• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ENERGI ALTERNATIF UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ENERGI ALTERNATIF UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Orasi Pengukuhan Peneliti Utama

sebagai Profesor Riset

Bidang Perencanaan Energi

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

ENERGI ALTERNATIF UNTUK

MENDUKUNG KETAHANAN DAN

KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL

Disusun oleh:

Mohamad Sidik Boedoyo

Jakarta, 17 Desember 2007

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

(BPPT)

(2)

ISBN: 978-3733-18-0

Orasi Pengukuhan Peneliti Utama

sebagai Profesor Riset

Bidang Perencanaan Energi

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

ENERGI ALTERNATIF UNTUK

MENDUKUNG KETAHANAN DAN

KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL

Disusun oleh:

Mohamad Sidik Boedoyo

Jakarta, 17 Desember 2007

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

(3)

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Mohamad Sidik Boedoyo

Pengembangan teknologi energi alternatif untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional : Orasi pengukuhan peneliti utama sebagai profesor riset bidang perencanaan energi / Mohamad Sidik Boedoyo, – Jakarta : BPPT – Press, 2007

51 + iv hlm, 21 cm

ISBN 978-3733-18-0

1. Energi I. Judul

333.79

Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang All Right reserved

Diterbitkan pertama kali oleh BPPT-Press, Jakarta, 2007: Sekretariat BBPPT-Press

Bidang Perpustakaan Pusat Data, Informasi dan Standardisasi (PDIS) Gedung II BPPT, Lantai 4 Jl. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 Telp. (021) 316 9067/316 9091; Fax. (021) 3101802 e-mail: lies@webmail.bppt.go.id ramatun@webmail.bppt.go.id

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin tertulis dari penulis.

(4)

Yang saya hormati,

Bapak Pimpinan dan Anggota Majelis Profesor Riset, Bapak Kepala BPPT,

Bapak Sekretaris Utama BPPT,

Bapak-bapak pejabat Eselon I di lingkungan BPPT, Para Kepala Unit di BPPT,

Para Peneliti, Perekayasa dan Pejabat Fungsional di BPPT, Para Tamu Undangan,

Para sahabat, kerabat dan keluarga,

Bapak, Ibu dan Saudara para hadirin sekalian,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam Sejahtera bagi kita semua,

Energi merupakan salah satu sektor terpenting dalam pembangunan nasional, disamping sektor lain seperti pangan, sumberdaya manusia, teknologi, ekonomi dan lain-lain. Kekurangan pasokan energi akan menyebabkan terhambatnya bahkan terhentinya roda pembangunan. Oleh karena itu kesinambungan pasokan energi yang merupakan hal yang harus dicapai untuk menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Indonesia dikarunia berbagai sumberdaya energi fosil dengan jumlah yang relatif terbatas sehingga dengan pemakaian seperti saat ini cadangan tersebut akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Padahal kita memiliki bermacam-macam sumberdaya energi alternatif yang saat ini belum dikembangkan secara optimal.

Kesinambungan energi sendiri merupakan bagian dari ketahanan energi nasional, sehingga untuk mencapai ketahanan energi nasional yang memadai, seluruh potensi sumberdaya yang ada baik sumberdaya energi, manusia, finansial, infrastruktur dan teknologi perlu dikembangkan secara optimal dan mandiri.

(5)

Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan kami menyampaikan orasi pengukuhan profesor riset dengan judul:

PENGEMBANGAN TEKNOLOG1 ENERGI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL

(6)

I. PENDAHULUAN

Energi mempunyai peran yang sangat penting dalam dalam menunjang pembangunan nasional, baik sebagai bahan baku bagi sektor industri maupun sebagai bahan bakar bagi sektor-sektor penggerak pembangunan.

Dalam pembangunan nasional jangka panjang, kelancaran penyediaan dan distribusi energi final seperti bahan bakar minyak, gas, listrik, LPG dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan seluruh sektor perekonomian seperti sektor rumah-tangga, industri, transportasi, komersial dan lain-lain, harus dapat dijamin.

Indonesia dikaruniai berbagai sumberdaya energi yang terdiri dari energi fosil yaitu minyak bumi, gas bumi, dan batubara yang selama ini sudah dimanfaatkan, serta berbagai sumberdaya energi terbarukan dengan potensi yang tidak terlalu besar dan sebagian sulit untuk dimanfaatkan karena kualitasnya, maupun karena letak potensi tersebut jauh dari pusat kebutuhan energinya.

Bidang energi mempunyai cakupan permasalahan yang sangat luas, yaitu di mulai dari tahap eksplorasi sampai pada tahap pemanfaatan akhir, keseimbangan antara konsumsi energi dengan penyediaan energi; belum optimalnya pengembangan sumber daya energi alternatif; penggunaan energi yang belum efisien; dampak lingkungan dalam pengelolaan energi sejak tahap penyediaan sampai pemanfaatan akhir. Untuk menjamin kelancaran pembangunan nasional, maka ketahanan dan kemandirian energi yang mencakup jaminan terhadap penyediaan dan ketersediaan energi jangka panjang, perlu mendapat perhatian.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka suatu perencanaan energi yang luas, mendalam, terintegrasi serta meliputi semua aspek termasuk pemanfaatan teknologi energi alternatif, merupakan hal yang penting dalam strategi pembangunan nasional jangka panjang.

(7)

II. PERMASALAHAN BIDANG ENERGI Dl INDONESIA

Seperti disampaikan dalam pendahuluan, permasalahan di bidang energi adalah sangat luas, dan komplek, baik dilihat dari wilayah cakupannya, maupun dari aspek pengelolaannya antara lain, teknik, sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Kondisi geografis Indonesia yang merupakan kepulauan, dengan populasi yang tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata memberikan permasalahan tersendiri dalam penyediaan energi. Beberapa masalah energi yang mendasari perencanaan energi jangka panjang di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut.

2.1. Pertumbuhan Ekonomi Yang Terus Meningkat dan Tidak Merata.

Selama dekade sebelum krisis ekonomi 1989 - 1998 laju pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) cukup tinggi yaitu sekitar 7% pertahun, tetapi setelah krisis ekonomi tahun 2007, laju pertumbuhan ini relatif menurun hingga mencapai sekitar 3,5% sampai 4% dari tahun 1999 - 2005. Dalam periode setelah tahun 2005 sampai 2030 diperkirakan laju pertumbuhan PDB akan membaik dan mencapai rata-rata 5 - 6 % pertahun. Masalah yang ada adalah pertumbuhan ekonomi antar wilayah tidak merata, dan sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya, baik alam, manusia, teknologi maupun finansiil.

2.2. Pusat Kebutuhan Energi di Jawa dan Potensi Energi di Luar Jawa

Sebagian besar potensi sumberdaya energi berada di berbagai wilayah di luar pulau Jawa, sedangkan pusat kebutuhan energi ada di pulau Jawa, oleh karena kepadatan penduduk Jawa mencapai sekitar 60% jumlah penduduk Indonesia, demikian juga konsentrasi industrinya. Hal ini akan membutuhkan manajemen energi yang

(8)

cukup rumit, mulai dari pengembangan sumberdaya, sampai implementasinya termasuk masalah transportasi, penyimpanan, distribusi serta penyiapan infrastruktur energi lainnya.

2.3. Potensi Energi Terbatas;

Walaupun Indonesia memiliki berbagai sumberdaya energi baik energi fosil seperti minyak bumi, batubara. Dan gas alam, tetapi potensinya dapat dikatakan “terbatas". Saat ini, penggunaan energi fosil didominasi oleh minyak bumi dalam bentuk bahan bakar minyak, sementara potensi cadangan yang ada terbatas. Potensi gas alam cukup tinggi tetapi sebagian besar diproses dalam bentuk LNG dan diekspor ke luar negeri. Potensi batubara cukup besar, tetapi sebagian besar mempunyai kualitas yang rendah, dan yang mempunyai kualitas cukup baik sebagian diekspor ke luar negeri dalam kontrak jangka panjang.

Sumberdaya energi terbarukan cukup beraneka ragam, tetapi sebagian di lokasi yang jauh dari konsumen dan sebagian belum mampu bersaing dengan jenis energi yang telah dimanfaatkan selama ini. Kondisi diatas akan membutuhkan strategi pengelolaan yang rumit dan komitmen yang kuat.

2.4. Kompetisi Dalam Penyediaan Energi.

Pada saat ini kompetisi secara bebas pada penyediaan berbagai jenis energi belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, walaupun .telah ada arahan dalam Kebijakan Energi Nasional yang dituangkan dalam Penpres No. 5 Tahun 2006. Hal ini terjadi karena sampai saat ini status energi masih dilematis, yaitu sebagai komoditi perdagangan atau sebagai prasarana pembangunan. Sebagai komoditi, maka semua jenis energi harus diperhitungkan sesuai dengan nilai ekonomisnya, sedangkan sebagai prasarana, maka Pemerintah perlu memikirkan kepentingan pembangunan serta kemampuan masyarakat dalam penyediaan energinya.

(9)

2.5. Investasi terbatas;

Pembangunan fasilitas penyediaan energi membutuhkan investasi yang sangat besar, dan investasi ini harus dapat disediakan agar pembangunan nasional dapat berjalan dengan lancar.

Mengingat kemampuan Pemerintah dalam investasi sangat terbatas, maka para investor swasta baik dalam maupun luar negeri perlu mendapat peranan yang lebih banyak dan dukungan dalam aplikasi investasi.

Dalam kaitan inilah, perlu dipikirkan langkah untuk perbaikan iklim investasi di bidang energi tanpa mengurangi peran pemerintah dalam membantu masyarakat yang berpenghasilan rendah.

2.6. Dampak lingkungan

Penggunaan energi fosil sebagai bahan bakar untuk industri, rumah-tangga, transportasi maupun pembangkit listrik akan menghasilkan bahan buangan berupa bahan padat, cair maupun gas yang dapat mencemari dan dapat merusak lingkungan. Bahan pencemar ini antara lain, logam berat, NOx, S02, CH4, CO dan lain-lain. Untuk menjamin kesinambungan program pembangunan nasional, maka dalam pembangunan fasilitas energi aspek lingkungan harus diperhitungkan dalam analisis kelayakan secara komprehensif.

2.7. Masalah Khusus

Selain dari permasalahan secara umum diatas, juga dapat diketahui masalah utama energi yang sangat sensitif di Indonesia adalah penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi yang masih didominasi bahan bakar minyak dan jumlahnya makin meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan cadangan minyak bumi Indonesia sangat terbatas. Disamping itu, rasio ketenagalistrikan masih rendah, efisiensi pemakaian energi juga masih rendah, pemanfaatan energi alternatif, khususnya energi terbarukan belum

(10)

optimal, dan daya beli masyarakat yang masih rendah dalam memenuhi kebutuhan energinya, merupakan hal yang akan membayangi sektor energi di masa depan.

III. KETAHANAN ENERGI DAN PERENCANAAN ENERGI 3.1. Ketahanan Energi

Ketahanan energi, merupakan hal yang sampai saat ini masih dalam pembicaraan. Secara umum Ketahanan Energi ialah kemampuan negara untuk dapat menyediakan energi secara nasional dengan semaksimum mungkin memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada, tetapi juga menjamin keandalan pasokan energi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional jangka panjang. Dengan demikian tujuan ketahanan dan kemandirian energi nasional adalah untuk memenuhi kebutuhan energi nasional jangka panjang bagi seluruh sektor perekonomian dengan semaksimum mungkin memanfaatkan sumberdaya lokal secara berkesinambungan.

Kondisi ini memunculkan dua hal yang penting yaitu keamanan dalam pasokan energi serta kemandirian dalam penyediaan energi. Keamanan pasokan energi (Energy Supply Security) merupakan kemampuan untuk menyediakan energi dalam jangka panjang dan ke seluruh pelosok tanah air. Dilain pihak, kemandirian energi adalah upaya untuk penyediakan energi dengan semaksimum mungkin memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada secara nasional, baik sumberdaya alam, manusia, finansiil, infrastruktur, serta teknologi.

Ketahanan energi ini tidak mudah untuk dicapai, karena merupakan integrasi program pembangunan lintas sektoral, koordinasi lintas departemen, serta pengelolaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya energi, manusia, peralatan, teknologi, maupun finansiil yang saat ini masih merupakan kendala dalam pembangunan infrastruktur energi di Indonesia. Di pihak lain, energi selain

(11)

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, juga merupakan komoditi ekspor untuk mendapatkan devisa yang diperlukan juga untuk menunjang pembangunan.

3.2. Perencanaan Energi

Dalam upaya mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, suatu perencanaan energi yang matang, luas, terintegrasi dan konsisten sangat diperlukan. Perencanaan yang ada harus mencakup kurun waktu yang cukup panjang, serta memperhitungkan kebutuhan energi sektor-sektor perekonomian yang ada seperti rumah-tangga, transportasi, industri, pemerintahan dan komersial, serta dapat memberi gambaran tentang penyediaan berbagai jenis energi primer, dan energi final.

Perencanaan energi merupakan salah satu faktor penting dalam ketahanan energi, khususnya dalam memberi gambaran tentang kondisi kebutuhan, penyediaan, teknologi serta investasi untuk memenuhi kebutuhan energi bagi kelangsungan pembangunan nasional, antara lain dalam upaya:

 Memenuhi kebutuhan energi nasional, wilayah dan sektoral secara berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek ekonomis, teknis dan lingkungan,

 Mengembangkan berbagai potensi sumberdaya energi yang dimiliki,

 Merumuskan strategi penerapan teknologi energi yang optimal, baik di sisi produksi, proses/konversi, dan pengguna energi;  Memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara, daerah

dan masyarakat, melalui peningkatan ekonomi baik di tingkat nasional maupun daerah serta kesejahteraan masyarakat.

Perencanaan energi meliputi pengembangan dan pemanfaatan energi primer yangterdiri antara lain minyak bumi, batubara, gas serta EBT (Energi Baru dan Terbarukan), dan energi final yang terdiri dari

(12)

bahan bakar minyak, gas alam, batubara, briket batubara dan tenaga listrik. Disamping itu perencanaan energi juga memberi gambaran kebutuhan investasi, dan teknologi, dengan tetap memperhatikan dampak terhadap lingkungan, sosial dan kepentingan nasional.

Suatu perencanaan yang baik akan dapat menunjukkan kapan suatu investasi harus dilakukan dan atau suatu teknologi harus masuk dalam sistem energi. Sistem Energi yang merupakan rangkaian kegiatan proses penyediaan energi dari sisi hulu ke hilir, terdiri dari beberapa sub sistem yaitu penyediaan energi, konversi energi, transportasi energi, distribusi energi sampai ke pengguna energi, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Energi

IV. SUMBERDAYA, CADANGAN DAN PEMAKAIAN ENERGI

Untuk memperkirakan kondisi penyediaan energi di masa mendatang, maka perlu dikaji terlebih dahulu kondisi sumberdaya energi dan penggunaannya saat ini, yang akan menjadi dasar dalam memperkirakan kondisi energi di masa mendatang.

(13)

4.1. MinyakBumi

4.1.1. Cadangan Minyak Bumi

Secara umum dapat dikatakan bahwa cadangan minyak bumi, selama kurun waktu 1995 s.d. 2005 tidak banyak mengalami perubahan, walaupun terjadi penurunan cadangan minyak dari 9,10 milyar barrel pada tahun 1995 menjadi 8,17 milyar barrel (cadangan terbukti 4,2 milyar barrel) pada tahun 2005 dengan laju atau penurunan sebesar 1,07% pertahun. Walaupun demikian, sumberdaya minyak bumi indikatif yang tersebar di Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Natuna, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua mencapai 86,9 milyar barrel dengan sumberdaya minyak bumi terbesar berada di Sumatera. Hal ini menunjukkan bahwa, di masa mendatang cadangan potensial maupun cadangan terbukti indonesia masih mungkin bertambah.

Kondisi cadangan minyak bumi potensial dan terbukti ditunjukkan pada Grafik 1.

0 3 6 9 12 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Akhir 2005 T o ta l C a d a n g a n (M il y a r B a re l) Terbukti Potensial

Sumber: Ditjen. Migas

(14)

4.1.2. Produksi, Impor dan Ekspor Minyak Bumi

Minyak bumi selain sebagai bahan baku kilang untuk memproduksi BBM (bahan bakar minyak) dan produk lainnya, juga merupakan komoditi ekspor yang menghasilkan devisa untuk menunjang pembangunan. Dari data yang ada terlihat bahwa dari tahun 2000 sampai 2005 produksi minyak bumi Indonesia menurun dengan laju -8% per tahun, dan ekspor minyak bumi juga menurun dengan laju -4% per tahun. Dipihak lain, walaupun terjadi penurunan konsumsi minyak bumi dalam negeri dari 402 Juta Barel tahun 2000 menjadi 300 Juta Barel tahun 2005 dengan laju -6% per tahun, tetapi impor minyak bumi justru meningkat dengan laju 8% per tahun. Secara umum hal ini menunjukkan adanya penurunan kapasitas produksi kilang minyak Indonesia .

Selama kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2005 produksi BBM relatif tetap yaitu sekitar 275 Juta SBM (Setara Barel Minyak), sedangkan konsumsi BBM meningkat dari 285 Juta SBM pada tahun 2000 menjadi 382 Juta SBM pada tahun 2005 dengan laju pertumbuhan 6% per tahun. Akibatnya impor BBM meningkat rata-rata 16% per tahun sehingga mencapai 159 Juta SBM pada tahun 2005 atau 41% terhadap konsumsi BBM nasional, lihat Tabel 1.

Tabel 1. Produksi, Impor dan Ekspor BBM 2000 - 2005 (Ribu Barel)

Tahun Produksi Ekspor Impor Konsumsi

2000 276,697 67,084 75,208 284,821 2001 283,389 55,118 89,622 317,893 2002 278,658 42,059 106,927 343,526 2003 278248 43,296 116,228 351,180 2004 283,153 38,866 154,423 398,710 2005 268,529 44,952 158,625 382,202

Sumber: Statistik Minyak dan Gas, Ditjen. Migas

Hasil analisis memberi gambaran bahwa bila tahun 2005 Indonesia masih merupakan negara pengekspor minyak, maka pada

(15)

tahun 2007 akan dapat berubah menjadi negara pengimpor minyak, yang berarti produksi minyak Indonesia lebih kecil dari impor minyak bumi dan BBM.

Konsumsi BBM yang diperhitungkan dari penjualan BBM, menunjukkan bahwa konsumsi sektor transportasi merupakan yang tertinggi. Pada tahun 2000 sektor transportasi mengkonsumsi sekitar 22.5 jula Kilo Liter dan pangsa sebesar 43% terhadap total konsumsi BBM nasional, pada tahun 2005 konsumsinya meningkat hingga mencapai sekitar 30 juta Kilo Liter dengan pangsa sekitar 48%.

Pertumbuhan konsumsi BBM dari tahun 2000 sampai 2005 pada sektor rumah tangga tumbuh dengan laju rata-rata 3% per tahun walaupun pada tahun terakhir memperlihatkan adanya penurunan konsumsi sekitar -4%, sektor transportasi tumbuh sebesar 7% per tahun, sektor industri tumbuh sebesar 2% per tahun, sedangkan sektor kelistrikan turun sekitar -5% per tahun.

4.2. Gas Bumi

4.2.1. Cadangan Gas Bumi

Cadangan gas bumi Indonesia tersebar di Sumatera, kepulauan Riau. Natuna, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Jawa. Pada tahun 2000, total cadangan gas bumi Indonesia sebesar 170,31 TCP (Trillion Cubic Feet) dengan cadangan terbukti sebesar 94,75 TCP dan cadangan yang potensial sebesar 75,56 TCP. Pada akhir tahun 2005 dengan diketemukan beberapa cadangan baru, seperti cadangan gas bumi Masela di Maluku, maka cadangan gas bumi Indonesia meningkat menjadi sebesar 188,34 TCP dengan cadangan terbukti sebesar 97,81 TCP dan cadangan yang potensial sebesar 90.53 TCP. Perkembangan cadangan gas bumi di Indonesia selama kurun waktu 1995 s.d. 2005 ditunjukkan pada Gralik 2.

(16)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Akhir 2005 T o ta l C a d a n g a n (T C F ) Terbukti Potensial

Sumber Ditjen. Migas

Grafik 2. Perkembangan Cadangan Gas Bumi Terbukti dan Potensial dari Tahun 1995 s.d 2005.

4.2.2. Produksi dan Konsumsi Gas Bumi

Gas bumi merupakan suatu jenis energi yang relatif bersih, tetapi tidak mudah untuk dipindahkan Oleh karena itu pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri pupuk dan petrokimia lain harus dilengkapi sarana pengangkutan baik pipa gas, atau ditransformasikan ke bentuk cair seperti LNG, LPG atau dimampatkan dalam bentuk CNG (Compressed Natural Gas). Kondisi tersebut menyebabkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar didalam negeri saat ini belum terlalu banyak.

Pada saat ini sebagian besar gas bumi diekspor dalam bentuk LNG dan LPG serta dalam bentuk gas melalui pipa ke Singapura. Pemanfaatan gas bumi di dalam negeri yang cukup besar adalah sebagai bahan baku pabrik pupuk dan petrokimia, serta untuk pembangkil tenaga listrik. Pemanfaatan lainnya adalah oleh sektor rumah tangga dan transportasi dalam jumlah yang relatif kecil.

CNG dapat dikembangkan dan didistribusikan di DKI Jakarta serta beberapa wilayah di Jawa bagian utara, yaitu sepanjang pipa gas bumi (Boedoyo, 1989).

(17)

dari tahun 2000 sampai 2005.

Tabel 2. Produksi dan Pemakaian Gas Bumi Indonesia

Tahun

Produksi Gas Alam

(BSCF)

Pemakaian (MMSCF) Gas Lift &

Reinject. LNG Plant LPG Plant Kilang Minyak Gas Kota Industri dan PLN Jumlah 2000 2.901 256 1.584 32 32 69 627 2.601 2001 2.807 383 1.490 13 29 77 645 2.633 2002 3.042 472 1.657 27 31 87 629 2.903 2003 3.155 461 1.714 24 23 96 594 2.911 2004 3.030 432 1.402 29 21 99 528 2.510 2005 2.985 422 1.511 25 16 108 550 2.632

Sumber : Ditjen. Migas

Apabila produksi tahunan tetap sekitar 3 TSCF. maka cadangan terbukti gas bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 32 tahun.

4.3. Batubara

4.3.1. Cadangan Batubara

Indonesia mempunyai cadangan batubara yang cukup besar, dimana pada tahun 2005 cadangan tersebut diperkirakan berjumlah sekitar 61 Milyar MT (Metrik Ton) yang terdiri dari 10,8 Milyar MT. cadangan terukur, dan 7, 01 cdangan yang dapat ditambang lihat Tabel 3.

Peningkatan jumlah cadangan yang dapat ditambang ini sangat tergantung dengan intensifikasi eksplorasi dan pengembangan teknologi pertambangan, sehingga mampu mengubah cadangan terukur atau tertunjuk menjadi cadangan yang dapat ditambang.

Cadangan batubara Indonesia tersebar di beberapa wilayah, namun hampir seluruh cadangan tersebut terdapat di pulau Sumatera (45%) dan Kalimantan (54%).

(18)

Tabel 3. Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2005 (Juta Ton)

Wilayah Sumber Daya

Cadang-an Hipotesis Tereka Tertunjuk Terukur Jumlah

Jawa 0 14 0 0 14 0 Sumatera 2.053 12.932 11.675 928 25.560 2.744 Kalimantan 1.818 20.705 563 9.820 32.907 4.262 Sulawesi 0 112 1 21 134 0 Papua 0 62 0 0 62 0 Total 3.870 33.825 12.240 10.769 60.391 7.007

Sumber: Neraca Sumberdaya dan Cadangan Batubata Indonesia Tahun 2005, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, DJGSDM.

Diantara cadangan terbukti tersebut sekitar 75% berkulitas baik dengan nilai kalor antara 5100 - 7100 Kcal dan sebanyak 25% merupakan dari batubara muda dengan nilai kalor kurang dari 5100 Kcal 25%\, sehingga pemanfaatannya akan memerlukan teknologi yang tepat dan ramah lingkungan serta dapat dikembangkan di dalam negeri. (Boedoyo, 1995)

4.3.2. Produksi dan Konsumsi Batubara

Produksi batubara Indonesia meningkat dengan cepat, dimana produksi batubara pada tahun 2005 mencapai 144 juta ton atau hampir 2 kali lipat produksi tahun 2000 dimana, sebagian besar penggunaan adalah diekspor ke berbagai negara. Dalam kurun waktu antara tahun 2000 sampai tahun 2006, terlihat prosentase batubara ekspor terhadap produksi adalah antara 70% sampai 75%. (Lihat tabel 4.)

Dengan perkiraan produksi tahunan tetap sebesar 144,5 juta ton dan dengan hanya memperhitungkan cadangan batubara yang dapat ditambang, maka umur pemanfaatan batubara atau rasio cadangan per produksi adalah 48 tahun.

(19)

Tabel 4. Produksi, Ekspor dan Impor Batubara

Tahun Produksi (Ribu Ton) Ekspor*)

(Ribu Ton) (Ribu Ton)Impor*) Steam Coal Antrasit Jumlah

2000 77.015 25 77.040 58.460 20 2001 92.500 41 92.540 65.281 38 2002 103.286 43 103.329 74.178 97 2003 114.274 4 114.278 85.681 98 2004 132.352 0 132.352 93.759 97 2005 144.458 0 144.458 104.769 98

Sumber: Dit. Pengusahaan Mineral dan Batubara, DGSDM *) Statistik Impor Ekspor, BPS

Penggunaan di dalam negeri adalah untuk pembangkit listrik, industri (logam, keramik, kertas dan lain-lain), pembuatan briket batubara dan lain-lain. Pembangkit listrik merupakan konsumen terbesar batubara dengan pangsa berkisar antara 50% dan 75% dari total penggunaan batubara dalam negeri konsumsi antara tahun 2000 sampai tahun 2005, lihat Tabel 5.

Tabel 5. Konsumsi Batubara Dalam Negeri

Tahun Konsumsi/Penjualan (Ribu Ton)

Pemb. Listrik Industri Briket Lainnya Jumlah

2000 13.718 4.145 37 4.441 22.341 2001 19.517 6.186 31 2.628 65.281 27.388 2002 20.018 5.421 25 3.792 29.257 2003 22.996 6.680 25 957 30.656 2004 22.882 6.829 18 6.348 36.077 2005 19.617 7.787 - 9.177 36.208

Sumber: Statistik Batubara dan Mineral. Ditjen Mineral Batubara dan Panas Bumi.

4.4. Energi Terbarukan

Sebagai negara tropis dan terletak diatas pertemuan lempeng bumi Eurasia dan Australia, Indonesia mempunyai berbagai jenis sumberdaya energi terbarukan seperti hidro, angin, biomasa, ombak,

(20)

surya, panas bumi dan lain-lain. Pada umumnya potensi energi terbarukan telah dikembangkan di Indonesia, walaupun belum optimal kecuali energi kelautan dan nuklir yang belum dikembangkan secara komersial, lihat Tabel 6.

Tabel 6. Potensi Energi Terbarukan Nasional

Jenis Energi Potensi Kapasitas Terpasang

Tenaga Air 75,67 GW 4,20 GW

Panas Bumi 27,00 GW 0,80 GW

Mini/Mikrohidro 458,75 MW 84 MW

Biomasa 49,81 GW 0,3024 GW

Tenaga Surya 4,8 kWh/m2/hari (1203 TW) 0,008 GW Tenaga Angin 3 ~ 6 m/detik (9,29 GW) 0,0005 GW Uranium (Nuklir) 24,112 Ton e.q. 3 GW untuk 11 thn

Sumber: “Blue Print” Pengembangan Energi Nasional 2005

Potensi yang terbesar dan paling banyak dimanfaatkan adalah hidro atau tenaga air. Mikrohidro merupakan energi yang berpotensi untuk dikembangkan, khususnya untuk daerah pedesaan dan terpencil. Potensi mikrohidro yang sudah diketahui sekitar 459 MWe, dan baru sekilar 5% yang sudah dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena letak sebagian potensi tersebut jauh dari pusat kebutuhan sehingga tidak ekonomis untuk dikembangkan. Pulau Jawa yang memiliki potensi mikrohidro besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi, merupakan peluang yang besar untuk memanfaatkan potensi mikrohidro tersebut.

Panas bumi merupakan sumberdaya yang saat ini sudah mendekali nilai ke-ekonomi-annya. Pulau Sumatera memiliki potensi panas bumi yang terbesar yaitu sebesar 13.773 MWe, sedangkan pulau Jawa memiliki cadangan terbukti yang terbesar yaitu sebesar 1.837 MWe. Pemanfaatan panas bumi untuk pembangkitan listrik di pulau Jawa sudah cukup tinggi yaitu sekitar 40% dari cadangan terbukti, lihat pada Tabel 7. Pemanfaatan di pulau Jawa didukung

(21)

dengan telah adanya jaringan transmisi tegangan tinggi.

Tabel 7. Potensi Panas Bumi di Indonesia

Lokasi Sumberdaya (MWe) Cadangan (MWe) (MWe)Total TerpasangKap.

(MW)

Speku-latif Hipotesis Terdu-ga Mungkin Terbukti

Sumatera 5.385 2.303 5.681 15 389 13.773 2 Jawa 2,363 1.521 2.980 603 1.837 9.304 835 Bali-NTT-NTB 365 359 943 - 14 1.681 -Kalimantan 50 - 905 - - 50 -Sulawesi 900 125 157 110 65 2.105 20 Maluku 250 117 - - - 524 -Papua 50 - - - - 50

-Sumber: Statistik Direktori Geologi dan Sumber Daya Mineral 2005, Dirjen. Mineral Batubara dan Panas Bumi.

Tenaga surya untuk pembangkitan tenaga listrik telah cukup dikembangkan di berbagai wilayah di Indonesia, tetapi mengingat biaya investasi yang cukup tinggi dan masalah penyimpanan daya, saat ini belum dapat dikembangkan dalam skala komersial.

Potensi angin di Indonesia belum lengkap didatakan, menyebabkan pembangkit tenaga angin belum dapat dikembangkan, walaupun saat ini telah dibuat beberapa prototipe PLTB oleh LAPAN dan BPPT serta institusi lain, namun belum dikembangkan secara komersial. Di sektor perikanan seperti tambak ikan dan udang, tenaga angin dengan turbin sederhana telah dimanfaatkan secara meluas sebagai penggerak pompa air.

Biomasa merupakan potensi sumberdaya energi yang cukup menjanjikan, karena pemanfaatannya cukup luas, seperti untuk memasak, pembangkitan listrik, bahan bakar industri dan lain-lain. Sumberdaya biomasa antara lain berupa limbah pertanian, Iimbah hutan, kayu bakar maupun basil pertanian dan perkebunan. Saat ini sedang digalakkan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yaitu biodiesel, bioethanol dan Pure Plant Oil (Straight Jatropha, dan

(22)

Straight Palm Oil) sebagai pengganti BBM.

Potensi energi kelautan seperti arus laut, gelombang laut, serta panas laut masih belum mencapai keekonomiannya dan sedang dalam taraf pengkajian.

V. PERENCANAAN ENERGI NASIONAL

Sejak tahun 1980 secara konsisten BPPT telah berpartisipasi dalam penyusunan strategi energi nasional, dimana telah dihasilkan berbagai masukan bagi kebijakan bidang energi di Indonesia, baik dalam perencanaan kelistrikan, perencanaan minyak dan gas bumi serta dalam pemilihan teknologi energi yang layak untuk diterapkan di masa mendatang. Saat ini model energi yang digunakan adalah integrasi dua model yaitu model MAED (Model Analysis for the

Energy Demand) suatu model ekonometrik yang digunakan untuk

memproyeksi kebutuhan energi Indonesia di masa mendatang dan model Markal (Market Allocation) yang merupakan perangkat untuk memproses data dalam program optimasi yang mempunyai sifat biaya energi termurah, “harus” memenuhi kebutuhan energi, jangka panjang, multi perioda, dan dapat menjalankan berbagai fungsi obyektif dengan teknik linier programming.

Hasil keluaran model antara lain, proyeksi kebutuhan energi per jenis energi final, sektor dan wilayah, penyediaan energi primer, penerapan teknologi energi, pengembangan infrastruktur energi serta berbagai informasi lainnya. Jenis energi primer yang dievaluasi terdiri dari jenis energi fosil, seperti minyak bumi, gas bumi, dan batubara serta energi terbarukan, sedangkan sektor pengguna energi yang dianalisis adalah sektor rumah-tangga, transportasi, industri, komersial dan pembangkitan listrik. (Djojonegoro, W., Boedoyo, MS.,

1992)

(23)

yang dilaksanakan oleh BPPT dengan basis data tahun 2005, adalah gambaran tentang kebutuhan energi dari Tahun 2005 sampai tahun 2025.

5.1. Proyeksi Kebutuhan Energi

Perhitungan kebutuhan energi dapat dirumuskan secara sederhana yaitu, aktifitas suatu sektor dikalikan dengan intensitas penggunaan energinya. Proyeksi energi secara sederhana didefinisikan dengan kebutuhan energi per satuan aktifitas tersebut dikalikan dengan laju pertumbuhan tahunan dalam periode tertentu. Dalam perhitungan yang sebenarnya banyak faktor maupun parameter yang harus diperhitungkan, antara lain konsumsi energi historis, jenis dan efisiensi peralatan pengguna energi, jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, kebijakan Pemerinlah dan lain-lain. Hasil analisis secara umum menunjukkan bahwa penggunaan BBM akan terus meningkat, walaupun pangsanya dalam total energi nasional telah diturunkan dari sekitar 40% pada tahun 2005 menjadi sekitar 25% pada tahun 2025. Penggunaan gas akan menmgkat dengan laju yang relalif rendah sedangkan batubara dan tenaga listrik terus meningkat dengan laju yang cukup tinggi. Suatu hal yang menarik ialah munculnya beberapa jenis energi alternalif yaitu batubara yang dicairkan mulai 2015, biofuel mulai 2010 dan nuklir mulai 2017 (Boedoyo, MS., 2005).

Hasil analisis menunjukkan bahwa sampai tahun 2025, BBM masih tetap mendominasi kebutuhan energi final, disusul gas bumi dan batubara. Sampai tahun 2020 sektor rumah tangga merupakan konsumen energi yang terbesar, dan setelah itu peranan ini diambil alih oleh sektor industri.

Perkiraan pasokan berbagai jenis energi final dari lahun 2005 sampai tahun 2025 dapat dilihat pada Gralik 3.

(24)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 J u ta S B M

BBM Batubara Gas Biomasa Listrik Sampah Nuklir Panas

Sumber: Hasil Perhitungan Model Markal Pebruari 2007

Grafik 3. Prakiraan Kebutuhan Energi Final Per Jenis Energi Tahun 2005 s.d. Tahun 2025

Dalam proyeksi kebutuhan energi nasional, sektor transportasi merupakan konsumen urutan ke tiga, tetapi dalam penggunaan BBM sektor ini merupakan konsumen terbesar, lihat Grafik 4.

Kebutuhan energi per wilayah masih tetap didominasi oleh pulau Jawa, disusul oleh Sumatera, Kalimantan dan Pulau Lain, lihat Grafik 5. Pertumbuhan kebutuhan energi selama kurun waktu 20 tahun mendatang, diperkirakan pertumbuhan pulau Jawa masih tetap yang tertinggi yaitu 6% per tahun, Kalimantan dan Pulau Lain sebesar 5,6% per tahun dan yang terendah adalah Sumatera dengan 5,2% per tahun.

Kondisi mi memberi gambaran bahwa pada kondisi bisnis seperti apa adanya (business as usual) dalam 20 tahun mendatang tujuan utama investasi masih tetap mengarah ke pulau Jawa. Bila arah pembangunan di masa mendatang masih tetap dengan pola yang sama, dikawatirkan akan timbul masalah ketersediaan infrastruktur energi, SDM dan masalah lingkungan, khususnya di pulau Jawa Di masa mendatang diharapkan adanya keseimbangan pembangunan yang lebih mengarah kepada eksploitasi sumberdaya manusia dan teknologi, daripada ekspolitasi sumberdaya alam

(25)

terutama yang diarahkan sebagai komoditi ekspor. 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 J u ta S B M

Rumah tangga Industri Transportasi Pertanian Komersial Sumber: Hasil Perhitungan Model Markal Pebruari 2007

Grafik 4. Prakiraan Kebutuhan Energi Final Per Sektor dari Tahun 2005 s.d. Tahun 2025 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 J u ta S B M

Jawa Sumatera Pulau Lain Kalimantan

Sumber: Hasil Perhitungan Model Markal Pebruari 2007

Grafik 5. Prakiraan Kebutuhan Energi Final Per Wllayah dari Tahun 2005 sd. Tahun 2025.SBM : Setara Barel Minyak

(26)

5.2. Proyeksi Penyediaan Energi

Hasil analisis juga memberikan gambaran tentang proyeksi penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi, lihat Grafik 6. Gambaran yang ada menunjukkan bahwa produksi batubara terus meningkat, sedangkan ekspor batubara yang di awal tahun perencanaan hampir mencapai 80% produksi mempunyai pertumbuhan yang relatif rendah, menunjukan bahwa terjadi pertumbuhan konsumsi batubara dalam negeri secara cepat.

Produksi minyak mentah yang terus menurun dengan laju -2% per dibarengi konsumsi BBM yang meningkat menyebabkan peningkatan impor minyak mentah sebesar 5% per tahun dan impor BBM sebesar 6% pertahun.

Produksi gas bumi diperkirakan akan meningkat secara moderat walaupun terjadi sedikit penurunan pada akhir perioda kajian. Konsumsi gas dalam negeri akan meningkat, sedangkan ekspor gas baik dalam bentuk gas bumi maupun LNG di masa mendatang akan menurun. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 J u ta S B M

Crude Prod. Crude Impor BBM Impor BBM Ekspor Gas Prod. Gas Ekspor LNG/LPG Impor LNG/LPG Ekspor Batubara Ekspor Batubara Prod.

Sumber: Hasil Perhitungan Model Markal Pebruari 2007

Grafik 6. Prakiraan Produksi, Ekspor, Impor Energi Indonesia dari Tahun 2005 s.d. 2025

(27)

5.3. Penerapan Teknologi Energi Alternalif

Dari sisi perencanaan energi secara optimal, yaitu dengan mempertimbangkan biaya penyediaan energi total seminimum mungkin, maka ada beberapa alternatif energi yang dapat bersaing di masa mendatang. Energi alternatif ini antara lain, bahan bakar nabati, baik gasohol, biodiesel, maupun pure plant oil (PPO), batubara yang dicairkan, compressed natural gas (CNG), biomasa. mikrohidro, surya, panas bumi, angin dan lain-lain. Permanfaatan energi alternatif tersebut akan memerlukan pengembangan dan penerapan teknologi energi.

Pemanfaatan energi tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia yang dalam model Markal dikelompokkan dalam 4 wilayah, yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan dan pulau lain. Pengelompokan ini diambil karena pola pengembangan dan pertumbuhan pasokan energi di keempat wilayah tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Berikut ini disampaikan hasil analisis pemanfaatan energi alternatif sebagai substitusi BBM, penerapan teknologi energi alternatif untuk pembangkitan tenaga listrik, serta teknologi energi alternatif lain.

5.3.1. Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Substitusi BBM

Energi alternatif akan dikembangkan sesuai dengan pemanfaatannya, artinya pengembangan biofuel alau batubara yang dicairkan untuk sektor transportasi harus sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk bahan bakar kendaraan. Hal yang sama juga berlaku untuk briket batubara, LPG dan lain-lain. Apabila bahan bakar tersebut ditetapkan sebagai pengganti minyak tanah di sektor rumah tangga, harus disesuaikan dengan kondisi sektor rumah tangga. Mengikuti gambaran tersebut diatas maka ada beberapa alternatif energi yang dapat diarahkan untuk menggantikan BBM, yaitu:

(28)

a. Minyak Tanah dapat dikurangi atau digantikan dengan LPG, gas bumi, briket batubara, pure plan oil (PPO).

Kita ketahui bahwa minyak tanah sampai saat ini dipakai di rumah-tangga, dan usaha kecil untuk memasak maupun penerangan.

Ditinjau dan sisi Pemerintah, substitusi minyak tanah dengan LPG akan memberi nilai positif. Dengan asumsi kesetaraan antara konsumsi minyak tanah dengan LPG adalah sebesar 0,54, maka substitusi 1 liter minyak tanah akan membutuhkan 0,54 kg LPG Harga minyak tanah bersubsidi (Desember 2006) di depot adalah Rp. 2000 dan harga keekonomian minyak tanah adalah Rp 5660 per liter sedangkan harga keekonomian LPG adalah Rp. 4837,50 per Kg, sehingga bila seluruh minyak tanah dapat digantikan dengan LPG maka Pemerinlah akan dapat mengurangi subsidi sebesar Rp 25 triliun. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, pemakaian minyak tanah yang dapat digantikan dengan LPG hanyalah untuk keperluan memasak yang menggunakan kompor minyak di perkotaan. Substitusi untuk penerangan akan sulit dilaksanakan, demikian juga substitusi untuk wilayah pedesaan karena kendala teknologi dan kendala distribusi LPG yang disebabkan kapasitas angkut yang sangat terbatas serta lokasi konsumen yang tersebar. Mengingat penggunaan gas bumi dan LPG sangat praktis, dan bersih, masyarakat kelas menengah keatas pengguna minyak tanah cenderung akan beralih ke LPG atau gas bumi bila ketersediaan jenis energi ini terjamin. (Boedoyo,

MS., Suharyono, H., 2006).

Briket batubara merupakan alternatif pengganti minyak tanah untuk memasak. Secara umum harga briket batubara jauh lebih murah dari minyak tanah tanpa subsidi. Permasalahan dalam penggunaan briket antara lain adalah kurang praktis,

(29)

dimana penyalaan mula harus menggunakan briket penyala awal. Briket yang menyala sulit dimatikan untuk kemudian dinyalakan kembali. Selain dari itu bau asap briket serta emisi pembakaran menyebabkan briket batubara tanpa karbonisasi lebih cocok digunakan di udara terbuka atau dengan cerobong asap untuk dipakai sektor usaha kecil seperti, warung makanan, penjual makanan keliling, atau usaha kecil yang membutuhkan pemanasan untuk jangka lama sekitar 6 - 8 jam. Untuk keperluan memasak rumah tangga disarankan menggunakan briket karbonisasi.

Pemanfaatan sampah atau limbah pertanian melalui briketisasi dan penerapan teknologi landfill untuk memproduksi biogas merupakan alternatif penyediaan energi untuk rumah tangga (Boedoyo, MS., 1998).

Pure plant oil (minyak nabati hasil pabrik) dapat

dipergunakan sebagai pengganti minyak tanah, baik untuk memasak maupun sebagai bahan bakar lampu pompa untuk penerangan. Pengujian penggunaan sampai 50% campuran PPO dengan minyak tanah oleh BPPT dipastikan telah berhasil secara memuaskan. (Priyanto, U., 2007)

b. Penggunaan Minyak Solar dapat dikurangi atau diganti dengan biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit, minyak jarak pagar serta bahan baku lainnya

Biodiesel yang secara kimia didefinisikan sebagai methyl ester dengan rantai - C antara 12 - 20, merupakan derivatif dari minyak alami seperti minyak kelapa (cocos nucifera oil), kelapa sawit (palm oil), dan minyak biji jarak (Jatropha curcas oil).

Minyak solar dicampur PPO sampai prosentase tertentu dapat digunakan di mesin diesel RPM rendah. Angka pencampuran PPO yang terlalu tinggi akan meningkatkan kekentalan bahan bakar yang menyulitkan pembakaran,

(30)

sehingga perlu penggunaan konverter pemanas untuk mengencerkan campuran bahan bakar tersebut.

c. Premium atau bensin dapat dikurangi dengan pencampuran fuel

grade ethanol atau alkohol dengan kemurnian lebih dari 99,5%

alkohol yang umum disebut gasohol.

Sumber bahan baku untuk proses pembuatan ethanol adalah tanaman-tanaman pati-patian seperti jagung, ubi kayu. ubi jalar, dan sagu. Bahan baku ethanol yang sudah banyak dikenal adalah tetes tebu yang merupakan limbah produksi pabrik gula. Mengingat banyak pilihan bahan baku untuk pembuatan ethanol di Indonesia, maka untuk memperoleh bahan baku yang tepat perlu dilakukan analisis tekno-ekonomi terhadap berbagai jenis bahan bakar maupun teknologi pemrosesnya. Pencampuran premium dengan alkohol dengan kemurnian 95% antara 5% sampai 15% menghasilkan kinerja mesin yang cukup baik, tetapi akumulasi kandungan air yang menyebabkan terjadinya korosi pada karburator dan tangki bahan bakar.

(Boedoyo, MS., 1996).

Pencampuran bioethanol dengan premium akan meningkatkan angka oktan dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, sehingga dapat dikembangkan sebagai aditif.

(Wahid, LM., 2006). Saat ini di Jawa Timur telah uji coba

pemasaran BE 5 (Bioethanol 5) yaitu campuran Premium 95% dengan Alkohol 5% , serta Bio Pertamax di wilayah Jabotabek.

Masalah dalam produksi ethanol ialah tetes yang ada sangat terbatas, sedangkan penggunaan bahan pati-patian akan memerlukan lahan yang relatif luas, dan adanya persaingan dengan industri tepung. Alternatif lain ialah dengan bahan baku selulosa, tetapi teknologi untuk memproduksi ethanol dengan bahan baku selulosa untuk skala industri belum dimiliki.

CNG (compressed natural gas) juga dapat dimanfaatkan untuk menggantikan BBM pada kendaraan bermotor bensin

(31)

dengan menggunakan kit konverter. Pemanfaatan CNG akan ekonomis bila dipasang pada kendaraan dengan jarak lempuh yang tinggi. Hal ini disebabkan investasi untuk kit konverter CNG dan peralalan pendukungnya masih cukup mahal, walaupun harga CNG relatif murah. CNG didistribusikan melalui SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas) yang terdiri dan 2 jenis SPBG yaitu tipe online bila SPBG terhubung langsung dengan pipa distribusi gas dan tipe Mother-Daughter bila gas dikompres pada instalasi induk dan didistribusikan ke SPBG dengan truk tanki CNG (Boedoyo. MS, 1989).

d. Pencairan Batubara

Pencairan batubara merupakan proses untuk memperoleh BBM sintetis, sebagai pengganti petro BBM. Mencairkan batubara tidak rumit, apalagi teknologinya sudah dikenal sejak abad ke 19. (Balia, L, 2005).

Ditinjau dari teknologinya, ada 2 jenis teknologi pencairan batubara, yaitu direct coal liquefaction atau DCL, menghasilkan minyak batubara mentah dan gas sintetis, kemudian minyak batubara mentah tersebut melalui Crude Distilation Unit dapat menghasilkan bensin, solar, dan minyak tanah, serta indirect

coal liquefaction atau IDL yang menghasilkan Fischer Tropsch liquids, methanol, dan dimethyl ether. Saat ini kedua teknologi

tersebut sedang dikajian secara mendalam untuk menentukan teknologi gasifikasi batubara yang akan dikembangkan dan diterapkan di Indonesia.

5.3.2. Penerapan Teknologi Energi Alternatif DaIam Pembangkitan Listrik.

Sektor pembangkit listrik mempunyai alternalif pemanfaatan energi yang beraneka ragam, mulai dari energi fosil seperti bahan bakar minyak, gas bumi, dan batubara serta energi terbarukan seperti

(32)

a. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara sangat dipengaruhi oleh biaya operasi. Apabila pembangkit ini dapat dioperasikan dengan faktor beban yang tinggi sehingga mencapai tingkat efisiensi energi yang tinggi akan merupakan pembangkitan yang sangat ekonomis.

b. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) maupun Mikrohidro (PLTM) mempunyai biaya produksi atau biaya operasi yang rendah, tetapi biaya investasinya cukup tinggi. meliputi pembangkit listrik, konstruksi bendungan, serta pembebasan area untuk penampungan air (yang biasanya lahan subur). Kondisi im dapat menyebabkan biaya investasi dan biaya sosialnya menjadi sangat tinggi terutama untuk pulau Jawa yang sudah sangat padat.

c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan pembangkit yang cukup menjanjikan, karena pengoperasiannya yang mudah sehingga cocok untuk daerah terpentil yang tidak mempunyai sumberdaya energi lain. Dalam pengoperasian PLTS ialah harus disediakan accu atau battery sebagai media penyimpan daya listrik karena PLTS hanya memproduksi listrik pada siang hari, sedangkan penggunaan listriknya pada malam hari. Permasalahannya ialah accu/battery umurnya pendek 2-3 tahun dan harganya relatif mahal. Kajian yang dilaksanakan oleh

National Renewable Energy Laboratory (NREL), Departement of Energy, USA dalam Photovoltaic Research, PV Manufacturing R&D, Cost/Capacity Analysis, US Research, 2005, menunjukkan

bahwa biaya investasi PLTS dikemudian hari akan makin rendah, dan pada tahun 2015 mencapai US$ 1600.-/KW. Hal ini akan mendorong penerapan teknologi PLTS baik di dunia. Di Indonesia, ada ide untuk mengintegrasi PLTS dengan jaringan listrik (grid) terutama pada gedung perkantoran dengan mempunyai beban listrik di siang hari yang cukup besar. Selain itu juga sedang dipikirkan pemanfaatan PLTS skala besar,

(33)

dimana listrik yang dihasilkan dipergunakan untuk memompa air ke waduk (pumped storage) pada siang hari yang dapat dimanfaatkan kembali untuk membangkitkan listrik pada beban puncak di malam hari.

d. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan pembangkit listrik dengan teknologi tinggi dan dikategorikan sebagai energi baru. Pembangkit ini mempunyai biaya operasi yang relatif rendah, tetapi biaya investasi yang tinggi (Boedoyo, MS, 1999). Teknologi PLTN saat ini dapat dikatakan cukup aman, walaupun demikian beberapa negara dengan alasan lingkungan dan politik menghentikan program nuklirnya. Hasil studi yang ada menyatakan bahwa PLTN pertama di Indonesia akan beroperasi sekitar tahun 2017 -2018.

e. Pembangkit Listrik den gan gasifikasi Batubara-Biomasa merupakan integrasi gasifikasi batubara atau biomasa dengan pembangkit listrik, yang umumnya adalah Gas Engine

(pembangkit listrik tenaga diesel - gas) atau PLTG (pembangkit

listrik tenaga gas turbin). Diharapkan penerapan teknologi gasifikasi yang menghasilkan gas dengan memanfaatkan batubara atau biomasa ini, akan dapat mengurangi kebutuhan BBM dari PLTD yang sampai saat ini masih merupakan pembangkit utama di berbagai daerah di Indonesia. Gas sintetis ini juga dapat dimanfaatkan di industri sebagai bahan bakar PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Uap) atau Combined

Cycle Power Plant, serta keperluan lainnya. 5.4. Penambahan Kapasitas dan Fasilitas Energi

Hasil perencanaan energi yang telah dilaksanakan memberikan gambaran tentang kebutuhan untuk penambahan kapasitas maupun pembangunan fasilitas energi atau teknologi energi yang diperlukan

(34)

dikemukakan beberapa teknologi energi yang diperkirakan akan masuk dalam sistem energi dalam kurun waktu tahun 2005 sampai 2025.

5.4.1. Alternatif Teknologi Untuk Substitusi BBM

Beberapa teknologi yang diperkirakan dapat menjadi altematif untuk substitusi BBM antara lain adalah pencairan batubara, briket batubara, Biooil, biodiesel dan Gasohol (Lihat tabel 8.).

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada tahun 2005, secara umum belum ada alternatif teknologi energi yang telah diterapkan kecuali briket batubara. Perhitungan model menunjukkan bahwa mulai tahun 2020 briket tidak ekonomis untuk dimanfaatkan lagi. Sebaliknya, teknologi pencairan batubara pada tahun 2025 akan ditingkatkan kapasitasnya hingga mencapai 192 juta SBM per tahun, lihat Tabel 8.

Tabel 8. Tambahan Kapasitas Teknologi Energi Allernatif (Juta SBM)

Teknologi Energi 2005 2010 2015 2020 2025 Briket Plant 0,116 1,436 0,17 0 0,037 Pencairan Batubara 0 0 5,69 9,554 192,562 Biooil Plant 0 0,84 0,86 0,84 0,84 Biodiesel Plant 0 15,91 22,43 19,53 36,89 Gasohol Plant 0 11,24 18,08 9,22 10,77

Sumber: Hasil Perhitungan Model Markal Pebruari 2007

5.4.2. Alternatif Tehnologi Pembangkit Listrik

Dalam memenuhi kebutuhan energi nasional, tenaga listrik tidak mungkin dibangkitkan dengan hanya pemanfaatan energi fosil saja karena adanya berbagai masalah baik dalam ketersediaan sumberdayanya, infrastruktur maupun lingkungan. Dalam kaitan itu diperkirakan PLTA dan Kogenerasi akan berperan dalam penyediaan listrik di kemudian hari. (Boedoyo, MS., 2000).

Penambahan kapasitas serta pembangunan fasilitas pembangkit listrik yang menggunakan energi alternatif, antara lain, pembangkit

(35)

listrik sampah, panas bumi, sel bahan bakar (fuel cell), nuklir, surya, angin dan lain-lain. Secara umum memang kapasitas pembangkit-pembangkit ini, selain dan PLTP dan PLTN relatil kecil, tetapi secara keseluruhan akan berdampak positif terhadap ketahanan energi karena lokasi potensinya yang tersebar, dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga diharapkan dapat mengurangi pemakaian minyak solar untuk PLTD.

Penambahan kapasitas dari beberapa jenis pembangkit energi alternatif ditunjukkan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Penambahan Kapasitas Pembangkit Listrik Alternatif (GW)

Pembangkit 2005 2010 2015 2020 2025 Fuel Cell PP 0 0 0,00036 0,000181 0.0022 PLT-Sampah 0 0 0 0,06 0,06 PIT – IGCC 0 0 0 0,1 0 PLTN 0 0 0 2,1 2,1 PLTP 0 2,2 0,56 2,02 3,84 PLTA-PLTM 0 2,97 0,78 0,73 0,91 PLTS-Non Grid 0 0,02 0,1 0,05 0,05 PITS Grid 0 0 0,05 0,15 0,45

PIT Bayu Grid 0 0 0 0,05 0,05

KOGEN 0 0,49 0,83 0,37 0,67

Sumber: Hasil Perhitungan Model Markal “Skenario Perpres”, Pebruari 2007.

5.5. Analisis Terhadap Ketahanan Energi

Dalam bab ini dikemukakan analisis dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/hambatan dalam pencapaian ketahanan energi nasional.

(36)

national per Januari 2005 ialah,

1. Indonesia memiliki potensi sumberdaya energi yang cukup besar antara lain:

 minyak bumi (cadangan total 8,63 milyar barel, cadangan terbukti 4,44 milyar barel),

 gas bumi (cadangan total 185,80 TCP (triliun kaki kubik), cadangan terbukti 97,26 TCP),

 batubara (cadangan total 57,85 Milyar ton, cadangan terbukti 12,47 milyar ton).

 energi terbarukan yang mempunyai potensi cukup melimpah, antara lain hidro dengan potensi 75 GWe, Panas Bumi dengan potensi 27 GWe, biomasa dengan potensi 437 GWe dan lain-lain.

2. Telah berhasilnya pengembangan teknologi energi yang berbasis sumberdaya lokal, antara lain:

 biodiesel oleh ITB, BPPT, institusi lain dan swasta nasional,  bioethanol (fuel grade) oleh BPPT dan swasta,

 PLTM (mikrohidro) oleh BPPT, PINDAD, dan institusi lain,  gasifikasi batubara dan biomasa oleh BPPT, LIPI,

 briket batubara oleh BPPT, PUSTEKMIRA, PTBA dan institusi lain,

3. Telah adanya Undang-Undang Energi, Panas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Mineral dan Batubara dan Energi Terbarukan, serta Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional, memberi arahan dalam pengembangan energi.

4. Tersedianya lahan yang cukup luas untuk penanaman jarak, kepala sawit, ketela pohon, tebu dan lain-lain untuk pengembangan bahan bakar nabati.

5. Ratifikasi UU Perubahan Iklim Indonesia dalam upaya memberi kontribusi pencegahan pemanasan global dengan mengurangi

(37)

produksi Gas Rumah Kaca dunia, dapat mendukung program kegiatan pengembangan energi alternatif.

5.5.2. Kelemahan

Kelemahan Indonesia dalam upaya pencapaian ketahanan energi nasional ialah:

 Potensi minyak bumi terbatas, dengan produksi minyak sekitar 500 Juta Barel per tahun maka ratio C/P hanya mencapai 16 tahun.

 60% cadangan batubara merupakan batubara kualits rendah, dan dari 40% yang berkualitas baik dan sedang, sekitar 70 % (100 juta ton per tahun ke luar negeri,

 Lokasi kebutuhan energi utama di Jawa, dan lokasi sumberdaya di luar Jawa menimbulkan masalah dalam distribusi energi.  Tidak adanya kepastian kebutuhan jangka panjang gas serta

batubara dalam negeri menyulitkan dalam rencana investasi pengembangan gas, dan batubara.

 Komitmen jangka panjang dalam ekspor gas-LNG serta batubara dapat menyulitkan penyediaan energi dalam negeri di masa depan,

 Terbatasnya jaringan transmisi di luar pulau Jawa menyulitkan pengembangan pembangkit skala besar dengan biaya operasi yang rendah.

 Iklim usaha yang kurang mendukung investasi di sektor energi.  Undang-undang perpajakan yang lebih memberi kemudahan

bagi penyediaan barang modal dari luar negeri, dibanding dengan penyediaan barang modal yang diproduksi dan dipasarkan di dalam negeri.

5.5.3. Peluang

(38)

 Meningkatkan eksplorasi lapangan minyak dan gas bumi, untuk meningkatkan rasio cadangan dan produksi.

 Mengembangkan program diversifikasi energi di semua sektor untuk substitusi BBM. Antara lain, pengembangan bahan bakar nabati (PPO, biodiesel) untuk mengurangi penggunaan minyak solar di sektor industri, transportasi dan pembangkit listrik, serta bioethanol untuk mengurangi pemakaian premium di sektor transportasi, substitusi minyak tanah dengan briket batubara, LPG serta minyak nabati murni di sektor rumah-tangga dan usaha kecil.

 Mengembangkan energi, hidro, mikrihidro, panas bumi, surya, biomasa, angin dan potensi energi terbarukan lainnya untuk pembangkitan tenaga listrik.

 Mengembangkan teknologi pemanfaatan batubara kualitas rendah, teknologi briket batubara, teknologi gasifikasi dan teknologi pencairan batubara.

 Mengembangkan program penghematan energi melalui peningkatan efisiensi, pengelolaan energi di tingkat konsumen, memanfaatkan panas buang, memanfaatkan flare gas dan menggalakkan audit energi, serta pendidikan masyarakat dalam membangun Budaya Hemat Energi.

5.5.4. Ancaman/Hambatan

Tantangan / hambatan yang harus dihadapi Indonesia dalam pencapaian ketahanan energi nasional ialah:

 Sistem perdagangan bebas dunia akan dapat menghambat pengembangan teknologi dan industri energi dalam negeri,  Desakan negara maju untuk memperoleh atau melanjutkan

kontrak ekspor energi jangka panjang, seperti gas bumi, LNG dan batubara.

 Kekuatan dan posisi dari lembaga pemberi bantuan keuangan dapat menghambat pengembangan teknologi energi di dalam

(39)

negeri,

 Keengganan negara maju yang menguasai teknologi dalam melaksanakan teknologi transfer dapat menghambat penguasaan teknologi energi dalam negeri.

Hasil analisis terhadap kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman/hambatan dalam pencapaian ketahanan energi dengan pengembangan teknologi energi alternatif ini, merupakan gambaran secara menyeluruh mengenai pengembangan teknologi energi alternatif domestik, sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam upaya pencapaian ketahanan energi nasional.

VI. KESIMPULAN

1. Ketahanan dan kemandirian energi dapat diwujudkan melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi energi antara lain: a. Intensifikasi eksplorasi sumberdaya minyak dan gas bumi, b. Bahan bakar alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi

semua sektor di masa depan, seperti bahan bakar nabatEksplorasi dani, batubara yang dicairkan, briket batubara, gasifikasi biomasa dan batubara serta sumber energi lainnya .

b. Sumberdaya energi alternatif untuk pembangkitan tenaga listrik di masa depan, terutama sumberdaya energi terbarukan, seperti panas bumi, mikrohidro, surya, angin, PLTN dan lain-lain,

c. Peningkatan efisiensi peralatan pengguna energi, khususnya peralatan pengguna BBM, dan tenaga listrik, d. Menciptakan iklim investasi yang baik, dengan penerapan

(40)

e. Mendorong peran masyarakat dan swasta national dalam pengembangan teknologi energi atlematif,

f. Kebijakan Energi Nasional yang mengutamakan kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation), baik gas bumi, maupun batubara sehingga dapat dicapai keamanan pasokan energi nasional untuk keperluan yang lebih luas dan waktu yang lebih lama.

g. Rekayasa sosial dalam bentuk pendidikan masyarakat untuk membangun Budaya Hemat Energi

2. Keberhasilan pencapaian ketahanan energi sangat tergantung kepada kemitraan Pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif, baik dalam penyiapan peraturan perundangan, finansiil, insentif sampai ke penyiapan sumberdaya manusia, serta infrastruktur lainnya.

VII PENUTUP

Ketahanan energi nasional untuk mewujudkan kemandirian energi merupakan salah satu tantangan yang harus dicapai.

Indonesia dikaruniai sumberdaya energi fosil yang terdiri dan minyak bumi, gas bumi dan batubara, tetapi jumlahnya relatif terbatas dan dalam jangka parang tidak akan dapat memenuhi kebutuhan nasional. Disamping itu Indonesia juga memiliki berbagai energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil yang perlu terus dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkangram ketahanan energi serta meningkatkan kesejahteraan bangsa.

Peran minyak bumi masih akan dominan di masa mendatang, sehingga harga dari komoditi ini akan mempengaruhi perkembangan energi altematif baik di Indonesia maupun dunia. Dalam upaya mengurangi ketergantungan akan minyak bumi ini, pengembangan dan penggunaan bahan bakar nabati, serta sumber energi lain di

(41)

dalam negeri sebagai pengganti BBM harus didukung dan terus didorong agar dapat diperoleh energi alternatif yang murah, dan berkesinambungan, membuka lapangan kerja, meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat serta mewujudkan kemandirian energi nasional.

Untuk itu diperlukan kebijakan yang mengatur pengembangan teknologi energi alternatif dalam negeri dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah, serta peraturan perundangan lainnya, yang saling mendukung.

Ketersediaan sumberdana dan sumberdaya yang terbatas memerlukan adanya skala prioritas dalam pelaksanaan program pengembangan teknologi energi alternatif yang ditetapkan berdasarkan kajian yang mendalam terhadap aspek teknologi, ekonomi, sosial dan lingkungan.

Pendidikan masyarakat dalam upaya membangun Budaya Hemat Energi perlu terus ditumbuhkembangkan dan disebarluaskan..

UCAPAN TERIMAKASIH

Tidak ada seorangpun akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan pihak lain. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkanlah saya menyampaikan ucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan dukungan dan kesempatan, serta kepercayaan kepada saya sehingga pengukuhan jabatan Peneliti Utama sebagai Profesor Riset dapat diselenggarakan pada pagi hari yang berbahagia ini.

Rasa terimakasih saya dan hormat saya sampaikan kepada Bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang telah menetapkan diri saya menjadi Peneliti Utama terhitung tanggal 1 Nopember 2004, berdasarkan Keputusan Presiden No. 146/M tahun 2005. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Ir. Said D. Jeni,

(42)

Sc.D., Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan kepada Ketua Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia selaku Ketua Majelis Profesor Riset beserta seluruh Anggota Majelis yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk ditetapkan sebagai Profesor Riset.

Pada kesempatan ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro, atas dukungan dan pembinaan selama ini, demikian juga terimakasih yang dalam kepada Bapak Dr Ir Marzan Aziz Iskandar, Deputi Kepala Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material, atas kesempatan yang diberikan kepada saya dalam mengembangkan karir fungsionil sebagai peneliti.

Ucapan terimakasih juga saya haturkan kepada Bapak Sekretaris Utama BPPT dan Kepala Biro SDMO BPPT, beserta staf serta Panitia Penyelenggara Orasi Pengukuhan, atas jerih payah bapak-bapak dan ibu-ibu dalam menyelenggarakan serta dukungannya pada acara Pengukuhan Peneliti Utama BPPT sebagai Profesor Riset pada hari ini.

Juga kepada seluruh Pimpinan dan staf Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, serta Pusat Pengembangan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, BPPT, atas kerjasama dan dukungan selama ini. Tak lupa saya sampaikan rasa terima kasih kepada rekan-rekan di bidang perencanaan energi, terutama Ibu Ir. Indyah APU yang tak putus-putusnya mendorong dan membantu saya, Ir. La Ode M. Abdul Wahid, Ir. Endang Suarna serta rekan-rekan lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada saya dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan sehari-hari selama ini.

Pada kesempatan ini saya sampaikan pula rasa terimakasih yang tak terhingga dan penghormatan setinggi-tingginya kepada kedua orang tua kami yang tercinta, ayahanda almarhum Prof. Mr. Iskandar Gondowardojo dan ibunda almarhumah Soedarmi atas

(43)

kesabaran, dukungan, penghormatan serta segala jerih payah dalam membesarkan, membimbing dan mendidik ananda, serta senantiasa mendoakan masa depan dan kebahagiaan anak-anaknya tanpa pamrih suatu apapun.

Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga kakak kakak, adik-adik dan seluruh famili yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada saya.

Khusus kepada istri tercinta Indrarti dan putri-putri tersayang Anindita Puspawardhani. dan Astari Pramuwardhani, saya ucapkan terimakasih atas kesabaran, pengertian, doa-doanya, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada saya baik di waktu senang maupun di waktu susah sehingga saya dapat mencapai jabatan fungsional peneliti tertinggi, Profesor Riset.

Juga kepada seluruh kolega, bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara-saudari sekalian yang telah berkenan hadir dan dengan penuh kesabaran mengikuti acara pengukuhan Profesor Riset BPPT pada hari ini saya ucapkan banyak terima kasih.

Terakhir, bila dalam orasi ini terdapat tulisan, kata maupun ucapan yang salah dan kurang berkenan di hati Ibu, Bapak, Saudara-saudara sekalian kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Semoga kiranya Allah Subhanahuwataalla senantiasa memberikan bimbingan, perlindungan dan kesejahteraan bagi kita semua.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Balia, L., Majalah Wartabara, Edisi Juni 2006. 2. Bakoren, Kebijakan Energi Nasional, Jakarta 2003

3. Boedoyo, MS, Cross Border Trade of Indonesian Gas on Proceeding of the Sixth AEESEAP Triennial Conference, August 23-25, 2000, Pll

4. Boedoyo. MS. et at, System Wide Modelling of GHG Mitigation Analysis in Energy Sector, in Clean Development Mechanism Potential in Indonesia, Jakarta, May, 2002. P3TKKE, BPPT, 5. Boedoyo, MS, Perubahan Pola Penggunaan Energi di Seklor

Industri Dalam Masa Krisis Ekonomi, Buku Strategj Penyediaan Energi Sesudah Krisis Ekonomi, P3TKKE. BPPT, 1999

6. Boedoyo, MS, Case Study on Comparing Sustainable Energy Mixes for Electricity Generation in Indonesia, IAEA Meeting on Comprehensive Assessment of Comparing Electricity Generation Study, 1999, Viena, Austria.

7. Boedoyo, MS., Optimasi Suplai Energi dalam Memenuhi Kebutuhan Lislrik Jangka Panjang di Indonesia, Publikasi Ilmiah. Terhadap Strategi Penyediaan Energi National Jangka Panjang, P3TKKE, BPPT, April 2000.

8. Boedoyo, MS., Pemanfaatan CNG Pada Sektor Transportasi, Lokakarya Nasional, KNI-WEC, Jakarta, Pebruan 1989.

9. Boedoyo, MS., Suharyono, H., Perencanaan Kebutuhan dan Penyediaan LPG sebagai Pengganti Minyak Tanah, Laporan Internal, PTKKE-BPPT, 2006.

10. BPPT. Indonesian MARKAL, Database 2005 Document, 2006. 11. BPPT. Indonesian MARKAL, Hasil Run Pebruari 2007.

12. BPPT-PLN, Studi Assessment Bahan Bakar dan Arah Teknologi Pembangkit Masa Depan, Laporan Interim , Maret 2005.

(45)

13. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Informasi Energi, Handbook of Energy Economics, 2005

14. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Statistik Perminyakan Indonesia 2000 - 2005, Jakarta.

15. Suharyono, H, Boedoyo, MS, Clean Technology Options on Energy Supply Strategies in Indonesia, presented in CTI/Joint Seminar on Technology Diffusion the Asean and Small Island States of the Pacific Region. GOI, 2004.

16. Indonesia EPSAP Project, Third National Policy Study for Indonesia, The Future Technologies for Power Plant in Indonesian Regions with Particular Reference to the Use of Renewable Energy and Small Scale Coal Steam Power Plant, AUSAID, Final Report, May 2005.

17. Instruksi Presiden Nomor 01 Tahun 2006, tentang Penyediaan dan Pemanfaaat Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

18. Instruksi Presiden Nomor 02 Tahun 2006, tentang Penyediaan dan Pemanfaaat Batubara yang Dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain.

19. KEPMEN, Rencana Umum Katenagalistrikan Nasional 2004-2011, 2004.

20. National Renewable Energy Laboratory, Photovoltaic Research, PV Manufacturing R&D Cost/Capacily Analysis, US Research NREL 2005, http//www.nrel.gov/pv/pvmanufacturing/cost_ capacity.html

21. Penetapan Presiden Nomor 05 Tahun 2006, tentang Kebijakan Energi Nasional.

22. Prakoso, T et al. 2004. Production of Biodiesel by Utilizing Continuous Circulated Tank Reactor. Dep. Tehnik Kimia, Institut Teknologi Bandung, National Energy Congress-2004, 23-24 November 2004.

(46)

23. Priyanto, U., Laporan Internal tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Biooil/PPO, BPPT, 2006 - 2007.

24. PT. Parikesit Indotama-BPPT, Laporan Hasil Studi Evaluasi dan Pengkajian Program, Bidang Teknologi Energi, Desember 2003. 25. Pusat Informasi Energi - KNI-WEC, Studi Bauran Energi di

Indonesia, 2003

26. RUKN 2005, DESDM, Jakarta April 2005

27. Wirawan, S.S, Laporan Internal (Biodiesel), Engineering Center (BRDST), BPPT, 2004 - 2007.

DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH

1. Boedoyo, MS, Pemanfaatan Batubara Banko Sebagai Sumber Energi PLTU Batubara Suralaya V - VII, Lokakarya Nasional KNI-WEC, 1988.

2. Boedoyo, MS., Pemanfaatan CNG Pada Sektor Transportasi, Lokakarya Nasional. KNI-WEC, Jakarta, Pebruari 1989.

3. Boedoyo, MS., Kebutuhan dan Penyediaan Listrik di Indonesia, Prosiding Seminar Strategi Penyediaan Energi, BPPT, 1989. 4. Boedoyo, MS., Pemilihan Teknologi dalam Pengembangan

Industri Energi, Lokakarya Nasional, KNl-WEC. 1990

5. Boedoyo, MS., Indra, DN., Strategi Penyediaan Batubara Untuk PLTU Paiton, Lokakarya Nasional, KNI-WEC, 1990.

6. Boedoyo, MS., Kelayakan Pembangkit Tenaga Nuklir di Indonesia dan Pengaruh Harga Bahan Bakar Tahun 2005 - 2010, Lokakarya Nasional, KNI-WEC.1990.

7. Boedoyo, MS., Strategi Penyediaan Energi dan Peranan Perguruan Tinggi, Seminar Peranan Sumatera Selatan Sebagai Pusat Pengembangan Energi, UNSRI. 1991.

8. Boedoyo, MS, Program Konservasi di Industri Kecil, Lokakarya Nasional, KNI-WEC. 1991.

(47)

9. Boedoyo, MS.. Penerapan Teknologi Energi Pada Pembangkit Tenaga Listrik, Majalah llmiah, Energi dan Kita, No. 8,1990/1991. 10. Boedoyo. MS., Peningkatan Produksi Minyak di Duri dan Energi

Alternatif. Majalah llmiah, Energi dan Kita, No 9.1990/1991. 11. Djojonegoro, W., Boedoyo, MS., Strategi Penyediaan Energj

Yang Berwawasan Lingkungan, Lokakarya Nasional. KNI-WEC. 1992.

12. Boedoyo, MS., Kebutuhan dan Penyediaan Energi Sektor Rumah Tangga, Lokakarya Nasional, KNI-WEC. 1992

13. Boedoyo, MS., Strategi Kelistrikan Jangka Panjang di Indonesia, Lokakarya Nasional. KNI-WEC, 1993

14. Boedoyo, MS.. Pemanfaatan Hidrogen Sebagai Bahan Bakar Bersih Lingkungan pada Kendaraan Bermotor, Lokakarya Nasional, KNI-WEC, 1994.

15. Boedoyo, MS., Propek Pemanfaatan Fuel Cell Sebagai Alternatif Penyediaan Tenaga Listrik di Indonesia, Buku llmiah, Energi dan Lingkungan, DTE-BPPT, 1994.

16. Boedoyo, MS., Penerapan Teknologi De-NOx di Indonesia, KNI-WEC, 1995.

17. Boedoyo. MS., Analisa Teknologi Untuk Pemanfaatan Batubara Kualitas Rendah di Masa Mendatang di Indonesia, 1995

18. Boedoyo, MS., Pengkajian Teknolagi De-Sulphurisasi Tipe Semi Kering. 1995.

19. Boedoyo. MS., Aplikasi Cogenerasi Dalam Rangka Peningkatan Thermal Efisiensi Unit Pemakai Energi di Indonesia, 1995

20. Boedoyo, MS., Peranan Industri Dalam Menunjang Pengembangan Batubara sebagai Bahan Bakar di Sektor Industri, Prosiding Dialog Teknologi dan Industri '95, Jakarta, Oktober 1995

(48)

21. Boedoyo, MS., Peranan Konservasi Energi Dalam Meningkatkan Daya Saing Beberapa Produk Industri, Proceeding Lokakarya, KNI -WEC, Jakarta, 1995

22. Boedoyo, MS., Penerapan Teknologi Pembangkit Uap untuk Panas Proses Pada Industri di Indonesia, Majalah llmiah Pengkajian Industri, 1997

23. Boedoyo, MS., Pemanfaatan Limbah sebagai Energi Alternatif, Majalah llmiah, Teknologi Lingkungan, 1998.

24. Boedoyo, MS., Identifikasi Perubahan Pola Penyediaan Listrik di Sektor Industri, Seminar Ketenagalistrikan Nasional, Hari Listrik Nasional ke 50, Jakarta 31 Oktober -2 Nopember 1995, PLN 25. Boedoyo, MS., Strategi Penyediaan Energi dan Pencemaran

Udara, Proceeding Lokakarya, KNI - WEC.1996

26. Boedoyo.MS., Alkohol Sebagai Bahan Bakar Kendaraan, Inertap, DJLPE, September 1996

27. Sutrisna, P., Boedoyo, MS., Penerapan Teknologi Disel Combined Cycle Pada Pembangkit Listrik Tenaga Disel Terpasang, Proceeding Lokakarya, KNI-WEC, 1997

28. Boedoyo, MS., et al., KLH-UNEP-RISO Establishment of Metodological Framework for Mitigation Assessment, Prosiding, KLH-UNEP-RISO, 1998

29. Boedoyo, MS., Pemanfaatan Limbah Sebagai Energi Alternatif, Renewable Energy dan Efficiency Energy, DJLPE, Januari 1998. 30. Boedoyo, MS, Mobil Listrik Sebagai Alat Transportasi Masa

Depan, Buletin BPPT, 1998

31. Boedoyo, MS, Sampah Rumah Tangga Sebagai Sumber Energi, Buletin Energi, KNI-WEC, Triwulan I, Maret 1998

32. Boedoyo, MS, Environmental Consideration on Electricity Planning in Indonesia under Economic Crisis Scenario, Buku llmiah, Strategi Penyediaan Energi dalam Krisis Ekonomi, 1999

(49)

33. Boedoyo, MS., Case Study on Comparing Sustainable Energy Mixes for Electricity Generation in Indonesia, IAEA Meeting on Comprehensive Assessment of Comparing Electricity Generation Study, Viena 1999.

34. Boedoyo, MS., Sugiyono, A., Oplimasi Suplai Energi dalam Memenuhi Kebutuhan Listrik Jangka Panjang di Indonesia, Buku llmiah, Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Strategi Penyediaan Energi Nasional Jangka Panjang, DTKKE-BPPT. April 200 35. Boedoyo, MS., Penelitian Perkembangan Intensitas Energi di

Sektor Industri dan Upaya Penghematan Energi, Publikasi llmiah, Pengelolaan dan Pemanfaatan Energi Dalam Mendukung Pembangunan Nasional Berkelanjutan, DTKKE, Juli 2000. 36. Boedoyo, MS., Cross Border Trade of Indonesian Gas, on

Proceeding of The Sixth AEESEAP Triennial Conference, August 23-25, 2000, Pll, ISBN 979-96312-0-3

37. Boedoyo. MS., et al, Identification of Less Greenhouse Gases Emission Technologies in Energy Sector, Identification of Less Greenhouse Gases Emission Technologies, Meneg LH - UNDP, Desember 2001.

38. Boedoyo, MS., Adi, AC., System Wide Modelling of GHG Mitigation Analysis in Energy Sector, on Clean Development Mechanism Potential in Indonesia. Jakarta. May, 2002, AAECCP (P3TKKE), ISBN 979-95999-2-X

39. Boedoyo, MS., Analisis Tehnologi dalam Pembangkit Tenaga Listrik di Masa Mendatang, di Makalah llmiah Pengkajian Industri, Topik Energi, Edisi 17 Agustus 2002, ISSN 1410-3680.

40. Boedoyo, MS., Analisis Konsumsi Bahan Bakar pada Sektor Perikanan di Indonesia, di Majalah llmiah Pengkajian Industri Edisi l9 April 2003, ISSN 1410-3680

Gambar

Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Energi
Grafik 1. Cadangan Minyak Bumi dari Tahun 1995 s.d. Tahun 2005
Tabel 1. Produksi, Impor dan Ekspor BBM 2000 - 2005 (Ribu Barel)
Grafik 2. Perkembangan Cadangan Gas Bumi Terbukti dan Potensial dari Tahun 1995 s.d 2005.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Y = 76.715+ 0.429X1 dengan kontribusi 36,4%.. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah, supervisi akademik

Berdasarkan hasil analisis data per indikator pada tabel 1, maka dapat diketahui bahwa penilaian prestasi kerja pegawai fungsional umum di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

Pantai ini juga kaya akan jenis ikan laut sehingga banyak nelayan yang menangkap ikan, tidak heran jika di pantai ini terdapat tempat pelelangan ikan yang

meningkatkan kreativitas peserta didik sesuai dengan strategi pembelajaran yang dipilihnya, dan (2) kurangnya kemampuan guru dalam mengukur kemampuan kreativitas

Sama seperti halnya pada ordered list, digunakan 2 buah tag yaitu <ul> untuk memulai sebuah list berupa bullet, dan tag <li> untuk menuliskan isi dari list HTML yang

Nossek (1982: 25) mengartikan taktik sebagai pengaturan rencana perjuangan yang pasti untuk mencapai keberhasilan dalam pertandingan. Taktik merupakan kegiatan yang

(1) Benda, bangunan dan lingkungan kehidupan cagar budaya yang terdapat di wilayah Propinsi, dapat diusulkan menjadi KCB apabila memenuhi persyaratan sebagaimana

Pada penelitian studi awal metoda hibrid untuk data time series yang terintegrasi ini telah diidentifikasi kemungkinan penerapan DM dengan teknik kombinasi dan