1
URGENSI AKHLAK TASAWUF DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT MODERN
Disusun guna memenuhi tugas diskusi Mata Kuliah :
AKHLAK TASAWUF (TIK212201) DosenPengampu :
Badrus Zaman, M.Pd
Disusun Oleh :
M. ArifAriza (23010-17-0241) Rizki Dwi Lestari (23010-17-0280) Ari Yulianti (23010-17-0304)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERISALATIGA
2 URGENSI AKHLAK TASAWUF
DALAM MASYARAKAT MODERN
A.Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan sebagai pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan tertentu) (Poerdamawinta, 1991: 636). Sedangkan modern diartikan yang terbaru, secara terbaru, mutakhir. Jadi secara harfiah masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Deliar Noer menyebutkan ciri-ciri masyarakat modern sebagai berikut:
1. Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, daripada pendapat emosi. Sebelum melakukan pekerjaan selalu dipertimbangkan lebih dahulu untung dan ruginya secara logika.
2. Berpikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat tetapi selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
3. Bersikap terbuka, yakni mau menerima saran, masukan, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun datangnya.
4. Berpikir obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari fungsi dan kegunaan bagi masyarakat (Deliar Noer, 1987 : 24).
B. Problematika Masyarakat Modern
3 Ada beberapa problem yang kini hadir di masyarakat modern ini. Antara lain yaitu,
1. Dalam perkembangan Teknologi
Sebuah teknologi efek positifnya tentu saja akan menigkatkan keragaman budaya melalui penyediaan informasi yang menyeluruh sehingga memberikan orang kesempatan untuk mengembangkan
kecakapan-kecakapan baru dan meningkatkan produksi. Sedangkan efek negatifnya kemajuan teknologi akan berbahaya jika berada di
tangan orang yang secara mental dan keyakinan agama belum siap. Mereka dapat menyalahgunakan teknologi untuk tujuan-tujuan yang destruktif dan mengkhawatirkan.
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spritual, maka iptek telah disalah gunakan dengan segala implikasi negatifnya, sebagaimana disebutkan di atas. Kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan penjajahan satu bangsa atau bangsa subversi dan lain sebagainya (Hossein Nasr, 1991 : 57).
2. Kepribadian yang terpecah
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilai-nilai spiritual dan berkotak-kotak itu, maka manusia menjadi pribadi yang terpecah. Kehidupan manusia modern diatur oleh rumus ilmu yang eksak dan kering. Akibatnya hal ini dapat menghilangkan nilai rohaniah, jika keilmuan yang berkembang itu tidak berada dibawah kendali agama maka proses kehancuran manusia akan terus berjalan.
3. Penyalahgunaan Iptek
4 4. Pendangkalan iman
Sebagai akibat dari pola fikir keilmuan diatas, khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengakui fakta-fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia dangkal imannya. Ia tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan informasi yang diberikan oleh wahyu kadang hanya menjadi bahan tertawaan karena
tidak ilmiah.
5. Menghalalkan segala cara
Sebagai akibat lebih jauh dari dari dangkalnya iman dan pola hidup materialistik sebagaimana yang disebutkan diatas, maka manusia mudah menggunakan prinsip menghalalkan berbagai cara dalam mencapai tujuannya. Jika ini terus berlanjut akan terjadi kerusakan akhlak dalam berbagai bidang bidang kehidupan.
6. Kehilangan harga diri dan masa depannya
Ada sebagian orang yang terjerumus atau salah mengambil keputusan. Masa mudanya dihabiskan untuk memperturutkan hawa nafsunya, dan ketika sudah tua, ketika fisik sudah tidak berdaya lagi. Maka ketika inilah mereka merasa kehilangan harga diri dan masa depannya, dan ketika ini pula mereka merasa perlunya bantuan dari kekuatan yang berada di luar dirinya, yaitu bantuan Tuhan (Nata, 1998: 285-293).
C. Urgensi akhlak tasawuf bagi masyarakat modern
Pada masa yang akan datang tampaknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta industrialisasi akan berlangsung terus dan sangat menentukan paradaban umat manusi. Namun demikian, masalah-masalah moral dan etika akan ikut memepengaruhi pilihan strategi dalam
5 mengatasi tantangan hidupnya. Sedangan bagi masyarakat maju-industrial, spiritualisme befungsi sebagai tali penghubung dengan Tuhan.
Namun demikian, perlu diingat bahwa tasawuf tidak bisa dipisahakn dari kerangka pengalaman agama, dan karena itu hatus selau berorientasi kepada Al- Qur’an dan Sunnah. Inilah yang mungkin disebutkan Hamka sebagai “tasawuf modern”, yakni tasawuf yang membawa kemajuan, bersemangat tauhid dan jauh dari kemusyrikan, bid’ah da khurafat. Karena itu, gambaran seorang sufi yang sejati ialah Nabi kita Muhammad SAW. Spritualisme pada generasi pertama islam dikembangkan bukan untuk spiritualisme parsial, tetapi berfungsi untuk mendorong gerak sejarah ke depan dan ada saat yang sama membuat hidup menjadi seimbang (Rofa’ah, 2016: 68-69).
Salah satu tokoh era modern yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan internaslisasi nilai-nilai spiritual Islam adalah Sayyid Husein Nashr. Ia melihat datangnya malapetaka dalam manusia modern akibat hilangnya spiritualitas yang sesungguhnya dalam tradisI Islam. Bahkan beliau juga menyesali tindakan akomodatif dari kalangan modernis dan reformis dunia Islam yang telah berakibat menghancurkan seni dan budaya Islam serta menciptakan kegersangan dalam jiwa seorang muslim (Nata, 1998: 294). Tasawuf bukan berarti mengabaikan nilai-nilai syari’at (nilai-nilai formalistik dalam Islam). Tasawuf yang benar adalah adanya tawazun (keseimbangan) antara keduanya yaitu unsur lahir (formalistik) dan batin (substansialistik) (Rahman, 1984: 181).
Intisari ajaran tasawuf adalah betujuan memperoleh hubungan langsung dan dusadarai dengan Tuhan, sehingga orang merasa dengan kesadarannya itu berada dihadirat-Nya. Kemampuan berhubungan dengan
Tuhan ini dapat mengintegrasikan seluruh ilmu pengetahuan yang nampak berserakan. Karena melalui tasawuf ini seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan, bahwa dalam faham
6 Dengan cara demikian antara satu ilmu dengan ilmu lainnya akan saling mengarah pada Tuhan.
Dengan adanya bantuan tasawuf, maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan betabrakan, karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti, sikap batin dan kehalusan budi yang tajam ini
menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi, dengan cara demikian, ia akan
terhindar dari melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela menurut agama (Rahman, 1984: 297).
7 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang
silam. Selam kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas, bahkan sebatas kelompok kecil yang eksklusif
dan terisolasi dari dunia luar. Tasawuf dapat menjadi solusi alternatif terhadap kebutuhan spiritual dan pembinaan manusia modern.
Sehingga kehadiran tasawuf ini sangat diperlukan didunia modern saat ini, guna membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang yang semula hidupnya glamor dan suka hura-hura menjadi orang yang esketis (zuhud pada dunia). Disamping itu juga, tasawuf modern sebagai terapi penyembuhan bagi hati yang merindukan tuhannya. Ahklak tasawuf adalah ilmu yang sangat berguna untuk membentuk manusia yang humanis dengan moral yang luhur.
B. Kritik dan Saran
8 DAFTAR PUSTAKA
Deliar Noer. 1987. Pembangunan di Indonesia. Jakarta : Mutiara.
Nata, Abuddin. 1998. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rofa’ah. 2016. Akhlak Keagamaan Kelas XII. Yogyakarta: Deepublish.
Seyyed Hossein Nasr. 1991. Tasawuf Dulu dan Sekarang, terj. oleh Abdul Hadi WM. Jakarta : Pustaka Firdaus.