• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sentralisasi daerah perkotaan sebagai ruang yang digunakan untuk pusat pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi, pusat kegiatan pedidikan dan sosial diimbangi dengan jumlah penduduk yang relatif tinggi. Daerah perkotaan berkembang secara dinamis mengikuti proses zaman. Modernisasi dan era globalisasi telah membawa dampak terhadap pesatnya perkembangan daerah perkotaan. Daya tarik daerah perkotaan dengan segala heterogenitas aktivitas di dalamnya mendorong pesatnya pertambahan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan peningkatan taraf kesejahteraan sosial dan ekonomi. Hal ini berimplikasi kepada peningkatan permintaan terhadap akses sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan. Kadangkala antara kebutuhan infrastruktur sarana dan prasarana yang ada tidak sebanding dan seringkali tidak bisa mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk. Antara jumlah sarana dan prasarana yang diminta dengan jumlah yang tersedia tidak seimbang, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Salah satu sarana dan prasarana yang penting dibutuhkan untuk menunjang aktivitas manusia adalah transportasi dan jalan.

Berbagai masalah seringkali muncul di jalan sebagai akibat tekanan yang muncul karena ketidakmampuan daerah perkotaan yang berpacu dengan peningkatan jumlah penduduk. Masalah kemacetan, kesemerawutan, pencemaran lingkungan, dan kecelakaan lalu lintas adalah masalah yang seringkali ditemui di daerah perkotaan. Ketidakseimbangan yang muncul sebagai konsekuensi peningkatan jumlah penduduk adalah ketidakseimbangan antara jumlah pemakai jalan dan ruas jalan yang digunakan. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat juga menjelaskan bahwa jumlah pemakai jalan di Negara Indonesia terus bertambah yang disebabkan perkembangan dan pertumbuhan jumlah kendaraan yang juga relatif cepat.

(2)

2

Fatalitas dari masalah lalu lintas adalah kecelakaan. Kecelakaan menyangkut keselamatan jiwa seseorang. Kajian terhadap kecelakaan lalu lintas menjadi indikasi yang menggambarkan keselamatan pemakai jalan. Studi karakteristik daerah rawan kecelakaan bisa dianalisis dengan tiga (pendekatan), yaitu identifikasi black area, black site, dan black spot. Dewanti (1996) menjelaskan secara rinci ketiga pengelompokkan identifikasi kerawanan kecelakaan tersebut. Black area dijelaskan sebagai pengelompokkan daerah-daerah yang tergolong tinggi angka kecelakaannya. Black site adalah spesifikasi berupa panjang ruas jalan yang memiliki frekuensi tinggi angka kecelakaannya. Sedangkan Black spot adalah spesifikasi khusus terhadap lokasi kecelakaan dan biasanya berhubungan langsung dengan geometrik jalan, persimpangan, tikungan, maupun perbukitan.

Hobbs (1993) menjelaskan bahwa ada tiga faktor penyebab kecelakaan, yaitu (1) faktor manusia (pengemudi), (2) faktor kendaraan, dan (3) faktor jalan serta lingkungan. Diantara ketiga faktor tersebut, faktor manusia/pengemudi adalah faktor pemicu utama terjadinya kecelakaan. Meskipun pengaruhnya kecil terhadap terjadinya kecelakaan, faktor jalan dan lingkungan tidak bisa diabaikan. Jalan merupakan sistem jaringan prasarana wilayah yang menghubungkan daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Faktor jalan bisa diklasifikasikan menjadi tiga hal yang mempengaruhi sistem manajemen lalu lintas, yaitu (1) kondisi jalan yang berguna langsung untuk arus lalu lintas, (2) perlengkapan dan piranti lalu lintas, dan (3) geometrik jalan untuk invetarisasi kapasitas jalan. Sedangkan faktor lingkungan mempengaruhi kondisi pelayanan jalan dengan mengacu kepada unsur geometrik jalan. Faktor lingkungan meliputi tata guna lahan yang ada di samping kanan kiri jalan, yang bisa menghambat atau tidak dalam berlalu lintas.

Inventarisasi penataan sistem manajemen lalu lintas di ruas jalan perlu dioptimalisasi agar bisa dibangun suatu informasi yang komunikatif di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Hal ini sebagai upaya dalam usaha penanggulangan keselamatan berlalu lintas. Usaha penanggulangan meliputi tiga tindakan, yaitu preventif, pre emptif dan represif. Tindakan preventif merupakan usaha penanggulangan yang dilakukan untuk mencegah suatu oleh

(3)

3

peristiwa yang membawa akibat tidak baik dalam berlalu lintas dimana usaha penanggulangan ini dilakukan sebelum terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas. Tindakan pre emptif adalah tindakan yang dilakukan dengan menolong korban pada saat terjadinya kecelakaan. Tindakan represif merupakan usaha yang dilakukan oleh pihak yang berwenang atau segala daya upaya untuk mencegah hukum dan kewajiban pemberian perlindungan, pertolongan untuk mengatasi dan menanggulangi gangguan yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran lalu lintas.

Peraturan Pemerintah (PP) No 37 Tahun 2011 tentang forum lalu lintas dan angkutan jalan menjelaskan perlu adanya penetapan pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Hal ini dimaksudkan untuk kegiatan pemantauan, pengolahan, analisis dan penyajian data lalu lintas dan angkutan jalan. Integrasi ilmu penginderaan jauh, sistem informasi geografi dan kartografi bisa digunakan untuk pembuatan peta tingkat dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas. Citra satelit resolusi tinggi seperti citra Quickbird bisa digunakan sebagai sumber data untuk ekstrasi informasi penyebab kecelakaan lalu lintas, meliputi parameter jalan dan lingkungan melalui interpretasi visual. Skala detail citra memungkinkan hasil interpretasi bisa lebih akurat. Kenampakan linear seperti jalan di citra bisa diekstrasi melalui proses interpretasi. SIG digunakan sebagai proses pengolahan yang dilakukan dengan mengharkatkan dan memberi bobot terhadap parameter penyebab kecelakaan lalu lintas. Visualisasi yang sesuai dengan kaidah kartografis menghasilkan suatu peta yang berisikan berbagai informasi tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas pada ruas jalan tertentu.

Peta sebagai media grafis yang menggambarkan hubungan keruangan dan fenomena geografikal dengan menggunakan simbol-simbol dua dimensi merupakan alat komunikasi yang bisa digunakan dalam kajian transportasi dan jalan, khususnya mengenai masalah kecelakaan lalu lintas. Fenomena black site dan black spot yang diwakilkan dengan kenampakan linear berupa garis dan titik di lapangan bisa direpresentasikan dengan desain dan visualisasi simbol titik dan garis pada peta. Tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas yang digambarkan di peta akan menunjukkan informasi mengenai sebaran ruas jalan atau persimpangan

(4)

4

yang berpotensi sebagai lokasi black site dan black spot. Data kerawanan kecelakaan yang dipetakan akan mempermudah dalam proses pemantauan dan evaluasi kondisi lalu lintas dalam rangka membangun sistem manajemen lalu lintas yang aman, efektif dan tertib di daerah perkotaan.

1.2. Perumusan Masalah

Kecelakaan lalu lintas adalah salah satu masalah daerah perkotaan yang patut mendapat perhatian khusus, karena masalah ini menyangkut keselamatan jiwa manusia. Permintaan yang meningkat akan akses moda sarana transportasi dan prasarana jalan merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari sebagai implikasi nyata peningkatan jumlah penduduk. Manusia secara harfiah membutuhkan sarana transportasi sebagai penunjang untuk kelancaran aktivitas. Akibatnya arus transportasi meningkat di jalanan dikarenakan pertumbuhan jumlah kendaraan. Pertumbuhan jumlah kendaraan biasanya tidak diikuti oleh pertumbuhan ruas jalan baru. Akibatnya kapasitas jalan kadangkala mencapai batas jenuh dalam menampung jumlah kendaraan yang lewat sehingga fungsi jalan pun menurun. Dampak nyata yang bisa dirasakan ketika daya tampung jalan sudah tidak mampu menampung jumlah kendaraan yang lewat antara lain, kemacetan lalu lintas, kesemarawutan, pencemaran lingkungan, dan yang paling fatal adalah kecelakaan lalu lintas.

Tingkat kecelakaan lalu lintas umumnya terjadi di jalanan kolektor dan arteri. Secara status, jalan tersebut menghubungkan antara satu kota dengan kota lain. Tidak mengherankan frekuensi lalu lintas pun tinggi di jalanan tersebut. Kendaraan-kendaraan trailer dengan muatan-muatan tertentu juga sering melewati jalanan tersebut untuk kepentingan distribusi barang dan jasa. Kurangnya informasi, terutama informasi spasial yang menggambarkan jalan-jalan di daerah mana saja yang rawan terjadinya kecelakaan lalu lintas menyebabkan kurangnya perhatian manajemen dalam berlalu lintas. Kondisi jalan dan lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Jenis-jenis kecelakaan bisa dilihat dari bagian jalan yang langsung berguna untuk lalu lintas, seperti arus lalu lintas, lajur/pola arus lalu lintas, bahu jalan dan lain sebagainya.

(5)

5

Perkembangan kota yang dinamis jelas membutuhkan pemutakhiran data dan informasi yang cepat tapi akurat. Informasi spasial dibutuhkan sebagai bahan pendukung suatu kebijakan untuk saran dalam pengambilan keputusan suatu permasalahan, salah satunya masalah dalam lalu lintas, seperti kecelakaan lalu lintas.

Perkembangan teknologi di bidang penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dengan visualisasi secara kartografis memungkinkan untuk dilakukannya analisis spasial dalam membangun suatu informasi yang komunikatif di bidang lalu lintas. Perolehan data untuk parameter penyebab kecelakaan pun jauh lebih cepat, efisien dan efektif dengan menggunakan citra penginderaan jauh resolusi tinggi jika dibandingkan dengan keseluruhan proses yang dilakukan dengan survei terestris. Data sekunder yang kemudian dihitung dengan analisis statistik digunakan untuk identifikasi tingkat kerawanan ruas jalan /black site dan lokasi kejadian/black spot. Analisis ini dilakukan dengan cara menghitung tingkat kecelakaan berdasarkan indeks kecelakaan untuk mengetahui lokasi mana yang memiliki tingkat kerawanan paling buruk karena frekuensi angka kecelakaan yang tinggi sehingga membutuhkan penanganan untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan tersebut. Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah yang dijabarkan dalam pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Sejauh mana manfaat penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk memetakan tingkat kerawanan dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (black site dan black spot) di pusat Kota Palembang ?

2. Bagaimana persebaran tingkat kerawanan dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (black site dan black spot) di pusat Kota Palembang?

3. Faktor-faktor apa saja yang yang mempengaruhi tingkat kerawanan dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (black site dan black spot) di Kota Palembang ?

(6)

6

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan pada bagian atas, maka penelitian ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui manfaat penginderaan jauh dan sistem informasi geografi sebagai sumber perolehan dan pengolahan data untuk memetakan tingkat kerawanan dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (black site dan black spot) di pusat Kota Palembang

2. Mengetahui sebaran tingkat kerawanan dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas di pusat Kota Palembang melalui peta black site dan black spot 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan dan

lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (black site dan black spot) melalui studi analisis peta

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan, dan sasaran penelitian yang telah disebutkan di atas, maka penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :

1. Memberikan pemahaman terhadap kecelakaan beserta sebarannya yang diklasifikasikan sebagai daerah black site dan black spot berdasarkan kondisi ruas jalan dan lingkungan untuk arus lalu lintas

2. Menambah wawasan dan pengetahuan akan manfaat peta sebagai sarana informasi spasial dalam menyajikan kondisi kerawanan kecelakaan di ruas jalan dan persimpangan

3. Memberikan informasi terapan teknologi penginderaan jauh, sistem informasi geografi dan kartografi untuk bidang transportasi dan lalu lintas

1.5. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin menganalisis ruas-ruas jalan yang digolongkan sebagai sebaran black site dan lokasi black spot, tentunya membutuhkan beberapa teori dasar dan tinjauan pustaka yang akan digunakan sebagai landasan dalam melakukan proses penelitian. Integrasi antara ilmu

(7)

7

penginderaan jauh dan sistem informasi geografi yang divisualisasikan secara kartografis sangat berpengaruh dalam menjelaskan penelitian, terutama pada bagian unsur penyusunan peta black site dan black spot. Beberapa pengertian dasar, seperti teknologi penginderaan jauh, citra satelit, interpretasi citra satelit, subsistem SIG, kartografi, dan aspek-aspek variabel visual dalam pemilihan simbol peta dijelaskan dalam beberapa subbab. Informasi tentang lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas yang menjadi tema utama penelitian juga dijelaskan dalam beberapa bab. Dijelaskan pula beberapa penelitian sebelumnya yang juga mengkaji kerawanan kecelakaan lalu lintas dengan metode penginderaan jauh dan sistem informasi geografi, sehingga nantinya bisa dijelaskan secara rinci persamaan dan perbedaan yang dapat diberikan di penelitian ini, baik dari segi proses, hasil dan kesimpulan

1.5.1. Definisi Penginderaan Jauh

Lillesand dan Kiefer (1990) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Konsep penginderaan jauh terdiri atas beberapa elemen atau komponen, meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek dipermukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai penggunaan data.

(8)

8

Sistem penginderaan jauh menghasilkan data berupa image, baik dalam bentuk foto udara maupun citra satelit. Perkembangan teknologi penginderaan jauh dari sistem foto udara ke sistem non foto udara telah membuka cakrawala baru dalam penggunaan data berupa citra satelit. Masing-masing citra satelit memiliki kemampuan tersendiri untuk aplikasi berbagai bidang tertentu disesuaikan dengan skala, resolusi dan karakteristik spektral objek yang bersangkutan. Citra penginderaan jauh menggambarkan objek di permukaan bumi, dengan ujud dan letak objek yang mirip dengan keadaan nyata di lapangan/permukaan bumi dalam liputan yang luas. Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu objek, daerah, atau fenomena, hasil perekaman pantulan dan atau pancaran objek oleh sensor penginderaan jauh, dapat berupa foto atau data digital (Purwadhi, 2001).

1.5.2. Interpretasi Citra Satelit

Interpretasi citra merupakan salah satu proses dalam menggunakan citra sebagai sumber data spasial. Interpretasi digunakan untuk melakukan analisis terhadap apa yang tergambar dan ditampilkan oleh citra satelit. Interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara manual (visual) dan interpretasi secara digital. Interpretasi citra secara manual seringkali berhubungan dengan unsur-unsur interpretasi. Unsur-unsur interpretasi tersebut disusun secara berjenjang untuk memudahkan dalam pengenalan objek pada citra. Susunan berdasarkan pada tingkat kerumitan dalam pengenalan objek, yang diungkapkan oleh Sutanto (1996) dalam Estes et al. (1983). Ada 8 (delapan) unsur interpretasi berdasarkan dari tingkat kemudahan hingga tingkat rumit dalam memahami objek, meliputi :

a. Rona atau warna

Rona yaitu tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra atau tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya, sedangkan warna adalah ujud yang tampak oleh mata yang menunjukkan tingkat kegelapan dan keseragaman warna dari kombinasi saluran/band citra, yaitu warna dasar biru, hijau, merah dan kombinasi warna dasar seperti kuning, jingga, nila,

(9)

9

ungu dan warna lainnya. Hal pertama yang tampak pada objek ketika melakukan interpretasi adalah rona atau warna. Pembatasan suatu objek lewat garis batas yang dibuat ketika melakukan interpretasi selalu mengacu pada rona atau warna yang tampak.

b. Bentuk

Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu objek (Lo, 1976). Misalnya interpretasi pada citra menjelaskan bahwa terdapat suatu permukiman dengan bentuk memanjang persegi, jalanan lurus yang membentuk bundaran, dan lain sebagainya.

c. Ukuran

Ukuran merupakan atribut objek, antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Hal yang harus diperhatikan dalam menginterpretasi ukuran suatu objek yang tergambar pada citra adalah skala dan resolusi. Misal, ukuran bangunan yang digunakan sebagai rumah untuk tempat tinggal pasti jauh lebih kecil dibandingkan dengan ukuran bangunan yang difungsikan sebagai bangunan kantor dan industri.

d. Tekstur

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Tekstur sering dinyatakan dalam ujud kasar, halus, atau bercak-bercak. Misal tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar.

e. Pola

Pola merupakan unsur interpretasi yang setingkat lebih rumit daripada unsur rona, warna, bentuk, ukuran dan tesktur. Tingkat kerumitan mengenali objek berdasarkan pola digolongkan ke dalam tingkat

(10)

10

kerumitan tersier. Pola merupakan ciri objek buatan manusia dan beberapa objek alamiah yang membentuk susunan keruangan.

f. Bayangan

Bayangan merupakan unsur interpretasi yang digunakan untuk mengenali objek berdasarkan sifat kenampakannya yang samar-samar atau bersifat menyembunyikan detail objek yang berada di daerah gelap. Misal lereng terjal akan tampak lebih jelas dikenali dengan adanya bayangan

g. Situs

Situs merupakan unsur interpretasi yang digolongkan sebagai tingkatan paling rumit dalam mempergunakannya untuk kepentingan interpretasi. Situs bukan merupakan ciri objek langsung, tetapi lebih mengarah kepada kaitan objek tersebut terhadap lingkungan sekitar. Misal situs permukiman memanjang pada umumnya pada igir beting pantai, pada tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan.

h. Asosiasi

Asosiasi juga digolongkan sebagai unsur interpretasi yang rumit dalam mendefinisikan suatu objek, Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Karena adanya keterkaitan ini, maka objek apa yang tampak pada citra bisa menjadi acuan dalam mengenali objek lain. Misal, stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).

1.5.3. Definisi Sistem Informasi Geografi

Analisis kebumian pada saat ini telah banyak dioperasikan dengan bantuan sistem komputer untuk pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan dan manajemen data. Data-data kebumian diproses dan dipresentasikan dalam bentuk layer-layer tematik sehingga memudahkan untuk proses updating data, sehingga memodelkan kenampakan real world di lapangan (Lihat gambar 1.2). Sistem informasi geografi

(11)

11

(SIG) merupakan teknologi yang difungsikan untuk pengelolaan informasi-informasi keruangan melalui data geografis yang bereferensi. Keluaran (output) paling umum yang sering digunakan melalui sistem informasi geografi adalah peta.

Gambar 1.2. Model representasi dunia nyata ke sistem informasi geografi

Kondisi muka bumi yang kompleks perlu disederhanakan, terutama untuk kepentingan pengelolaan terhadap aspek-aspek sumber daya. Burrough (1986) mendefinisikan sistem informasi geografi sebagai sistem manual atau komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan menghasilkan informasi yang memiliki referensi spasial. Dari definisi tersebut, jelaslah bahwa sistem informasi geografi mengolah data-data kebumian yang kemudian keluaran dari proses pengolahannya digunakan untuk berbagai kepentingan, terutama sebagai sarana dalam pengambilan keputusan.

Data-data kebumian yang diolah dalam SIG disebut sebagai data spasial. Data spasial adalah data yang mengambarkan permukaan bumi yang memiliki referensi geografis tertentu. Data spasial yang bisa dibedakan berdasarkan format yang digunakan., yaitu data spasial format vektor dan data spasial format raster. Data spasial yang memiliki format vektor bekerja dengan satuan analogi berdasarkan sistem koordinat kartesian yang menggunakan koordinat (x,y). Representasi yang ditunjukkan dengan menggunakan format data vektor meliputi

(12)

12

data dalam bentuk titik, garis dan area. Dalam bidang pemetaan, representasi format data vektor digunakan untuk menggambarkan objek di permukaan bumi atau sering digunakan sebagai visualisasi dalam bentuk simbolisasi untuk kenampakan objek-objek tertentu. Berbeda dengan format data vektor, data raster menggunakan satuan piksel sebagai analisis kenampakan objek di permukaan bumi. Setiap piksel yang memiliki nilai yang sama akan menunjukkan kenampakan objek tertentu.

Format data memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Format data vektor memiliki kelebihan dalam ketepatan penyajian hasil yang jauh lebih baik. Selain itu, efisiensi untuk memori kapasitas penyimpanan data juga terjangkau. Sedangkan untuk data raster, kenampakan objek di lapangan direpresentasikan dengan ukuran piksel. Data raster memiliki kelebihan dalam proses pemodelan yang lebih baik. Namun, semakin tinggi resolusi yang menggambarkan kedetailan suatu objek, maka akan semakin besar memori kapasitas yang digunakan untuk menyimpannya.

1.5.4. Definisi dan Proses Komunikasi Kartografi

Kartografi didefinisikan sebagai bentuk penyampaian informasi geospasial dalam bentuk peta. Lingkup bahasan untuk studi kartografi pun tidak hanya sekedar bersifat manufacturing maps, tetapi juga mempelajari peta sebagai wahana analisis dan mengembangkan proses-proses pemetaan yang efektif (Kraak dan Ormeling, 1999). International Cartographic Association (1973) mendefinisikan kartografi sebagai seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Peta sebagai salah satu produk kartografi juga memiliki beberapa batasan tertentu. ICA (1973) mendefinisikan peta sebagai suatu representasi/gambaran unsur-unsur atau kenampakan yang abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.

(13)

13

ICA (1973) telah menyusun operasi kartografi dimulai dari pengumpulan data, klasifikasi dan analisis data sampai dengan reproduksi, evaluasi dan interpretasi pada peta. Sehingga tujuan dari kartografi adalah mengumpulkan data, memproses data, dan kemudian menggambarkan data tersebut ke dalam bentuk peta. Muehrcke (1972) menjelaskan titik berat studi kartografi adalah hubungan antara data yang terkumpul, proses kartografinya, dan pengguna peta. Dengan demikian, peta harus dapat menyajikan fungsi dan informasi dari objek yang digambarkan secara optimal yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap peta yang digambarkan.

Titik awal yang terkait dengan proses komunikasi kartografi adalah data atau informasi. Sumber data yang digunakan untuk proses komunikasi bisa diperoleh dari berbagai sumber, seperti dari ahli geodesi, ahli fotogrametri, data survey lapangan, dan data-data statistik. Hakikat sistem komunikasi kartografi meliputi sources (real world), chanel sebagai konsep kartografi yaitu desain simbolisasi peta, peta itu sendiri sebagai saluran informasi dan recipient sebagai pengguna peta. Dalam proses komunikasi kartografi akan ditemui noise atau kesalahan. Kesalahan itu bisa diakibatkan oleh kekeliruan dalam penciptaan simbol, penerangan yang jelek, atau kesalahan dalam membaca peta. Hakikat sistem komunikasi kartografi bisa dilihat pada gambar 1.3.

WHAT EFFECTIVE

Cartographic information analysis

HOW WHOM

Cartographic sign system

SAY

Gambar 1.3. Proses Komunikasi Kartografi Information

Info Retrieved

User

Map Cartographer

(14)

14

Proses komunikasi data lapangan tidak sepenuhnya persis dengan apa yang akan digambarkan di peta. Selama proses komunikasi, data mungkin telah gugur atau dihilangkan dengan sengaja melalui proses klasifikasi dan generalisasi. Klasifikasi dan generalisasi sangat memperhatikan skala peta. Klasifikasi dan generalisasi mungkin telah diterapkan agar dapat menyajikan suatu gambaran yang lebih jelas tentang fenomena yang digambarkan di peta. Ada dua hal pokok yang menjadi bahasan utama dalam kartografi, yaitu (a) memanfaatkan peta sebagai alat analisis data secara spasial sekaligus sebagai alat visualisasi, dan (b) efektivitas visualisasi data dalam bentuk peta. Peta sebagai alat komunikasi data spasial secara skematis dapat dilihat pada gambar 1.4 dibawah ini.

Gambar 1.4. Hubungan antara Scientific Visualization dan Cartography (Kraak & Ormeling, 1999)

Perkembangan kartografi pada saat ini sudah berorientasi kepada efektivitas visualisasi data, yaitu mulai dari pengumpulan, pemrosesan, hingga diseminasi. Dalam sistem komunikasi kartografi modern (digital), pembahasan tidak hanya difokuskan tentang bagaimana cara visualisasi kenampakan geografis menjadi sebuah peta, tetapi juga perlu memperhatikan interaksi antara pengguna peta dengan peta, bahkan juga sudah mencakup interaksi antara pengguna peta dengan pembuat peta. Pergeseran paradigma teknik visualisasi dan analisis ikut mengubah juga lingkup penelitian kartografi. Kartogarfi konvensional yang lebih mengarah ke cartographic communication paradigm, telah bergeser ke arah

(15)

15

kartografi digital yang berorientasi scientific visualization paradigm (Antle dan Klickenberg, 1999).

1.5.5. Visualisasi dan Dimensi Simbol Peta

Dimensi data menjadi aspek penting dalam visualisasi peta. Dimensi data meliputi tiga kenampakan, yaitu titik, garis dan area. Berdasarkan dimensi tersebut, simbol peta dibuat agar pengguna mengetahui kenampakan-kenampakan yang disajikan di dalam peta. Desain simbol peta memiliki urutan-urutan yang logis yang didasarkan kepada:

a. Sifat dan ukuran data

b. Bentuk, arti/sifat dan penggambaran simbol c. Variabel visual

Data sebelum dipetakan perlu diklasifikasikan terlebih dahulu agar lebih mudah dalam penyusunannya. Pengklasifikasian data meskipun mengalami generalisasi, karakteristik asli data tidak boleh sampai hilang. Pengklasifikasian data dilihat berdasarkan sifat dan ukuran, meliputi

a. Ukuran Data 1. Nominal

Ukuran data nominal merupakan suatu ukuran dari unsur dengan aturan tertentu, tidak mempunyai tingkatan (rangking). Unsur-unsur tersebut dikenal namanya saja, misalnya gereja, sekolah, jalan, sawah, rawa dan sebagainya

2. Ordinal

Ukuran data ordinal merupakan suatu ukuran data dengan ukuran tertentu, yang mempunyai tingkatan. Unsur-unsur diklasifikasikan dalam tingkatan secara garis besar saja, biasanya disesuaikan dengan ukuran, rangking dan lain sebagainya. Contoh data ukuran ordinal adalah kota besar, kota kecil, kelas I, kelas II dan lain sebagainya

(16)

16 3. Interval dan Rasio

Ukuran data interval dan ratio merupakan ukuran data dari unsur yang tidak hanya dengan aturan dan urutan tertentu saja, tetapi dibagi atas kelas-kelas tertentu dengan harga yang sebenarnya. Untuk ukuran data interval, titik nol atau titik permukaan diambil sembarang. Di ukuran data ini, perbandingan suatu nilai tidak memiliki nilai yang sebenarnya.. Contoh 20oC tidak berarti merupakan hasil perkalian 2 x 10oC. Untuk ukuran data rasio perbandingan suatu nilai memiliki nilai yang sebenarnya. Contoh adalah Rp 1000 adalah 2 x Rp 500

b. Sifat Data 1. Kualitatif

Data yang memiliki sifat kualitatif termasuk ukuran data yang bersifat nominal ataupun rasio. Pada sifat data ini, data hanya dikenal berdasarkan namanya saja. Misal macam unsur nama geologi, jalan, batas administrasi dan lain sebagainya.

2. Kuantitatif

Data yang memiliki sifat kuantitatif biasanya dikelompokkan berdasarkan jumlah atau banyaknya dari unsur yang akan dipetakan. Harga dari unsur-unsur yang dipetakan tersebut bisa dilihat berdasarkan kunci yang ada di legenda. Unsur data kuantitatif dapat digambarkan dalam wujud simbol titik, garis dan area. Contoh data dengan sifat ini adalah data-data statistik. Setelah selesai mendefinisikan sifat dan ukuran data, maka tahapan selanjutnya adalah mendefinisikan bentuk, arti, dan penggambaran simbol. Tahapan ini bisa dikatakan sebagai tahapan penting dalam proses pemetaan karena disinilah simbol peta didesain sesuai denga kriteria dan pertimbangan-pertimbangan tertentu

(17)

17 a. Bentuk Simbol

Bentuk simbol dibedakan menjadi tiga, yaitu titik, garis dan area. Simbol titik mewakili kenampakan objek berupa titik di lapangan, misal masjid, perkantoran, pasar, sekolah dan lain-lain. Bentuk garis mewakili kenampakan linear di lapangan, seperti jalan, sungai dan rel kereta api. Sedangkan bentuk area mewakili kenampakan polygon di lapangan, seperti sawah, kebun, batas administrasi.

b. Arti Simbol

Sama seperti sifat data, arti simbol diartikan dalam arti kuantitatif dan kualitatif. Arti simbol kualitatif berarti hanya dikenal namanya saja, seperti penggunaan lahan. Sedangkan aspek kuantitatif menggambarkan tingkatan, missal kepadatan penduduk

c. Penggambaran simbol

Penggambaran simbol dibedakan menjadi tiga, yaitu piktorial, abstrak dan menggunakan huruf (letter). Simbol piktorial artinya suatu simbol digambarkan mirip dengan kenampakan objek di lapangan. Simbol abstrak menggambarkan objek tidak sama dengan kenampakan yang ada di lapangan. Dan simbol letter digambarkan dengan menggunakan huruf sebagai keterangan objek.

Tahapan selanjutnya setelah desain simbol adalah visualisasi simbol. Visualisasi simbol menggunakan aspek variabel visual untuk proses visualisasi. Variabel visual adalah variabel yang digunakan dalam mendefinisikan simbol yang digambarkan atau untuk membedakan kenampakan simbol di peta. Variabel visual tersebut meliputi: bentuk (shape), ukuran (size), kepadatan (density), arah (orientation), nilai (value), warna (color) dan posisi (position). Pada perkembangan kartografi digital, konsep variabel visual juga mengalami perluasan. Berkembangnya penggunaan teknologi komputer untuk bidang kartografi menjadikan adanya tambahan dalam variabel visual, yaitu transparansi

(18)

18

(transparency), bayangan (shadow), dan animasi (animation). Selanjutnya, tahap akhir dalam penyusunan simbol adalah desain untuk persepsi visual. Persepsi visual terkait dengan persepsi yang dapat ditangkap oleh pembaca peta. Persepsi visual dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu persepsi asosiatif, selektif, bertingkat dan kuantitatif. Bertin (1967) telah menyusun ke semua aspek visualisasi tersebut ke dalam suatu tabel yang akan memudahkan dalam mendesain simbol pada peta, agar peta yang dihasilkan menggambarkan keadaan yang sesuai di lapangan dan komunikatif yang bisa dimengerti oleh pengguna dalam membacanya.

Gambar 1.5. Variabel Visual dan Persepsi Dalam Desain Simbol Peta (Bertin, 1967)

1.5.6. Kecelakaan dan Faktor Penyebabnya

Kecelakaan lalu lintas mencerminkan salah satu masalah dalam berlalu lintas di jalan. UU No 22 Tahun 2009 mendefinisikan kecelakaan lalu lintas sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas terjadi karena unsur-unsur lalu lintas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hobbs (1979) mengelompokkan ada tiga faktor penyebab kecelakaan lalu lintas, yaitu: pengendara, kendaraan, dan jalan serta lingkungan.

Faktor human error menjadi pemicu utama terjadinya kecelakaan, namun faktor jenis kendaraan serta kondisi jalan dan lingkungan juga tidak bisa diabaikan. Jalan sebagai landasan bergeraknya suatu kendaraan memang tidak

(19)

19

pernah luput dari berbagai masalah lalu lintas, seperti kemacetan, kesemerawutan hingga paling fatal kecelakaan lalu lintas. Sartono (1993) menjelaskan ada beberapa faktor penting dari jalan yang secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas, yaitu :

a. Kerusakan pada permukaan jalan (misalnya terdapat lubang besar yang sangat sulit dihindari oleh pengemudi)

b. Kontruksi jalan yang rusak/tidak sempurna (misalnya letak bahu jalan terlalu rendah bila dibandingkan dengan permukaan jalan, lebar perkerasan dan bahu jalan terlalu sempit untuk berpapasan

c. Geometrik jalan yang kurang sempurna (misalnya super elevasi pada tikungan terlalu curam atau terlalu landau, jari-jari tikungan terlalu kecil, pandangan bebas pengemudi terlalu sempit, kombinasi alinyemen vertikal dan horizontal kurang sesuai, penurunan dan kenaikan jalan terlalu curam dan lain-lain

Disamping faktor geometrik dan konstruksi jalan, persimpangan jalan juga menjadi titik rawan, terutama sebagai lokasi tunggal (single site) terjadinya kecelakaan. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI/1997), persimpangan merupakan simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan khususnya di daerah - daerah perkotaan.

Persimpangan jalan, terutama di kota-kota besar memungkinkan terjadinya konflik lalu lintas. Persimpangan merupakan sumber konflik lalu lintas yang berpotensi menimbulkan kerawanan kecelakaan. Konflik adalah pertemuan dua lintasan yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Konflik lintasan tersebut bisa terjadi antara kendaraan dengan kendaraan lain ataupun kendaraan dengan pejalan kaki. Pengendalian persimpangan membutuhkan perhatian khusus dalam pengaturan lalu lintas, karena selain rawan sebagai lokasi kecelakaan, persimpangan juga faktor penting dalam menentukan kapasitas dan waktu

(20)

20

perjalanan pada ruas jalan, terutama ruas-ruas jalan di perkotaan. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas Kota (1999) membagi 4 macam gerakan/ pertemuan kendaraan yang bisa dilihat pada Tabel 1.1. Keemapat gerakan tersebut meliputi :

1. Diferging conflict, yaitu gerakan yang memisah pada lintasan.

2. Merging conflict, yaitu gerakan menggabung dari dua lintasan dari dua arah berlainan.

3. Through flow conflict, yaitu titik perpotongan dua lintasan lurus yang tegak lurus.

4. Turning flow conflict, yaitu titik perpotongan antara lintasan lurus dan lintasan membelok/saling bersilangan

Tabel 1.1. Macam-macam tipe konflik

No Gambar Tipe Konflik

1 Diferging conflict

2 Merging conflict

3 Through flow conflict

4 Turning flow conflict

Sumber : Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas (Tahun 1999 ; hal 31)

Faktor selanjutnya yang dijelaskan oleh Hobbs sebagai penyebab kecelakaan adalah faktor kendaraan dan lingkungan. Kedua faktor ini juga turut andil serta dalam mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. UU No 22 Tahun 2009 mendefinisikan kendaraan sebagai suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Semua jenis kendaraan dengan berbagi tipe dan ukuran memiliki blind spot. Blind spot adalah area yang tidak terlihat oleh pengemudi baik secara langsung (terhalang) atau melalui kaca spion (keterbatasan bidang pandang kaca spion). Blind spot terjadi karena manusia hanya mampu melihat 90o dan keterbatasan sudut pandang kaca spion kendaraan tidak bisa diperbesar lagi. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap jarak pandang bebas pengendara disamping faktor keadaan sekitar,

(21)

21

seperti tinggi rendahnya bangunan. Kondisi lingkungan mempengaruhi tata guna lahan sekitar jalan. Jalan yang kanan kirinya juga difungsikan sebagai areal perdagangan atau jasa akan mengurangi tingkat kenyamanan dalam berkendaraan sehingga akan mengurangi kemampuan dalam mengendalikan kendaraan. Klasifikasi kecelakaan dapat dilihat pada Tabel 1.2

Tabel 1.2. Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Tipe/Posisinya

Gambar/lambing Klasifikasi Keterangan

Tabrak Depan Terjadi pada jalan lurus yang berlawanan arah

Tabrak Belakang

-Terjadi pada satu ruas jalan searah - Pengereman mendadak

- Jarak kendaraan yang tidak terkontrol

Tabrakan Samping

-Terjadi pada jalan lurus lebih dari 1 lajur dan pada persimpangan jalan

- Kendaraan mau menyalip

Tabrakan sudut

-Tidak tersedia pengaturan rambu lalu lintas atau rambu pada persimpangan jalan

-Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga hilang kendali Kehilangan

kendali

-Pengemudi kehilangan konsentrasi

-Kendaraan kehilangan kendali Sumber: Djoko Setijawarno (2003),Pengantar Rekayasa Dasar Transportasi

1.5.7. Black site dan Black Spot

Daerah rawan kecelakaan adalah daerah yang memiliki angka dan resiko kecelakaan yang tinggi. Identifikasi kecelakaan dapat dilakukan pada lokasi-lokasi tertentu pada ruas jalan (black spot), ruas jalan (black site) dan wilayah tertentu (black area). Nilai kecelakaan diperoleh berdasarkan analisis statistik yang tersedia. Lokasi kecelakaan berupa persimpangan atau segmen jalan tertentu yang dianggap sebagai black spot adalah ruas jalan sepanjang 100-300 meter, sedangkan untuk antar kota sepanjang 1 km (Pedoman Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas, 2004).

(22)

22

Black Spot pada dasarnya merupakan penggal jalan tertentu pada ruas jalan utama secara keseluruhan yang memiliki frekuensi dan potensi tinggi terjadinya kecelakaan. Ada kondisi tertentu dari jalan yang bisa dikategorikan sebagai black spot. Kondisi tersebut bisa berupa geometric design jalan atau konstruksi jalan secara fisik. Misal kondisi alinyemen jalan berupa tikungan jalan yang terlalu tajam, persimpangan jalan tanpa perangkat lalu lintas yang mengatur di sekitarnya, dan tanjakan jalan dengan sudut pandang yang bisa menipu pengendara. Penentuan lokasi black spot dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kecelakaan yang memperhitungkan panjang ruas jalan yang ditinjau. Tingkat kecelakaan dapat dihitung dengan rumusan berikut:

a. Black site menjelaskan panjang jalan yang memiliki angka frekuensi kecelakaan tertinggi. Jumlah kecelakaan melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan per-km melebihi suatu nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan atau jumlah kendaraan per kendaraan melebihi nilai tertentu.

b. Black spot menjelaskan lokasi-lokasi kejadian kecelakaan yang berhubungan langsung dengan faktor jalan, seperti geometrik jalan, persimpangan, atau tikungan. Sama seperti black site, kriteria yang digunakan juga meliputi jumlah kecelakaan melebihi suatu nilai selama periode tertentu, tingkat kecelakaan atau accident rate (per kendaraan) untuk periode tertentu juga melebihi nilai tertentu, jumlah kecelakaan dan tingkat kecelakaan keduanya melebihi nilai tertentu dan tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis per-km melebihi nilai kritis.

1.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai masalah lalu lintas, khususnya kecelakaan lalu lintas sebelumnya pernah dilakukan oleh Narieswari (2002) dengan judul Penggunaan Foto Udara Untuk Kajian Potensi Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas di Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemanfaatan foto udara dalam menyajikan parameter yang

(23)

23

mempengaruhi potensi kerawanan kecelakaan lalu lintas serta membuat model spasial potensi kerawanan kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan parameter geometri jalan dan kondisi lingkungan. Sumber data yang digunakan adalah foto udara orthophoto pankromatik hitam putih skala 1:2500 tahun 1996. Parameter geometri dan jalan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan melalui interpretasi visual, data sekunder, dan data lapangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa foto udara orthophoto pankromatik hitam putih memiliki kemampuan yang baik dalam menyadap parameter kondisi jalan dan lingkungan dengan tingkat ketelitian interpretasi 87,75%. Model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas dibuat dengan pendekatan pengharkatan berjenjang tertimbang. Pemodelan yang dilakukan hampir memiliki kesamaan dengan aktual lapangan dari kepolisian setempat. Parameter fisik jalan dan lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kerawanan kecelakaan lalu lintas adalah penggunaan lahan, volume lalu lintas dan kapasitas jalan yang mempengaruhi tingkat pelayanan jalan.

Hal yang membedakan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Narieswari adalah lokasi kajian, sumber data, parameter, dan metode yang digunakan. Lokasi yang akan diambil dalam penelitian adalah pusat Kota Palembang, sumber data yang digunakan adalah Citra Quickbird, dan parameter yang dipakai ada tiga, yaitu jalan, lingkungan dan kendaraan. Metode yang digunakan selain mentransformasi parameter jalan, lingkungan dan kendaraan dengan pendekatan pengharkatan berjenjang tertimbang untuk menghasilkan peta tingkat kerawanan (black site), juga digunakan metode statistik frekuensi untuk identifikasi lokasi rawan melalui peta black spot.

Penelitian mengenai masalah lalu lintas lainnya terkait masalah kecelakaan lalu lintas juga pernah dilakukan oleh Aktiva Primananda (2005) dalam skripsinya yang berjudul Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas Di Surabaya Pusat Dengan Memanfaatkan Foto Udara. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kemampuan dan kemanfaatan foto udara dalam menyadap parameter yang mempengaruhi kerawanan kecelakaan lalu lintas, membuat model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas berdasarkan interval waktu, menganalisis karakteristik daerah rawan kecelakaan dan pola penyebarannya serta

(24)

24

rekomendasi upaya penanggulangan masalah keselamatan lalu lintas pada daerah yang rawan. Penelitian yang dilakukan oleh Aktiva menggunakan foto udara Kota Surabaya skala 1:5.000 tahun 2002. Penelitian ini menggunakan parameter jalan dan lingkungan untuk proses pemodelan dengan pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang. Parameter jalan dan lingkungan yang digunakan meliputi penggunaan lahan, radius belokan, jarak pandang bebas, trotoar, bahu jalan, fasilitas penyeberangan, marka jalan, pola arus lalu lintas, persimpangan, perlintasan kereta api, dan tingkat V/C ratio jalan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa foto udara pankromatik hitam putih skala 1:5.000 memiliki kemampuan yang baik dan bermanfaat dalam menyadap parameter kondisi jalan dan lingkungan yang mempengaruhi kerawanan kecelakaan lalu lintas dengan ketelitian interpretasi sebesar 89,97%. Potensi paling rawan terjadi ketika interval jam sore pada saat aktivitas pulang kerja atau kegiatan lainnya, sementara kegiatan di CBD masih berjalan. Pola penyebaran kerawanan kecelakaan terjadi pada daerah dengan V/C Ratio tinggi, lahan komersil, fungsi jalan arteri dan kolektor serta pada perlintasan kereta api.

Hal yang membedakan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Aktiva adalah unit analisis yang digunakan. Unit analisis yang digunakan di penelitian ini adalah jalan dan persimpangan. Lokasi penelitian juga berbeda. Penelitian dilakukan di pusat Kota Palembang, sumber data yang digunakan adalah Citra Quickbird, terdapat pemisahan dan penambahan parameter yang digunakan. Parameter jalan dipisahkan menjadi dua yaitu bagian jalan untuk fungsi langsung arus lalu lintas dan perangkat/piranti lalu lintas dan adanya penambahan parameter kendaraan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan lebih mengarah ke kartografis dengan dimensi dan visualisasi simbol-simbol dengan memperhatikan dimensi data, variabel visual, persepsi visual dan bentuk simbol yang digunakan. Desain simbol disesuaikan dengan kaidah kartografi yang telah ditetapkan.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian tesis yang dilakukan oleh Agus Surya Wedasana (2011) yang berjudul Analisis Daerah Rawan Kecelakaan dan Penyusunan Database Berbasis Sistem Informasi Geogarafis di Kota Denpasar.

(25)

25

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis daerah rawan kecelakaan (black site), titik rawan kecelakaan (black spot), upaya penanganan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, serta menyusun program database untuk daerah dan titik rawan kecelakaan berbasis sistem informasi geogarafi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan beberapa ruas jalan di Kota Denpasar, meliputi Jalan Bypass Ngurah Rai, Gatot Subroto dan Imam Bonjol dikelaskan sebagai daerah rawan kecelakaan. Penentuan black site dan black spot dilakukan dengan menggunakan analisis statistik metode Z-Score dan metode Cusum melalui data primer dan data sekunder. Data yang telah dianalisis kemudian disusun menjadi sebuah database berbasis sistem informasi geogarafi. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lebih bersifat ke analisis datanya untuk penentuan black site dan black spot. Penelitian yang akan dilakukan mengarah ke analisis peta melalui pertimbangan parameter jalan, lingkungan dan kendaraan. Analisis statistik yang akan dilakukan juga adalah analisis model pengharkatan berjenjang tertimbang dan metode frekuensi.

Perbandingan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1.3 di bawah ini. Hal ini untuk mempermudah dalam merinci perbedaan dan persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya.

(26)

26

Tabel 1.3. Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan

No Nama Peneliti Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

1 Lalita Narieswari 2002 Penggunaan Foto Udara Untuk Kajian Potensi Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas di Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta

1. Mengkaji kemanfaatan foto udara dalam menyajikan parameter yang mempengaruhi potensi kerawanan kecelakaan lalu lintas 2. Membuat model spasial potensi kerawanan kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan parameter geometri jalan dan lingkungan 1. Interpretasi visual 2. Survei lapangan 3.Pengharkatan dan pembobotan 4. Pemodelan spasial dengan pengharkatan berjenjang tertimbang

1. Tabel ketelitian interpretasi parameter jalan dan lingkungan 2. Model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas di

2 Aktiva Primananda 2005 Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas Di Surabaya Pusat

1. Mengkaji kemampuan dan kemanfaatan foto udara dalam menyadap parameter yang mempengaruhi kerawanan kecelakaan lalu lintas

2. Membuat model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas berdasarkan interval waktu

3. Menganalisis karakteristik daerah rawan kecelakaan dan pola penyebarannya

4. Rekomendasi upaya penanggulangan masalah keselamatan lalu lintas pada daerah yang rawan kecelakaan lalu lintas

1. Interpretasi visual 2. Survei lapangan 3. Pemodelan spasial dengan pengharkatan berjenjang tertimbang 4.Analisis kerawanan kecelakaan berdasarkan interval waktu dan pola penyebarannya

1. Tabel ketelitian interpretasi parameter jalan dan lingkungan 2. Model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas di Surabaya Pusat berdasarkan interval waktu

3. Rekomendasi upaya penanggulangan daerah rawan kecelakaan lalu lintas di Surabaya Pusat

3 Agus Surya

Wadesana

2011 Analisis Daerah Rawan Kecelakaan dan Penyusunan Database Berbasis Sistem

1. Mengetahui dan menganalisis daerah rawan kecelakaan (black site) dan titik rawan kecelakaan (black spot).

1.Analisisdata sekunder dan data primer

2. Analisis statistik

1. Ruas jalan yang diklaskan sebagai black site dan black spot 2. Database berupa informasi

(27)

27

Informasi Geografis di Kota Denpasar

2. Upaya penanganan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan

3. Menyusun program database untuk daerah dan titik rawan kecelakaan berbasis sistem informasi geogarafi

metode Z Score dan Cusum

3. Sistem informasi

geogarafi untuk

penyusunan database

kerawanan kecelakaan di Kota Denpasar

4 Deny Sutanto 2013 Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas di Pusat Kota Palembang

1. Mengetahui peranan penting manfaat penginderaan jauh dan sistem informasi geografi sebagai sumber perolehan dan pengolahan data untuk memetakan tingkat kerawanan dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (black site dan

black spot) di pusat Kota Palembang 2. Mengetahui sebaran tingkat kerawanan

dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas di pusat Kota Palembang melalui peta

black site dan black spot

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan dan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (black site dan black spot) melalui studi analisis peta

1.Interpretasi visual dan Survei lapangan untuk proses pengumpulan data 2. Dimensi dan visualisasi simbol yang tepat untuk proses pemetaan black

site dan black spot

3.Identifikasi black site dengan menggunakan parameter jalan, lingkungan dan kendaraan 4.Identifikasi black spot dengan menggunakan analisis statistik metode frekuensi

1. Data berupa parameter penyebab kecelakaan meliputi parameter jalan, lingkungan dan kendaraan

2. Peta satuan parameter penyebab kecelakaan lalu lintas di pusat Kota Palembang 3. Peta black site dan black spot di Pusat Kota Palembang 4.Analisis kerawanan kecelakaan lalu lintas untuk identifikasi

(28)

28

Gambar 1.8. Diagram Kerangka Pemikiran

Perkembangan daerah perkotaan sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk

Jalan sebagai sarana infrastruktur dan media pergerakan dalam berlalu lintas

Pertambahan penduduk juga berimplikasi kepada kebutuhan akan sarana dan prasarana yang juga ikut meningkat, salah satunya sarana transportasi

Kepadatan jalan yang tinggi di daerah perkotaan berbanding lurus dengan volume kendaraan yang tinggi dalam berlalu lintas

Kebutuhan sarana dan prasarana transportasi tidak bisa mengikuti pertambahan jumlah penduduk

Mobilitas yang tinggi di daerah perkotaan tidak diikuti dengan manajemen lalu lintas yang layak dan memadai

Masalah dalam berlalu lintas, yaitu seringnya terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan raya

Pemanfaatan SIG untuk olah data pemetaan Data PJ dan survey lapangan untuk

sumber ekstrasi parameter penyebab kecelakaan

Metode pengharkatan berjenjang tertimbang untuk analisis black site

Visualisasi dengan kaidah kartografis untuk penyusunan peta multirawan kecelakaan lalu lintas

Data frekuensi jumlah kecelakaan di pusat Kota Palembang

Metode frekuensi untuk analisisi black spot

(29)

29

1.7. Kerangka Pemikiran

Daerah perkotaan merupakan daerah yang dinamis dan perkembangannya selalu mengikuti zaman. Perkembangan daerah perkotaan seringkali diikuti dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Implikasinya, semakin tinggi tingkat pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan infrastruktur sarana dan prasarana juga akan meningkat. Kadangkala antara kebutuhan infrastruktur sarana dan prasarana tidak sebanding dengan jumlah penduduk. Antara jumlah yang diminta dengan jumlah yang tersedia tidak seimbang, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Jalan juga mencirikan perkembangan suatu deerah. Tingkat mobilitas yang tinggi di daerah perkotaan biasanya tidak diikuti oleh manajemen lalu lintas yang layak dan memadai. Kondisi ini seringkali menimbulkan berbagai masalah dalam berlalu lintas, kesemerawutan, kemacetan, dan kecelakaan lalu lintas.

Masalah kecelakaan lalu lintas perlu dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya aspek fisik meliputi aspek jalan dan lingkungan. Teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi adalah perkembangan teknologi yang memungkinkan pengambilan informasi dan pengolahan suatu objek di permukaan bumi secara ringkas dan cepat. Aplikasi kedua teknologi ini bisa digunakan untuk kajian masalah transportasi kecelakaan lalu lintas. Data penginderaan jauh bisa digunakan sebagai sumber data untuk ekstrasi parameter jalan dan lingkungan, sehingga proses pengambilan data bisa jauh lebih efektif dan efisien. Proses ekstrasi data dilakukan dengan menggunakan teknik interpretasi visual. Interpretasi visual ini perlu didukung local knowledge interpreter agar hasil perolehan data menjadi akurat. Pengumpulan data juga dilakuan dengan survei lapangan, karena tidak semua informasi parameter jalan dan lingkungan bisa diperoleh dari proses interpretasi.

Pengolahan dengan model pengharkatan berjenjang tertimbang dilakukan untuk analisis black site. Setiap variabel dari parameter diberi harkat sesuai dengan kontribusinya terhadap pengaruhnya ke kecelakaan. Distribusi jumlah kelas dan interval untuk tingkat kerawanan dilakukan dengan analisa statistik dengan menggunakan rumus Sturgess dan metode interval teratur. Tidak ada

(30)

30

acuan baku dalam pengklasan tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas, namun sebisa mungkin hasil yang dirumuskan mendekati kondisi kerawanan aktual di lapangan. Analisa black spot dilakukan dengan menggunakan metode frekuensi. Jumlah kecelakaan di ruas jalan di kalkulasi sesuai dengan data kecelakaan yang diperoleh. Frekuensi kecelakaan di penggal ruas jalan tertentu yang melebihi nilai frekuensi kritis kecelakaan yang telah ditetapkan yaitu 10, maka dianggap sebagai black spot (Pedoman Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan, 2004).

Proses pengolahan untuk pembuatan peta multirawan kecelakaan lalu lintas dilakukan dengan menggunakan SIG, mulai dari input data, proses dan output. Peta yang dihasilkan merupakan tipe peta tematik, karena menginformasikan tema tertentu. Dalam penelitian peta tematik yang dihasilkan terkait bidang lalu lintas dan transportasi. Dalam desain peta tematik, maka perlu dilakukan desain peta dasar terlebih dahulu. Peta dasar digunakan untuk plotting tema-tema yang ingin dipetakan sesuai dengan tujuan. Peta-peta bantu seperti peta tingkat V/C ratio, peta radius belokan, peta penggunaan lahan dan peta parameter lainnya akan saling disintesakan dengan menggunakan model pengharkatan berjenjang tertimbang untuk menghasilkan peta tematik yang ingin dibuat, yaitu peta black site untuk informasi tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas di ruas jalan pusat Kota Palembang. Untuk peta black spot, dilakukan rekapitulasi per penggal jalan yang menjadi spot atau lokasi tunggal terjadinya kecelakaan yang dihitung berdasarkan frekuensi kecelakaan yang terjadi di spot tersebut.

Visualisasi dilakukan secara kartografis dengan mempertimbangkan aspek-aspek dalam desain simbol, seperti ukuran data, sifat data, persepsi visual, variabel visual dan jenis simbol. Unit analisis untuk black site dan black spot adalah ruas jalan beserta unsur-unsur geometrik jalan lainnya, seperti persimpangan, tikungan, tanjakan dan lain sebagainya. Ukuran data yang digunakan memiliki harkat dan deskriptif sehingga masuk ukuran data nominal dan ordinal yang diklaskan dari kelas I sampai kelas III, meliputi informasi agak rawan, rawan dan sangat rawan. Representasi peta yang akan dibuat menggambarkan informasi kenampakan dengan jenis simbol line untuk black site dan point untuk black spot.

Gambar

Gambar 1.1. Konsep Sistematis Sistem Penginderaan Jauh
Tabel 1.1. Macam-macam tipe konflik

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan simpulan tersebut di atas, maka saran yang dapat disampaikan sebagai berikut. 1) Kepada praktisi pendidikan khususnya guru matematika di SDN 9 Sesetan

Sebuah Perusahaan yang bergerak dibidang jasa memiliki beberapa faktor penunjang untuk meningkatkan jumlah pelanggan yaitu salah satunya Brand Image dan Service

Dengan ini memberikan ijin kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar selaku penyelenggara Kompetisi Video Edukasi (KVE) untuk menggunakan karya

Untuk Leverage lebih besar dari satu, maka perubahan nilai spread yang diakibatkan oleh perubahan waktu sampai jatuh tempo adalah tidak searah, sehingga spread semakin

- ayam : panaskan minyak dalam wajan di atas api sedang, tumis awang putih hingga harum, masukkan ayam cincang, aduk sampai setengah matang. Masukkan semua bahan lainnya,

“ Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate social responsibility Disclosure Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia ”. Is Board Zise

oleh tamu yang sudah pernah bermalam dan memberi nilai ulasan tentang fasilitas – fasilitas yang ada, mulai dari kinerja lift, kinerja perabotan yang ada di

0822-4558-2777, Supplier, Kontraktor Elektrikal dan Produsen Pabrik Tiang Lampu LED PJU Penerangan Jalan Tenaga Surya Solar Cell.. Harga