• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Tinjauan Mutakhir

Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dari tugas akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir ini. Analisis Kinerja Pembangkit Listrik Energi Terbarukan pada Model Jaringan Listrik Mikro Arus Searah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja dari Pembangkit Listrik Energi Terbarukan yang terdiri dari PLTS dan PLTB 12V/100W yang akan memasok daya ke jaringan listrik mikro arus searah. Sebelum memasok daya, masing-masing pembangkit diuji dalam kondisi tanpa beban dan berbeban. Pada jaringan listrik diuji pembagian beban antara PLTS dan PLTB dengan mempertimbangkan kapasitas baterai masing - masing. Hasil pengujian PLTS menunjukkan peletakan PV module 12V, 80W ke arah timur pada bulan Juni 2010 menghasilkan arus rata-rata terbesar (1,954A) dan mengisi baterai 12V, 45Ah selama 23 jam, lebih cepat dibanding ke arah lain. PLTS dan PLTB mengalami penurunan tegangan sebesar 9,4% dan 8,4% dari tegangan nominal 12V pada saat dibebani 80W. Hal ini disebabkan adanya impedansi dari baterai sebesar 1,8Ω. Beban yang terpasang pada jaringan listrik mikro arus searah, memperoleh pasokan daya dari PLTS dan PLTB yang masing-masing pembangkit dilengkapi baterai dengan kapasitas sama 12V, 45Ah. Pada kondisi tanpa beban, PLTS dan PLTB mengisi baterai, sedangkan pada kondisi berbeban, arus yang dihasilkan kedua pembangkit mengalir ke beban, dengan pembagian pasokan daya ke beban tergantung muatan baterai masing-masing setelah pengisian. Pembangkit dengan baterai bermuatan besar memasok daya lebih besar dibanding pembangkit dengan baterai bermuatan lebih kecil (Isdawimah, 2010).

Rancang Bangun Sistem PLTS Skala Kecil Untuk Rumah Tangga Berkapasitas 250 Watt Di Daerah Singaraja. Sebuah PLTS terdiri dari PV module dan beberapa komponen pendukung seperti regulator pengisian baterai, regulator

(2)

pengosongan baterai. Pada penelitian ini telah dikembangkan regulator pengisian dan pengosongan baterai berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan dalam PLTS ini menggunakan inverter jenis modified sine wave dengan daya 250 tipe DA5 – 316. Dari observasi dan pengamatan yang telah dilakukan di Singaraja, rata-rata periode matahari efektif untuk menjalankan sistem PLTS secara optimal berkisar antara pukul 07.30 wita – 17.00 wita. Dengan energi listrik yang tersimpan rata – rata sebesar 64,36 Wh/hari, 1.930,73 Wh/bulan dan 23.168,72 Wh/tahun. Besar prosentase penyinaran pada kondisi cerah sebesar 100% dan saat mendung sebesar 81,6% dari kondisi cerah. Besar kecilnya output dari sistem ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang mengenai PV module dan juga cuaca maupun musim saat dilakukan proses pengujian (Yudi, 2011).

Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module 50 Watt Peak Terhadap Daya Keluaran Yang Dihasilkan Menggunakan Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor 00,500,600,700,800. Pada penelitian ini diujikan PV module tanpa reflektor pada posisi yang tetap/horizontal terhadap bumi, dan pengukuran terhadap Photovoltaic module yang diberi reflector dengan variasi sudut 500, 600, 700, 800. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan daya dan efisiensi. Daya maksimal yang dicapai yaitu pada pengujian menggunakan reflektor sudut 70 derajat sebesar 53,67 Watt dengan Efisiensi 15,66% pada pukul 11:45 WIB (Muchammad, 2010).

Rancang Bangun Sistem Pengangkatan Air Menggunakan Motor AC Dengan Sumber Listrik Tenaga Surya. Penelitian ini membuat sebuah rancang bangun sistem pengangkatan air menggunakan motor AC dengan sumber listrik tenaga surya. Dalam rancang bangun ini menggunakan empat PV module sebagai sumber energi listrik dan sebuah penstabil tegangan/regulator 12 volt/20 Ampere. Untuk merubah arus DC menjadi AC, menggunakan sebuah inverter 12 Volt DC menjadi 220 Volt AC dan sebuah pompa AC berkapasitas 220 Volt ; 60 Watt untuk menaikkan air. Hasil dari rancang bangun sistem pengangkatan air dengan sumber energi listrik tenaga surya, pada kondisi cuaca cerah dapat menaikkan air

(3)

selama tujuh jam/hari, yaitu dari pukul 09.00-15.00 dan menghasilkan debit air 2100 liter/hari (5,0 liter/menit) dengan total head 2,6 meter (Keswara, 2013)

Rancang Bangun Sistem Pengangkatan Air Menggunakan Motor DC Dengan Sumber Listrik Tenaga Surya. Penelitian ini membuat suatu rancang bangun sistem pengangkatan air menggunakan motor DC dengan sumber listrik tenaga surya untuk mengetahui debit air yang bisa diangkat selama sehari. Pada rancang bangun sistem pengangkatan air menggunakan motor DC dengan sumber listrik tenaga surya menggunakan 4 buah PV module. PV module yang digunakan berjenis Poly-crystalline. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 7 hari daya maksimum yang di hasilkan oleh PV module sebesar 131.68 Watt. Pompa DC mengangkat air dari pukul 11.00-15.00 saat cuaca cerah dengan daya listrik antara 54.23 - 76.32 Watt. Debit air yang bisa diangkat oleh pompa DC adalah sebanyak 8.478 liter/menit dengan delivery head sejauh 300 cm. Karena pompa DC dapat bekerja secara maksimal selama 5 jam maka dalam sehari air yang bisa diangkat sebanyak 2543.4 liter (Suprianto, 2013).

Studi Pemanfaatan PLTS Hibrid Dengan PLN di Vila Adleson. Bali merupakan bagian dari daerah tropis mempunyai radiasi harian matahari rata-rata 5,3 kWh/m2. PLTS di vila Adleson ini terdiri dari 12 buah PV module, satu set rack, 1 buah grid-inverter, 1 buah charger regulator yang dilengkapi dengan

automatic switch, 12 buah baterai, 1 set remote interface. PLTS ini dibangun pada

bulan Agustus tahun 2008 dengan nilai investasi sebesar Rp 276.156.500. Investasi yang cukup besar ini disebabkan karena sistem yang dibangun merupakan sistem yang terintegrasi dan juga dilengkapi dengan sistem monitoring berbasis website. Kapasitas PLTS yang dibangun adalah 1,560 kWp yang dihibrida dengan sambungan listrik PLN sebesar 2,300 kW. Total kebutuhan energi listrik harian vila Adleson adalah 6,153 kWh/hari. Energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS di vila Adleson adalah 3,37 kWh/hari yang setara dengan 1.230 kwh per tahun. PLTS ini sudah mampu mensuplai 50% dari kebutuhan energi harian vila. Berdasarkan analisa didapatkan bahwa harga energi (cost of

(4)

per kWh. Sementara jika komponen baterai tidak dihitung maka besarnya investasi adalah sebesar Rp 117.002.500 sehingga didapatkan harga energi sebesar Rp 11.291per kWh. Sedangkan jika komponen PLTS tanpa baterai dan fasilitas remote monitoring dihitung dengan harga komponen saat ini maka nilai investasi menjadi Rp 98.600.000 sehingga harga energi turun menjadi Rp 9.500 per kWh. Mahalnya harga energi per kWh dari sistem ini adalah karena produksi PLTS yang relatif kecil. Dari pengamatan dilapangan ditemukan bahwa beberapa penyebab dari kecilnya produksi PLTS adalah cara instalasi PV module yang kurang tepat sehingga energi yang dihasilkan kurang maksimum (Jati, 2011).

Perancangan Photovoltaic Stand Alone Sebagai Catu Daya Pada Base

Transceiver Station Telekomunikasi Di Pulau Nusa Penida. BTS di pulau Nusa

Penida terletak di Desa Kutampi, sistem kelistrikan BTS Nusa Penida dipasok oleh PLN dan genset. Penelitian ini memanfaatkan photovoltaic dikembangkan untuk mensuplai energi listrik di BTS. Direncanakan untuk mensuplai energi listrik untuk perangkat BTS yang hidup 24 jam dalam rentang waktu satu bulan. Besarnya daya PV module yang dibangkitkan untuk mensuplai energi listrik di BTS adalah 17 kWp, yang dihasilkan dari PV module sebanyak 84 unit dengan kapasitas PV module adalah 200 Wp dan kapasitas baterai yang digunakan adalah 7.100 Ah dengan total baterai 30. Analisis kelayakan investasi PV module tanpa baterai dan PV module dengan baterai yang dilakukan dengan menggunakan NPV, PI dan DPP menunjukan hasil bahwa investasi PV module layak untuk dilaksanakan. Untuk nilai NPV dan PI didapatkan kedua investasi (>0). Sedangkan untuk DPP didapatkan kedua hasil investasi lebih kecil dari periode umur proyek yang sudah ditetapkan, yaitu selama 25 tahun (Indrawan, 2011).

Studi Kasus Kegagalan Operasi Serta Penentuan Konfigurasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Fotovoltaic Module System) Di Griya Siangan, Gianyar – Bali. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Griya Siangan Gianyar adalah salah satu dari banyaknya penggunaan energi alternatif yang dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya mengatasi permasalahan krisis energi. Dalam pengoperasiannya PLTS tersebut tidak mampu mensuplai keseluruhan beban. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari penyebab kegagalan operasi dan

(5)

mencari konfigurasi PLTS Griya Siangan Gianyar yang dianalisis dengan metode deskritif, sehingga menghasilkan data-data yang dapat digunakan dalam pembangunan serta pengoperasian PLTS. Penyebab kegagalan adalah unit battery

charge controller yang memberikan tegangan output dari 0,16 Volt sampai 0,28

Volt kepada unit baterai yang akan mensuplai unit inverter yang diteruskan ke beban, sehingga tegangan unit baterai sangat rendah sebesar 2,7 Volt. Kebutuhan listrik per hari Griya Siangan Gianyar adalah 2810 Wh yang akan mampu dipenuhi PV module yang akan memberikan total output minimal 2810 Wh/hari, kemudian dengan rumus dan pendukung lainnya dilakukan perhitungan yang menghasilkan kebutuhan baterai dengan kapasitas minimal 702,5 Ah. Inverter dengan kapasitas minimal 610 Watt dan charge controller dengan rating arus beban minimal 2,772 Ampere (Winarta, 2006)

2.2 Perencanaan Sistem Tenaga Listrik

Pada proses perencanaan pengembangan sistem tenaga listrik diperlukan adanya prakiraan kebutuhan tenaga listrik yang dapat memberikan informasi kepada pembuat kebijakan sehingga dengan prakiraan yang baik akan mengurangi resiko pembangunan yang tidak dibutuhkan.

Dalam setiap proses perencanaan diperlukan adanya suatu perkiraan yang menggunakan keterangan-keterangan berupa data yang baik dan benar. Diperolehnya angka-angka prakiraan kebutuhan tenaga listrik merupakan bagian dari proses dan syarat untuk dapat menyimpan suatu rencana pemenuhan kebutuhan tenaga listrik maupun pengembangan penyediaan tenaga listrik setiap saat secara cukup baik dan terus menerus. Jika ditinjau dari masalah pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik perlu di buat untuk jangka waktu yang panjang.

Perencanaan tenaga listrik untuk kebutuhan listrik suatu daerah tergantung dari letak daerah, jumlah penduduk, standar kehidupan, rencana pembangunan atau pengembangan daerah dimasa yang akan dating sehingga dalam prakiraan diperlukan data yang mencangkup perkembangan daerah tersebut, jika dari tingkat

(6)

perekonomian maka dapat digunakan jumlah Produk Domistik Regional Bruto suatu daerah serta jumlah penduduk daerah tersebut.

Dalam perencanaan sistem tenaga listrik perlu juga disesuaikan dengan tipe – tipe beban yang ada diberbagai sektor. Adapun tipe – tipe beban pada umumnya dibedakan dalam beberapa sektor antara lain:

1. Rumah tangga (perumahan) yang terdiri dari beban yang digunakan oleh kelompok rumah tangga antara lain dari televisi, lemari es, setrika listrik, dan lain – lain.

2. Komersial terutama terdiri dari beban untuk toko-toko, hotel, penerangan papan reklame, alat-alat listrik yang digunakan pada toko, restoran, pasar. 3. Publik meliputi beban yang digunakan untuk penerangan jalan yang selalu

menyala disetiap malam, lalu lintas, listrik untuk air mancur taman kota.

4. Industri yaitu beban yang digunakan seperti industri air minimum, industri tekstil, dan lain-lain.

2.3 Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia

Sebagai Negara tropis Indonesia mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Berdasarkan data penyinaran matahari di Indonesia dapat diklasikfikasikan berturut – turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari. Dengan demikian, potensi matahari rata – rata Indonesia yaitu sebesar 4,8 kWh/m2/hari. Berarti prospek penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup cerah. Dengan berlimpahnya energi surya tersebut maka pengembangan listrik tenaga surya yang berbasis kepada efek fotovoltaik dari piranti sel surya sebagai salah satu sumber tenaga listrik yang bebas polusi dan alami menjadi suatu pilihan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Adapun alasan yang mendukung hal tersebut yakni:

(7)

1. Kondisi iklim di Indonesia yang sangat mendukung karena intensitas radiasi matahari di Indonesia relative tinggi serta stabil, sehingga PV

module mendapat daya yang optimal sepanjang tahun.

2. Instalasi yang lebih sederhana dari pada pemasangan sumber energi terbarukan lainnya, sehingga memungkinkan pemanfaatan energi ini untuk kebutuhan listrik baik dalam skala kecil sampai skala besar.

3. Indonesia merupakan Negara kepulauan terdiri dari 13 ribu pulau sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyediakan jaringan pembangkit listrik pada setiap daerahnya hingga sampai ke tiap pelosok. 4. Dapat terjangkau seluruh pelosok Indonesia dengan ketersediaan radiasi

surya yang merata sepanjang tahun. Energi matahari sistem dapat diinstal di lokasi terpencil sehingga lebih praktis dan hemat biaya.

Tabel 2.1 Intensitas radiasi matahari di Indonesia

Sumber: Rahardjo, 2008

No Kota Provinsi Radiasi rata-rata (kWh/m²)

1 Banda Aceh Aceh 4.1

2 Palembang Sumatera Selatan 4.95

3 Menggala Lampung 5.23

4 Rawasragi Lampung 4.13

5 Jakarta Jakarta 4.19

6 Bandung Jawa Barat 4.15

7 Lembang Jawa Barat 5.15

8 Citius, Tangerang Jawa Barat 4.32

9 Darmaga, Bogor Jawa Barat 2.56

10 Serpong, Tangerang Jawa Barat 4.45

11 Semarang Jawa Tengah 5.49

12 Surabaya Jawa Timur 4.3

13 Kenteng, Yokyakarta Yokyakarta 4.5

14 Denpasar Bali 5.26

15 Pontianak Kalimantan Barat 4.55

16 Banjarbaru Kalimantan Selatan 4.8

17 Banjarmasin Kalimantan Selatan 4.57

18 Samarinda Kalimantan Timur 4.17

19 Menado Sulawesi Utara 4.91

20 Palu Sulawesi Tenggara 5.51

21 Kupang Nusa Tenggara Barat 5.12

22 Waingapu, Sumba Timur Nusa Tenggara Timur 5.75

(8)

2.3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah suatu teknologi pembangkit yang mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada PV module yang terdiri dari sel surya. Sel surya merupakan lapisan-lapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya. Apabila bahan tersebut mendapat energi foton, akan mengeksitasi elektron dari ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah. Dengan hubungan seri-paralel, sel surya/sel fotovoltaik dapat digabungkan menjadi PV module dengan jumlah sekitar 40 sel surya, selanjutnya rangkaian PV module akan membentuk suatu PV array. PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC (direct current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (alternating current) apabila diperlukan. PLTS pada dasarnya adalah pecatu daya dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hibrid. Berdasarkan lokasi pemasangan sistem PLTS dibagi menjadi dua jenis yaitu, sistem PLTS pola tersebar (distributed PV plant) dan sistem PLTS pola terpusat (centralized PV plant). Berdasarkan aplikasi dan konfigurasinya, secara garis besar PLTS diklasikfikasikan menjadi dua yaitu, sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan (off-grid PV plant), atau yang lebih dikenal dengan sebutan PLTS berdiri sendiri (stand alone) dan sistem PLTS terhubung dengan jaringan (on-grid PV plant) atau lebih dikenal dengan sebutan PLTS

grid-connected. Apabila PLTS dalam penggunaannya digabung dengan jenis

pembangkit listrik lain disebut sistem hibrid.

2.3.2 PLTS Off-Grid

PLTS Off-grid merupakan sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan. Sistem ini berdiri sendiri, sering disebut dengan stand-alone system. Sistem ini biasanya merupakan sistem dengan pola pemasangan tersebar

(distributed) dan dengan kapasitas pembangkitan skala kecil. Untuk sistem ini

(9)

penyimpanan baterai. Diharapkan baterai mampu menjamin ketersediaan pasokan listrik untuk beban listrik saat kondisi cuaca mendung dan kondisi malam hari. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua yaitu, PLTS Off-grid

domestic dan PLTS Off-grid non-domestic (Setiawan, 2014).

Gambar 2.1 Diagram stand alone system (Putra, 2012) 2.3.2.1 PLTS Off-Grid Domestic

PLTS Off-grid domestic merupakan sistem PLTS yang menyediakan daya listrik pada rumah tangga dan pedesaan yang belum terhubung jaringan listrik utilitas, dalam hal ini jaringan listrik PLN. Jenis beban listrik yang dicatu oleh PLTS ini diantaranya beban sistem penerangan dan beban listrik rumah tangga lainnya.

2.3.2.2 PLTS Off-Grid Non-Domestic

PLTS Off-grid non-domestic merupakan sistem PLTS yang menyediakan daya listrik untuk batas keperluan atau kegunaan yang lebih luas seperti telekomunikasi, penerangan jalan, pompa air, radio repeater, stasiun transimisi untuk observasi gempa dan cuaca, sistem tanda lalu lisntas, pelabuhan dan bandara, instalasi periklanan, alat bantu navigasi, dll.

(10)

2.3.3 PLTS On-Grid (Grid-Connected PV Plant)

PLTS On-grid atau Grid-connected PV plant merupakan sistem PLTS yang terhubung dengan jaringan. Berdasarkan pola operasi sistem tenaga listrik ini dibagi menjadi dua yaitu, sistem dengan penyimpanan (storage) atau disebut

Grid-connected PV with a battery back up, menggunakan baterai sebagai

cadangan dan penyimpanan tenaga listrik dan tanpa baterai atau disebut

Grid-connected PV without a battery back up. Baterai pada PLTS On-grid berfungsi

sebagai suplai tenaga listrik untuk beban listrik apabila jaringan mengalami kegagalan untuk periode tertentu dan sebagai suplai tenaga listrik ke jaringan listrik negara (PLN) apabila ada kelebihan daya listrik (exces power) yang dibangkitkan PLTS. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua yaitu,

Grid-connected distributed PV dan Grid-connected centralized PV (Setiawan,

2014).

Gambar 2.2 Diagram sistem PLTS grid-conenected (Putra, 2012) 2.3.3.1 Grid-Connected Distributed PV

Grid-connected distributed PV merupakan sistem PLTS On-grid yang

menyediakan daya listrik untuk pelanggan yang terhubung dengan jaringan listrik yang spesifik. Contohnya penggunaan PLTS pada kawasan rumah yang terhubung jaringan tegangan rendah (JTR) 230/400V AC. Dalam hal ini setiap rumah masng-masing memiliki PLTS sebagai salah satu sumber tenaga listrik, selain

(11)

terhubung dan memperoleh pasokan tenaga listrik dari jaringan listrik Negara (PLN). Setiap rumah/bangunan memiliki sejumlah beban listrik yang harus dialiri tenaga listrik, jadi dalam kondisi ini energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS sangat dekat dengan area beban listrik. Jadi energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS memiliki nilai lebih tinggi daripada listrik yang dihasilkan oleh pusat tenaga listrik (PLN). Karena rugi-rugi penyaluran daya listrik PLN lebih besar. Selain itu apabila dalam proses pembangkitannya PLTS kelebihan tenaga listrik (exces

power) maka daya listrik ini dapat diinjeksikan ke jaringan PLN, diukur oleh kWh

meter ekspor impor dan memperoleh insentif sesuai regulasi yang berlaku. Oleh karena itu sistem ini lebih cocok digunakan untuk menyediakan daya listrik seperti kategori beban spesifik seperti contoh diatas.

2.3.3.2 Grid-Connected Centralized PV

Grid-connected centralized PV merupakan sistem PLTS On-grid yang

menyediakan pembangkitan tenaga listrik yang terpusat sebagai suplai pasokan tenaga listrik yang besar ke jaringan listrik (PLN). Sistem ini lebih cocok untuk membangkitakan daya listrik yang besar ke jaringan listrik sistem tegangan menengah, maupun tegangan tinggi, terlebih jauh dengan pusat beban listrik. Dikarenakan letaknya yang terpusat, maka rugi-rugi daya pada sisi pembangkitan lebih kecil daripada pola tersebar,walaupun dalam penyaluran pada jaringan PLN menuju beban tetap terjadi rugi-rugi penyaluran. Selain itu untuk kontrol dan monitoring lebih baik karena dalam satu area.

2.3.4 PLTS Hybrid

PLTS hibrid merupakan sistem PLTS dalam pengoperasiannya digabungkan dengan jenis pembangkit listrik lain. Dengan sumber energi berbeda (dua atau lebih). Dalam upaya menyediakan pasokan tenaga listrik ke suatu sistem, guna mendapatkan kehandalan sistem yang lebih baik, yang berkelanjutan dan menggunakan manajemen operasi tertentu. Selain itu bertujuan agar dalam pengusahaan energi listrik lebih ekonomis. Contoh PLTS hibrid yaitu, PLTS-genset, PLTS-mikrohidro, PLTS-angin.

(12)

2.4 Komponen-Komponen PLTS

Pemanfaatan PV module sebagai pembangkit tenaga listrik, umumnya sebagai berikut:

2.4.1 Sel Surya

Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Silicon adalah bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya. Apabila permukaan sel surya dikenai cahaya maka dihasilkan pasangan elektron dan hole. Elektron akan meninggalkan sel surya dan akan mengalir pada rangkaian luar sehingga timbul arus listrik. Arus listrik yang dihasilkan oleh sel surya dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan dulu dalam baterai untuk digunakan kemudian.

Gambar. 2.3 Contoh sel surya (ABB QT10, 2010)

Besarnya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan, atau besarnya arus yang dihasilkan tergantung pada intensitas cahaya maupun panjang gelombang cahaya yang jatuh pada sel surya. Intensitas cahaya menentukan jumlah foton, makin besar intensitas cahaya yang mengenai permukaan sel surya makin besar pula foton yang dimiliki sehingga makin banyak pasangan elektron dan hole yang dihasilkan yang akan mengakibatkan besarnya arus yang mengalir. Makin pendek panjang gelombang cahaya maka makin tinggi energi fotonnya sehingga makin

(13)

besar energi elektron yang dihasilkan, dan juga berimplikasi pada makin besarnya arus yang mengalir.

2.4.2 Prinsip Kerja Sel Surya

Sel surya bekerja berdasarkan efek fotoelektrik pada material semikonduktor untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Berdasarkan teori Maxwell tentang radiasi elektromagnet, cahaya dapat dianggap sebagai spectrum gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda. Pendekatan yang berbeda dijabarkan oleh Einstein bahwa efek fotoelektrik mengindikasikan cahaya merupakan partikel diskrit atau quanta energi. Pada awalnya (1839) sifat fotoelektrik ditemukan pada larutan elektro kimia oleh Alexandre Edmond Becquerel, meskipun tidak ada penjelasan ilmiah untuk peristiwa itu. Tahun 1905, Albert Einstein mengamati efek ini pada lempengan metal. Namun pada perkembangannya, material yang dipakai adalah semikonduktor, terutama silikon. Material ini dapat bersifat insulator pada temperatur rendah, tetapi dapat bersifat sebagai konduktor bila tersedia energi (Diputra,W.2008).

Sel surya sebenarnya adalah sebuah sel fotovoltaik yang berfungsi sebagai pengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik dalam bentuk arus searah secara langsung. Pada saat sel surya terkena cahaya yang mempunyai Eg > 1 eV, maka terjadilah hubungan elektron dan hole melalui bahan semikonduktor ini. Maka timbul aliran elektron pada satu arah dan juga timbul aliran hole pada satu arah yang berlawanan dan timbul aliran arus yang bila dihubungkan pada suatu beban akan menimbulkan tenaga listrik. Pada saat sumber cahaya tiba-tiba dimatikan, maka konsentrasi masing-masing elektron dan hole akan kembali seperti saat awal dimana belum diberi cahaya. Proses kembalinya konsentrasi elektron dan hole pada keadaan semula ini dikenal sebagai proses rekombinasi. Jadi pada sel surya tidak akan ada penyimpanan energi, energi akan hilang begitu terjadi proses rekombinasi. Elektron dan hole bebas diusahakan keluar melewati suatu beban luar dan memberikan energi kepada beban tersebut, hal ini jelas membutuhkan life time yang tinggi atau recombination rate yang rendah.

(14)

Pemisahan elektron dan hole bebas pada photovoltaic cell dilakukan internal field atau yang disebut p-n junction yang terbentuk pada perbatasan bahan semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Pada saat sel surya terkena cahaya, maka sel surya akan menerima energi dari foton ke elektron yang bergerak bebas pada lapisan tipe-n, sehingga dengan adanya pemberian energi dari foton tersebut, maka electron bebas pada lapisan tipe-n memiliki energi tambahan untuk pindah ke lapisan tipe-p. Sehingga pada lapisan tipe-n bersifat lebih positif dari lapisan tipe-p, karena ada beberapa jumlah foton yang lebih besar dari pada jumlah elektron. Lalu elektron bebas tersebut masuk ke dalam lapisan tipe-p, elektron akan memasuki hole yang ada pada lapisan tipe-p. Sehingga lapisan tipe-p ini akan bersifat lebih negatif, karena ada beberapa atom yang memiliki jumlah foton lebih sedikit dari jumlah elektronnya. Jika lapisan tipe-p dan tipe-n dihubungkan dengan beban, maka akan mengalir arus dari lapisan tipe-n menuju tipe-p.

Gambar 2.4 Struktur sel surya (ABB QT, 2010)

2.4.3 Photovoltaic Module

Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah PV module yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat PV

module secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. PV module dapat dibuat dengan teknologi yang relative sederhana. Sedangkan untuk

(15)

beberapa sel photovoltaic mempunyai ukuran 10 cm x 10 cm yang dihubungkan secara seri atau pararel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat PV module sekitar 60% dari biaya total. Jadi, bila modul sel surya bisa dibuat didalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih di inport.

Gambar 2.5 Hubungan sel surya, PV module dan array (ABB QT, 2010)

Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar. Untuk mendapatkan kapasitas yang lebih besar maka beberapa PV module digabung akan membentuk PV array. Berdasarkan jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusunnya, solar cell dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (ABB QT,2010):

1) Monokristal (mono-crystalline)

Monokristal merupakan PV module yang paling efisien yang dihasilkan dengan teknologi terkini dan menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi

(16)

listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan dengan kondisi alam yang sangat ganas. Memiliki efisiensi sampai dengan 14% - 17%. Kelemahan dari

PV module jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya

mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan.

2) Polikristal (Poly-crystalline)

Polikristal merupakan PV module yang memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. PV module jenis ini memiliki efisiensi lebih rendah (12%-14%) dibandingkan tipe monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah.

3) Amorphous

Amorphous memiliki bentuk yang pasti dan tidak ada didefinisikan sebagai

bahan non-kristal. Tidak seperti silikon kristal, di mana susunan atom yang teratur. Sehingga, aktivitas timbal balik antara foton dan atom silikon lebih sering terjadi pada silikon amorf dibandingkan kristal silikon, memungkinkan lebih banyak cahaya yang dapat diserap. Dengan demikian, sebuah film silikon amorf yang sangat tipis yang kurang dari 1μm dapat diproduksi dan digunakan untuk pembangkit listrik. Selain itu, dengan memanfaatkan logam atau plastik untuk substrat, sel surya fleksibel juga dapat diproduksi. Solar cell jenis amorphous adalah solar cell yang dibentuk dengan mendoping material silikon di belakang lempeng kaca. Dinamakan amorphous atau tanpa bentuk karena material silikon yang membentuknya tidak terstruktur atau tidak mengkristal. Solar cell jenis ini biasanya berwarna coklat tua pada sisi yang menghadap matahari dan keperakan pada sisi konduktifnya. Tipe yang paling maju saat ini adalah Amorphous Silicon dengan Heterojuction dengan stack atau tandem sel. Efisiensi Sel Amorphous

(17)

Pada tabel dibawah akan diperlihatkan karakteristik nilai efisiensi, kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis sel surya.

Tabel 2.2 Karakteristik teknologi sel surya

Sumber: ABB QT10, 2010

2.4.4 Charger Controller

Baterai charger regulator atau charger controller mempunyai tiga fungsi utama. Fungsi utama sebagai titik pusat sambungan ke beban, PV module dan baterai. Fungsi ke dua adalah selain juga sebagai pengatur sistem agar penggunaan listriknya aman dan efektif, sehingga semua komponen-komponen aman dari bahaya perubahan level tegangan. Fungsi ke tiga adalah sebagai inverter untuk merubah tegangan DC dari baterai menjadi AC yang disambungkan

(18)

ke beban. Sistem PLTS menggunakan charger regulator, maka waktu pengisian ke baterai penyimpanan akan berlangsung lebih cepat dan arus serta tegangan yang dihasilkan PV Array akan distabilkan terlebih dahulu sebelum memasuki baterai penyimpanan. Dari kelebihan yang dimiliki system charger ini, maka umumnya PLTS dengan charger regulator yang dapat ditempatkan pada kotak modul kontrolnya. Charger controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk mengatur pengisian arus searah dari PV module ke baterai dan mengatur penyaluran arus dari baterai ke peralatan listrik (beban). Charger

controller mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas baterai. Bila

baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian dari PV module berhenti. Untuk mengetahui rating arus pada battery charger controller mengacu pada arus maksimum (Imp) yang dikeluarkan PV module dan jumlah PV module

(Nmodul) yang digunakan. Berdasarkan arus maksimum yang dimiliki PV module

dan jumlah PV module, maka dapat dihitung kapasitas arus battery charger

controller yang digunakan. Kapasitas arus battery charger controller merupakan

hasil kali dari arus maksimum PV module dan jumlah PV module, dengan persamaan 2.1 sebagai berikut:

Imaks = Imp × Nmodul (2.1)

Dimana:

Imaks = Kapasitas arus battery charger controller (A)

Imp = Arus maksimum PV module (A)

Nmodul = Jumlah PV module yang digunakan (N)

2.4.5 Cara kerja charger controller

Solar charger controller adalah komponen penting dalam Pembangkit

Listrik Tenaga Surya. Solar charger controller berfungsi untuk charging mode ialah mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga pengisian kalau baterai penuh).

Operation mode ialah penggunaan baterai ke beban (pelayanan baterai ke beban

(19)

1. Charging Mode Solar Charge Controller

Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metode three stage

charging: Fase bulk: baterai akan di-charger sesuai dengan tegangan setup (bulk

– antara 14.4 – 14.6 Volt) dan arus diambil secara maksimum dari PV module. Pada saat baterai sudah pada tegangan setup (bulk) dimulailah fase absortion. Fase absortion: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga sesuai dengan tegangan bulk, sampai solar charger controller timer (umumnya satu jam) tercapai, arus yang dialirkan menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai. Fase float: baterai akan dijaga pada tegangan float setting (umumnya 13.4 – 13.7 Volt). Beban yang terhubung ke baterai dapat menggunakan arus maksimum dari PV module pada stage ini.

2. Sensor Temperatur Baterai Charger Controller

Untuk solar charger controller yang dilengkapi dengan sensor temperatur baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan temperatur dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan optimum dari charging dan juga optimum dari usia baterai. Apabila solar charger controller tidak memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur, disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai.

3. Mode Operation Solar Charger Controller

Pada metode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada over-discharge atau over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan dari baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus dari modul surya berhenti. Cara deteksi adalah melalui monitor level tegangan baterai. Charger controller akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan telah mencapai level terendah, maka baterai akan diisi kembali. Charger controller adalah indikator yang akan memberikan informasi mengenai kondisi baterai sehingga pengguna PLTS dapat mengendalikan konsumsi energi menurut ketersedian listrik yang terdapat dalam baterai.

(20)

2.4.6 Baterai

Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh PV module pada siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (charging) dan mengosongkan (discharging), tergantung pada ada atau tidaknya matahari. Selama ada sinar matahari, PV module akan menghasilkan energi listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan bebannya, maka energi listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Proses pengisian dan pengosongan disebut satu siklus baterai.

Ada dua jenis baterai isi ulang yang dapat dipergunakan untuk sistem PLTS, yaitu baterai Asam Timbal (Lead-Acid) dan baterai Nickel-Cadmium. Akan tetapi karena memiliki effisiensi yang rendah dan biaya yang lebih tinggi, membuat baterai nickel-cadmium relatif lebih sedikit dipergunakan dalam sistem PLTS. Sebaliknya baterai Asam Timbal adalah baterai dengan effisiensi tinggi dengan biaya yang lebih ekonomis. Hal ini membuat baterai Asam Timbal menjadi perangkat penyimpan yang penting untuk beberapa tahun ke depan, terutama untuk sistem PLTS ukuran menengah dan besar. Kedua jenis baterai tersebut mempunyai komponen yang hamper sama, hanya saja berbeda dalam jenis elektroda yang dipakai dalam jenis elektrolit yang digunakan untuk membangkitkan reaksi elektrokumia. Lead-acid battery menggunakan lempengan yang terbuat dari lead dan sebagai elektrolitnya digunakan H2SO4 (asam sulfur)

yang sama seperti pada accu serta memiliki efisiensi 80% dengan max depth of

cycles diatas 80%. Sedangkan nickel-cadmium battery menggunakan cadmium

sebagai elektroda negatif dan nickel sebagai elektroda positif, sedangkan elektrolitnya dipakai protasium hidroksida dan memiliki efisiensi 70% (Widiartha, 2005). Kapasitas baterai umumnya dinyatakan dalam Ampere hour (Ah). Nilai Ah pada baterai menunjukan nilai arus yang dapat dilepaskan, dikalikan dengan nilai waktu untuk pelepasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka secara teoritis, baterai 12 V, 200Ah harus dapat memberikan baik 200A selama satu jam, 50 A selama 4 jam, 4 A untuk 50 jam atau 1 A untuk 200 jam. Baik lead-acid baterai

(21)

maupun nickel-cadmium baterai secara umum mempunyai 4 bagian penting. Keempat bagian tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang menunjang proses penyimpanan energi maupun pengeluaran energi. Empat bagian penting tersebut terdiri dari :

1. Elektroda

2. Pemisah atau separator 3. Elektrolit

4. Wadah sel atau baterai

Pada saat mendisain kapasitas baterai dalam sistem PLTS penting juga untuk menentukan ukuran hari – hari otomoni (days of otonomy). Suatu ketentuan yang membatasi tingkat kedalaman pengosongan maksimum, diberlakukan pada baterai. Tingkat kedalaman pengosongan (Depth of Discharge) baterai biasanya dinyatakan dalam persentase. Suatu baterai memiliki DOD 80%, ini berarti bahwa hanya 80% dari energi yang tersedia dapat dipergunakan dan 20% tetap berada dalam cadangan. Pengaturan DOD berperan dalam menjaga usia pakai (life time) dari baterai tersebut. Semakin dalam DOD yang diberlakukan pada suatu baterai maka semakin pendek pula siklus dari baterai tersebut. Untuk menghitung total kapasitas baterai yang diperlukan pada tegangan dasar terpakai (12/24 V DC) dapat dirumuskan sebagai berikut (Mark Hankins, 1991):

Ahbatt = EBVs (2.2)

Dimana:

EB = Energi yang dibangkitkan PV module per hari (Wh/hari) Vs = Tegangan dasar yang dipakai (V)

Ahbatt = Total Kapasitas baterai yang diperlukan pada tegangan dasar

terpakai (Ah)

Sedangkan untuk menghitung jumlah unit baterai yang diperlukan dapat dirumuskan sebagai berikut, (Mark Hankins, 1991):

(22)

Dimana:

Ahbatt = Total Kapasitas baterai yang diperlukan pada tegangan dasar

terpakai (Ah) d = Hari otonomi (Hari) DOD = Depth of Discharge (%)

Cb = Jumlah baterai yang digunakan (N) 2.4.7 Inverter

Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct

current) yang dihasilkan PV array menjadi arus dan tegangan listrik AC

(alternating current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung pada apakah unverter akan menjadi bagian dari sistem yang terhubung ke jaringan listrik atau sistem yang berdiri sendiri. Berdasarkan bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter di kelompokan menjadi tiga (Indrawan, 2011) yaitu:

a. Square wave (gelombang kotak)

Pada beban-beban listrik yang menggunakan kumparan / motor square

wave inverter tidak dapat bekerja sama sekali.

b. Modified sine wave

Inverter Modified sine wave (gelombang sinus modifikasi),

menghasilkan daya listrik yang cukup memadai untuk sebagian peralatan elektronik tetapi memiliki kelemahan karena kekuatan daya listrik yang dihasilkan tidak sama persis dengan daya listrik dari PLN. c. True sine wave

Inverter true sine wave (gelombang sinus murni) menghasilkan

gelombang listrik yang sama dengan listrik PLN. Bahkan lebih baik dari segi kestabilan daya listrik dibandingkan daya listrik dari PLN.

True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang

masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancer dan tidak cepat panas.

(23)

Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter bila dipaksakan

untuk beban-beban induktif maka effisiensinya akan jauh berkurang dibandingkan dengan True sine wave inverter. Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang sinosuidal murni atau true sine wave yaitu bentuk gelombang yang sama dengan bentuk gelombang dari jaringan listrik (grid utility). 2.4.8 Bentuk Gelombang Keluaran Inverter

Kualitas bentuk gelombang keluaran yang diperlukan inverter tergantung dari karakteristik beban yang terpasang. Beberapa jenis beban membutuhkan gelombang sinusoidal yang murni atau mendekati murni untuk dapat bekerja dengan baik. Beberapa jenis lainnya hanya membutuhkan gelombang sinusoidal yang tidak terlalu sempurna untuk bekerja.

Selain dengan menggunakan inverter untuk memperoleh bentuk gelombang keluaran inverter yang mendekati sinusoidal murni dapat juga digunakan teknik PWM (Pulse Width Modulation). PWM adalah sebuah cara untuk memanipulasi lebar sinyal atau tegangan yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu periode yang akan digunakan untuk mengatur tegangan sumber yang konstan untuk mendapatkan tegangan rata – rata yang berbeda.

Sinyal PWM adalah sinyal digital yang amplitudonya tetap namun lebar pulsa yang aktif (duty cycle) per periodenya dapat diubah – ubah. Dimana periodenya adalah waktu pulsa high (1)Ton ditambah waktu pulsa low (0) Toff.

(24)

Duty cycle adalah lamanya pulsa high (1) Ton dalam satu periode.grafik berikut menggambarkan sinyal PWM dengan beberapa duty cycle yang berbeda.

Gambar 2.7 Grafik duty cycle sinyal PWM (Kristian, 2008)

Pada grafik 2.7 PWM teratas terlihat bahwa sinyal high per periodenya sangat kecil (hanya 10%). Pada garafik PWM ditengah terlihat sinyal high hampir sama dengan sinyal low (50%). Dan pada gambar paling bawah terlihat bahwa sinyal high lebih besar dari sinyal low (90%).

Jika tegangan input yang melalui rangkaian tersebut sebesar 10 V. Maka jika digunakan PWM teratas, nilai tegangan output rata-ratanya sebesar 1 V (10% dari V source), jika digunakan PWM yang tengah, maka tegangan output rata – ratanya sebesar 5 V (50%). Begitu pula jika menggunakan PWM yang paling bawah, maka tegangan output rata-ratanya sebesar 9V (90%).

Untuk mendapatkan sinyal PWM dari input berupa sinyal analog, dapat dilakukan dengan membentuk gelombang gigi gergaji atau sinyal segitiga yang diteruskan ke komparator bersama sinyal aslinya.

(25)

Dan jika digambarkan dalam bentuk sinyal akan terlihat seperti gambar 2.8 dimana sinyal input analog (modulating signal) dimodulasikan dengan sinyal gigi gergaji (carrier) sehingga akan dihasilkan sinyal PWM (pulse width modulated). 2.5 Kontrol Unit

Secara sederhana fungsi dari kontrol unit adalah untuk mencegah timbulnya kerusakan peralatan pada saat terjadi kegagalan, memantau performa dari sistem dan memberikan informasi pada saat kegagalan terjadi. Untuk itu dibutuhkan beberapa perangkat – perangkat proteksi yang antara lain adalah

circuit breaker yang berfungsi untuk melindungi sistem dari arus hubung singkat ,

arus lebih, serta blocking diode yang melindungi rangkaian PV Module dari arus aliran balik. Blocking diode dipasang secara seri dengan setiap PV Module dengan bagian anoda terhubung ke terminal positif dan katoda ke arah beban. Adapun bagian utama yang harus dilindungi (Roberts, 1996) adalah:

- Source circuit conductor (konduktor pada rangkaian PV Module) - Storage conductor (konduktor pada rangkaian baterai)

2.6 Karakteristik Listrik PV Module

Sel surya menerima penyinaran matahari dalam satu hari sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan sinar matahari memiliki intensitas yang besar ketika siang hari dibandingkan dengan pagi hari. Untuk mengetahui kapasitas daya yang dihasilkan, dilakukanlah pengukuran terhadap arus (I) dan tegangan (V) pada gususan sel surya yang disebut modul. Untuk mengukur arus maksimum, maka kedua terminal dari PV module dibuat rangkaian hubung singkat sehingga tegangannya menjadi nol dan arusnya maksimum. Dengan menggunakan amper meter akan didapatkan sebuah arus maksimum yang dinamakan short circuit

current atau Isc. Pengukuran terhadap tegangan (V) dilakukan pada terminal

positif dan negatif dari modul sel surya dengan tidak menghubungkan sel surya dengan komponen lainnya. Pengukuran ini dinamakan open circuit voltage atau Voc. Hal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya daya puncak (Maximum Power

(26)

ini diterangkan lewat kurva arus terhadap tegangan (Kurva I-V). Pada kurva I-V terdapat hal-hal yang sangat penting yaitu:

 Open Circuit Voltage (Voc)

Tegangan rangkaian terbuka atau open circuit voltage (Voc), adalah kapasitas tegangan maksimum yang dapat dicapai pada saat tidak adanya arus. Tegangan ini merupakan kondisi panjar maju pada junction sel surya.

 Short Circuit Current (Isc)

Arus hubung singkat atau short circuit current (Isc), adalah maksimum arus keluaran dari PV module yang dapat dikeluarkan di bawah kondisi dengan tidak ada resistansi atau hubung singkat.

 Maximum Power Point (MPP)

Maximum Power Point (MPP) pada kurva I-V, adalah titik operasi yang

menunjukkan daya maksimum yang dihasilkan oleh PV module. Hasil perkalian arus dan tegangan pada setiap titik kurva I-V menyatakan besar dayanya.

Gambar 2.9 Kurva I-V pada PV module (Diputra, 2008)

Kurva daya pada saat sel surya bekerja berbentuk segitiga. Secara grafis, daya maksimum pada sel adalah puncak dari segitiga yang memiliki luas terbesar. Titik ini disebut dengan maximum power point (PMPP), tegangan maksimum

(27)

arus maksimum keluaran PV module (IMPP) adalah lebih rendah dari arus hubung

singkat (Isc). Nilai PMPP dapat dicari dengan persamaan 2.4 berikut:

PMPP = Vmp x Imp (2.4)

Dimana:

PMPP = Daya keluaran maksimum PV module (W)

Vmp = Tegangan keluaran maksimum PV module (V)

Imp = Arus keluaran maksimum PV module (A)

2.6.1 Faktor Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Pengoperasian PV

module

Beberapa faktor pengaruh kondisi lingkungan terhadap pengoperasian modul surya agar mendapatkan nilai yang maksimum sangat tergantung pada: 2.6.2 Intensitas Cahaya Matahari

Intensitas cahaya matahari mempengaruhi karakteristik arus-tegangan pada sel surya. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan tegangan terminalnya. Faktor ini dapat dikatakan sebagai factor utama yang mempengaruhi karakteristik listrik sebuah PV Module. Logikanya adalah semakin rendah intensitas cahaya yang diterima oleh PV

module maka arus (Isc) akan semakin rendah. Hal ini membuat titik Maximum Power Point berada pada titik yang semakin rendah.

(28)

Untuk mengukur intensitas cahaya digunakan sebuah alat yang bernama

lux meter. Lux meter adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur

intensitas cahaya atau tingkat pencahayaan. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter yang menghasilkan nilai intensitas cahaya dengan satuan lux. Tidak ada konversi langsung antara lux dan W/m2 itu tergantung pada panjang gelombang atau warna cahaya. Sehingga untuk mendapatkan konversi antara lux dan W/m2 perlu dilakukan percobaan. Namun, ada perkiraan konversi

0,0079 W/m2 per Lux (Hossain, 2011). Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut:

1lux = 0.0079 W/m2 (2.5)

Penggunaan konversi antara lux dan W/m2 telah digunakan dalam penelitian tentang Performance evaluation of 1.68 kWp DC operated Solar pump

With Auto Tracker Using Microcontroller Based Data Acquisition System

(Hossain, 2011) dan Light VS. DISTANCE (Steven, 2009). Mereka semua menggunakan konversi 0,0079 W/m2 per Lux.

Dengan mengetahui besarnya intensitas cahaya matahari per hari yang diterima PV array maka energi harian yang dibangkitkan PV array per hari dapat diketahui dengan persamaan berikut (Utomo,2009):

Emodul = Pout × Ph/hari (2.6)

Dimana:

Emodul = Produksi energi harian PV module (Wh)

Pout = Daya output PV module (W)

Ph/hari = Peak hour per day (Hour)

Seperti data yang didapat, tentang faktor Peak Hour per Day adalah peredaran matahari dalam 1 tahun untuk wilayah Bali yang di rata-ratakan dalam tiap-tiap 3 bulan pada periode edar matahari dari kuartal 1 sampai 4. Karena dalam 1 tahun terjadi 4 kali perubahan peredaran bumi mengelilingi matahari (Mario, 2009). Maka faktor Peak Hour per Day untuk daerah Bali dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:

(29)

Tabel 2.3 Peak hour per day rata-rata daerah Bali

Kuartal Energi Matahari (MJ/m²) Peak Hour per Day (Hour)

Kuartal I 20 5,55

Kuartal II 15 4,16

Kuartal III 20 5,55

Kuartal IV 15 4,16

Rata-rata Peak Hour per Day 4,85 Ph/day Sumber: Mario, 2009

2.6.3 Temperatur PV Module

Intensitas cahaya bukanlah satu-satunya parameter eksternal yang memiliki pengaruh penting pada kurva I-V, ada juga pengaruh temperatur. Temperatur memiliki peranan penting untuk memprediksi karakteristik I-V. Komponen semikonduktor seperti diode sensitif terhadap perubahan temperatur, begitu pula dengan sel surya. Secara umum, sebuah PV module dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur yang diterimanya tetap normal pada temperatur 25oC. Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya akan sangat membantu

terhadap pendinginan temperatur permukaan sel surya sehingga temperatur dapat terjaga dikisaran 25oC. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal

pada PV module akan melemahkan tegangan (Voc) yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur PV module 1oC (dari 25oC) akan mengakibatkan berkurang

sekitar 0,5% pada total tenaga (daya) yang dihasilkan. Untuk menghitung besarnya daya yang berkurang pada saat temperatur di sekitar PV module mengalami kenaikan oC dari temperatur standarnya, dipergunakan rumus sebagai berikut (Solarex, 1998):

Psaat t naik oC = 0,5% / oC x PMPP x kenaikan temperatur (oC) (2.7)

Dimana :

Psaat t naik oC = Daya pada saat temperatur naik oC dari

temperatur standarnya.

(30)

Daya keluaran PV module pada saat temperaturnya naik menjadi toC dari temperatur standarnya diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :

PMPP saat naik menjadi t oC = PMPP – Psaat t naik oC (2.8)

Dimana :

PMPP saat naik menjadi oC adalah daya keluaran PV module pada saat

temperatur disekitar PV module naik menjadi toC dari temperatur

standarnya.

Faktor koreksi temperatur (Temperature Correction Factor)

diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:

(2.9)

(31)

2.6.4 Efisiensi PV Module

Ketika energi matahari menimpa sel surya, tidak 100% energi tersebut terserap dan dapat dikonversikan seutuhnya menjadi energi listrik, karena dalam penyampaiannya masih ada prosentase kerugian (losses) yang terjadi dengan rincian sebagai berikut (ABB QT10, 2010):

100% dari peristiwa energi matahari yaitu:

a) 3% rugi pantulan dan bayangan pada kontak depan (lapisan depan)

b) 23% foton dengan panjang gelombang tinggi, dengan energi yang kurang untuk membebaskan elektron, sehingga menghasilkan panas

c) 32% foton dengan gelombang pendek, dengan energi yang berlebih (penyebaran/transmission)

d) 8,5% penggabungan ulang dari free charge carriers

e) 20% peralihan elektrik pada sel, utamanya pada daerah transisi/peralihan f) 0,5% resistansi, mewakili rugi konduksi (conduction losses)

g) 13% energi listrik yang dapat dicapai

Melihat dari peristiwa energi matahari, PV module mengkonversikan energi matahari kurang dari 20% menjadi energi listrik. Sementara sisanya akan terbuang sebagai panas. Hal ini, dapat menurunkan efisiensi PV module secara segnifikan. Efisiensi PV module ialah prosentase kemampuan PV module dalam mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Perbandingan performansi antara satu PV module dengan PV module lainnya dilihat dari efisiensinya. Banyakya energi matahari dalam bentuk foton yang diserap sel surya menentukan efisiensinya. Efisiensi PV module didefinisikan sebagai irradiance yang diterima oleh permukaan sel surya. Nilai efisiensi ini selalu dihitung pada kondisi standar (irradiance = 1000 W/m2) AM 1,5 dan temperature 250 C).

Dengan menggunakan persamaan 2.10 maka efisiensi PV module dapat dihitung (Diputra. 2008) :

ƞ = Pout Pin × 100% (2.10)

Dimana:

(32)

Pout = Daya keluaran PV module

Pin = Intensitas radiasi matahari × luas area PV module

2.6.5 Kondisi Cuaca (cerah,mendung,gerimis)

Nilai konstan ini bukanlah besarnya radiasi yang sampai dipermukaan bumi. Atmosfir bumi mereduksi/ mengurangi radiasi matahari tersebut melalui proses pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen dan karbondioksida) dan penghamburan (oleh molekul-molekul udara, partikel debu atau polusi). Untuk cuaca yang cerah pada siang hari, intensitas radiasi yang mencapai permukaan bumi adalah 1.000 W/m². Nilai ini relatif terhadap lokasi. Insolasi (energi radiasi) maksimum terjadi pada hari yang cerah namun berawan sebagian. Ini karena pemantulan radiasi matahari oleh awan sehingga insolasi (energi radiasinya) dapat mencapai 1.400 W/m² untuk periode yang singkat.

2.6.6 Orientasi PV module

PV module hanya akan efektif bila mendapat sinar langsung dengan arah

normal tegak lurus terhadap permukaan PV module. Jika semakin jauh sudut tegak

PV module terhadap matahari maka tingkat penerimaan sinar matahari akan

semakin rendah karena bila sudut PV module semakin miring maka sebagian besar sinar matahari akan memantul dari permukaan sel surya dan hanya sedikit foton yang diserap. Namun kenyataannya peristiwa dari radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang (latitude) dan seperti halnya deklinasi matahari selama setahun. Faktanya poros rotasi bumi adalah dengan kemiringan sekitar 23,45o terhadap bidang dari orbit bumi oleh matahari, pada

garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam derajat) ketika matahari mencapai langit (α), secara mudah dengan menggunakan persamaan berikut (ABB QT, 2010):

α = 90o – lat + δ (N hemisphere); 90o + lat + δ (S hemisphere) (2.11)

Dimana:

lat adalah garis lintang (latitude) lokasi instalasi PV module terpasang (dalam satuan derajat)

(33)

δ adalah sudut dari deklinasi matahari [23,45o]

Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka sudut kemiringan PV module (β) juga dapat diketahui. Namun tidak cukup hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari PV module. Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh PV module terhadap permukaan bumi (β), dapat diperoleh dengan :

β = 90o – α (2.12)

Penempatan PV module untuk mendapatkan energi maksimum, sebaiknya

PV module ditempatkan menghadap arah selatan, meskipun arah timur atau barat

juga memungkinkan tetapi jumlah listrik yang dihasilkan akan lebih rendah. Selain itu sudut peletakan PV module tidak boleh kurang dari 10 derajat atau melebihi 45 derajat. Orientasi dari rangkaian PV module (array) ke arah matahari adalah penting, agar PV module (array) dapat menghasilkan energi yang maksimum. Misalnya, untuk lokasi yang terletak di belahan bumi utara maka PV

module sebaiknya diorientasikan ke selatan. Begitu pula untuk lokasi yang terletak

di belahan bumi selatan maka PV module diorientasikan ke utara (Hanif, 2012). 2.6.7 Sudut Kemiringan PV module

Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari dipermukaan PV module. Untuk sudut kemiringan tetap. Daya maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan PV module sama dengan lintang lokasi. Sistem pengaturan berfungsi memberikan pengaturan dan pengamanan dalam suatu PLTS sedemikian rupa sehingga sistem pembangkit tersebut dapat bekerja secara efisien dan handal. Peralatan pengaturan di dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini dapat dibuat secara manual, yaitu dengan cara selalu menempatkan kearah matahari, atau dapat juga dibuat secara otomatis, mengingat sistem ini banyak dipergunakan untuk daerah terpencil. Otomatis ini dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian elektronik. Namun dalam segi kepraktisan dan memudahkan perawatan pemasangan PV module yang mudah dan murah adalah dengan memasang PV module dengan posisi tetap

(34)

dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk menentukan arah sudut kemiringan PV

module harus disesuaikan dengan letak geografis lokasi pemasangan PV module

tersebut. Penentuan sudut pemasangan PV module ini berguna untuk membenarkan penghadapan PV module ke arah garis khatulistiwa. Pemasangan

PV module ke arah khatulistiwa dimaksudkan agar PV module mendapatkan

penyinaran yang optimal. PV module yang terpasang di khatulistiwa (lintang = 0o)

yang diletakan mendatar (tilt angle = 0o), akan menghasilkan energi maksimum

(Hanif, 2012)

Gambar 2.12 Pemasangan PV Module dengan sudut kemiringan (Hanif M, 2012) 2.7 Hubungan Sel Surya Secara Seri dan Paralel

Satu sel surya fotovoltaik memberikan suatu tegangan sekitar 0,5V, ini jauh sangat rendah untuk pemakaian. Maka dari itu, sebuah modul fotovoltaik terdiri dari sejumlah sel fotovoltaik, yang dihubungkan secara seri. Konfigurasi standar adalah 36 atau 40 buah sel fotovoltaik dengan dimensi 10 x 10 cm yang dihubungkan secara seri. Ini berarti bahwa akan terjadi suatu tegangan 18 V, yang cukup untuk mengisi sebuah baterai 12V nominal.

Sel Fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dibungkus untuk membentuk sebuah kesatuan mekanik. Kesatuan seperti ini dinamakan sebuah PV

module. PV module memberikan perlindungan yang layak terhadap

(35)

dipergunakan untuk bermacam-macam pemakaian, juga untuk sistem-sistem dengan baterai atau tanpa baterai. Jika suatu aplikasi khusus memerlukan suatu tegangan atau arus yang lebih tinggi yang akan dibekali oleh sebuah PV module, maka PV module dapat digabungkan secara seri, dan membentuk suatu sususnan parallel untuk mendapatkan tegangan atau arus yang dibutuhkan.

Gambar 2.13 Konfigurasi PV module (Roberts, 1991)

Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan kebutuhan, maka PV module tersebut harus dikombinasikan secara seri dan paralel dengan aturan sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari tegangan keluaran PV module, maka dua buah (lebih) PV module harus dihubungkan seri.

2. Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari arus keluaran

PV module, maka dua buah (lebih) PV module harus dihubungkan

secara paralel.

3. Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran

PV module dengan tegangan yang konstan maka PV module harus

Gambar

Tabel 2.1 Intensitas radiasi matahari di Indonesia
Gambar 2.1 Diagram stand alone system (Putra, 2012)
Gambar 2.2 Diagram sistem PLTS grid-conenected (Putra, 2012)
Gambar 2.4 Struktur sel surya (ABB QT, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penju Penjualan alan prod produk uk koper koperasi asi secara tunai tidak dicatat di buku harian ini dan karena penjualan secara kredit tidak akan secara tunai tidak dicatat di

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Berbeda dengan bahasa Indonesia yang dapat menyingkat kata dengan satu fonem saja, bahasa Jepang berangkat dari dua fonem yang terdiri dari vokal dan konsonan,

Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

Perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam masalah.Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah tersebut tidak bisa

Kekuasaan dalam teori strukturasi adaptif ini dipandang sebagai sumber daya, karena kekuasaan yang dimiliki oleh anggota organisasi ini memiliki pengaruh menuntun individu

Pada pH tanah sama dengan MTN, tanah daerah pasang surut lokasi pantai Kayeli dengan tingkat dekomposisi saprik memiliki jerapan K lebih tinggi dari pada

Hasil Audit yang berisikan temuan berupa kondisi, kriteria, akibat, sebab rekomendasi dan tindak lanjut yang diharapkan dari auditi. Kesimpulan berupa jawaban atas tujuan audit yang