• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Bina Desa. Revitalisasi Pengelolaan Mangrove melalui Peran Masyarakat dalam Konservasi Wilayah Pesisir di Pulau Tirang, Kota Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Bina Desa. Revitalisasi Pengelolaan Mangrove melalui Peran Masyarakat dalam Konservasi Wilayah Pesisir di Pulau Tirang, Kota Semarang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Korespondensi: Sulaimanrasyid66@gmail.com

Published by Pusat Pengembangan KKN, LPPM, Universitas Negeri Semarang

Submitted: 2019-04-14 Accepted: 2019-05-20 Published: 2019-06-25

Revitalisasi Pengelolaan Mangrove melalui Peran Masyarakat dalam

Konservasi Wilayah Pesisir di Pulau Tirang, Kota Semarang

Sulaiman Rasyid , Nindi Anindya Putri

Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang

Abstrak. Kawasan Hutan mangrove di kawasan pesisir Kota Semarang, tepatnya di Pulau Tirang tergolong

masih kurang lebat. Hal ini menjadikan kekhawatiran bagi penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Manfaat mangrove sangat banyak terutama sebagai penahan abrasi laut, sehingga upaya pelestarian hutan mangrove sangat penting untuk dilakukan. Kegiatan KKN (kuliah Kerja Nyata) yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Negeri Semarang dengan tema “Revitalisasi pengelolaan mangrove melalui peran masyarakat dalam konservasi wilayah pesisir” ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi utama hutan mangrove di sepanjang pesisir Kota Semarang. Kegiatan yang menjadi bagian dari salah satu program kuliah kerja nyata, bertempat di Desa Tapak Kelurahan Tugurejo,Kota Semarang. Penanaman mangrove dilaksanakan di pulau tirang, dengan Penanaman mangrove menggunakan bibit mangrove jenis Rhizophora Mucronata, penyampaian teknik penanaman mangrove disampaikan langsung Oleh warga masyarakat yang tergabung dalam organisasi PRENJAK dan diikuti masyarakat Desa Tapak.

Abstract. Mangrove forest area in the coastal area of Semarang City, precisely in Tirang Island is classified

as still not dense. This makes a concern for residents who live in coastal areas. The benefits of mangroves are very many, especially as a barrier to sea abrasion, so that the effort to preserve mangrove forests is very important to do. The Community Service Program conducted by Universitas negeri Semarang Students with the theme "Revitalizing mangrove management through the role of the community in the conservation of coastal areas" aims to restore the main function of mangrove forests along the coast of Semarang City. Activities that are part of one of the Community Service programs, located in the Village of Tapak, Tugurejo Village, Semarang City. Mangrove planting is carried out on tirang island, with mangrove planting using Rhizophora Mucronata mangrove seedlings, Submission of mangrove planting techniques is delivered directly by community members who are members of the PRENJAK organization and followed by Tapak Village community.

Keywords: revitalization; forest; mangrove; Semarang.

Pendahuluan

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang biak di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Mangrove merupakan vegetasi yang memiliki keunikan tersendiri. Hidup di zona pasang surut sehingga selalu dalam kondisi dataran yang tergenang air. Kemampuan hidup di air laut menyebabkan sistem perakarannya mampu melakukan osmoregulasi supaya garam tidak ikut masuk ke dalam tubuh. Supriharyono (2009) menjelaskan bahwa ekosistem mangrove hidup di antara pasang naik tertinggi sampai di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata pada daerah pantai yang terlindung. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah di bawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan

river banks.

p-ISSN 2715-6311

(2)

42

Mangrove menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem lain di sepanjang pantai tropis (Donato dkk., 2012). Keberadaan ekosistem mangrove ternyata mempunyai peranan yang cukup penting dalam mitigasi pemanasan global (Senoaji & Hidayat, 2016). Manfaat mangrove menurut Lasibani & Eni (2009) adalah sebagai mitigasi bencana seperti peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi pantai, gelombang pasang, tsunami, penahan sedimentasi, mencegah intrusi air laut dan menetralkan pencemaran air meski pada batasan tertentu.

Kawasan pesisir Kota Semarang mempunyai luas 5.039,17 Ha atau atau sekitar 0,02 persen dari luas total Kota Semarang (37.366.838 Ha). Adapun panjangnya kurang lebih 25 kilometer, antara lain di Kecamatan Tugu sepanjang 3,5 Km, Semarang Utara 5,56 Km, Semarang Barat 8,94 Km dan Genuk 7 Km. Kawasan tersebut meliputi 17 kelurahan, yaitu Kelurahan Kemijen, Tambakrejo, Tanjungmas, Bandarharjo, Panggung Lor, Tawangsari, Tambakharjo, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, Trimulyo, Mangkang Kulon, Mangunharjo, Mangkang Wetan, Randugarut, Karanganyar, Tugurejo dan Jrakah (Ridlo, 2016:131). Hal ini pula yang menjadi kekhawatiran masyarakat pesisir karena masih kurangnya hutan mangrove sebagai pelindung dari abrasi pantai mengingat Semarang juga merupakan kawasan pesisir yang rawan abrasi pantai dan gelombang tinggi pasang air laut. Keberadaan hutan mangrove yang masih kurang menimbulkan potensi abrasi pantai menjadi fenomena yang tidak dapat dielakkan. Melalui kegiatan rehabilitasi di pulau tiring ini diharapkan dapat meningkatnya produksi garam dan ikan, mengurangi abrasi pantai, menahan tiupan angin dari laut ke darat, meningkatkan tangkapan udang, kepiting dan kerang di pesisir serta meningkatkan potensi kawasan tersebut menjadi objek wisata pantai.

Mahasiswa KKN Universitas Negeri Semarang dan Organisasi PRENJAK (Perkumpulan Remaja Peduli Lingkungan Tapak) bersama warga masyarakat Desa Tapak Kelurahan Tugurejo, mengadakan kegiatan revitalisasi hutan mangrove di Pulau Tirang Semarang sebagai upaya penanggulangan abrasi pantai, juga menjaga ekosistem serta

kualitas lingkungan hidup di Pulau Tirang. Tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah; (1) menumbuhkan konsistensi dalam melestarikan lingkungan demi hidup yang berkualitas,

(2) turut berperan dalam upaya penyelesaian permasalah lingkungan hidup yang menimpa masyarakat pesisir khususnya Desa Tapak, (3) menjaga kelestarian alam, (4) menyatukan langkah dan membulatkan tekat demi generasi mendatang yang peduli terhadap lingkungan hidup, dan (5) menumbuhkan pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Metode

Pelaksanaan kegiatan penanaman mangrove dalam upaya revitalisasi hutan mangrove berada di pesisir Kabupaten Jepara. Kegiatan revitalisasi mangrove di pulau Tirang Kota Semarang dilaksanakan dalam 3 Tahapan yakni tahap pengajuan proposal di Dinas Lingkungan Hidup, pengambilan bibit di tempat pembibitan mangrove di Kota Batang, dan penanaman mangrove di Pulau Tirang. Pengajuan proposal, tim KKN UNNES menyusun proposal untuk meminta bibit mangrove sebanyak 2000 bibit dalam upaya untuk melancarkan program revitalisasi pulau tiring bersama warga. Hari Jumat tim berangkat dari posko kkn menuju kantor dinas lingkungan hidup dan kehutanan Provinsi Jawa Tengah yang beralamat di Jalan Setia Budi No. 201 B, Srondol Kulon, Banyumanik, Kota Semarang. Disana disambut oleh pegawai yang bertugas dan mulai memaparkan tentang isi proposal kami yang pada intinya meminta bantuan bibit mangrove guna keperluan kegiatan

(3)

43

reviatalisasi di Pulau Tirang. Dari hasil pengajuan proposal tersebut, mendapatkan bantuan bibit mangrove sebanyak 1000 bibit. Bibit mangrove yang diberikan jenisnya yakni Rhizopora Mucronata.

Tahap pengambilan bibit mangrove, setelah mendapat kabar bahwa proposal diterima dan mendapat bantuan bibit mangrove sebanyak 1000 bibit dan harus mengambilnya langsung di tempat pembibitannya di Desa Klidang Lor Sigandu, Kecamatan Batang, Kota Batang. Tim langsung bersiap untuk mengambil bibit mangrove tersebut, persiapan yang lakukan adalah dengan menyewa pick up dan memberikan kabar petugas pembibitan di desa tersebut bahwa akan mengambil bibitnya. Perjalanan dari Semarang-Batang memakan waktu selama 2 jam perjalanan.

Gambar 1. Pengambilan bibit mangrove di Desa Klidang Lor Sigandu

Gambar 2. Pengangkutan Bibit Mangrove jenis Rhizopora Mucronata sebanyak 1000 Bibit

Gambar 3. Penanaman Mangrove bersama warga masyarakat dan Lurah Tugurejo

Gambar 4. Penyampaian Materi Bagaimana Cara menanam Mangrove yang baik dan benar

(4)

44

Sesampainya di tempat pembibitan tim langsung disambut pegawai dari dinas lingkungan hidup untuk selanjutnya diarahkan langsung ke penjaga bibit mangrove tersebut dan dilakukan pengambilan bibit mangrove sebagaimana pada gambar 1 dan gambar 2. Jenis bibit yang diberikan ini adalah Rhizopora Mucronata yang mana Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Adapun manfaatnya ialah kayu dapat digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria (pendarahan pada air seni). Kadang-kadang ditanam di sepanjang tambak untuk melindungi pematang, bisa juga dijadikan olahan kripik mangrove.

Tahap pelatihan dan penanaman bibit mangrove, praktik penanaman mangrove dilaksanakan di pulau Tirang. Bersama Organisasi PRENJAK (Perkumpulan Remaja Peduli Lingkungan Tapak) dan warga masyarakat yang mengikuti pelatihan sekaligus penanaman mangrove yang dihadiri pula oleh Lurah Tugurejo sebagaimana pada gambar 3, gambar 4, dan gambar 5. Penanaman mangrove bertempat di Pulau Tirang Kelurahan Tugurejo Kota Semarang diikuti oleh mahasiswa KKN UNNES dan Mahasiswa KKN UIN Walisongo dan juga masyarakat Desa Tapak termasuk PRENJAK dan Lurah Tugurejo. Yang perlu disiapkan adalah bibit mangrove dan ajir sebanyak 1.000 batang. Penanaman di lokasi yang telah ditentukan dengan cara menancapkan bibit ke tanah sedalam 20 cm dan berjarak 50 cm dari bibit lainnya. Setelah bibit ditanam kemudian ditancapkan ajir di sekitar bibit sebagai penahan bibit agar tidak roboh, sehingga diikat dengan tali plastik. Ajir berupa bilah bambu panjang 1,5 m ditancapkan sedalam kurang lebih 50 cm atau lebih dalam sampai kuat kokoh berdiri.

Penanaman mangrove ini dihadiri kurang lebih 26 peserta, yang terdiri dari mahasiswa KKN UNNES dan mahasiswa KKN UIN Walisongo, tokoh pemuda, serta warga masyarakat Tapak dan Lurah Tugurejo. Penyampaian materi dilakukan langsung oleh mas Tian dan mas Arifin selaku pengurus dari PRENJAK (Perkumpulan Remaja Peduli Lingkungan Tapak) tentang bagaimana cara menanam mangrove yang baik dan benar agar hasilnya mangrove dapat menancap di tanah dengan kuat dan tidak roboh apabila terkena gelombang. Setelah penyampaian materi oleh mas Tian dan mas Arifin, mahasiswa KKN langsung mempraktikkan bagaimana cara menanam mangrove yang baik dan benar. Mulai dari memotong akar mangrove yang keluar, menggali lubang, hingga menancapkan bambu dan diikat dengan rafia untuk sementara agar mangrove dapat kokoh berdiri tegap.

Hasil dan Pembahasan

Pemanfaatan Potensi Hutan Mangrove

Kegiatan ini mencakup pelatihan yang diadakan Pulau Tirang sebelum melaksanakan penanaman mangrove. Peserta pelatihan sebanyak 26 peserta yang terdiri dari mahasiswa KKN UNNES dan mahasiswa KKN UIN Walisongo, Lurah Tugurejo, tokoh pemuda, serta warga masyarakat Tapak, Tugurejo. Kegiatan ini bertujuan membentuk mindset kepada para peserta mengenai potensi yang dimiliki oleh hutan mangrove, identifikasi potensi hutan mangrove serta pemanfaatan hutan mangrove beserta dampaknya. Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Beberapa manfaat mangrove antara lain adalah menjernihkan air, mengawali rantai makanan, melindungi dan memberi nutrisi, manfaat bagi

(5)

45

manusia, tempat tambat kapal, obat-obatan, pengawet, pakan dan makan. Dampak kerusakan hutan mangrove meliputi; instrusi air laut turunnya kemapuan ekosistem mendegrasi sampah organik, minyak bumian, penurunan keanekaragaman hayati di wilayah pesisir, peningkatan abrasi pantai, turunnya sumber makanan, tempat pemijah dan bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun, turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut dan lain-lain, peningkatan pencemaran pantai (Wijayanti, 2017).

Selain pelatihan dan penanaman bibit mangrove, tim KKN UNNES juga melakukan suatu inovasi yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar melalui pemanfaatan buah mangrove yaitu Rhizopora Mucronata. Acara ini dihadiri oleh organisasi masyarakat Putri Tirang yang terdiri dari komunitas ibu-ibu yang bergerak memajukan perekonomian Desa Tapak. Buah ini di panen dari hutan mangrove Desa Tapak yang pemilihan buahnya di dampingi oleh Mas Tian selaku tokoh pemuda PRENJAK. Buah mangrove usia tua dan muda dapat dilihat dari bonggol buah. Buah mangrove tua lebih mudah di lepas dari bonggol dan terdapat garis kurang lebih 5 cm dari batas akhir bonggol, sedangkan pada buah mangrove muda tidak terdapat garis serta tidak dapat dilepaskan dari bonggol. Rhizopora Mucronata telah terbukti baik secara empiris maupun klinis memiliki potensi sebagai anti diare. Pemahaman pentingnya pemanfaatan hutan mangrove perlu ditanamkan terutama kepada masyarakat Desa Tapak, Tugurejo.

Pengelolaan lahan dan air, Pembenihan, dan Budidaya Mangrove

Pelatihan tahap ini telah menjurus pada mekanisme yang akan dikerjakan pada saat praktik pembibitan dan penanaman mangrove. Tujuan diberikan pelatihan ini adalah agar terwujud pengetahuan dan sikap bagi peserta untuk melakukan pengelolaan penanaman mangrove di pesisir pantai. Pengelolaan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung didalamnya (Lisbani & Eni, 2009). Nikijuluw (2002), menyatakan bahwa pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan memberikan manfaat positif yaitu mampu mendorong pemerataan (equity) dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik, responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal dan masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumber daya secara berkelanjutan.

Kawasan hutan mangrove di Desa Tapak masih terjaga dengan baik, namun selama melakukan perjalanan menuju Pulau Tirang masih banyak di temukan sampah, baik sampah yang berasal masyarakat maupun sampah nelayan seperti jaring dan kapal. Hutan mangrove di Desa Tapak ini telah berubah menjadi desa wisata, yang mana setiap hari terlihat ada beberapa wisatawan atau warga sekitar memancing di beberapa area tambak. Hal ini tentunya menjadi permasalahan yang serius karena sampah yang semakin banyak dan tidak ada tindak lanjut atau kesadaran dari wisatawan maupun warga sekitar. Dari pelatihan ini kemudian dijadikan contoh nyata bahwa melestarikan hutan mangrove sangat penting, karena langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat setempat, yaitu bencana gelombang dan angin besar. Mangrove mampu menahan gempuran ombak dan angin sehingga dijadikan sebagai benteng alami untuk menyelamatkan tanah dan rumah penduduk sekitarnya. Selain dari pelatihan ini, tim KKN juga mengadakan Seminar Lingkungan Hidup dan mendatangkan pembicara dari Dinas Lingkungan Hidup terdekat. Seminar ini dihadiri oleh ibu-ibu, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda. Seminar ini bertujuan untuk mendukung

(6)

46

pemanfaatan potensi hutan mangrove yang sudah ada agar dapat di jaga dan di rawat oleh khususnya warga masyarakat sekitar.

Penanaman Bibit Mangrove

Pembibitan mangrove dipilih dari jenis Rhizopora Mucronata, yaitu spesies dengan sistem perakaran lutut yang khas dan sering dijadikan ikon pohon mangrove. Jenis ini dipilih karena konstruksi akar yang kuat dan mampu hidup dalam genangan air laut. Untuk mendidik masyarakat, dianjurkan untuk mengikutsertakan masyarakat sekitar tapak dengan cara melibatkan mereka secara langsung pada saat penanaman. Dengan demikian, diharapkan muncul rasa kepemilikan tanaman mangrove, di areal penanaman. Selanjutnya, usaha ini juga dilakukan untuk mempermudah pekerjaan, pada saat tahap penyiangan dan pemeliharaan, karena masyarakat bisa dengan mudah diajak bekerja sama. Hal ini karena mereka telah merasa memiliki mangrove yang mereka tanam.

Persiapan Lahan Tanam Mangrove

Lokasi penanaman mangrove disiapkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat penanaman. Beberapa pekerjaan yang dilakukan adalah pembersihan lahan dari tumbuhan pengganggu. Lokasi yang di pilih adalah pesisir Pulau Tirang yang dapat di tempuh dengan menggunakan kapal selama 20 menit dari lokasi wisata mangrove Tapak, Tugurejo. Mangrove dapat juga di tanam di tanggul, pelataran dan pinggiran saluran air tambak. Lahan yang digunakan untuk menanam mangrove harus bersih dari rumput liar. Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam. Jalur tanam dapat dibuat dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul, jarak satu dengan yang lainnya adalah 1 meter. Atau lebih sederhananya lagi bisa dengan menancapkan ajir, tiap ajir berjarak 1 meter untuk menandai akan di tanamnya mangrove di area tersebut. Pengangkutan dan Pendistribusian Bibit

Bibit mangrove diambil di tempat pembibitannya di Desa Klidang Lor Sigandu, Kecamatan Batang, Kota Batang dan diangkut dengan hati-hati agar tidak rusak dengan menggunakan pick up menuju Desa Tapak, Tugurejo. Bibit mangrove diletakkan dan diatur sedemikian rupa sehingga bisa tersusun secara rapi, di lokasi yang terlindung dari sinar matahari secara langsung. Bibit mangrove di angkut dengan menggunakan kapal untuk menuju Pulau Tirang guna melakukan penanaman bibit mangrove.

Penancapan Ajir

Ajir adalah potongan bambu dengan panjang 1 meter yang diikatkan dengan bibit mangrove menggunakan tali rafia. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air pasang.

Penanaman Mangrove

Penanaman bibit mangrove di lokasi penanaman dengan jarak tanam 1m×1m. Penanaman mangrove diatur sedemikian rupa sehingga tidak merubah sifat alami mangrove, yaitu membentuk tegakan murni. Pada lahan tanam yang tidak terendam air, dibuatkan lubang di dekat ajir dengan ukuran lebih besar dari ukuran polibag dan kedalaman dua kali lipat dari panjang polibag. Pada lahan yang tergenang air, bibit cukup dibenamkan hingga kedalaman di mana tanah dalam polibag terendam lumpur. Bibit ditanam secara tegak dengan melepaskan bibit dari polibag secara hati-hati agar tidak merusak akarnya.

(7)

47

Keberhasilan penanaman mangrove membutuhkan pemeliharaan yang tepat. Aktivitas ini terutama di perlukan pada awal tahun penanaman. Praktik pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiangan, penyulaman, penjarangan, dan pengontrolan terhadap faktor perusak. (1) Penyiangan (Weding), penyiangan dilakukan 2 kali dalam setahun, penyiangan tidak perlu dilakukan setelah tanaman mangrove mencapai tinggi 2 meter pada tingkat ini, tanaman mangrove tinggi dan cukup kuat untuk berkompetisi dalam pemanfaatan ruang dan cahaya matahari. Di areal penanaman mangrove yang agak tinggi, sehingga kurang insentif terkena air pasang biasanya cocok sebagai tempat tumbuh tanaman paku, oleh karena itu apabila muncul jenis pakuan tersebut maka segera mungkin di pangkas atau di babat. (2) Penyulaman adalah penanaman semai mangrove untuk menggantikan tanaman yang mati, cara penyulamannya sama dengan penanamannya. Penyulaman dilaksanakan sampai umur tiga bulan. (3) Penjarangan merupakan penebangan sebagian pohon yang masih muda dengan maksud memberikan ruang tumbuh yang ideal bagi pohon lainnya, sehingga akan memperoleh tegakkan mangrove dengan kualitas yang lebih baik. (4) Perlindungan tanaman penanaman di daerah pertambakan atau bekas tambak biasanya sering diganggu oleh ketam/kepiting. Ketam/kepiting ini biasanya menyerang tanaman mangrove sampai berumur 1 tahun. Caranya dengan menggigit batang anakan mangrove secara melingkar sehingga suplai makan terputus. Akibatnya lama kelamaan tanaman akan mati. Ada beberapa cara untuk mengatasi gangguan ini. Pertama, bibit/benih mangrove ditanam lebih banyak atau rapat-rapat di daerah yang sering diganggu ketam/kepiting. Harapannya sebagian dari bibit/benih ini akan lolos dari gangguan dan dapat tumbuh dengan baik. Kedua, benih ditanam sekaligus dua dan rapat dalam satu lubang. Dengan demikian ketam tidak dapat memanjat atau menggigit benih yang rapat ini. ketiga, membungkus bibit/benih dengan bambu yang telah dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing bagian bawahnya.

Melihat kondisi alam dan pemberdayaan masyarakat pesisir hutan mangrove Tapak, perlu adanya program rehabilitasi yang direncanakan dengan saksama. Tidak hanya dari sisi masyarakatnya saja, tetapi perlu adanya dukungan dari pihak pemerintah dalam membuat regulasi terkait rehabilitasi mangrove. Dengan adanya dukungan dari kedua pihak tersebut maka program rehabilitasi akan tercapai. Diharapkan dari program tersebut akan memberikan luaran sebagai berikut: (a) dapat mewujudkan konservasi sebagai dasar pelestarian hutan mangrove yang berkaitan dengan aspek perikanan dan ekowisata (ecotourism), (b) dapat berperan sebagai pusat kegiatan yang bertanggungjawab terhadap pelestarian hutan mangrove, (c) mampu mewujudkan pola rehabilitasi dan pengelolaan yang efektif, sederhana dan tepat terhadap hutan mangrove, (d) mampu menghasilkan tenaga (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dalam mengelola dan merehabilitasi hutan mangrove.

Kelestarian ekosistem mangrove sangat penting untuk dilakukan karena selain berdampak positif terhadap lingkungan juga mendatangkan nilai ekonomi yang cukup besar. Salah satunya adalah dengan pengolahan buah mangrove menjadi keripik dan semakin banyaknya wisatawan yang datang. Meskipun keberadaan mangrove kurang dari 1% dari total luas hutan tropis di seluruh dunia yang tersebar di 123 negara, mangrove menyediakan berbagai jenis produk dan jasa lingkungan yang signifikan bagi mata pencaharian, kehidupan dan perlindungan bagi jutaan manusia yang tinggal di wilayah pesisir. Selain itu juga mangrove merupakan tempat perbenihan ikan, udang, kepiting, dan berbagai satwa seperti burung, bekantan, dan lain-lain. Mangrove juga dapat menghasilkan produk kayu dan non kayu (Faizah, 2019).

(8)

48

Simpulan

Dampak yang ditimbulkan dengan adanya rehabilitasi hutan mangrove dapat meningkatnya produksi garam dan ikan, mengurangi abrasi pantai, menahan tiupan angin dari laut ke darat, semakin banyak tangkapan biota (udang, kepiting, kerang) di pesisir, dan menjadikan kawasan tersebut menjadi daerah objek wisata. Pengelolaan hutan mangrove yang diberikan adalah progresif, artinya lokasi penelitian dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal. Kawasan hutan mangrove bisa terwujud dengan baik apabila didukung oleh semua pihak yang memiliki kepentingan atas lahan tersebut. Sehingga dibutuhkan data Rencana Tata Ruang dan Wilayah, peruntukan lahan serta informasi dari pemerintah desa tentang kepemilikan lahan yang dijadikan kawasan hutan mangrove.

Referensi

Donato, D.C., Kauffman, J.B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., & Kanninen, M. (2012). Mangrove Salah Satu Hutan Terkaya Karbon di Daerah Tropis. Brief

CIFOR,12,1-12.

Faizah, N. (2019). Hutan Mangrove yang Lestari Dampaknya Juga Akan ke Ekonomi. http://www.m.bisnis.com.

Gillikin, D., & Verheyden, A. (2005). Rhizophora mucronata Lamk 1804. Panduan lapangan untuk mangrove Kenya.

Lisbani, S.M. & Eni, K., (2009). Pola Penyebaran Pertumbuhan ”Propagul” Mangrove Rhizophoraceae di Kawasan Pesisir Sumatera Barat. Jurnal Mangrove dan Pesisir, 10(1), 38.

Nikijuluw, V. (2002). Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.

Ridlo, M. A. (2016). Mengupas Problema Kota Semarang Metropolitan. Yogyakarta: Deepublish.

Senoaji, G. & Hidayat, M. F. (2016). Peranan Ekosistem Mangrove di Pesisir Kota Bengkulu Dalam Mitigasi Pemanasan Global Melalui Penyimpanan Karbon. Jurnal Manusia dan

Lingkungan, 23(3), 327-333.

Supriharyono, S. (2009). Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut

Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tomlinson, P.B. (1986). The botany of mangrove. London: Cambridge University Press. Wijayanti, D. (2017) Kawasan Ekoeduwisata Konservasi Mangrove Di Baros, Tirtohargo,

Gambar

Gambar 4. Penyampaian Materi Bagaimana  Cara menanam Mangrove yang baik dan benar

Referensi

Dokumen terkait

Persentase ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 35% meningkat menjadai 100% pada siklus II dengan Nilai rata-rata sebesar 84,5.Dari data yang diperoleh tersebut,

Pemodelan masalah penjadwalan ini dirumuskan dengan fungsi objektif yang meminimumkan biaya yang dikeluarkan pengelola kamar darurat dengan kendala: (i) tersedianya dokter

TOAFL adalah singkatan dari ―Test of Arabic as Foreign Language‖. Penamaan ini memang dimaksudkan agar TOAFL lebih mudah diucapkan dan dikenal oleh banyak orang,

Survei awal penelitian menunjukkan bahwa para guru memiliki indikasi tingkat keterikatan kerja (lack of work engagement) yang rendah , kurang pemaknaan kerja sebagai

Dari hasil wawancara dengan guru matematika kelas VII di SMPN 5 Sekotong tanggal 3 sampai 4 November 2017 terdapat beberapa masalah yang ditemukan oleh peneliti yaitu

Anugrawati dan Wahidahwati (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh pengungkapan CSR dan informasi keuangan yang diproksi dengan laba akuntansi, arus kas

Kelainan neurologi yang timbul pada penderita AIDS secara umum dapat dikelompokkan menjadi: (a) Primer/ komplikasi langsung terlibat pada sistem saraf yang terinfeksi HIV