti apa harian Kompas dan Koran Tempo mengkonstruksikan realitas
peristiwa atau membingkai (mem-frame) isu Keistimewaan Yogyakarta
berkaitan dengan RUUK Yogyakarta dalam pemberitaannya?
3. Seperti apa penerapan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan
harian Kompas dan Koran Tempo dalam mengolah dan menyuguhkan
berita?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui data tentang penilaian harian Kompas dan Koran
Tempo terhadap isu Keistimewaan propinsi Yogyakarta dalam
pemberitaan yang dilakukan keduanya pada periode Desember 2010 –
Januari 2011.
2. Untuk mengetahui data tentang framing (pembingkaian) harian Kompas
dan Koran Tempo pada pemberitaan seputar isu Keistimewaan Yogyakarta
terkait RUUK Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui penerapan standar kebenaran, matrik obyektifitas, dan
batasan-batasan serta unsur-unsur lainnya, yang digunakan oleh wartawan
harian Kompas dan Koran Tempo dalam mengolah dan menyuguhkan
berita.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
Bagi Peneliti
o Diharapkan dapat memberi gambaran, bagaimana cara suatu
media dalam mengkonstruksikan realitas peristiwa atau
o Diharapkan dapat memberi gambaran, faktor apa saja yang
berpengaruh dalam proses framing/rekonstruksi realitas peristiwa.
Bagi Mahasiswa, Dosen, dan Akademisi Ilmu Komunikasi
o Diharapkan dapat menjadi referensi, bahan perbandingan, dan
bahan pembelajaran dalam penelitian kasus serupa di waktu
mendatang.
Bagi Praktisi Media Massa
o Diharapkan dapat menjadi penilaian terhadap penerapan standar
kebenaran, matrik obyektifitas, dan batasan-batasan serta
unsur-unsur lainnya, yang digunakan oleh wartawan dalam mengolah
dan menyuguhkan berita.
Bagi Masyarakat
o Diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran, guna mengetahui
bagaimana perspektif atau cara pandang wartawan ketika
menyeleksi isu dan menulis berita.
o Dapat mengetahui bentuk pemberitaan yang dimuat dalam harian
Kompas dan Koran Tempo mengenai isu Keistimewaan propinsi
Yogyakarta.
b. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbang pemikiran dalam
penyempurnaan konsep dan teori analisis framing media, dalam
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menunjang perumusan masalah dan mempermudah penyampaian
teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini, maka sebelumnya akan
dijelaskan beberapa poin-poin yang didapat dari sumber berupa textbook, hasil
penelitian, dan sebagainya, yang mendukung pembahasan dan mendukung
pembuatan instrumen. Adapun penyusunannya adalah sebagai berikut :
a. Isu dan Opini Publik
Isu diuraikan sebagai topik yang terbentuk di sekitar masyarakat. Isu bisa
pula didefinisikan sebagai perbedaan pendapat diantara kelompok-kelompok
berdasarkan kesenjangan dalam fakta, nilai, atau kejadian. Definisi lainnya dari
Isu adalah perbedaan pandangan antara dua atau lebih pihak terhadap alokasi
sumberdaya, termasuk alam, finansial, politik, atau simbolik.3
Isu yang sifatnya pribadi biasanya mencakup ketidaksetujuan yang
muncul di masyarakat. Isu dapat pula diperdebatkan oleh masyarakat, dicakup
oleh media massa, dan disampaikan oleh pemerintah.
Isu tidaklah statis melainkan dinamis, ia tergantung pada besarnya
perhatian yang diterima selang waktu tertentu. Isu akan tumbuh sejak munculnya
sampai kepada kematangan yang prosesnya bisa memakan waktu lama. Meskipun
demikian, yang harus diperhatikan dari suatu isu adalah terciptanya
ketidakpastian.
Isu yang bergulir di kalangan khalayak ramai dapat menimbulkan suatu
opini publik. Opini adalah pendapat atau pandangan tentang sesuatu. Karena itu,
opini bersifat subjektif karena pandangan atau penilaian seseorang dengan yang
lainnya selalu berbeda. Jadi, kendati faktanya sama, namun ketika orang beropini,
antara orang yang satu dengan orang yang lainnya memperlihatkan adanya
perbedaan4.
V.O. Key, Jr. mendefinisikan opini publik sebagai berikut: ”the
combined person opinions of adult toward issues of relevance to government”.
Menurut pendapat V.O Key, Jr. opini publik dipandang sebagai gabungan
pendapat pribadi dari orang-orang dewasa terhadap isu-isu yang relevan dengan
pemerintah5.
Ada beberapa macam definisi mengenai opini publik, dilihat dari
beberapa tinjauan ilmu, antara lain6 :
1. Ditinjau dari ilmu sosiologi, menurut William G Sumer, opini publik diartikan sebagai kekuatan yang ada dalam masyarakat. Disini kekuatan berasal dari norma atau mitos yang berada di masyarakat dan bukan dari pendapat perorangan. Definisi ini menjelaskan bahwa jika suatu pendapat dianut oleh banyak orang, maka dapat diasumsikan bahwa pendapat itu benar.
2. Ditinjau dari ilmu komunikasi, menurut Bernard Berelson, opini publik diartikan sebagai pertukaran informasi yang membentuk sikap, menentukan isu dalam masyarakat, dan dinyatakan secara terbuka. Opini publik sebagai komunikasi mengenai soal-soal tertentu yang jika dibawakan dalam bentuk atau cara tertentu kepada orang tertentu akan membawa efek tertentu pula.
3. Ditinjau dari ilmu Psikologi, menurut Leonard W. Doob, opini publik diartikan sebagai hasil dari sikap sekumpulan orang yang memperlihatkan reaksi yang sama terhadap rangsangan yang sama dari luar.
4
.Aceng Abdullah, PRESS RELATION; Kiat berhubungan dengan media massa, Remaja
Rosdakarya, Bandung,2001 5
V.O. Key, Jr., ”PublicOpinion and American Democracy”, New York: Knopf, 1967, page. 14 dalam Erikson, Robert S. Luttbeg, Norman R; Tedin, Kent L. Pendapat umum- Amerika, (New York: John Wiley & Son, 1980), Hal: 2-3
6
Menurut Erikson, Lutberg, dan Tedin ada empat tahap terbentuknya opini
publik, tahapan itu antara lain7:
1. Muncul isu yang dirasakan sangat relevan bagi kehidupan orang banyak.
2. Isu tersebut relatif baru hingga memunculkan kekaburan standar penilaian atau standar ganda.
3. Ada opinion leaders (tokoh pembentuk opini) yang juga tertarik dengan isu tersebut, seperti politisi atau akademisi.
4. Mendapat perhatian pers hingga informasi dan reaksi terhadap isu tersebut diketahui khalayak.
Isu seputar keistimewaan DIY yang dibahas dalam penelitian ini
merupakan suatu isu penting yang dapat menimbulkan beraneka macam opini
publik.
b. Berita
1. Pengertian Berita
a. Berita adalah fakta, opini, pesan, informasi yang mengandung
nilai-nilai yang diumumkan, diinformasikan, yang menarik
perhatian sejumlah orang. Unsur-unsur yang terpenting dari berita
adalah “dikomunikasikan” dan “menarik perhatian sejumlah orang”
karena merupakan sesuatu yang “baru” bagi mereka. Jadi sekalipun
ada fakta, opini, dan nilai, tapi fakta tersebut belum
dikomunikasikan belum dapat disebut berita. Sebaliknya, jika
sesudah dikomunikasikan namun tidak menarik publik atau
7
kelompok publik yang dituju karena bukan sesuatu yang baru, itu
pun belum dapat disebut sebagai berita.8
b. Berita itu adalah sesuatu yang nyata (news is real). Wartawan adalah pencari fakta. Fakta yang dilengkapi dengan benar akan sama dengan kebenaran itu sendiri. Rem Rieder, editor American Journalism Review, mengatakan: Fakta adalah fakta, fiksi adalah fiksi. Jika ingin mengarang fiksi tulislah novel. Berita adalah juga peristiwa yang segar, yang baru saja terjadi, plus dan minus. Dari peristiwa itu, berita merentang sedikit ke masa lampau dan masa datang. Tekanan pada unsur waktu ini perlu sebab masyarakat sadar akan sifat sementara dari suatu keadaan. Keadaan selalu berubah dan konsumen berita ingin informasi yang paling kini. Perkembangan berita pagi ini mungkin sudah meninggalkan “fakta” yang ditulis semalam.9
c. Mark Fishman memberikan definisi berita sebagai berikut:
News is neither a reflection nor a distortion of reality because either of these characterization implies that news can record what is out there. News story, if they reflect anything, reflect the practice of the workers in the organizations that produce news. Some time ago Walter Gieber (1964) made the point that news is what newspapermen make it. 10
Mark Fisherman memandang berita bukanlah refleksi atau distorsi
dari realitas yang seakan berada di luar sana. Titik perhatian tentu
saja bukan apakah berita merefleksikan realitas, apakah berita
distorsi atas realitas, maupun apakah berita sesuai dengan
kenyataan ataukah bias terhadap kenyataan yang digambarkannya.
Karena tidak ada realitas dalam arti riil yang berada di luar diri
wartawan. Kalaulah berita itu merefleksikan sesuatu maka refleksi
8
Maria Assumpta Rumanti, "Dasar-dasar public relation, teori dan praktik", Grasindo, Jakarta, 2002, hal. 130
9
Lih. rem Rieder, "Old Value for New Landscape", dalam American Journalism Review, Nov, 1999. dalam Luwi Ishwara, "Jurnalisme Dasar:Skeptis itulah ciri khas jurnalisme, hanya dengan bersikap skeptis, sebuah media dapat hidup", Seri Jurnalistik KOMPAS, Jakarta, 2011, hal: 76 10
itu adalah praktik pekerja dalam organisasi yang memproduksi
berita. Berita adalah apa yang pembuat berita buat.
2. Nilai Berita
Jurnalisme adalah bercerita dengan suatu tujuan. Dalam cerita atau berita
itu tersirat pesan yang ingin disampaikan wartawan kepada pembacanya, dan ada
tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Dalam berita ada karakteristik intrisik
yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Menurut Shoemaker dan Reese,
Nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak11. Nilai berita merupakan prosedur standar peristiwa apa yang bisa disebarkan kepada khalayak.
Sehingga suatu peristiwa tidak bisa langsung disebarkan kepada khalayak sebagai
berita, ia harus disaring untuk diproses secara profesional oleh wartawan dengan
memilih peristiwa yang tidak biasa terjadi di sekitar khalayak. Jadi, Nilai berita
adalah produk dari konstruksi wartawan, ia menjadi ukuran yang berguna, atau
yang biasa diterapkan, untuk menentukan kelayakan berita (newsworthy). Nilai
berita yang berasal dari news value bisa diketahui dari “pesan” yang dikandung
oleh suatu berita. Pesan tersebut berisi nilai-nilai; dalam arti bahwa suatu
peristiwa ataupun pernyatan seseorang tidak mungkin menjadi berita jika tidak
memiliki nilai berita. Nilai-nilai berita setidaknya dapat berupa12: 1. Informasi
2. Klarifikasi
11 Luwi Ishwara, "Jurnalisme Dasar: Skeptis itulah ciri khas jurnalisme, hanya dengan bersikap
skeptis, sebuah media dapat hidup", Seri Jurnalistik KOMPAS, Jakarta, 2011, hal. 77 12
3. Memperluas wawasan
4. Melahirkan konflik
5. Meredam konflik
6. Menyebarkan keadilan dan kebenaran
7. Menyelesaikan masalah
Peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung
konflik (conflict/controversy), bencana alam dan kemajemukan (natural disasters
& the plurality), dampak (impact), kemasyhuran (fame), saat yang tepat
(timeliness) / kesegaran(freshness) dan kedekatan (proximity), keganjilan
(peculiarity), interaksi manusia / human interest, seks, dan aneka lainnya.13 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Gambaran Umum Nilai Berita
No. Unsur Nilai Berita Penjelasan
1. Prominance Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting.
2. Human Interest Peristiwa lebih memungkinkan disebut berita kalau peristiwa itu lebih banyak mengandung unsur haru, sedih, dan menguras emosi khalayak.
3. Conflict/Controversy Peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita dibandingkan dengan peristiwa yang biasa-biasa saja.
4. Unusual Berita mengandung peristiwa yang tidak biasa, peristiwa yang jarang terjadi.
5. Proximity Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan dengan peristiwa yang jauh, baik fisik maupun emosional dengan khalayak. 6. Timeliness/Freshness Peristiwa yang menyangkut hal-hal yang
khalayak, dibandingkan peristiwa sudah berlalu.
7. Magnitude Peristiwa yang dianggap lebih besar pengaruhnya / menyangkut lebih banyak orang dibandingkan peristiwa lainnya.
8. Pecualirity Peristiwa yang dianggap ganjil oleh khalayak dan tidak normal.
9. Fame Peristiwa yang menyangkut hal-hal atau orang perorang yang terkenal di mata khalayak. 10. Seks Peristiwa yang berkaitan dengan nilai-nilai
seks.
* Hasil rangkuman dan adopsi dari Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi,
dan Politik media, LKiS, Yogyakarta, 2002, hal: 106-107, dan sumber-sumber lain.
3. Syarat Berita
Suatu peristiwa yang awalnya kompleks dan tidak beraturan namun
memiliki kelengkapan unsur-unsur berita, yang kemudian ia ditangkap oleh
wartawan untuk diolah secara profesional dengan cara disederhanakan dan dibuat
bermakna sebagai sebuah berita, haruslah memiliki syarat-syarat tertentu sebelum
ia disebar luaskan kembali kepada khalayak melalui media massa, Syarat-syarat
berita tersebut adalah14 :
a. Akurat, singkat, padat, jelas, dan sesuai dengan kenyataan. b. Tepat waktu dan aktual.
c. Obyektif, sama dengan fakta yang sebenarnya, tanpa opini dari penulis yang dibuat-buat.
d. Menarik, apa yang disajikan terdiri dari kata-kata dan kalimat yang khas, segar, dan enak dibaca.
e. Baru, belum diberitakan sebelumnya atau merupakan ulangan, “baru” ini sangat penting, yang menarik perhatian.
14
4. Produksi Berita
Dalam proses produksi berita tahap awalnya adalah bagaimana wartawan
mempersepsi peristiwa/fakta yang akan diliput. Menurut Mark Fishman, ada dua
kecenderungan studi melihat proses produksi berita15. Pertama, disebut pandangan seleksi berita (selectivity of news). Dalam bentuk yang umum
pandangan ini sering melahirkan teori seperti gatekeeper, intinya: proses produksi
berita adalah proses seleksi yang dilakukan wartawan di lapangan dengan memilih
peristiwa mana yang penting mana yang tidak, mana yang bisa diberitakan mana
yang tidak. Setelah itu diseleksi dan disunting lagi oleh redaktur guna melihat
bagian mana yang perlu dikurangi atau ditambah. Pandangan ini mengandaikan
seolah-olah ada realitas yang benar-benar riil di luar diri wartawan, dimana
realitas tersebut yang akan diseleksi wartawan guna dibentuk menjadi sebuah
berita. Pendekatan Kedua, pendekatan pembentukan berita (creation of news),
dalam perspektif ini peristiwa bukan diseleksi, melainkan sebaliknya, yakni
dibentuk oleh wartawan dengan melakukan kreasi peristiwa dan realitas.
Wartawan berinteraksi dengan dunia (realitas) dan dengan orang yang
diwawancarai, dan sedikit banyak menentukan bagaimana bentuk dan isi berita
yang dihasilkan. Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada
realitas objektif yang berada di luar, melainkan karena orang akan
mengorganisasikan dunia yang abstrak ini menjadi dunia yang koheren dan
beraturan serta mempunyai makna.
15
Proses pembentukan berita adalah proses yang rumit dan banyak faktor
yang berpotensi untuk mempengaruhinya. Di dalam ruang pemberitaan sendiri
yang merupakan tempat produksi berita, ada banyak kepentingan dan pengaruh
yang dapat mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan
dalam memaknai realitas dalam presentasi media. Pamela J. Shoemaker dan
Stephen D. Reese menyebutkan ada faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan16, faktor tersebut adalah:
a. Faktor individual, faktor ini berhubungan dengan latar belakang
profesional dari pengelola media. Level individual melihat
bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media
mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada
khalayak.
b. Level rutinitas media (media routine), rutinitas media berhubungan
dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Dimana setiap
media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang
disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria
kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang
berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola
media yang berada di dalamnya.
c. Level organisasi, level ini berhubungan dengan struktur organisasi
yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media
dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi
16
itu sendiri. Karena masing-masing komponen dalam organisasi
media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri.
d. Level extra media, level ini berhubungan dengan faktor lingkungan
di luar media. Hal-hal di luar organisasi media sedikit banyak
dalam banyak kasus akan mempengaruhi pemberitaan media. Ada
beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan luar media,
seperti:
Sumber berita, ia mempunyai kepentingan untuk
mempengaruhi media dengan berbagai alasan: memenangkan
opini publik, atau membuat citra tertentu kepada khalayak,
dan seterusnya.
Sumber penghasilan media, ia bisa berupa iklan, bisa pula
berupa pelanggan/pembeli media. Misalnya, media tertentu
tidak akan memberitakan kasus tertentu yang berhubungan
dengan pengiklan, kecuali ada tema tertentu yang menarik dan
bisa mendongkrak penjualan sang pelanggan. Dari sini dapat
dilihat bahwa pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai
pemberitaan media.
Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis.
Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing
lingkungan eksternal media. Misalnya, di negara otoriter
pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam
demokratis dan menganut liberalis campur tangan negara
praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar berada pada
lingkungan pasar dan bisnis.
Level ideologi, ideologi disini diartikan sebagai kerangka
berfikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh
individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka
menghadapinya.
5. Kategori Berita
Prinsip lain dalam proses produksi berita adalah pengkategorian berita.
Menurut Touchman ada lima kategori berita yang dipakai oleh wartawan untuk
membedakan jenis isi berita dan subyek peristiwa yang menjadi berita, yaitu hard
news, soft news, spot news, developing news, dan continuitas news17. Penjelasan kelima kategori berita tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hard News, Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu. Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas, semakin cepat diberitakan semakin baik, karena ukuran keberhasilan dari kategori berita ini adalah dari sudut pandang kecepatan pemberitaannya. Berita hard news berhubungan dengan peristiwa yang penting dan cerita yang menarik untuk manusia. Peristiwa yang masuk dalam kategori hard news adalah peristiwa yang direncanakan (sidang istimewa, memorandum, pemeriksaan pejabat atas tuduhan korupsi) bisa juga peristiwa yang tidak direncanakan (kerusuhan di sampit, atau bencana alam di lampung).
17
.Gaye Tuchman, ”Making News by Doing Work: Routinizing the Unexpected” dalam Morris Janowitz and Paul Hirsch (ed), Reader in Public Opinion and mass Communication. Third Edition,
b. Soft News, Kategori berita ini berhubungan dengan kisah manusiawi (human interest). Dalam berita soft news informasi yang disajikan kepada khalayak bisa diberitakan kapan saja karena yang dilihat adalah apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan perasaan khalayak. Berita soft news berhubungan dengan peristiwa yang menarik yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
c. Spot News, adalah subklasifikasi dari berita hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan dan tidak bisa diprediksi, karena tidak bisa diperkirakan secara spesifik dimana dan kapan peristiwa akan terjadi.
d. Developing News, adalah subklasifikasi lain dari hard news. Dalam developing news peristiwa yang diberitakan adalah mirip dengan spot news yakni berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga, namun dalam developing news dimasukkan elemen lain, dimana peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya.
e. Continuing News, juga merupakan subklasifikasi dari hard news. Dalam continuing news peristiwa-peristiwa bisa diprediksi dan direncanakan. Dimana suatu peristiwa bisa jadi kompleks, dan tidak terduga tetapi mengarah pada satu tema tertentu. Sebagai contoh, adalah peristiwa jatuhnya memorandum sampai sidang istimewa.
c. Media Massa
1. Pengertian Media Massa
Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita.
Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau
tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa bekerja untuk
menyampaikan informasi. Untuk khalayak informasi itu dapat membentuk,
mempertahankan, atau mendefinisikan citra.18
2. Fungsi Media Massa
Media massa dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi memiliki
berbagai macam fungsi, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Media
massa adalah alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum
tentang banyak hal. Ia bukanlah sesuatu yang bebas, independent, tetapi memiliki
keterkaitan dengan realitas sosial. Fungsi media massa secara umum adalah19 : a. Pengantar (pembawa) bagi segenap pengetahuan. Jadi, media
massa memainkan peran institusi lainnya.
b. Media massa menyelenggarakan kegiatan dalam lingkungan publik. Pada dasarnya media massa dapat dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara sukarela, umum, dan murah.
c. Hubungan antara pengirim pesan dengan penerima pesan pada dasarnya seimbang dan sama.
d. Media massa menjangkau lebih banyak orang dari pada institusi lain, dan sejak dulu “mengambil alih” peranan sekolah, orang tua, agama, dan lain-lain.
3. Aspek-aspek yang membuat media massa penting dalam kehidupan
politik20
a. Daya jangkauannya (coverage) yang sangat luas dalam menyebarluaskan informasi politik; yang mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi (demografis), juga perbedaan paham dan orientasi (psikografis). Dengan begitu, suatu masalah politik yang dimediasikan menjadi perhatian bersama di berbagai tempat dan kalangan.
b. Kemampuannya melipat gandakan pesan (multiplier of message) yang luar biasa, Satu peristiwa politik bisa dilipat gandakan pemberitaannya sesuai jumlah eksemplar koran, tabloid, dan majalah yang tercetak, juga bisa diulang-ulang penyiarannya sesuai kebutuhan. Alhasil, pelipat gandaan ini menimbulkan dampak yang sangat besar di tengah khalayak.
19 Firsan Nova, Ibid.
20
c. Setiap media bisa mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masing-masing, Kebijaksanaan redaksional yang dimilikinya menentukan penampilan isi peristiwa politik yang diberitakan. Justru karena kemampuan inilah media banyak diincar oleh pihak-pihak yang ingin menggunakannya dan sebaliknya dijauhi oleh pihak yang tak menyukainya.
d. Fungsi Agenda Setting, media memiliki kesempatan yang luas (bahkan hampir tanpa batas) untuk memberitakan sebuah peristiwa politik. Sesuai dengan kebijakannya masing-masing. Setiap peristiwa politik dapat disiarkan atau tidak disiarkan. Yang jelas, belum tentu berita politik yang menjadi agenda merupakan agenda publik juga.
e. Pemberitaan peristiwa politik oleh suatu media lazimnya berkaitan dengan media lainnya hingga membentuk rantai informasi (media as links in other chains). Hal ini akan menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran informasi politik dan dampaknya terhadap publik. Dengan adanya aspek ini, semakin kuatlah peranan media dalam membentuk opini publik.
Dalam kerangka pembentukan opini publik, media massa umumnya
melakukan tiga kegiatan sekaligus, Pertama, menggunakan simbol-simbol politik
(language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing
strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting function).21
d. Sejarah Keistimewaan Yogyakarta
Yogyakarta adalah daerah yang pernah menjadi Ibukota RI di tahun
1946-1949 pada masa penjajahan Belanda (tepatnya tanggal 4 Januari 1946 s.d 27
Desember 1949). Pada waktu itu Sultan Hamengku Buwono IX menjadi
pemimpin pemerintahan di Indonesia, dikarenakan Mohammad Hatta yang
merupakan perdana menteri saat itu menjadi wakil RI dalam Konferensi Meja
21
Bundar (KMB) di Belanda. Dan Sultan Hamengku Buwono IX pula lah yang
mewakili RI dalam penyerahan kekuasaan dari Belanda melalui Lovink sebagai
wakil Belanda.
Melihat sejarah perjuangan pada masa perang kemerdekaan tersebut
sudah sepantasnya Yogyakarta mendapat predikat Daerah Istimewa dari
Pemerintah RI berkaitan dengan statusnya. Yogyakarta pun pernah dirumuskan
keistimewaannya meliputi tiga hal yang dapat ditelusuri dari kenyataan historis,
yaitu keistimewaan dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah,
keistimewaan dalam hal pemilikan tanah, dan keistimewaan dalam kebudayaan.
Meski secara yuridis belum diatur tersendiri secara keseluruhan, namun hal ini
sejak tahun 1945 sudah dihayati dan dilaksanakan oleh pemerintah DIY, dan tidak
ditolak Pemerintah Pusat. Dan akan lebih baik lagi bila benar-benar dikukuhkan
dalam peraturan perundang-undangan RI yang resmi, mengingat lima landasan
sebelumnya dianggap belum cukup kuat mengukuhkan status keistimewaan
Yogyakarta. Kelima landasan hukum sebelumnya yang dibuat berkaitan dengan
Keistimewaan Yogyakarta tersebut antara lain:
1. UUD 1945 pasal 18, yang memberi pengakuan formal terhadap
daerah-daerah yang memiliki keistimewaan, yang diatur dengan
Undang-undang, dengan mengingat hak-hak asal-usul yang berlaku
di daerah istimewa itu”.22
22