• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reproduksi dan Ayat Ayat Penciptaan Manu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Reproduksi dan Ayat Ayat Penciptaan Manu"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

REPRODUKSI DAN AYAT-AYAT PENCIPTAAN MANUSIA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Al-Qur'an dan Sainstek yang diampu oleh Bapak Muchotob Hamzah, KH, Drs., MM

Disusun oleh: Ardiyanto 8011052

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS SAIN’S AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO

▸ Baca selengkapnya: ayat 15 dan fadilahnya

(2)

KATA PENGANTAR.

Salah satu bentuk ibadah manusia kepada Tuhan-Nya adalah bertafakur tentang keberadaan dirinya sendiri dan ayat-ayat afak(alam semesta) karena dengan demikian manusia yang berakal sehat dapat menemukan bahwa satu-satunya arsitek dan kreator hanyalah Allah SWT. Jika hal ini telah tertanam dalam jiwa setiap orang, tentu keimanan akan selalu menyertainya. Dimana pun ia berada akan selau ingat bahwa dirinya telah telah

diciptakan Allah SWT dalam keadaan yang sempurna dan sebaik-baiknya. Dialah yang telah mengatur dan mendesain susunan jaringan rumit yang ada dalam tubuh manusia. Diantara ayat-ayat yang ada dalam diri manusia adalah perkembangan janin dalam kandungan sang ibu dan susunan sel saraf manusia. Semua itu menunjukkan kebenaran Al-Qur’an dan kekuasaan Allah, Pencipta alam semesta beserta isinya. Dialah sang Mushawwir(Pembentuk) Agung yang tiada duanya. Hanya dari setetes air mani, Allah SWT membentuk bayi menjadi sempurna wujudnya.

Maka hendaklah menusia memperhatikan dari apa ia diciptakan (QS Ath-Thariq:5)

Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya (QS Abasa:24) Inilah sebagian ayat penciptaan yang mengarahkan pandangan manusia agar

memperhatikan dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, Al-Qur’an tidak

membatasi pandangan manusia pada kitab yang bisa dibaca saja, tetapi juga pada kitab Al-Masyhud (yang dapat dilihat).

▸ Baca selengkapnya: ayat 15 dan manfaatnya

(3)

Dan pada diri kalian, apakah kalian tidak memperhatikan?(QS Adz-Dzariyat:21) Ayat-ayat anfus (yang ada dalam diri manusia) ini dapat memberikan dampak yang positif dan negatif dalam jiwa manusia. Pertama, manusia yang mengarahkan pandangannya terhadap ayat-ayat anfus ini bisa jadi malah jauh dari Tuhannya karena beranggapan agama tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkembang seiring zaman. Kedua,

manusia yang telah mendapatkan bukti dari ayat-ayat anfus ini akan bertambah imannya dan makin yakin bahwa dunia dan isinya ini ada yang mengaturnya, yaitu Zat Yang Sempurna dan Mahakuasa.

Al-Qur’an membicarakan proses perkembangbiakan (reproduksi) manusia dengan menyebut tempat-tempat mekanisme yang tepat serta tahap-tahap reproduksi tanpa keliru sedikitpun.

Allah berfirman:

(4)

(berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al-Mu’minun(23): 12-14)

Ketika menafsirkan ayat-ayat diatas, Sayyid Quthb menerangkan bahwa nash tersebut menunjuk kepada reproduksi manusia, dan manusia itu menjalani tahap perkembangan sejak dari tanah sampai menjadi manusia. Tetapi bagaimana proses perkembangbiakan selanjutnya, Al-qur’an tidak memberikan rinciannya. Mungkin proses tersebut sesuai dengan temuan sains atau mungkin berbeda, atau melalui metode lain yang belum dikutahui. Namun yang jelas, Al-qur’an memuliakan manusia dengan menetapkan bahwa dalam dirinya terdapat tiupan ruh

Allah.

Kehamilan dimulai sejak sperma (spermatozoa) atau benih laki-laki masuk kedalam sel telur wanita (ovum). Saat itulah terjadi pembuahan atau konsepsi.

Memperhatikan nash Al-qu’an, terdapat para ulam, dan pendapat para ilmuwan sains modern, akan dijelaskan tahap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim pada pembahasan berikutnya.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tanda-tanda yang ada pada diri manusia menunjukkan sifat penciptaan (makhluk) dan hikmahnya dengan dua cara berikut.

Pertama, Mengarahkan pandangan manusia ke semua benntuk asalnya (dari fase ke fase yang lain), kemudian mengarahkan pandangannya ke asal individu seseorang, dari awal sampai akhir.

Kedua, mengarahkan pandangan manusia kepada dirinya sendiri, kemudian

difokuskan pada beberapa anggota tertentu. Hal ini sangat jelas tertera di dalam ayat-ayat Al-Qu’an, seperti penggunaan kata Khalaqakum, khalaqa lakum, ja’alakum, dan ja’ala lakum.

Katakanlah, “Dialah yang telah menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu

(5)

Dua cara ini menggabungkan antara pandangan lengkap yang mengambil bentuk manusia secara keseluruhan dan pandangan yang difokuskan apda individu seseorang, bahkan yang difokuskan pada bagian-bagian di dalamnya.

Tidak diragukan bahwa ketika manusia melihat ayat-ayat Allah yang ada pada dirinya-secara menyeluruh-kemudian terperinci pada bagian-bagiannya, ia akan mengambil petunjuk yang lebih baik dan hal itu akan terjadi ketika ia melihat bagian-bagiannya tersusun secara harmonis.

Ayat-ayat Al-Qur’an berbeda dalam ijaz dan tafsilnya,, sebagiannya lebih jelas dari sebagian yang lain. Dapat dikatakan bahwa keua ayat berikut telah mencakup ayat-ayat penciptaan dan hikmahnya dengan seluruh pembahasannya.

Maka hendaklah manusia memerhatikan dari apa ia diciptakan. (QS. Ath-Thariq:5) dan

Maka hendaklah manusia itu memerhatikan makanannya. (QS. Abasa:24) Ayat pertama meringkas ayat-ayat yang memisahkan dalil-dalil penciptaan, dan hikmah penciptaan manusia, sejak awal sampai akhir. Ayat kedua meringkas ayat-ayat yang memisahkan dalil-dalil penciptaan, hikmah dalam anggota badan, dan tugas-tugasnya.

Ketika Al-Qur’an mengingatkan manusia dengan beberapa tahap penciptaanya, hal itu dimaksudkan untuk mengingatkan ibrah-nya yang besar, yaitu sesuatu yang dilupakan

manusia hingga ia mengetahui tahap-tahap dan namanya.

Manusia lupa dengan ibrah (pelajaran) tahap-tahap penciptaan ini karena

(6)

Jadi, maksud Al-Qur’an bukanlah sekkedar memberinya bekal pengetahuan untuk mengenal sehingga manusia melihat fase-fase itu pada dirinya sendiri dan yang lainnya. Akan tetapi, Al-Qur’an menghendaki ketika manusia membaca fase-fase penciptaanya, ia dapat kembali mengingatnya dengan diikuti imajinasinya, lalu mengumpulkan antara teori susunan yang jelas yang terdapat pada ayat-ayat dan susunan yang terjadi sesungguhnya, sebagaimana ia melewati fase demi fase.

Ketika manusia mengamati ayat-ayat ini, ia akan merasakan bahwa ayat-ayat ini langsung ditunjukan kepadanya. Fase-fase ini disebutkan dalam beberapa ayat dan secara

jelas ada dua surat yang menyebutkan secara rinci, yaitu aurat Al-mu’minun dan Al-Mu’min (Ghafir).

(7)

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkanya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai pada masa (dewasa), kemudian (kamu dibiarkan hidup lagi) sampai tua, diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu

memahami(nya). Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah.” Maka jadilah ia. (QS.

Al-Mu’min:67-68)

1. Fase Tanah

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. (QS. Al-Mu’minun:12)

‘’’’

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah.... (QS. Ghafir:67)

(8)

Pertama, kata insan pada ayat tersebut berarti Adama.s, dan dikatakan sulalah karena ia berasal dari tanah. Pendapat ini berdasarkan mazhab Salman Al-Farisi dan Ibnu Abbas dalam riwayat Qatadah.

Kedua, kata insan berarti anak Adam, sedangkan sulalah berarti nuthfah yang berasal dari tanah, dan yang berasal dari tanah adalah Adam a.s. Pendapat ini diasarkan pada pendapat Abu Shaleh dari Ibnu Abbas.

Pemilik pendapat pertama mengatakan bahwa kata thin dalam Al-Qur’an kebanyakan digunakan untuk Adam a.s, sedangkan pemilik pendapat kedua

mengatakan bahwa lafal insan dimaksudkan untuk menunjukan jenis. Jadi ketika bermakna anak Adam, kalimat itu memakai kata athaf (kemudian Kami jadikan saripati itu air mani) sehingga berbeda kalau lafal itu bermakna Adam karena takdirnya tidak disebutkan, seperti dikatakan (Kemudian Kami jadikan ia). Oleh karena itu, kedua pendapat itu sama-sama kuat, dan inilah yang dipakai oleh ibnu Jarir.

Ada pendapat lain (ketiga) yang menyatakan bahwa (sulalah min thin) menunjukan sperma laki-laki dan ovum wanita. Keduanya berasal dari makanan dan makanan berasal dari tanah. Inilah makna yang benar dan menunjukan kepada kenyataan.

Dengan ketiga makna ini, ayat tersebut mununjukan pada asal manusia pertama dan asal manusia secara langsung (setelah Adam). Keduanya berasal dari tanah. Adam dari tanah, sedangkan sperma (pertama) dari Adam, dan sperma merupakan sari dari makanan, sedangkan makanan berasal dari tanah. Jadi, yang dikatakan dalam ayat Surat Al-Mu’minun dikatakan pula pada ayat Surat Al-mu’min.

(Dialah yang menciptakan kamu dari tanah) atau menciptkan kamu dari Adam, sedang Adam dari tanah, atau menciptakan kamu dari sperma yang asalnya dari makanan, dan makanan itu berasal dari tanah.

Yang terdapat dalam Al-Qur’an tentang jenis manusia merupakan bagian dari yang kita katakan bahwa pada asalnya akal diberi petunjuk, namun tidak mampu

mengetahuinya secara rinci dan bagaimana penciptaannya. Akal juga menetapkan bahwa manusia harus berkumpul atau tercipta dari satu asal hingga berakhir pada satu bapak dan ibu. Akan tetapi, akal tidak dapat mengetahuinya secara rinci karena hasil ini merupakan ketetapan yang disandarkan atas undang-undang yang pasti

(9)

petunjuk. Yang ada dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi menunjukan bahwa Adam diciptakan pada hari penciptaan Manusia.

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptan) Adam.

Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah (seorang manusia).” Maka jadilah ia. (QS. Ali Imran:59)

Adam tidak berpindah fase-fase hewan dan tidak menjalani fase-fase manusia

sebagaimana dijalani oleh anak Adam. Jika ia menjalaninya, tentu disebutkan dalam teks-teks Al-Qur’an dan Hadits. Teks-teks tersebut menunjukan apa-apa yang telah dicapai oleh akal bahwa manusia bersal dari kedua orang tua (Adam dan Hawa) yang diciptakan secara langsung.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan penciptaan Adam dengan beberapa sifat yang berbeda, sebenarnya menunjukan pada satu penciptan yang mempunyai beberapa fase sehingga antara ayat satu dengan ayat yang lainnya tidak bertentangan.

Sebagian musafir berijtihad dalam menentukan ayat yang menyebutkan penciptaan Adam. Mereka membagi penciptannya menjadi tujuh tahap berikut:

1) Al-Qur’an menunjukan bahwa Adam diciptakan min turab (dari tanah). Hal ini menunjukan pada awal penciptaannya.

2) Adam diciptakan min thin (dari tanah) menunjukan campuran antara turab (tanah) dan air.

3) Adam diciptakan min hama’ masnun (dari lumpur hitam) menunjukan tanah yang berubah karena pengaruh udara.

4) Adam diciptakan min thin lazib (dari tanah liat) menunjukan tanah yang telah siap menerima bentuk.

5) Adam diciptakan min shalshalin min hama’ masnun (dari tanah liat kering

yang berasal dari lumpur hitam). Menunjukan pada kekeringannya.

6) Adam diciptakan min shalshalin kal fakhar (dari tanah kering seperti tembikar)

(10)

7) Setelah melewati enam fase tersebut, Allah memberitahukan bahwa fase yang terakhir adalah peniupan roh kedalamnya. Dengan demikian sepurnalah penciptaannya.

Urutan diatas sekedar ijtihad beberapa musafir untuk menyusun urutan teks-teks Al-Qur’an yang menyebutkan penciptaan Adam. Jadi, urutan penciptaan Adam tidak harus dengan urutan tersebut sebaga mana ayat-ayat Al-Qur’an juga memperlihatkan urutan yang lain.

Nabi Muhammad saw. bersada , “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari turab (tanah), kemudian menjadikannya thin (tanah), lalu membiarkannya. Jika sudah menjadi lumpur hitam, Allah membentuknya. Kemudian Ia membiarkannya lagi. Jika sudah menjadi tanah yang kering seperti tembikar, iblis melewatinya dan mengakatan aku telah diciptakan untuk suatu urusan yang besar. Kemudian Allah meniupkan ruh kedalamnya. Yang pertama kali berlaku pada roh itu adalah penglihatan dan penciumannya. Lalu ia bersin dan mengucapkan Alhamdulilllah (segala puji bagi Allah) maka Allah menjawab yarhukallah (semoga Allah menyayangimu). ”

Penciptaan hawa sudah jelas disebutkan dalam Al-Qur’an,

‘’’’

“Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Alah menciptakan istrinya...” (QS. An-Nisa’:1). Jadi Hawa diciptakan dari Adam.

Nabi saw. bersabda, “Berilah nasihat ynag baik kepada para wanita karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.” (HR Bukhari dalam Al-Anbiya’ dan Muslim dalam Ar-Radha’). Jadi Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.

Cukuplah bagi manusia dengan apa yang dibawa oleh Al-Qur’an dan hadits Nabi iniuntuk mengetahui asal-usulnya yang pertama. Teks-teks tesebut telah

menjelaskan faedah dan hikmah dalam mempelajarinya. Itulah ketentuan yang cukup,

(11)

2. Fase Nuthfah

Adapun yang dimaksud dengan kata nuthfah dalam konteks ini adalah setetes sperma. Dalam Al-qur’an, kata nuthfah disebut berkali-kali, dan antara lain Allah berfirman:

Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim).(QS. Al-Qiyamah (75): 37)

Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (nuthfah) (yang disimpan) dalam tempat yantg kukuh. (QS. Al-Mu;minun:13)

“”””

Dialah yang menciptakan kalian dari tanah kemudian dari nuthfah (setetes air mani)... (QS Ghafir:67)

Ayat ini diawali dengan kata pendek tsumma (kemudian) yang hanya

membutuhkan hanya beberapa detik saja untuk mengucapkanya. Akan tetapi, sudah berapa banyak nuthfah yang ada sejak penciptaan Adam sampai awal penciptaan diri kita?

Kata stumma pada ayat di atas menghubungkan antara awal penciptaan manusia dan awal penciptaan setiap individu manusia. Kata itu mencakup masa yang sangat panjang yang memisahkan individu manusia dari moyangnya-Adam-dn generasi yang ada di antara itu selama ratusan tahun.

(12)

ini. Gejala itu hanya dapat ditafsirkan bahwa dibalik Sang Pencipta, berupabatas waktu (ajal) manusia untuk sampai kepada-Nya. Manusia akan tetap ada di muka bumi ini hingga batas waktu itu.

Allah berfirman,

“dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sulalah dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya nuthfah didalam tempat yang kukuh. (QS

Al-Mu’minun:12-13)

Nuthfah yang dimaksud disini adalah nuthfah amsyaj yang terdiri dari atas unsur nuthfah laki-laki dan perempuan, laki-laki mengekuarkan sebagian nuthfah dari tubuhya agar keturunannya berlanjut setelah ia tiada, demikian juga perempuan, mereka berperan dalampembentukan nuthfah amsyaj itu deengan kadar yang seimbang.

Menurut sains, sperma tidak akan berarti kecuali melalui mekanisme. Sperma yang berasal dari laki-laki bertemu dengan ovum perempuan sehingga terjadi

pembuahan, kemudian turun bersarang didalam rahim (uterus), yang dalam Al-Qur’an disebut qararin makin.

Menetapnya telur dalam rahim terjadi karena timbulnya villis, yaitu perpanjangan telur yang akan menghisap zat yang perlu dari dinding rahim seperti akar tumbuh-tumbuhan masuk kedalam tanah. Pertumbuhan semacam ini

mengokohkan telur dalam rahim. Maurice Bucaille mengatakan bahwa pengetahuan tentang hal ini baru diperoleh pada zaman modern.

3. Fase Al-‘Alaqah

(13)

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah.... (QS Al-Mu’min:67)

Perkembangan janin selanjutnya adalah pertumbuhan pembuahan antara sperma dengan ovum yang menjadi zat yang melekat pada dinding rahim. Al-qur’an menyebutkan dengan menggunakan ‘alaqat.

Sayyid Quthb lebih lanjut menjelaskan, peralihan dari nuthfah kke ‘alaqat

terjadi ketika sperma laki-laki bercampur dengan ovum perempuan dan melekat pada dinding rahim, yang pada mulanya berupa zat yang kecil (nuthfah shaghirah). Ia memperoleh makanan dari darah sang ibu.

Ibnu Jauzi dalam kitab Zad Al-Masir berpendapat ‘alaqah adalah sejenis darah yang bergumpalan dan kental. Dikatakan juga karena sifat lembab dan bergantung pada periode yang dilaluinya. Pendapat beliau mendekati kebenaran karena ‘alaqah memang bukan darah, melainkan sesuatu yang menyelam dalam darah. Pendapat keddua ini benar karena pada fase ini ‘alaqah menggantung pada diri rahim.

Di antara ulama dan ahli tafsir banyak yang mengartikan al-‘alaqah sebagai segumpal darah, tetapi tafsir yang diberikan Sayyid Quthb, mengartikannya sebagai sesuatu yang melekat. Pengertian ini nampaknya lebih dekat kepada sains modern. 4. Fase Al-Mudghah

(14)

Setelah tahap ‘alaqat (sesuatu yang melekat) Al-qur’an menyebutkan bahwa janin kemudian menjadi mudghah (seperti daging terkunyah). Mudghah adalah sepotong daging tempat pembentukan janin. Sayid Quthb menjelaskan bahwa perpindahan dari tahap ‘alaqat ke mudghah terjadi disaat sesuatu ynag melekat berubah menjadi darah beku yang bercampur, oleh Becaille disebut sebagai daging yang dikunyah.

Berikutnya tampaklah al-’izam (tulang), lalu tulang itu diselubungi oleh daging (sepeerti daging segar). Hal demikian digambarkan Al-qur’an sebagaimana

Allah berfirman:

‘’’’ ’’’’

....Tulang belulang itu lalu Kami bungkus dengan daging. (QS. Al-Mu’minun(23):14)

Demikianlah, manusia menjadi takjub dan heran ketika mereka mengetahui rahasia penciptaan janin yang terkandung dalam Al-qur’an.

5. Fase Tulang dan Daging

‘’’’

... Dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.... (QS Al-Mu’minun:14)

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa perubahan pada mudhah dapat terjadi secara keseluruhana atau sebagiannya. Berdasarkan temuan ilmu kedokteran,

peerubahan tersebut hanya terjadi pada sebagian mudghah karena dari sebgaian mudghah itulah yang berubah menjadi tulang-belulang (sumber susunan tulang, otot, dan kulit adalah satu lapisan pada jaringan, yaitu lapisan te ngah).

Lalu, mengapa Al-Qur’an menganggap fase tulang belulang terpisah dengan fase mudghah?

Al-Qur’an telah menamakan tiap-tiap fase sesuai dengan kejadian terpenting yang terdapat pada tiap fase. Pada fase ini-secara umum-merupakan permulan

(15)

sebelumnya yang secara keseluruhan munculnya gumpalan daging kecil. Pada fase selanjutnya, tulang te rsebut dibungkus dengan otot-otot.

Sekalipun proses yang terus berkelanjutan antara munculnya gumpalan daging, permulaan tulang belulang, dan pembungkusannya dengan otot-otot serta tercapainya semua itu dalam waktu singkat selama minggu keempat, tetapi ilmu kedokteran tidak membedakan antara fase mudhgah, tulang dan daging (otot). Buku-buku kedokteran hanya menyusunnya dengan standar minggu dan hari, sertamembagi fase pertumbuhan janin menjadi dua, yaitu fase janin (embrio) dan fase kehamilan

(fetus).

6. Fase Penciptan Makhluk yang Berbentuk Lain

’’’’

... Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah Pencipta Yang Paling Baik. (QS Al-Mu’minun:14)

Ayat ini mengisyaratkan pada janin tentang perkembangannya di bulan keempat dan setelahnya. Sebagaimana pemakaian predikat “fakasauna”(kami bungkus dengan daging) pada ayat sebelumnya, ayat ini juga benar-benar cermat dalam pemakaian predikat “ansya’nahu” (kami jadikan dia). Kata “insya” berarti menciptakan dan memeliharanya. Masa penciptaan telah terjadi pada periode sebelumnya. Oleh karena itu, periode ini adalah periode pemeliharaan dan penumbuhan janin yang telah tercipta. Setelah menggunakan kata “ansya’nahu” dengan keakuratan dan kecermatan yang sama, ayat ini juga memakai kata “khalqan akhar” (makhluk yang berbentuk lain). Pengungkapan seperti ini merupakan

pengungkapan teringkas dan dapat memberikan gambaran yang dalam serta tepat mengenai keadaan janin ketika tumbuh.

Pada akhir periode pertama, janin dapat melepaskan diri dengan karakter kemanusiaan yang dipunyainya dan ketika itu ia tumbuh dengan bertumpu pada karakter tersebut, bahkan perbedaannya makin jelas pada setiap periode baru.

Jika segumpal daging yang berasal dari segumpal darah, tulang belulang yang

(16)

dari minggu kedelapan sampai dengan bulan keempat. Oleh karena itu, dalam ayat ini terdapat kata “tsumma” (kemudian) yang berfungsi sebagai “athaf”(huruf

penghubung) antara periode-periode itu dan periode “makhluk yang berbentuk lain”. Perubahan-perubahan yang terjadi pada periode ini mempunyai dua sisi:

1) Dapat dipantau oleh ilmu eksakta dengan bberbagai peralatannya, yaitu perkembangan yang tampak pada janin ketika telah mendapatkan karakter kemanusiaannya dan telah terlihat jenis kelaminnya serta mulai bergerak.

2) Dibawa oleh wahyu, yaitu peniupan roh di dalamnya.

Peniupan roh adalah puncak dari persiapan-persiapan jasmani yang terjadi pada janin untuk memberikan sifat-sifat manusia kepadanya. Dengan peniupan roh ini, selesailah fase terakhir dari fase-fase pembentukan janin-dengan badan dan rohnya-sebagai “makhluk berbentuk lain”, yang berbeda dari makhluk hidup yang lain. Peniupan roh dapat dikatakan sebagai peresmian bahwa janin telah benar-benar telah menjadi “makhluk yang berbentuk lain” meskipun persiapan itu telah dimulai sejak period penciptaan segumpal daging. Sebagaimana diketahui setiap periode tidak dilepaskan oleh janin hingga ia mendapatkan semua unsur asasinya. Sifat-sifatnya pun dapat terlihat dominan padanya.

Dalam tafsir-tafsir yang terkenal, penafsiran “makhluk yang berbentuk lain” mengisyaratkan pada dua sisi, yaitu jasmani dan rohani. Setelah menyebutkan pendapat-pendapat tentang ayat ini, Ibnu Jarir mengatakan “pendapat yang benar dalam masalah ini adalah peniupan roh didalamnya karena dengan peniupan roh ini, “makhluk yang berbentuk lain” berubah menjadi manusia. Sebelum itu Allah telah mengisyaratkan bahwa janin berasal dari air mani, segumpal darah segumpal daging dan tulang, kemudian ditiupkan roh kedalamnya. Janin berubah dari semua keadaan itu menjadi keadaan yang memiliki makna kemanusiaan. Adam juga berubah menjadi manusia dengan peniupan roh pada tanah yang darinya ia diciptakan, tetapi “makhluk yang berbentuk lain” bukanlah tanah yang darinya ia ciptakan.”

(17)

Ali Bin Abi Thalib r.a. berkata, “Jika air mani telah berumur empat bulan, Allah mengutus seorang malaikat kepadanya dan meniupkan roh kepadanya dalam tiga kegelapan, itulah firman Allah SWT, “Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.”Artinya, Allah meniupkan roh kepadanya.”

Abu Said Al-Khudri mengatakan bahwa yang dimaksud di sini adalah

peniupan roh. Ibnu Abbas memaknai ayat “Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang

(berbentuk) lain” dengan lalu Kami tiupkan roh kepadanya. Mujahid, Ikrimah, Asy-Sya’bi, Al-Hassan, Abu Al-‘Aliyah, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi’ bin Anas, As-Suday, dan Ibnu Zaid juga mengatakan demikian. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.

Aufi memberitahukan suatu riwayat dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat “Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain” berati Allah memindahkanya dari suatu keadan kekeadaan lain sampai ia keluar dalam bentuk bayi. Kemudian ia tumbuh menjadi anak kecil, bermimpi (balig), menjadi pemuda, dewasa, orang tua, dan menjadi tua renta. Begitu juga menurut Qatadah dan Dhahhak. Tidak ada pertentangan di dalamnya karena hal itu merupakan peniupan roh yang telah ditentukan.makna umum disebutkan oleh Qurtubi, Syaukani dan Shadiq Hassan Khan. Setelah Shadiq Hassan Khan mengatakan bahwa maknanya adalah “peniupan roh”, kemudian mengemukakan pilihan Ibnu Jarir dan orang-orang yang sependapat dengannya, lalu mengatakan “Kami mengeluarkanke dunia”. Dalam pendapat lain maksudnya adalah “pertumbuhan rambut” dan “keluarnya gigi”. Pendapat ini dikatakan oeh Ibu Abbas. Disamping itu, dikatakan juga maksudnya adalah penyempurnaan kekuatan yang tercipta di dalamnya.pendapat lain mengatakan maknanya adalah kesempurnaan masa mudanya. Selain itu ada yang mengatakan bahwa hal itu adalah perubahan keadaan setelah lahir, dari awal masa penyusuan, duduk, berdiri, berjalan, penyapihan, sam pai makan, minum, balig, mengarungi negeri untuk mencari rezeki, sampai hal-hal setelahnya. Pendapat yang benar adalah

adanya makna umum dalam hal ini dan hal lain, yaitu dari berbicara, merasakan, berusaha yang baik, dan berfikir sampai ia mati. Kurkhi mengatakan bahwa

maknanya adalah Allah mengubah air mani (dari sifatnya) ke sifat yang tidak diketahui oleh makhluk yang berusaha untuk menyifatinya.

(18)

waktu yang tersisa di rahim, kemudian sebagian yang lain akan didapatkan setelah lahir.

Isyarat yang ditunjukan ayat tersebut juga mencangkup enyempurnaan badan dan akal sehingga dapat menambah perbedaan antara bayi-bayi yang lahir. Ayat ini merupakan fase terakhir yang disebutkan Surat Al-Mu’minun. Setelah itu datang ayat “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati” mencakup masa yang ada antara peniupan roh dan kematian. Pada Surat Al-Mu’min disebutkan secara rinci tentang fase-fase tersebut.

Peryataan bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin setelah berumur tiga bulan, dikuatkan oleh penegasan Rasulullah s.a.w. Dalam hal ini beliau telah bersabda: Setiap kamu dikumpulkan dalam rahim ibumu selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi sessuatu yang melekat juga dalam masa empat puluh hari,

kemudian menjadi gumpalan daging juga dalam masa empat puluh hari. Setelah itu Allah mengutus malaikat untuk melengkapi empat hal, yaitu rezeki, ajal, sengsara dan bahagia. Barulah setelah itu ditiupkan ruh kedalamnya (HR. Al-Bukhari).

...Diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai pada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). (QS Al-Mu’min:67)

Penutup Surat Al-Mu’min ini dapat diletakan diantara setiap satu masa dan masa lainnya dari masa-masa penciptaan manusia. Sesungguhnya pertumbuhan janin sejak pembuahan dan pertumbuhan serta kelahiran, berjalan diantara dua

kemungkinan yang sama, yaitu terus hidup aatau berhenti. Bukan merupakan syarat dalam hukum alam bahwa seluruh masa ini berlaku pada setiap manusia sampai ia mancapai akhir hayatnya. Setiap orang mengetahui berapa orang yang memiliki tahun kelahiran yang sama dan mengetahui orang-orang yang lahir setelahnya dalam jangka waktu yang berbea-beda. Hal-hal yang ia lihat pada diri orang lain akan dilihat pula oleh orang lain dengan perbedaan waktu.

(19)

Daftar Pustaka

- Drs. Ahsin W. Alhafidz, Fikih Kesehatan, Amzah, Jakarta, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Inst.sistem AC yg meliputi perangkat AC Indoor unit & Outdoor unit (termasuk dudukannya), pipa refrigrant lengkap dengan isolasidan pipa drain, kabel daya & stop kontak.

Variables Entered/Removed b Lama Kerja, Pengalaman, Tingkat Pendidikan a , Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method. All requested

Kecombrang (Etlingera elatior) yang merupakan hasil alam dengan kandungan saponin yang memiliki sifat menghasilkan busa adalah tumbuhan yang digunakan masyarakat Baduy untuk mandi

KOMUNIKASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BERBEDA AGAMA DALAM MENGEMBANGKAN RELASI DAN TOLERANSI SOSIAL (Studi kasus pada masyarakat desa Ngadas suku tengger kecamatan

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Siswa tidak dapat menyelesaikan soal dengan indikator yang menerapkan konsep rata-rata atau median pada soal pemecahan masalah baik yang tersaji dalam bentuk

Pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan pada satu kawasan merupakan upaya dalam mensinergiskan berbagai kepentingan sebagaimana makna dari suatu kawasan merupakan

(3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV ke petani atau Kelompok Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten