commit to user
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode Magnetotellurik
Metode Magnetotellurik (MT) merupakan metode geofisika pasif yang memanfaatkan perubahan medan magnet (Hx, Hy, dan Hz) dan medan listrik (Ex dan Ey) bumi yang menjalar secara ortoghonal di permukaan bumi untuk memetakan tahanan jenis batuan di bawah permukaan dari puluhan meter hingga ratusan kilometer (Simpson, 2005). Sumber elektromagnetik bumi berasal dari dalam bumi dan luar bumi. Sumber elektromagnetik yang berasal dari dalam bumi berasal dari aktivitas arus konveksi terhadap inti bumi maupun mantel bumi dan kerak bumi. Sedangkan sumber elektromagnetik yang berasal dari luar bumi berasal dari interaksi solar wind dengan lapisan magnetosfer dan petir yang terdapat pada lapisan ionosfer. Pada metode MT sumber elektromagnetik yang digunakan hanya sumber dari luar bumi dikarenakan variasi sumber elektromagnetik di dalam bumi sangatlah kecil. Interaksi solar wind dengan lapiasan magnetosfer menghasilkan medan elektromagnetik yang berfrekuensi kurang dari 1 Hz sedangkan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh petir yang terdapat di lapisan ionosfer berfrekuensi lebih dari 1 Hz (Naidu, 2012).
Secara sederhana penjalaran gelombang elektromangetik yang menjadi konsep dasar dari metode MT dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.1 dimana arus alami dari bumi yang ditangkap oleh transmiter (T) membangkitkan medan magnet primer maka timbulah gelombang elektromagnetik (EM) di permukaan bumi, dikarenakan sumber yang digunakan fluktuatif sehingga timbulah fluks magnet. Jika terdapat ore body di bawah permukaan, maka akan terjadi proses induksi sehingga timbul arus listrik yang di sebut eddy current. Arus eddy tersebut akan membangkitkan medan elektromagnetik sekunder yang nantinya akan diterima oleh
commit to user
Gambar 2 1. Konsep gelombang elektromagnetik (Unsworth, 2006)
2.1.1. Konsep Dasar Metode Magnetotellurik
Perilaku gelombang elektromangetik yang menjadi dasar metode Magnetotellurik dideskripsikan oleh persamaan Maxwell yang merupakan gabungan dari beberapa hukum kemagnetan dan kelistrikan.
∇ ̅ 𝑥 𝐸̅ = −𝜕𝐵̅ 𝜕𝑡 (2.1) ∇ ̅. 𝐵̅ = 0 (2.2) ∇ ̅. 𝐷̅ = 𝑞 (2.3) ∇ ̅ 𝑥 𝐻̅ = 𝐽 + 𝜕𝐷̅ 𝜕𝑡 (2.4)
Dimana 𝐸̅ adalah medan listrik (V 𝑚−1), 𝐵̅ adalah induksi magnetik (T), 𝐻̅ adalah
medan magnet (A 𝑚−1), 𝐷̅ adalah pergeseran listrik (C 𝑚−2), J adalah rapat arus
listrik (A 𝑚−2) dan q adalah rapat muatan listrik (C 𝑚−3).
Persamaan (2.1) adalah hukum Faraday yang mendiskripsikan bahwa sirkulasi medan listrik yang timbul di sekitar loop tertutup dikarenakan adanya perubahan induksi magnetik terhadap waktu yang menembus loop tertutup tersebut
T R Surface Secondary magnetic flied Ore Body Induced electric currents
commit to user
dimana arah gaya gerak listrik berlawanan dengan variasi induksi magnet yang menyebabkanya. Persamaan (2.2) menyatakan tidak terdapat muatan magnetik bebas atau monopol. Persamaan (2.3) merupakan hukum Gauss yang menyatakan besar fluks elektrik pada suatu ruang sebanding dengan muatan total yang terdapat pada ruangan tersebut. Persamaan (2.4) merupakan hukum Ampere yang mendiskripsikan tentang timbulnya sirkulasi medan magnet karena fluks total arus listrik yang disebabkan oleh arus konduktif dan arus perpindahan, dengan asumsi variasi waktu pergeseran listrik dapat diabaikan. Untuk khasus medium homogen isotropis berlaku hubungan :
𝐵̅ = 𝜇𝐻̅ (2.5)
𝐷̅ = 𝜀𝐸̅ (2.6)
J = 𝜎 𝐸̅ = 𝐸̅
𝜌 (2.7)
Persamaan Maxwell yang digunakan pada metode magnetotellurik menerapkan asumsi bahwa gelombang elektromagnetik yang menjalar merupakan gelombang bidang, bumi tidak membangkitkan gelombang elektromagnetik tetapi hanya menyerap atau menghamburkan sebagian gelombang elektromagnetik, tidak ada akumulasi muatan bebas di dalam bumi berlapis dan bumi bersifat konduktif (Simpson & Bahr, 2005). Pada studi MT dimana 𝜀 adalah permitivitas listrik dan 𝜇 permeabilitas magnetik dapat diabaikan apabila dibandingkan dengan variasi konduktivitas batuan atau material (𝜎), 𝜌 adalah tahanan jenis (Ω m). Besar permitivitas listrik dan permeabilitas magnetik pada ruang hampa adalah 𝜀ₒ = 8,85 𝑥 10−12 𝐹 𝑚−1 dan 𝜇ₒ = 1,2566 𝑥 10−6 𝐻 𝑚−1. Dengan menerapkan asumsi diatas maka persamaan Maxwell dapat dituliskan menjadi
∇ ̅ 𝑥 𝐸̅ = −𝜕𝐵̅ 𝜕𝑡 (2.8) ∇ ̅. 𝐵̅ = 0 (2.9) ∇ ̅. 𝐸̅ = 0 (2.10)
commit to user ∇
̅ 𝑥 𝐵̅ = 𝜇𝜎𝐸̅ + 𝜇𝜀𝜕𝐸̅
𝜕𝑡 (2.11)
dengan melakukan operasi curl pada persamaan (2.8) dan mensubtitusi persamaan (2.11) di dapatkan persamaan ∇ ̅ 𝑥(∇ ̅ 𝑥 𝐸̅) = ∇ ̅ 𝑥(−𝜕𝐵̅ 𝜕𝑡) ∇ ̅ 𝑥(∇ ̅ 𝑥 𝐸̅) = −𝜕 𝜕𝑡(∇ ̅ 𝑥𝐵̅) ∇ ̅ 𝑥(∇ ̅ 𝑥 𝐸̅) = −𝜕 𝜕𝑡(𝜇𝜎𝐸̅ + 𝜇𝜀 𝜕𝐸̅ 𝜕𝑡) (2.12)
dengan menggunakan vektor identitas
∇ ̅ 𝑥(∇ ̅ 𝑥 𝐸̅) = ∇̅( ∇̅. 𝐸̅) − ∇̅2𝐸̅ maka persamaan (2.12) menjadi
∇
̅( ∇̅. 𝐸̅) − ∇̅2𝐸̅ = −𝜕
𝜕𝑡(𝜇𝜎𝐸̅ + 𝜇𝜀 𝜕𝐸̅
𝜕𝑡)
dengan asumsi tidak ada arus di dalam bumi ∇̅. 𝐸̅ = 0, didapatkan persamaan gelombang ∇ ̅2𝐸̅ = 𝜇(𝜎 𝜕𝐸̅ 𝜕𝑡+ 𝜀 𝜕2𝐸̅ 𝜕𝑡2̅̅̅̅) (2.13)
Bumi diasumsikan sebagai lingkungan yang kondusif maka arus konduksi lebih mendominasi sehingga efek arus perpindahan dapat diabaikan, sehingga didapatkan persamaan
∇
̅2𝐸̅ − 𝜇𝜎 𝜕𝐸̅
𝜕𝑡 = 0 (2.14)
Bumi dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan kondusif sehingga persamaan (2.14) yang merupakan persamaan difusi dapat digunakan dalam menganalisis data MT. Solusi umum untuk persamaan gelomban datar dengan frekuensi anguler 𝜔 yang mejalar ke arah z adalah
commit to user
Subtitusi persamaan (2.15) ke dalam persamaan (2.14) didapatkan persamaan
∇ ̅2𝐸̅ − 𝜇𝜎 𝜕(𝐸̅ₒ𝑒−𝑖𝜔𝑡+𝑘𝑧) 𝜕𝑡 = 0 ∇ ̅2𝐸̅ − 𝜇𝜎 (𝑖𝜔𝐸̅) = 0 (∇̅2+ (−𝜇𝜎 𝑖𝜔))𝐸̅ = 0 (2.16)
Persamaan 2.16 dapat dituliskan menjadi
(∇̅2+ 𝑘2)𝐸̅ = 0
Sehingga didapatkan pesamaan 𝑘 yang merupakan bilangan gelombang kompleks
𝑘 = −𝜇𝜎 𝑖𝜔
Penyelesaian 𝑘 ditunjukan pada persamaan
𝑘 = ±(1 − 𝑖)√𝜇𝜎𝜔2 (2.17)
Sehingga perambatan medan magnet bumi dapat dituliskan seperti berikut
𝐸̅ = 𝐸̅ₒ𝑒−𝑖𝜔𝑡𝑒𝑖√
𝜇𝜎𝜔 2 𝑧𝑒−√
𝜇𝜎𝜔
2 𝑧 (2.18)
Skin depth (𝛿) didefinisikan sebagai jarak kuat medan lisrik yang mengalami
peluruhan oleh 1/e dari kekuatan medan asal, dimana dirumuskan
𝑒−1 = 𝑒√
𝜇𝜎𝜔 2 𝛿
Dimana 𝜇 = 𝜇ₒ , 𝜎 = 1
𝜌 dan 𝜔 = 2𝜋𝑓 sehingga didapatkan persamaan
𝛿 = √𝜇𝜎𝜔2
commit to user
Pada persamaan (2.19) dimana frekuensi berbading terbalik dengan skin depth hal ini dapat diartikan semakin besar periode atau waktu perekaman data maka semakin besar penetrasi yang didapatkan. Solusi umum untuk kuat medan magnet pada gelombang elektromagnet dapat ditulis
𝐻̅ = 𝐻̅ₒ𝑒−𝑖𝜔𝑡 (2.20)
dengan mansubtitusikan persamaan (2.20) kedalam persamaan (2.1) sehingga didapatan persamaan
𝐻̅ = 1
𝑖𝜔𝜇ₒ ∇̅𝑥𝐸̅ (2.21)
Komparasi antara medan magnet dan medan listrik yang saling tega lurus dituliskan
𝐸̅𝑥= 𝐸̅ₒ 𝑒−𝑘𝑧𝑒−𝑖𝜔𝑡 (2.22)
𝐻̅𝑦 = 1
𝑖𝜔𝜇ₒ𝐸̅ₒ 𝑒
−𝑘𝑧𝑒−𝑖𝜔𝑡 (2.23)
Untuk menjelaskan informasi tentang tahanan jenis struktur bumi dari pengukuran di permukaan (z = 0), rasio dari pengukuran tegak lurus medan listrik dan medan magnet didefinisikan sebagai impedansi yang dirumuskan
𝑍𝑥𝑦 = 𝐸̅𝑥 𝐻̅𝑦 =
(𝑖−1)
√2 √𝜔𝜇𝑜𝜌 (2.24)
dari persamaan (2.24) diatas didapatkan persamaan tahanan jenis semu sebagai berikut 𝜌𝑥𝑦 = 1 𝜔𝜇𝑜| 𝐸̅𝑥 𝐻̅𝑦| 2 (2.25) dengan fase 𝜑𝑥𝑦 = 𝑡𝑎𝑛−1(𝑍𝑥𝑦) (Xiao, 2004) (Unsworth, 2006).
commit to user
2.1.2.Magnetotellurik 2-Dimensi
Pada umumnya data Magnetotellurik (MT) berupa kurva sounding tahanan jenis semu terhadap frekuensi dan kurva fasa terhadap frekuensi. Pemodelan data MT 2D nilai tahanan jenis bervariasi dalam arah horizontal sesuai lintasan pengukuran dan arah vertikal atau kedalaman. Jika bumi dipandang sebagai 2D, berlaku Zxx = Zyy = 0 dan Zyx ≠ Zxy maka tensor impedansi yang berisi arah dan dimensi pada kasus 2D dituliskan
[𝐸̅𝑥 𝐸̅𝑦] = [ 0 𝑍𝑥𝑦 𝑍𝑦𝑥 0 ] [ 𝐻̅𝑥 𝐻̅𝑦] (2.26) dimana, 𝑍𝑥𝑦 = 𝐸̅𝑥 𝐻̅𝑦 (2.27) 𝑍𝑥𝑦 = 𝐸̅𝑦 𝐻̅𝑥 (2.28)
Untuk kasus 2-D, medan magnet dan medan listrik saling tegak lurus dimana terdapat salah satu medan yang sejajar struktur utama (strike) yang diasumsikan sebagai sumbu x. Medan yang sejajar strike akan menginduksi medan satunya yang tegak lurus strike ke arah horizontal (sumbu y) dan vertikal (sumbu z). Kondisi ini diistilahkan dalam dua mode yaitu mode Transverse Electric/E-polarization (TE) dan mode Transverse Magnetic/B-polarization (TM) (Simpson & Bahr, 2005). Pada persamaan (2.27) diatas merupakan persamaan impedansi untuk mode TE, mode TE merupakan kondisi dimana medan litrik mengalami polarisasi ke arah
strike sehingga medan magnet berada pada sumbu y dan sumbu z. Sedangkan untuk
mode TM merupakan kondisi dimana medan magnet mengalami polarisasi ke arah
strike sehingga mendan listrik berada pada sumbu y dan sumbu z, dengan impedansi
seperti pada persamaan (2.28). Dari kedua komponen impedansi diatas, didefinisikan tahanan jenis semu dan fase dengan persamaan sebagai berikut :
𝜌𝑥𝑦 = 1 𝜔𝜇𝑜| 𝐸̅𝑥 𝐻̅𝑦| 2 dengan 𝜑𝑥𝑦= 𝑡𝑎𝑛−1(𝑍𝑥𝑦) (2.29)
commit to user 𝜌𝑦𝑥 = 1 𝜔𝜇𝑜| 𝐸̅𝑦 𝐻̅𝑥| 2 dengan 𝜑𝑥𝑦 = 𝑡𝑎𝑛−1(𝑍 𝑦𝑥) (2.30)
diamana 𝜌𝑥𝑦 dan 𝜑𝑥𝑦 adalah tahanan jenis semu dan fase pada mode TE, sedangkan
𝜌𝑦𝑥 dan 𝜑𝑥𝑦 adalah resistifitas-semu dan fase pada mode TM. Untuk memudahkan
komputasi, penentuan strike menjadi sangat perlu agar memudahkan dalam pengolahan data pada pemodelan MT 2-D dengan mode TE dan TM. Pada pengukuran dilakukan dengan memilih koordinat yang sejajar atau tegak lurus
strike tetapi hal ini sulit dilakukan saat pengukuran sehingga dalam pengolahan data
dapat dilakukan rotasi data agar sejajar dengan strike (Xiao,2004) (Unsworth, 2006).
2.2. Static Shift
Static Shift atau pergeseran statis adalah pergeseran kurva MT dalam mode
TE maupun TM dari posisi sebenarnya. Fenomena pergeseran statis ini dikarenakan adanya heterogenitas dekat permukaan dan efek dari topografi. Heteregonitas pada suatu lapisan yang tidak homogen menyebabkan medan listrik terakumulasi pada batas lapisan tersebut (Grandis, 1996). Medan listrik yang dihasilkan pada batas lapisan resistif akan berkurang sehingga nilai impedansi dan nilai tahanan jenis yang terukur berkuran pada bagian yang resistif. Hal ini mempengaruhi semua frekuensi pada titik-titik pengukuran, dampaknya kurva tahanan jenis sounding akan tergeser ke atas jika melewati lapisan resistif dan akan tergeser ke bawah jika melewati lapisan konduktif. Pada umumnya daerah prospek panas bumi di Indonesia memiliki kondisi topografi dengan tingkat ketinggian yang beragam, dimana semakin besar perbedaan ketinggian maka semakin besar pula pergeseran statif yang terjadi.
Efek pergeseran statis dapat menyebabkan kesalahan dalam pemodelan. Sehingga dibutuhkan cara mereduksi pergeseran statif agar didapatkan pemodelan yang benar yang nantinya dapat diinterpretasi dengan semestinya. Salah satu cara mereduksi pergeseran statis mengunakan data metode geofisika yang lain yaitu
commit to user
menggunakan Time Domain Electromagnetic (TDEM). TDEM merupakan salah satu metode geofisika aktif yang memanfaatkan induksi elektromagnetik untuk menentukan struktur tahanan jenis bawah permukaan dangkal. Hasil metode TDEM yang berupa kurva tahanan jenis semu yang nantinya berfungsi untuk koreksi statik kurva MT. Metode TDEM digunakan karena TDEM mengukur medan magnet sekunder, relatif tidak terpengaruh oleh anomali permukaan lokal dan juga tidak dipengaruhi oleh kondisi topografi di permukaan. Selain itu, data yang dihasilkan dengan metode TDEM memiliki resolusi tinggi untuk struktur tahanan jenis dangkal berkisar (50-500) m di bawah permukaan sedangkan data MT tidak dapat melihat zona dangkal sedetail TDEM. Sehingga TDEM sangat efektif untuk mengoreksi pergeseran statis dalam metode magnetotelurik. Biasanya survey TDEM dilakukan dilokasi yang sama setelah dilakukanya survey MT. Mereduksi pergeseran statis dengan data TDEM digunakan teknik static stripping yaitu sebuah teknik memindahkan kurva hasil MT yang nantinya akan dicocokan dengan kurva hasil TDEM pada frekuensi tinggi. Dalam praktiknya metode static stripping yaitu memilih suatu titik di akhir frekuensi tinggi dari kurva tahanan jenis semu MT yang nantinya akan dicocokan dengan kurva TDEM pada frekuensi yang sama, lalu kurva MT diseret ke posisi baru dan dikalikan dengan skala dari nilai yang baru (Irfan, 2010).
2.3. Sistem Panas Bumi
Sistem panas bumi terdiri dari beberapa elemen penting yaitu sumber panas,
reservoir, batuan impermeabel dan fluida. Pada sistem panas bumi dipermukaan
terdapat zona resapan dan zona lepasan. Salah satu sumber panas bumi (heat
source) berasal dari magma yang natinnya akan memanaskan batuan disekitarnnya
(conductive heat). Struktur seperti rekahan maupun patahan akan menyebabakan air dipermukaan masuk ke dalam pori-pori batuan, tempat air permukaan masuk disebut zona resapan (recharge area). Air akan masuk sampai pada batuan yang terpanaskan (conductive heat) sehingga menyebabkan aliran konveksi fluida
commit to user
akan menyebabkan fluida bergerak ke atas ke tempat dengan tekanan yang lebih rendah dimana sebagian fluida terperangkap dibawah batuan impermeable dan sebagian berhasil bergerak ke permukaan melewati suatu rekahan atau patahan. Berikut Gambar 2.2 ilustrasi sistem panas bumi.
Gambar 2.2. Ilustrasi sistem panas bumi (Saputra, 2014)
Sebagian fluida hydrothermal yang terperangkap dibawah batuan
impermeable akan mengalami akumulasi panas, dimana tempat terakumulasi fluida hydrothermal tersebut disebut reservoir (Suparno, 2009). Proses akumulasi panas
yang mengakibatkan batuan diatasnya mengalami perubahan struktur dan sifat batuan menjadi impermeable. Proses perubahan tersebut disebut sebagai proses alterasi yang menghasilkan mineral alterasi pada sistem panas bumi berfungsi sebagai batuan penudung (cap rock) untuk menjaga proses akumulasi panas di
reservoir. Zona lepasan (discharge area) merupakan daerah dimana fluida naik
keluar dari bawah permukaan. Fluida hydrothermal yang keluar permukaan dianggap sebagai manifestasi yang merupakan petunjuk awal adanya sistem panas bumi dibawah permukaan. Panas bumi memiliki berbagai bentuk dan karakteristik manifestasi yang beragam, hal ini dikarenakan keanekaragam batuan, intensitas
Heat Source Conductive Heat Reservoir
Recharge Area
Recharge Area
Impermeable Cap rock Discharge Area
commit to user
panas serta jenis dan kandungan kimia dalam fluida yang terdapat pada daerah panas bumi tersebut (Saptaji, 2009). Jenis-jenis manifestasi dapat berupa mata air panas, fumarol, silika sinter, geyser, dan kubangan lumpur panas (mud pools) yang diilustrasikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Manifestasi permukaan (a) mata air panas (b) silika sinter (c) geyser dan (d) kubangan lumpur panas (mud pools) (Saptaji, 2009).
2.3.1.Sistem Panas Bumi di Indonesia
Posisi Indonesia yang terletak pada zona penunjaman (subduksi) antar lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik menghasilkan proses peleburan magma dalam bentuk partial melting batuan dimana magma akan mengalami diferensiasi pada perjalanan ke permukaan, proses tersebut membentuk kantong-kantong magma yang berperan dalam pembentukan jalur gunung api atau lebih dikenal sebagai ring of fire. Munculnya rentetan gunung api di sebagian wilayah di Indonesia beserta aktivitas tektoniknya dijadikan konseptual pembentuk sistem panas bumi Indonesia (Kasbani, 2009).
a b
commit to user
Tumbukan antar lempeng Eurasia di sebelah Utara dan lempeng Indo-Australia di sebelah Selatan menghasilkan zona penunjaman di kedalaman ±100 km dibawah Pulau Sumatra dan 160-210 km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara. Hal ini menyebabkan proses magmatis di Pulau Sumatra lebih dangkal dibandingkan Pulau Jawa-Nusatenggara. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa-Nusatenggara umumnya lebih dalam dan menempati batuan vulkanik, sedangkan reservoir di Pulau Sumatra terdapat dibatuan sedimen dan terletak pada kedalaman yang lebih dangkal (Saptaji, 2009).
Sistem panas bumi di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis berdasarkan asosiasi tatanan geologinya yaitu vulkanik, vulkano-tektonik dan Non-vulkanik. Sistem panas bumi vulkanik adalah sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunung api kuarter, biasanya terletak pada busur vulkanik kuarter yang memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusatenggara dan sebagian Sulawesi Utara serta Maluku. Secara umum, sistem panas bumi ini memiliki reservoir bersuhu tinggi berkisar 250 – 370 ℃ dengan kedalaman ±1,5 km. Daerah vulkanik aktif biasanya mamiliki umur batuan yang relatif muda dengan kondisi temperatur yang sangat tinggi, kandungan gas magmatik besar, dan memiliki ruang antar batuan yang relatif kecil dikarenakan aktivitas tektonik belum dominan dalam membentuk rekahan yang intensif sebagai batuan reservoir. Sedangkan pada daerah vulkanik tidak aktif biasanya memiliki umur batuan yang relatif lebih tua dan telah mengalami aktivitas tektonik yang cukup kuat sehingga membentuk permeabilitas batuan yang intensif, pada kondisi tersebut biasanya terbentuk temperatur menengah – tinggi dengan konsentrasi gas magmatik yang lebih sedikit.
Sistem vulkanik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu sistem komplek gunung api jika daerah tersebut terdiri dari beberapa gunung api seperti Gunung Salak, sistem kaldera jika terbentuk kaldera seperti pada daerah Kamojang, dan sitem tubuh gunung api strato jika hanya terdiri dari satu gunung api utama seperti Gunung Lawu. Sistem komplek gunung api dan sistem kaldera dimungkinkan memiliki potensi yang jauh lebih besar dibandingkan sistem tubuh gunung api tunggal dikarenkan telah menglami proses geologi yang panjang.
commit to user
Sistem panas bumi vulkano-tektonik merupakan sistem yang berasosiasi antara struktur krucut vulkanik dan garben yang biasanya ditemukan di sesar Sumatra yaitu Sesar Semangko. Sistem panas bumi Non vulkanik merupakan sistem panas bumi yang tidak berhubungan langsung dengan vulkanisme dan umumnya terletak di luar jalur vulkanik sepertihalnya di daerah Kepulauan Maluku (Kasbani,2009).
2.4. Karakteristik Tahanan Jenis Batuan di Daerah Panas Bumi
Tahanan jenis merupakan salah satu variabel parameter fisika yang dapat mengetahui sifat suatu bahan dan telah terbukti menjadi parameter geofisika yang sering digunakan untuk mencari sumber daya panas bumi. Secara umum, penggambaran sistem dan nilai resisitivitas komponen panas bumi diilustrasikan pada Gambar 2.4. (Jhonston, 1992).
Gambar 2.4. Skema komponen sistem panas bumi ( Jhonston, 1992)
SMECTITE < 10 Ωm
CLAY CAP
RESERVOIR (PROPYLLITIC)
commit to user
Sistem panas bumi terdiri dari cap rock dengan resistifitas berkisar >10 Ωm,
reservoir dengan niali tahanan jenis berkisar 10-60 Ωm dan heat source dengan
resistifitas paling tinggi pada sistem, tetapi pada tiap sistem panas bumi memiliki komponen penyusun dengan nilai tahanan jenis yang beragam tergantung dengan litologi daerah tersebut dan beberapa faktor yang saling berkaitan menentukan nilai tahah jenis batuan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai tahanan jenis antara lain porositas, salinitas, temperature, dan mineral clay. Porositas merupakan perbandingan antara volume pori batuan terhadap volume batuan tersebut dimana faktor porositas erat hubunganya dengan fluida. Porositas batuan akan memberikan ruang untuk fluida, fluida memiliki resistifitas yang lebih rendah dibandingkan batuan sehingga lebih besar porositas batuan memberikan ruang yang lebih besar dan kemungkinan lebih banyak keberadaan fluida akan memberikan nilai resisitivitas yang lebih kecil. Salinitas pada fluida juga mempengaruhi nilai resisitifitas batuan dimana semakin besar kadar salinitas fluida maka semakin kecil nilai resisitifitas. Hubungan
temperature dengan resisitifitas pada daerah panas bumi terdapat tiga keadaan.
Keadaan pertama keadaan dimana temperature rendah >70 °C dengan nilai resistifitas tinggi hal ini dikarenakan kurangnya mineral alterasi dan saturasi air yang buruk. Keadaan kedua keadaan dimana temperature sedang berkisar 70 °C dengan nilai resisitifitas kecil hal ini dikarenakan lapisan tersebut didominasi mineral hasil alterasi hydrothermal yang bersifat konduktif dan efek dari kadar salinitas pada resesrvoir. Keadaan ke tiga temperature tinggi nilai tahanan jenis tinggi hal ini dikarenakan pada temperature yang tinggi menyebabkan partikel-parikel bergetar sehingga arus sulit mengalir. Mineral alterasi merupakan faktor yang paling mempengaruhi adanya anomali resistifitas bernilai rendah. Target dari explorasi panas bumi adalah nilai tahanan jenis bernilai rendah yang diinterpretasikan sebagai lapisan cap rock yang merupakan indikasi dibawah lapisan tersebut terdapat reservoir yang menyimpan sumber panas bumi yang dapat dimanfaatkan. Terdapat beberapa jenis mineral alterasi hydrothermal yaitu smictite dan illite. Lapisan yang didominasi mineral smectite cendrung memiliki nilai
commit to user
tahanan jenis rendah yang diidentifikasi sebagai cap rock. Dikarenakan proses alterasi, mineral smectite akan berubah menjadi illite yang diikuti dengan kenaikan nilai tahanan jenis, dimana semakin tinggi kandungan illite maka nilai tahanan jenis semakin tinggi. Mineral illite pada umumnya mengindikasikan daerah reservoir (Ussher, 2000).