• Tidak ada hasil yang ditemukan

Air Susu Ibu dan Hak Bayi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Air Susu Ibu dan Hak Bayi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Air Susu Ibu dan Hak Bayi

Submitted by Cahyo Sakti on Wed, 05/11/2011 - 10:10

Hak anak adalah bagian dari hak azasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak anak tersebut mencakup (1) non diskriminasi, (2) kepentingan terbaik bagi anak, (3) hak kelangsungan hidup, dan (4) perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak (Undang Undang Perlindungan Anak Bab I pasal 1 No. 12 dan Bab II pasal 2).

Mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus dipenuhi. Beberapa alasan yang menerangkan pernyataan tersebut, yaitu :

 Setiap bayi mempunyai hak dasar atas makanan dan kesehatan terbaik untuk memenuhi tumbuh kembang optimal

 Setiap bayi mempunyai hak dasar atas perawatan atau interaksi psikologis terbaik untuk kebutuhan tumbuh kembang optimal

 ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang, terutama pada 2 tahun pertama.

 ASI memberikan seperangkat zat perlindungan terhadap berbagai penyakit akut dan kronis

 Memberikan interaksi psikologis yang kuat dan adekuat antara bayi dan ibu yang merupakan kebutuhan dasar tumbuh kembang bayi

 Ibu yang menyusui juga memperoleh manfaat menjadi lebih sehat, antara lain menjarangkan kehamilan, menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan, anemi, kanker payudara dan indung telur.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu :

 Hak azasi bayi terhadap makanan, kesehatan dan interaksi psikologis terbaik dapat diperoleh dengan memberikan ASI atau dengan lain kata ‘Hak setiap bayi untuk mendapat ASI sekaligus hak setiap ibu untuk menyusui bayinya’

 Bayi harus memperoleh nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sejak lahir. Oleh karena itu, setiap bayi mempunyai hak mendapat ASI secara eksklusif selama 6 (enam) bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan bersamaan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sampai usia dua tahun atau lebih

 Ibu tidak boleh dilarang bila ingin menyusui bayinya.

 Pemerintah dan semua lapisan masyarakat mempunyai tugas untuk memastikan bahwa tidak ada hambatan bagi ibu untuk menyusui bayinya.

 Ibu tidak boleh didiskriminasi karena menyusui.

 Ibu harus mendapat informasi yang cukup dan dukungan agar mampu menyusui  Ibu berhak untuk mendapat pelayanan antenatal (pra persalinan) yang baik dan

pelayanan kesehatan sayang ibu / bayi.

(2)

Untuk mendukung hal tersebut telah dikeluarkan berbagai pengakuan atau kesepakatan baik yang bersifat global maupun nasional yang bertujuan melindungi, mempromosi, dan

mendukung pemberian ASI. Dengan demikian, diharapkan setiap ibu di seluruh dunia dapat melaksanakan pemberian ASI dan setiap bayi diseluruh dunia memperoleh haknya mendapat ASI.

Legislasi atau kesepakatan dunia tersebut diwujudkan dalam bentuk konvensi, kode (code), resolusi WHA (World Health Assembly) dan lainnya agar setiap negara mempunyai

komitmen untuk melaksanakannya. Sedangkan, pada tingkat nasional, kesepakatan ini sebaiknya diimplementasikan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah. atau Peraturan Menteri /Keputusan Menteri yang disertai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Hal ini sangat penting terutama dalam era desentralisasi.

Legislasi perlindungan

Beberapa Legislasi Perlindungan yang bertujuan mewujudkan agar setiap bayi mendapat hak azasinya (ASI) dan setiap ibu mampu melaksanakan haknya untuk memenuhi hak azasi bayinya mendapat ASI, yaitu :

1) Convention on the Rights of the child (CRC)

Convention on the Rights of the child atau Konvensi Hak Anak yang melibatkan 19 negara menyatakan bahwa hak anak untuk mendapat standar kesehatan tertinggi dapat terpenuhi bila pemerintah memastikan penyediaan makanan bergizi dan orang tua serta anak memperoleh informasi yang cukup tentang nutrisi dan manfaat pemberian ASI. Konvensi ini diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1990 dan menjadi Undang Undang RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindugan Anak

2) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESR)

Perjanjian Internasional untuk Hak Azasi di bidang Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan (1966) yang melibatkan 142 negara mengesahkan ‘Hak untuk Pangan dan Kesehatan’. Langkah yang diambil untuk memenuhi kecukupan pangan adalah memelihara, menerima atau memperkuat penganekaragaman diet serta memperhatikan konsumsi dan pola pemberian makanan yang tepat termasuk ASI.

3) Convention on the elimination of all forms of discrimination against women (CEDAW)

Konvensi eliminasi segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (1979) yang melibatkan 165 negara, menyatakan bahwa ibu seharusnya mendapat pelayanan yang sesuai berkaitan dengan kehamilan dan menyusui.

4) Innocenti Declaration

(3)

5) Covention on Matermity Protection,International Labour Organization

Konvensi Perlindungan Maternal ILO menyatakan bahwa ibu bekerja seharusnya memperoleh cuti hamil minimal 12 minggu sebelum kembali bekerja. Sedangkan, pada konvensi tahun 2000, lama cuti hamil ditingkatkan menjadi 14 minggu.

6) Deklarasi lain :

Konferensi Gizi Internasional (1992), Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (1994), Konferensi Dunia tentang Wanita, Pertemuan Pangan Dunia ke 4 (1996)

Perlindungan ibu

Perlindungan ibu merupakan kondisi awal dari kesetaraan jender atau kesetaraan pria dan wanita. Ibu bekerja perlu upah selama cuti agar dapat menyusui secara eksklusif (ILO,1997). WHA dan UNICEF (2001) menganjurkan menyusui eksklusif selama 6 bulan, selanjutnya setelah kembali bekerja, ibu mendapat kesempatan menyusui dengan fasilitas untuk menyusui atau memeras ASI di tempat kerjanya.

Pada kenyataannya, para ibu masih menemui kendala di lingkungan pekerjaannya, antara lain cuti bersalin hanya dimungkinkan bagi pekerja formal atau tenaga kontrak, sedangkan petani, pekerja rumah tangga, dan pekerja di sektor informal masih belum terlindungi oleh peraturan tersebut. Di lain pihak, sebagian ibu tidak mengambil cuti bersalinnya karena khawatir upah yang diterima akan dikurangi atau kehilangan pekerjaannya selama menjalankan cuti. Tempat penitipan anak di lingkungan tempat bekerja tidak dimanfaatkan oleh ibu, karena

ketidaktersediaan alat transportasi yang aman dan nyaman.

Tempat kerja sayang bayi

Tempat kerja/perusahaan yang mendukung tenaga kerjanya untuk menyusui bayinya disebut sebagai ‘Tempat Kerja Sayang Bayi’ (Mother Friendly Work Place). Hal ini dapat terwujud bila memenuhi beberapa ketentuan seperti yang tercantum pada Undang Undang Ketenaga-kerjaan tahun 2003 dan peraturan-peraturan lain, antara lain :

 Pemimpin peduli dan mendukung tenaga kerja wanita dalam pemberian ASI  Perusahaan mempunyai. kebijakan tentang ijin menyusui dalam waktu kerja,

penyesuaian jenis dan waktu kerja, cuti cukup, jaminan tetap kerja, upah sama.  Menyediakan ruang dan sarana menyusui (termasuk lemari es)

 Menyediakan tempat penitipan bayi

 Mempunyai petugas penanggung jawab peningkatan pemberian ASI

 Menyelenggarakan penyuluhan dengan menggunakan paket media informasi

 Bantuan lain: lingkungan kerja, perlindungan kerja, pelayanan kesehatan, pengawasan kebersihan makanan, dsb

(4)

International code (1981) membatasi cara pemasaran pengganti ASI (PASI), botol susu, dan kempeng serta menegaskan tanggung jawab petugas pelayanan kesehatan dalam promosi pemberian ASI. Selanjutnya, International Code disempurnakan dengan dikeluarkannya Resolusi World Health Assembly (WHA, Majelis Kesehatan Dunia). International code dan resolusi WHA bertujuan untuk melindungi pemberian ASI. Beberapa larangan yang

tercantum pada International code , yaitu :

 sampel gratis untuk ibu menyusui  iklan kepada masyarakat

 promosi di fasilitas pelayanan kesehatan

 pasokan gratis/harga diskon dan sampel di fasilitas kesehatan  hadiah atau sampel untuk petugas kesehatan

 kata-kata atau gambar yang mengunggulkan susu formula  nasihat kepada ibu melalui staf penjualan perusahaan

 melarang sponsor atau hadiah bagi petugas atau sarana pelayanan kesesahatn yang akan menimbulkan konflik kepentingan

Resolusi WHA (1986 – 2006)

 Resolusi WHA 39.28 (1986), makanan dan minuman tidak boleh dipromosikan/ dianjurkan kepada bayi berusia kurang dari 6 bulan karena dapat mempengaruhi produksi ASI. Susu lanjutan tidak diperlukan

 Resolusi WHA 45.34 (1992), semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui.

 Resolusi WHA.47.5 (1994), penerapan ’code’ dan Resolusi WHA harus secara keseluruhan dan efektif. Tak ada sumbangan PASI gratis/diskon disetiap sistem pelayanan kesehatan. Menerapkan Sarana Pelayanan Kesehatan ‘Sayang Bayi’ dan memperbaiki kurikulum pendidikan. Dalam situasi darurat pengadaan PASI jangan digunakan untuk peningkatan penjualan.

 Resolusi WHA 49.15 (1996), pemantauan penerapan ‘code’ dan Resolusi WHA dilaksanakan secara transparan, bebas dan tanpa pengaruh komersial perusahaan produsen PASI

 * Resolusi WHA 54 (2001), untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, kemudian diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ASI diteruskan sampai usia 2 tahun.

 * Resolusi WHA 58.32 (2005), melarang klaim nutrisi dan kesehatan, kecuali diijinkan peraturan nasional, peduli tentang kontaminasi susu bubuk yang tercantum pada label, dan sponsor program kesehatan agar tidak berakibat konflik kepentingan.

Resolusi WHA tentang Rumah Sakit Sayang Bayi

(5)

Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui

1. Sarana pelayana kesehatan mempunyai kebijakan tentang penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI

2. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya 3. Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah keberhasilan

menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita infeksi HIV positif 4. Melakukan kontak dan menyusui dini bayi baru lahir (1/2 - 1 jam setelah lahir) 5. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan tubuh bayi

dan pelekatan mulut bayi pada payudara)

6. Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi lahir 7. Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi

8. Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi 9. Tidak memberikan dot/ kempeng

10. Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana pelayanan kesehatan

Strategi nasional pemberian makanan bayi dan anak

Indonesia telah mengadopsi Global strategy for infant and young child feeding 2003 dengan menyanangkan ‘Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak’ (PMBA). PMBA juga direkomendasikan pada beberapa keadaan khusus seperti HIV, situasi sulit, dan darurat.

Bayi dari ibu penderita HIV positif

WHO mengajukan kriteria AFASS untuk pemberian PASI pada bayi yang lahir dari ibu penderita HIV positif, yaitu :

• Acceptable (diterima)

Ibu tidak mempunyai hambatan sosial budaya untuk memilih makanan alternatif atau tidak ada rasa takut akan stigma dan diskriminasi

• Feasible (terlaksanakan)

Ibu atau keluarga punya cukup waktu, pengetahuan, ketrampilan dan lainnya untuk

menyiapkan dan memberikan makan pada bayinya. Ibu mendapat dukungan bila ada tekanan keluarga, masyarakat dan sosial.

• Affordable (terjangkau)

Ibu dan keluarga mampu melakukan pembelian, pembuatan, dan penyiapan makanan pilihan, termasuk bahan makanan, bahan bakar dan air bersih. Tidak menggunakan dana untuk kesehatan dan gizi keluarga.

• Sustainable (bersinambungan)

(6)

• Safe (aman, bersih berkualitas)

Makanan pengganti harus disimpan secara benar, hygienis dengan kuantitas nutrisi yang adekuat.

Secara umum, pemberian makanan pada bayi yang berasal dari ibu penderita HIV positif dapat diuraikan sebagai berikut:

 Bila ibu memilih tetap memberikan ASI, maka ASI diberikan hanya selama 6 bulan dan kemudian dihentikan. ASI diperah dan dihangatkan 56C selama 30 menit.

 Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula, maka susu formula harus diberikan dengan memenuhi 5 kriteria AFASS

 Tidak boleh memberikan ASI secara bersamaan dengan susu formula

Bayi dan ibu berada dalam situasi darurat (bencana alam, perang)

Dalam situasi darurat, bayi tetap diusahakan mendapat ASI dengan beberapa pengendalian, yaitu :

 Pengawasan dan pengendalian pemberian makanan bayi oleh Koordinator Nasional Bencana.

 ASI tetap merupakan pilihan pertama dan terbaik pada situasi darurat. Kondisi higiene yang buruk, kurangnya air bersih dan bahan bakar merupakan faktor risiko terjadinya infeksi pada pemberian susu formula.

 Konseling perlu diberikan kepada ibu menyusui oleh tim PP-ASI terlatih. Perlu disediakan shelter/tenda khusus dan bahan KIE ASI. Gangguan produksi ASI pada saat bencana umumnya disebabkan trauma psikis sehingga perlu ditekankan bahwa keadaan tersebut berlangsung sementara.

 Susu formula, termasuk susu skim jangan menjadi bagian pembagian rangsum makan  Tidak menerima bantuan susu formula dari produsen/distributor susu formula,

penggunaan susu formula hanya untuk yang benar jelas membutuhkan dengan indikasi medik dan bayi yatim piatu. Pengadaan susu formula ini dengan pembelian.  Susu formula dapat dibagikan bila diberikan tidak sebagai makanan tunggal, tetapi

dicampur dengan makanan pokok yang digiling

 Label produk memenuhi persyaratan ‘International code’ untuk pemasaran PASI, antara lain memuat instruksi penggunaan, bahaya kesehatan, dalam bahasa Indonesia  Apabila susu formula didistribusi oleh donatur, maka pendistribusian, penggunaan,

dan dampak kesehatan pada bayi harus dipantau oleh petugas terlatih  Tersedia MP-ASI untuk bayi usia diatas 6 bulan

Meskipun beberapa pengendalian tersebut kadangkala sulit dilaksanakan di lapangan, tetapi dengan kerjasama dari segala pihak, hal tersebut secara bertahap dapat dilaksanakan.

Mewujudkan setiap bayi mendapat ASI dan memampukan setiap ibu menysusui bayinya.

(7)

Seorang ibu menyusui agar mampu dan berhasil melaksanakan pemberian ASI seutuhnya. Seorang ibu memerlukan perlindungan, informasi, dan bantuan yang komprehensif sekaligus menghilangkan hambatan di lingkungannya, antara lain :

 Lingkungan/keluarga dan masyarakat yang mendukung

 Komunikasi, informasi dan edukasi kepada semua lapisan masyarakat untuk menumbuhkan ‘budaya ASI’, misalnya penyediaan sarana ruang menyusui di pelayanan umum.

 Keseluruhan sistem pelayanan kesehatan menerapkan ‘10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui’ atau menerapkan ‘Sayang Bayi’

 Ibu mendapat informasi atau konseling tentang manfaat pemberian ASI dan cara menyusui yang benar

 Ibu mendapat konseling menyusui terutama bila menghadapi masalah

 Ibu tidak terpapar/terpengaruh oleh pemasaran PASI atau ibu harus dapat menolak pemberian PASI

 Ibu yang bekerja mendapat perlindungan, kebijakan, sarana dan bantuan untuk melaksanakan pemberian ASI yang optimal

 Ibu yang menderita HIV positif membutuhkan pengetahuan tentang pemberian makanan bayi

 Bila ibu-bayi berada dalam situasi darurat dibantu untuk tetap menyusui

Daftar bacaan

1. Instruksi Presiden No. 16 tentang ratifikasi Convention on the rights of the Child, 1990

2. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESR) tahun 1966 3. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women

(CEDAW), tahun 1979

4. Covention on Matermity Protection,International Labour Organization, 1919 5. Covention on Matermity Protection, International Labour Organization, 1952 6. Covention on Matermity Protection, International Labour Organization, 2000 7. International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes, 1981

8. Resolusi WHA 39.28.1986 9. Resolusi WHA 45.34,1992 10. Resolusi WHA.47.5,1994 11. Resolusi WHA 49.15, 1996 12. Resolusi WHA 54,2001 13. Resolusi WHA 58.32.2005

14. Multinational WHO-UNICEF Workshop on BFHI-IYCF, Global Up-dated, Integrated Criteria for BFHI, Kathmandu October 2006

15. Linkages. Infant Feeding option in the context of HIV, 2004

16. Departemen Kesehatan. P2ML. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA”, 2003

17. Departemen Kesehatan, P2ML. Rencana Strategi Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia 2003-2007, 2002

(8)

19. World Health Organization Department of Nutrition For Health and Department of Child and Adolescent Health and Development. The Optimal duration of exclusive breastfeeding : a systematic review, 2000

20. WHO,UNICEF. HIV and Infant Feeding Counselling A training Course, 2000 21. WHO, UNICEF. HIV and Infant Feeding: Framework for priority Action, 2003 22. WHO, UNICEF. Global Strategy for Infant and young child feeding, 2003 23. WHO, UNICEF. HIV and infant feeding: A guide for health-care managers and

supervisors, 2003

24. WHO, UNICEF. HIV and infant feeding Guidelines for decision makers, 2003 25. Colloquium on HIV and Infant Feeding, New Delhi, 2003

26. Undang Undang RI No 23 tentang Perlindungan Anak, tahun 2003 27. Undang Undang RI tentang Ketenaga Kerjaan, 2003

Sumber : Buku Bedah ASI IDAI

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Inhalasi Magnesium Sulfat terhadap Kadar Substansi P, Respons Bronkodilator, dan Perbaikan Klinis Pasien PPOK Eksaserbasi Akut.. Supervisor 1:

Proses penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam pembelajaran mata pelajaran umum yang dilaksanakan oleh guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Tinambung Kabupaten

Suatu program yang ditulis dengan versi bahasa C tertentu akan dapat dikompilasi dengan versi bahasa C yang lain hanya dengan sedikit modifikasi.. C adalah bahasa

BERUSAHA DIATAS RATA-RATA

[r]

Pada tulisan ini akan diuraikan tentang definisi dan transformasi wavelet, bagaimana wavelet digunakan sebagai alat analisis (tools) dalam terapan matematika, serta ranah

Pada tugas akhir ini menggunakan metode ANFIS yaitu jaringan saraf tiruan yang di integrasikan dengan sistem fuzzy.. .yang akan membahas mengenai identifikasi parmeter

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif (data