• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN KUSTA DI UNIT REHABILITASI KUSTA RUMAH SAKIT KELET PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN KUSTA DI UNIT REHABILITASI KUSTA RUMAH SAKIT KELET PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN KUSTA DI UNIT

REHABILITASI KUSTA RUMAH SAKIT KELET

PROVINSI JAWA TENGAH

SKRIPSI

Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Manajemen Kesehatan

MUKMINATUN ROOFINGAH

NIM. D11.2013.01631

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2016

(2)

© 2016

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Terimakasih Yaa Alloh atas kesempatan yang Engkau berikan - Atas segala kenikmatan yang aku rasakan - Tiada harapan yang berarti kecuali ilmu yang bermanfaat

“.... mengapa sebagian diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu

pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya” Q.S At Taubah :122

Rosululloh SAW, bersabda : “Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya,menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Alloh SWT,sedangkan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat” H.R Ar Rabi’i

“Kami rela Alloh membagikan ilmu untuk kami dan membagikan harta untuk musuh kami. Harta akan binasa dalam waktu singkat dan ilmu akan abadi dan tidak akan musnah” – Ali bin Abi Thalib

“Man Shabara Zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung.... yang kita tuju bukan sekarang tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup” Ahmad Fuadi- Negeri 5 Menara,#1

Special Thanks to :

 Ibuku , Bapakku, Keluarga Besarku  M. Iqbal Masruri

 Sahabat dan saudara saudaraku  Seluruh dosen dan Staf F.Kes  Keluarga baruku teman-teman FKM

 Mami Anis, Mak’e Rizka, Adekku Risa, Cherrybell, Anjuwita, Tari Terong, Udin, Si Jo, Kikok, Ay Kiki, Mba Lice, Mba Tuti, Mba Jaya, Cing, dan banyak lagi “MISSALL”

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul “Faktor –

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Kusta di

Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi ini

disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana S-1 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun teknis penulisan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, oleh karena itu harapan penulis untuk mendapatkan koreksi dan telaah yang bersifat konstruktif agar skripsi ini dapat diterima.

Penulis juga menyadari bahwa Skripsi ini, banyak memperoleh bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom Selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

2. Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.

3. Dr. MG. Catur Yuantari, SKM., M.Kes, selaku Ketua Prodi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. 4. Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku pembimbing yang telah

membimbing dengan sangat baik selama perkuliahan maupun penyelesaian skripsi ini.

(9)

5. Eko Hartini, S.T, M.Kes selaku dosen wali yang selalu membantu saya jika saya ada kesulitan dalam bidang akademik maupun non akademik.

6. Suharyo, Mkes, yang telah banyak membantu saya dari awal perkuliahan hingga menyelesaikan perkuliahan ini.

7. Agus Perry Kusuma, S.KG., M.Kes selaku ketua peminatan Manajemen Kesehatan yang telah banyak memberikan arahan dan masukan pada saya. 8. Seluruh Petugas di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa

Tengah yang telah membantu dan menjadi tempat dalam proses penelitian. 9. Orang tua saya tercinta Ibu Suwarti yang telah mengijinkan saya untuk

melanjutkan pendidikan, yang senantiasa mendukung segala hal yang baik untuk saya dan mengajari saya apa arti sebuah perjuangan kehidupan. 10. Untuk Ayahku yang selalu ku rindukan, yang selalu ada di setiap doaku. 11. Keluarga besar ku, kakak-kakak ku tersayang yang telah mendukung dan

mendoakan kebahagiaan serta kesuksesaan ku.

12. Muhammad Iqbal Masruri, M.Kes., yang terus memberikan semangat dan mendoakan yang terbaik untuk setiap langkahku.

13. Teman-teman dan sahabat-sahabat saya kelas PE angkatan tahun 2013 yang terus memberikan semangat, bantuan dan dukungannya untuk berjuang bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis sendiri dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan studi di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro.

Semarang, Juli 2016

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Mukminatun Roofingah

Tempat, Tanggal lahir : Banyumas, 11 November 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Desa Dukuhwaluh RT 05 RW 04 Kecamatan

Kembaran, Purwokerto, Kabupaten Banyumas Riwayat Pendidikan

1997 – 2003 : SDIT Al- Irsyad 01 Purwokerto

2003 – 2006 : MTs Negeri Model Purwokerto

2006 – 2009 : MA Negeri 01 Purwokerto

2009 – 2012 : D3 Kebidanan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Purwokerto

2013 : Di terima di Program Strata 1 Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

(11)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG 2016 ABSTRAK

MUKMINATUN ROOFINGAH

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM

OBAT PASIEN KUSTA DI UNIT REHABILITASI KUSTA RUMAH SAKIT KELET PROVINSI JAWA TENGAH

XVI + 77 Hal + 22 Tabel + 2 Gambar + 9 Lampiran

Penyakit Kusta merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan syaraf tepi. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan sangatlah penting, dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah.Rumah Sakit Donorojo merupakan Rumah Sakit khusus kusta dan menjadi pusat rujukan penyakit kusta di Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross

sectional. Data primer dan data sekunder diolah dan dianalisis dengan

menggunakan uji statistik Chi Square dengan uji alternatif Fisher Exact. Sampel yang digunakan adalah pasien kusta di unit rehabilitasi kusta sebanyak 35 orang. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa umur pasien 41-60 tahun (51,4%), sebagian besar jenis kelamin pasien kusta adalah laki-laki (65,7%), pasien kusta dalam penelitian ini sebagian besar bekerja (65,7%), tingkat pendidikan pasien kusta rendah (60%), tingkat pengetahuan pasien kusta kurang (45,7%), akses pelayanan sulit (82,9%),peran keluarga kurang (65,7%),pasien kusta tidak patuh minum obat (68,6%). Hasil analisis bivariat untuk variable umur,jenis kelamin dan pekerjaan tidak ada hubungan, selanjutnya ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan minum obat (p-value = 0,011),ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat (p-value=0,048),ada hubungan antara akses pelayanan dengan kepatuhan minum obat (p-value=0,007),ada hubungan antara peran keluarga dengan kepatuhan minum obat (p-value=0,008).

Untuk pasien kusta disarankan untuk melakukan kunjungan ulang sesuai dengan waktu yang ditentukan dan menanyakan perkembangan kesehatannya disetiap kunjungan.Dan saran untuk Rumah Sakit sebaiknya memberikan informasi dan edukasi tentang kepatuhan minum obat pasien kusta disetiap kunjungan

Kata kunci : Pengobatan, kusta, faktor - faktor. Kepustakaan : 32, 2004-2015

(12)

UNDERGRADUATE PROGRAM OF PUBLIC HEALTH FACULTY OF HEALTH SCIENCES DIAN NUSWANTORO UNIVERSITY SEMARANG

2016 ABSTRACT

MUKMINATUN ROOFINGAH

FACTORS CORRELATED TO ADHERENCE OF MEDICINE CONSUMPTION OF LEPROSY’S PATIENT IN UNIT OF REHABILITATION OF KELET HOSPITAL CENTRAL JAVA

XVI + 77 Pages + 22 Tables + 2 Figures + 9 Appendices

Leprosy is a chronic infectious disease caused by the Mycobacterium

leprae affected the skin and peripheral nervous. The results of study proved that

leprosy bacteria on the intact shape more likely cause of transmission compared to non-intact. Showed that treatment is very important factor, which leprosy can be destroyed, so that transmission can be prevent . Donoharjo hospital become a referral center hospital of leprosy in Central Java. The purpose of this study was to determine the factors correlated to adherence of medicine consumption of leprosy’s patient in unit of rehabilitation of Kelet hospital central java

This study was quantitative study with cross sectional approach. Primary data and secondary data processed and analyzed using Chi Square statistical test and Fisher Exact as alternative test. The samples were leprosy’s patients in leprosy rehabilitation unit as many as 35 people.

Results of univariate analysis showed that patients aged 41-60 years (51.4%), the majority sex of leprosy patients were male (65.7%), the leprosy patients in this study were mostly working (65.7%), low education levels leprosy patients (60%), lack of knowledge of leprosy patients (45.7%), difficult access to services (82.9%), the role of the family is less (65.7%), leprosy patients were not adherent to take medication (68 , 6%). The results of the bivariate analysis for the variables of age, sex, and occupation there was no correlation,but there was a correlation between level of education and medicine adherence (p-value = 0.011), there was a correlation between the level of knowledge with medication adherence (p-value = 0.048), there was correlation between access to services with medication adherence (p-value = 0.007), there was correlation between the role of families with medication adherence (p-value = 0.008).

For the leprosy patients are advised to re-visit hospital in accordance to the specified time and asking for the health status in every visit. And suggestions for hospitals should provide information and education about medicine adherence on leprosy patients in each visited.

Keywords : Medicine, leprosy, factors. References : 32, 2004-2015

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK... iv

PERSETUJUAN LAPORAN TUGAS AKHIR... v

HALAMAN PENGESAHAN…... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

RIWAYAT HIDUP... x

ABSTRAK... xi

ABSTRACT... xii

DAFTAR ISI …... xiii

DAFTAR TABEL …... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN …... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

(14)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ... Kusta ... . 13

B. ... Kepatuhan Minum Obat... 23

C. ... Teori Perilaku…. ... 29

D. Kerangka Teori ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep ... 32

B. Hipotesis ... 32

C. Jenis Penelitian ... 33

D. Variabel Penelitian ... 34

E. Definisi Operasional ... 34

F. Populasi dan Sampel ... 36

G. Pengumpulan Data ... 38

H. Pengolahan Data ... 45

I. Analisa Data... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 47

B. Gambaran Umum Responden ... 50

C. Analisis Univariat ... 51 D. Analisis Bivariat ... 58 E. Hasil Uji ... 62 BAB V PEMBAHASAN A. ... Keterbatasan Penelitian ... 63 B. ... Analisis Univariat ... 63 C. ... Analisis Bivariat ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. ... Kesimpulan ... 75

B. ... Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ... 10

Tabel 2.1 Dosis MDT bagi penderita kusta tipe PB menurut umur... 18

Tabel 2.2 Dosis MDT bagi penderita kusta tipe MB menurut umur... 18

Tabel 3.1 Daftar Nama Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Variabel... 34

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Pengetahuan………... 41

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Akses Pelayanan ... 42

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Peran Keluarga………... 42

Tabel 3.5 Hasil Uji Reabilitas………... 43

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur………... 51

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin... 51

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan…... 52

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan... 52

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan... 53

Tabel 4.6 Pernyataan Responden Mengenai Tingkat Pengetahuan………...53

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden menurut Akses Pelayanan………... 54

Tabel 4.8 Jawaban Responden pernyataan tentang alasan datang... 54

(16)

Tabel 4.10 Jawaban Responden pernyataan tentang transportasi... 55

Tabel 4.11 Pernyataan responden mengenai Akses Pelayanan ... 55

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga……..….. 56 Tabel 4.13 Pernyataan Responden Mengenai Peran Keluarga... 57

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Perilaku Kepatuhan Minum

Obat... 58

Tabel 4.15 Hubungan Antara Umur dengan Kepatuhan Minum Obat... 58

Tabel 4.16 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat... 59

Tabel 4.17 Hubungan Antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat... 69

Tabel 4.18 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Kepatuhan Minum

Obat... 60

Tabel 4.19 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum

Obat... 60

Tabel 4.20 Hubungan Antara Akses Pelayanan dengan Kepatuhan Minum

Obat...61

Tabel 4.21 Hubungan Antara Peran Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat 61

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ...31 Gambar 3.1 Kerangka Konsep...32

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Kuosioner

Lampiran 2. Hasil Lembar Observasi Lampiran 3. Format Lembar Monitoring

Lampiran 4. Contoh Pengisisan Lembar Monitoring Lampiran 5. Pengolahan Data dengan SPSS Lampiran 6. Hasil Uji Statistik dengan SPSS Lampiran 7. Surat Persetujuan Penelitian

Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Pelitian Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Kusta merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan syaraf tepi. Kusta masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kompleks. Masalah yang ada bukan saja dari segi medisnya, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, dan budaya.1

Penyakit kusta saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia. Penyakit kusta masih menimbulkan stigma dari masyarakat, sehingga penderita kusta menderita tidak hanya karena penyakitnya saja, tetapi juga dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat. Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikian besarnya, sehingga menimbulkan masalah kesehatan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarga, masyarakat, dan Negara.2

Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia khususnya negara dengan endemisitas yang berbeda, angka prevalensi kusta di dunia 1,25 kasus per 10.000 penduduk pada tahun 2000.

(20)

Diperkirakan penemuan kasus baru akan bertambah sebesar 2.500.000 penderita pada periode tahun 2000– 2005 (WHO, 2002). Indonesia menduduki peringkat ke 3 di dunia setelah India dan Brasil (WHO, 2009).3

Penderita yang terdaftar di Indonesia pada akhir tahun 2010 sebanyak 19.741 penderita, yang terdiri dari 17.012 penderita baru dengan Paucy Basiler (PB) 3278 penderita, Multi Basiler (MB) 13.734 penderita, terdiri dari perempuan 6887 dan laki-laki 7340, proporsi anak baru sebanyak 1904 (11,3%), penderita proporsi cacat tingkat 2 yaitu 1822 (10,8%) penderita. Penderita cacat dua merupakan klien kusta yang telah mengalami kecacatan pada tangan, kaki dan mata serta umumnya memiliki cacat permanen. Hal ini lebih diakibatkan oleh penemuan penderita yang sangat terlambat, sehingga berpengaruh terhadap angka kejadian (prevalence rate) kusta.3

Berdasarkan pusat data dan informasi kusta Kementerian Kesehatan RI jumlah kasus baru kusta di provinsi Jawa Tengah menempati urutan ke tiga dengan 1.765 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2013. Pada urutan pertama ditempati oleh provinsi Jawa Timur dengan 4.132 kasus sedangkan urutan ke dua adalah provinsi Jawa barat 2.180 kasus.4

Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih

(21)

utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan sangatlah penting, dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan

kepada penderita untuk berobat secara

teratur.4

Pengobatan pada penderita kusta bertujuan untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler, karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain. Pada penderita yang sudah mengalami cacat permanen, pengobatan dilakukan hanya untuk mencegah cacat lebih lanjut. Bila penderita kusta tidak meminum obat secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali dan dapat menimbulkan gejala-gejala baru yang akan memperburuk keadaan penderita. Pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur minum obat agar tidak timbul cacat yang baru.5

Upaya pencegahan cacat dapat dilakukan di rumah, Puskesmas maupun unit pelayanan rujukan seperti rumah sakit umum atau rumah sakit rujukan. Penderita harus mengerti bahwa

(22)

pengobatan MDT dapat membunuh kuman kusta, tetapi cacat mata, tangan atau kaki yang terlanjur terjadi akan tetap ada seumur hidup, sehingga harus melakukan perawatan diri dengan rutin agar cacatnya tidak bertambah berat.5

Permasalahan yang sering dijumpai pada proses pengobatan penderita kusta adalah munculnya ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, hal ini disebabkan karena proses penyembuhan kusta yang sangat panjang yaitu selama 1 tahun penuh itupun jika pasien patuh mengkonsumsi obat, namun sebaliknya jika pasien tidak patuh maka proses pengobatannya akan lebih panjang lagi.6

Sedangkan kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan.7

Pada penelitian Wiyarni,dkk tahun 2013 diperoleh sebagian besar penderita kusta tidak patuh dalam minum obat yaitu sebanyak 48 orang sebagian besar penderita kusta mengalami kecacatan tingkat 1 yaitu sebanyak 43 orang (55,8%). Dapat disimpulkan ada hubungan kepatuhan minum obat kusta dengan

(23)

kecacatan pada penderita kusta di kabupaten Kudus, ada hubungan dukungan keluarga dengan kecacatan pada penderita kusta di kabupaten kudus tahun 2013.8

Hasil penelitian Maria, 2013 diperoleh adanya hubungan motivasi keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat pada penderita kusta disebabkan dengan adanya dukungan dari anggota keluarga maka seseorang merasa bahwa hidupnya masih memiliki arti, masih dibutuhkan, masih disayangi. Hal ini akan menjadi sumber motivasi internal dari diri pasien untuk bangkit lagi. Adanya motivasi ini pada akhirnya akan timbul dorongan dari dalam diri penderita kusta bahwa saya harus sembuh dari penyakit yang dideritanya. Oleh karenanya akan timbul pola pikir yang positif yang akhirnya menggerakkan dirinya untuk selalu minum obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.9

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kelet merupakan salah satu Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Jawa Tengah. Dalam sejarahnya terdapat dua rumah sakit yang merupakan Rumah Sakit Kusta yang di kelola oleh pemerintah Belanda yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Kelet dan Rumah Sakit Umum Donorojo. Kedua rumah sakit ini akhirnya pada tahun 1950 pengelolaannya diserahkan pada pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Kelet berfungsi untuk pelayanan umum, sedangkan untuk pelayanan kusta di alihkan ke

(24)

Rumah Sakit Donorejo yang merupakan Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet dengan lokasi yang berjarak kurang lebih 20 km dari Rumah Sakit Umum Daerah Kelet. Tidak ada transportasi umum untuk menuju ke Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet sehingga Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet membuka sistem jemput bola kepada pasien kusta yang akan melakukan rawat inap di seluruh area Jawa Tengah.

Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet di Kabupaten Jepara menjadi pusat rujukan penyakit kusta di Jawa Tengah. Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet merupakan Rumah Sakit kusus kusta, yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit. Rumah sakit khusus wajib memberikan pelayanan yang berkualitas sama dengan rumah sakit lainnya, yaitu wajib memberikan pelayanan yang bermutu, professional dan patient Governance dan Good Corporate

Governance, mempunyai tanggung jawab membantu pemerintah

dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pendidikan, penelitian untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Peneliti melakukan survei pendahuluan pada tanggal 26 Januari 2016 menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan kepada perawat di poli kusta Unit Rehabilitasi Kusta

(25)

Rumah Sakit Kelet. Di dapatkan data kunjungan poli kusta pada tahun 2015 sebanyak 1085 pasien. Jumlah ini merupakan kunjungan pasien baru maupun pasien lama dan merupakan pasien rehabilitasi atau pasien yang berasal dari kampung kusta maupun pasien umum. Pengobatan yang diberikan kepada pasien tergantung dengan klasifikasi kusta dan reaksi yang ditimbulkan. Pasien diberikan obat MDT (Multi Drug Therapy) yang harus diminum setiap hari dan diberikan 1 bulan sekali. Oleh karena itu pasien diharapkan melakukan kunjungan ulang 1 bulan sekali sampai pengobatan selesai.

Kepatuhan berobat yang dilakukan oleh pasien kusta tertulis dalam lembar monitoring pengobatan kusta di poli kusta Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet. Dari lembar monitoring terdapat pasien yang tidak datang sesuai waktu kontrol yang ditentukan, bahkan ada pula pasien kusta tipe MB (Multi Baciler) yang tidak melakukan kunjungan kembali selama 6 bulan sehingga dilaporkan sebagai pasien Drop Out.

Tidak patuhnya pasien dalam pengobatan kusta menurut perawat dikarenakan reaksi obat saat awal minum yang dapat menimbulkan rasa seperti terbakar pada bagian bercak merah atau putih (gejala kusta) pada penderita kusta dan rendahnya dukungan keluarga.

(26)

Dari hasil survei tersebut peneliti bermaksud mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di Unit Rehabilitasi Kusta

Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah

.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat diambil rumusan masalah “Faktor-Faktor Apa Saja Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Kusta di di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi umur penderita kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

b. Mengidentifikasi jenis kelamin penderita kusta di Poli di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

c. Mengidentifikasi pekerjaan penderita kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

(27)

d. Mengidentifikasi tingkat pendidikan penderita kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

e. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan penderita kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

f. Mengidentifikasi akses pelayanan kesehatan penderita kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

g. Mengidentifikasi peran keluarga penderita kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

h. Menganalisis hubungan umur dengan kepatuhan minum obat di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

i. Menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

j. Menganalisis hubungan pekerjaan dengan kepatuhan minum obat di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

(28)

k. Menganalisis hubungan tingkat pendidikan responden dengan Kepatuhan Minum Obat di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

l. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

m. Menganalisis hubungan akses pelayanan kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

n. Menganalisis hubungan peran keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi

Hasil penelitian dapat untuk menambah kepustakaan tentang kajian perilaku pasien kusta sehingga dapat memberikan masukan bagi peneliti di masa mendatang mengenai Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada Rumah Sakit tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

(29)

3. Bagi peneliti

Penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam melakukan penelitian ilmiah sekaligus mengaplikasikan ilmu metodologi penelitian yang sudah didapat selama perkuliahan.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Lingkup Sasaran

Penelitian ini ditujukan kepada pasien kusta di di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

2. Lingkup keilmuan

Keilmuan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien kusta.

3. Lingkup Lokasi

Penelitian dilakukan di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

4. Lingkup Metode

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif.

5. Lingkup Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2016. F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

(30)

NO Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Yang Digunakan Hasil Penelitian 1 Wiyarni, Indanah, Suwarno, 2013 Hubungan Kepatuhan Minum Obat Kusta Dan Dukungan Keluarga Dengan Kecacatan Pada Penderita kusta Di Kabupaten Kudus Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita kusta di Kabupaten Kudus sejumlah 77 orang. Teknik sampling yang digunakan ini adalah tehnik total sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Uji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji chi-square Hasil penelitian diperoleh sebagian besar penderita kusta tidak patuh dalam minum obat yaitu sebanyak 48 orang (62,3%), sebagian besar keluarga tidak mendukung penderita kusta yaitu sebanyak 47 orang (61%), sebagian besar penderita kusta mengalami kecacatan tingkat 1 yaitu sebanyak 43 orang (55,8%). Nilai p value adalah 0,003 da 0,004 (< 0,05). Dapat disimpulkan ada hubungan kepatuhan

minum obat kusta dengan kecacatan pada penderita kusta di kabupaten Kudus, ada hubungan dukungan keluarga dengan kecacatan pada penderita kusta di kabupaten kudus tahun 2013 (p value 0,004 < 0,05) 2 Rilauni Angelina Gambaran Persepsi penelitian ini merupakan Data penelitian diperoleh dengan

(31)

Mongi, 2012 Penderita Tentang Penyakit Kusta Dan Dukungan Keluarga Pada Penderita Kusta Di Kota Manado penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Sampel yang diambil sebanyak 42 responden yaitu pada penderita kusta di Kota Manado. menggunakan kuesioner, dengan hasil penelitian sebagian besar penderita kusta memiliki persepsi yang baik tentang penyakit kusta (83.3%) dan sebagian besar penderita kusta menerima dukungan yang baik dari keluarga (80.1%).Simpulan yang dapat diambil yaitu sebagian besar penderita kusta memiliki persepsi yang baik tentang penyakit kusta (83.3%) dan dukungan yang baik dari keluarga (80.1%). 3 Maria W. I Tilis; Ema Mayasari; Sentot Imam Suprapto, 2013 Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Kusta Di Rumah Sakit Khusus Kusta Kota Kediri Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasi. Pendekatan menggunakan cross sectional. Populasi semua 38 penderita kusta di Kusta Rumah Sakit Kota Kediri, dan 35 responden yang diambil sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hanya beberapa pasien, atau 14 responden (45,2%) yang memberi motivasi kepada pasien untuk mengkonsumsi obat, ada adalah 19 responden (61,3%) yang memiliki ketaatan mengkonsumsi obat secara teratur, dan ada hubungan antara motivasi keluarga dan penderita kusta ' ketaatan

(32)

Teknik pengambilan sampel acak sederhana. Data motivasi keluarga diperoleh dari kuesioner dan obat Data ketaatan konsumsi diperoleh dari lembar observasi. Hasil data dinyatakan dalam skala data ordinal dan dianalisis dengan Contingency Coefficient Test. mengkonsumsi obat di Rumah Sakit Kusta Kediri Kota (p = 0,012 <0,05, maka H0 ditolak).

Perbedaan dengan penilitian yang akan dilakukan adalah tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Kusta di di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien kusta di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah. Dengan sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental

(33)
(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kusta

1. Pengertian

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni

kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.

Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.4

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Myicrobacterium leprae (M.leprae), yang pertama menyerang syaraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas,mata, otot, tulang dan testis dan merupakan penyakit menular menahun.14

Menurut Depkes RI (2006) penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.5

(35)

2. Penyebab

Penyebab munculnya penyakit kusta adalah bakteri

Mycobacterium leprae yang ditemukan pertama kali oleh G. H.

Armauer Hansen pada tahun 1874. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka pada permukaan kulit atau bisa juga melalui droplet yang dihembuskan dari saluran pernafasan.5

Mycobacterium leprae memiliki ciri-ciri yaitu tahan asam,

bersifat gram positif, berbentuk batang, lebar 0,3-0,4 mikrometer, panjang 2-7 mikometer, dan hidup di dalam sel yang banyak mengandung lemak dan lapisanlilin. Munculnya penyakit kusta tersebut ditunjang oleh cara penularan.4

Bakteri ini menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan penderita dengan syarat keduanya harus ada lesi mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang berlama-lama dan berulang. Penularan bakteri ini juga dapat melalui pernafasan. Bakteri kusta ini mengalami proses perkembangbiakan dalam waktu 2-3 minggu. Kemudian kuman membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun, bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun. Setelah 5 tahun tanda-tanda seseorang menderita

(36)

penyakit kusta mulai muncul, antara lain: kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.5

3. Tanda dan Gejala

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), diagnosis penyakit kusta ditetapkan dengan cara mengenali cardinal sign atau tanda utama penyakit kusta yaitu:

a. Bercak pada kulit yang mengalami mati rasa; bercak dapat berwarna putih (hypopigmentasi) atau berwarna merah (erithematous), penebalan kulit (plakinfiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa dapat terjadi terhadap rasa raba, suhu, dan sakit yang terjadi secara total atau sebagian; b. Penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri

dan gangguan pada fungsi saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf motorik mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan (paralisis), dan gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan retak-retak.5

4. Klasifikasi

Klasifikasi kusta bertujuan untuk menentukan regimen pengobatan, prognosis, komplikasi dan perencanaan operasional. Sehubungan dengan penggunaan regimen Multi

(37)

Drug Therapy (MDT), maka WHO klasifikasi dibagi menjadi dua

tipe, yaitu:

a. Tipe PB (Pausi Basiler)

Tipe PB yaitu tipe kusta kering, memiliki ciri bercak atau makula dengan warna keputihan, ukurannya kecil dan besar, batas tegas, dan terdapat di satu atau beberapa tempat di badan (pipi, punggung, dada, ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis atau pada punggung kaki), dan permukaan bercak tidak berkeringat. Tipe kusta ini tidak menular, tetapi cukup membahayakan penderita kusta karena dapat menimbulkan cacat bila tidak diobati dengan teratur.

b. Tipe MB (Multi Basiler)

Tipe MB yaitu kusta basah, memiliki ciri-ciri berwarna kemerahan, tersebar merata diseluruh badan, kulit tidak terlalu kasar, batas makula tidak begitu jelas, terjadi penebalan kulit dengan warna kemerahan, dan tanda awal terdapat pada telinga dan wajah merupakan tipe kusta yang dapat menularkan pada orang lain

5. Pengobatan

Pengobatan Penyakit Kusta atau Kemoterapi kusta dimulai pada tahun 1949 dengan Dapsone/ DDS (Diamino

(38)

Dhipenyl Sulfone) sebagai obat tunggal (monoterapi DDS).

DDS harus diminum selama 3-5 tahun untuk PB, sedangkan untuk MB 5-10 tahun, bahkan seumur hidup. Kekurangan monoterapi DDS adalah terjadinya resistensi, timbulnya kuman

persister serta terjadinya pasien defaulter. Pada tahun 1964

ditemukan resistensi terhadap DDS (Diamino Dhipenyl

Sulfone). Oleh sebab itu pada tahun 1982 WHO merekomendasi pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe MB maupun PB. Tujuan pengobatan adalah :

a. Memutuskan mata rantai penularan. b. Mencegah resistensi obat.

c. Memperpendek masa pengobatan. d. Meningkatkan keteraturan berobat.

e. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.5

Dengan matinya kuman maka sumber penularan dari pasien, terutama tipe MB ke orang lain terputus. Cacat yang sudah terjadi sebelum pengobatan tidak dapat diperbaiki oleh MDT. Bila pasien kusta tidak minum obat secara teratur, maka kuman kusta dapat menjadi resisten/kebal terhadap MDT, sehingga gejala penyakit menetap, bahkan meburuk. Gejala baru dapat timbul pada kulit dan saraf.5

(39)

Pengobatan penyakit kusta berbeda pada setiap tipe, jenis dan waktu pengobatannya juga berbeda antara kusta tipe PB dan tipe MB serta dewasa dan juga anak-anak. Pemberian pengobatannya sebagai berikut:

a. Jenis dan obat untuk orang dewasa pengobatan bulanan lepra tipe Pausi Baciler :

1) Hari pertama (diminum didepan petugas) a) 2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg) b) 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg) 2) Pengobatan hari ke 2-28 (dibawa pulang)

1 tablet dapson (DDS 100 mg) 1 Blister untuk 1 bulan Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6-9 bulan

b. Jenis dan dosis untuk orang dewasa pengobatan bulanan lepra tipe Multi Baciler :

1) Hari pertama (Dosis diminum di depan petugas) a) 2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg)

b) 3 kapsul Lampren 100 mg (300 mg) c) 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg) 2) Pengobatan Bulanan : Hari ke 2-28

1 tablet Lampren 50 mg, 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)16 1 blister untuk 1 bulan Lama Pengobatan : 12 Blister diminum selama 12-18 bulan.5

(40)

Dosis MDT (Multi Drug Therapy) menurut umur untuk pemberian MDT bagi penderita kusta tipe PB (Pausi Baciler) digunakan bagan sebagai berikut :

Tabel 2.1

Dosis MDT bagi penderita kusta tipe PB menurut umur Nama Obat <5 tahun 5-9 tahun >15 tahun Keterangan Rifampisin Berdasarkan berat badan 300 mg/bln 600 mg/bln Minum di depan petugas DDS 25 mg/hari 100 mg/hari Minum di depan petugas 25 mg/hari 100 mg/hari Minum di rumah Sumber: Modul Pelatihan ProgramP2 Kusta (2011)

Pedoman praktis untuk pemberian MDT (Multi Drug

Therapy) bagi penderita kusta tipe MB (Multi Baciler) digunakan

bagan sebagai berikut :

Tabel 2.2

Dosis MDT bagi penderita kusta tipe MB menurut umur Nama Obat <5 tahun 5-9 tahun 10-14

tahun >15 tahun Keterangan Rifampisin 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln Minum di depan petugas 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di depan

(41)

DDS Berdasarkan berat badan petugas 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di rumah Clofazimine 100 mg/bln 150 mg/bln 300 mg/bln Minum di rumah 50 mg 2x seminggu 50 mg/hari 50 mg/hari Minum di rumah Sumber: Modul Pelatihan ProgramP2 Kusta (2011)

Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan

Pemberantasan Penyakit Kusta adalah sebagai berikut :

a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT (Multi

Drug Therapy) 6 dosis dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan

RFT (Release From Treatemen) tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT (Multi

Drug Therapy) 24 dosis dalam waktu 24-36 bulan

dinyatakan RFT (Release From Treatemen) tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

c. RFT (Release From Treatemen) atau pasien kusta berhenti minum obat dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta.

d. Masa pengamatan. Pengamatan setelah RFT (Release

From Treatemen) dilakukan secara pasif:

(42)

2) Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium

e. Hilang/Out of Control (OOC) Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak mengambil obat dan dapat dikeluarkan dari register pasien.

f. Relaps (kambuh) Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT (Release From

Treatemen).5

6. Reaksi

Salah satu penyebab terjadinya kerusakan akut fungsi saraf adalah reaksi kusta. Itulah sebabnya monitoring fungsi saraf secara rutin sangat penting dalam upaya pencegahan dini cacat kusta. Bila kerusakan saraf terjadi kurang dari 6 bulan dan diobati dengan cepat dan tepat, tidak akan terjadi kerusakan saraf yang permanen. Pada cacat permanen, yang dapat dilakukan hanya upaya mencegah cacat dan rehabilitasi kusta.5

Ada 2 jenis cacat kusta, yaitu cacat primer yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M.Leprae seperti anastesi, claw hand dan kulit kering, sedangkan cacat sekunder terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan

(43)

saraf, seperti ulkus dan kontraktur. Penanganan reaksi dini dan tepat merupakan salah satu upaya pencegahan cacat primer.5

7. Upaya Pencegahan Kecacatan a. Pencegahan primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :

1) Penyuluhan kesehatan

Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki risiko tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran

(44)

penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat.

2) Pemberian imunisasi

Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi. Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG (Bacillus

Calmette-Guerin) satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut.

b. Pencegahan sekunder

Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler

(45)

karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain.

c. Pencegahan tertier

Pencegahan cacat kusta Pencegahan tertier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :

1) Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penanganan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf. 2) Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.

d. Rehabilitasi kusta

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan

(46)

sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006) Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi:

1) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur 2) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang

mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan

3) Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi 4) Terapi okupsi ( kegiatan hidup sehari-hari )

dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan 5) Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi

pada penderita cacat Tujuan pencegahan penyakit kusta adalah merupakan upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta.5

B. Kepatuhan Minum Obat

1. Pengertian

Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya.11

(47)

Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan.7

Kepatuhan minum obat pada pasien kusta di Poli Kusta Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Jepara dapat di lihat dari Lembar Monitoring Kunjungan Pasien Kusta sesuai format yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

2. Faktor – Faktor Yang Mendukung Kepatuhan

Ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh menurut Notoatmodjo, diantaranya :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari :

1) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge).

(48)

2) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).

3) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial.

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman – teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.

d. Perubahan model terapi .

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.

Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa.12

(49)

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :

a. Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika dirinya salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita. Instruksi minum obat, reaksi yang akan timbul dan kapan penderita harus datang kembali sudah diberikan oleh tenaga kesehatan yang bertugas pada saat pertama kali pasien memeriksakan diri.

Penderita kusta diharuskan datang ke Poli Kusta Donorojo untuk mengambil obat selama satu bulan sekali. Saat pengambilan obat penderita akan dilakukan observasi terkait reaksi obat dan perkembangan penyakit yang dideritanya. Apabila penderita tidak datang tepat tanggal

(50)

ataupun melebihi tanggal sesuai tanggal registrasi penderita maka penderita dapat dikatakan tidak patuh ataupun tidak memahami instruksi yang diberikan.

b. Tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu. Gunarso (1990 dalam Suparyanto, 2010) mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur – umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur – umur tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah. Lanjut usia sebagai kelompok usia yang telah lanjut mengalami kemunduran daya ingat, sehingga terkadang tidak dapat mencerna kepatuhan untuk diet rendah garam dengan

(51)

sempurna, namun hanya berkeinginan untuk menuruti keinginannya yaitu makan dengan rasa yang diinginkannya. c. Kesakitan dan pengobatan.

Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas sering terabaikan.

Pengobatan kusta harus dilakukan secara rutin selama masa pengobatan yaitu 6-12 bulan. Penderita kusta harus minum obat sesuai dengan tipe kusta yang diderita setiap hari sampai dikatakan RFT (Release From

Treatemen).

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian.

Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan sosial yang lebih, memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan kurangnya penguasaan terhadap lingkunganya.

(52)

e. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan.

Di dalam leaflet pengobatan deteksi dini kusta dari Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet keluarga sangat berperan dalam kesembuhan pasien kusta. Selama masa pengobatan r pasien diawasi oleh petugas minum obat (PMO) yaitu keluarga pasien yang diberikan edukasi sebelumnya tentang cara pengobatan penyakit kusta. f. Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya seseorang yang sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan

(53)

sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.

g. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang memiliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat.13

C. Teori Perilaku

Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain. Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2012) menjabarkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Ketika faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

(54)

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor predisposisi dalam arti umum juga dapat dimaksud sebagai prefelensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Prefelensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat. Faktor predisposisi melingkupi sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan. Selain itu status sosial-ekonomi, umur, dan jenis kelamin juga merupakan faktor predisposisi. Demikian juga tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan, termasuk kedalam faktor ini.

2. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor ini merupakan faktor antedesenden terhadap perilaku yang memungkinkan aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini melingkupi pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas).

(55)

3. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat merupakan faktor yang datang sesudah perilaku dalam memberikan ganjaran atau hukuman atas perilaku dan berperan dalam menetapkan dan atau lenyapnya perilaku tersebut. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan manfaat fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah diterima oleh pihak lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan. Faktor penguat bisa positif dan negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan.12

(56)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Sumber: Teori Lawrence Green (1991)

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Dependen Variabel Independen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Aplikasi Teori Lawrence Green

B. Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (2010), hipotesis diartikan sebagai suatu teori sementara, yang kebenarannya perlu diuji. Ada 2 hipotesis yaitu: hipotesis statistik atau disebut juga hipotesis Nol (H0) dan

hipotesis kerja (Ha) disebut juga hipotesis alternatif.16

Umur Tingkat Pendidikan Tingkat Pengetahuan Jenis Kelamin Akses Pelayanan Kesehatan Peran Keluarga Perilaku Kepatuhan Minum Obat Pekerjaan

(58)

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan umur dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

2. Ada hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

3. Ada hubungan pekerjaan dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

4. Ada hubungan tingkat pendidikan responden dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

5. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

6. Ada hubungan akses pelayanan kesehatan dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

7. Ada hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

(59)

C. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan metode kuantitatif yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai (diperoleh) menggunakan prosedur prosedur statistik atau cara cara lain dari pengukuran. Metode kuantitatif yang digunakan adalah non eksperimental, dengan pendekatan cross sectional atau studi potong lintang, yaitu pengukuran variabel pada satu saat tertentu saja.17

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen

Variabel dependen disebut juga variabel variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, akses pelayanan kesehatan, dan peran keluarga.

2. Variabel Independen

Variabel independen disebut juga terikat. Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku kepatuhan minum obat. E. Definisi Operasional

Tabel 3.1.

Daftar Nama Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Variabel Variabel Definisi Operasional, Skala Data

Alat Ukur Variabel Dependen

(60)

sejak lahir sampai dengan bertemu dengan peneliti yang dinyatakan dalam bentuk tahun

1. Dewasa awal : umur 18 - 40 tahun. 2. Dewasa madya : umur 41-60 tahun Skala Data Nominal

Jenis Kelamin

Adalah tanda fisik yang teridentifikasi pada pasien dan dibawa sejak dilahirkan.

1. Laki-laki 2. Perempuan Skala Data Nominal

Kuesioner

Pekerjaan

Adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pasien untuk mendapatkan penghasilan. 1. Bekerja

2. Tidak Bekerja Skala Data Nominal

Kuesioner

Tingkat pendidikan

Tingkatan pendidikan formal yang pernah diikuti responden.

1. Rendah (Tidak Sekolah-Tamat SMP) 2. Tinggi (Tamat SMA-Perguruan Tinggi)

Skala Data Nominal

Kuesioner

Tingkat Pengetahuan

Hal-hal yang diketahui atau dipahami oleh responden tentang pengetahuan penyakit kusta dan kepatuhan minum obat pada pasien kusta.

1. Pengetahuan baik 2. Pengetahuan kurang

Distribusi data normal : 1. Baik: X ≥ 6,8

2. Kurang: X < 6,8

Skala Data Ordinal

Kuesioner

Akses Pelayanan Kesehatan

Kemudahan akses menjangkau pelayanan kesehatan untuk memeriksakan diri pada pasien kusta.

1. Akses mudah 2. Akses sulit Skala Data Nominal

Kuesioner

Peran Keluarga

Peran keluarga dalam mendukung

penyembuhan pasien kusta dan sebagai Petugas Menelan Obat (PMO) kusta dirumah.

1. Peran keluarga baik 2. Peran keluarga kurang

(61)

Distribusi data normal : 1. Baik: X ≥ 11,63 2. Kurang: X < 11,63 Skala Data Nominal

Kuesioner

Variabel Independen

Perilaku kepatuhan minum obat

Perilaku kepatuhan minum obat pasien kusta dengan kategori pasien umum yang telah melakukan kunjungan ≥ 3x, tepat waktu dan tercatat dalam lembar monitoring pasien kusta di poli kusta. 1. Pasien Patuh

2. Pasien Tidak Patuh Skala Data Nominal

Lembar Observasi

F. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek yang mempunyai karakteristik tertentu yang sesuai dengan penelitian.16 Populasi

dalam penelitian ini adalah pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah 1085 pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah..

2. Sampel

Sampel adalah sebagian obyek yang diambil saat penelitian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi.16 Untuk menentukan besar sampel pada

penelitian cross sectional ini digunakan rumus Slovin18, yaitu :

(62)

n = Jumlah sampel N = Ukuran populasi

e = Tingkat kesalahan = 10 %

Maka jumlah sampel yang diperoleh adalah :

= 92

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling yang merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data.17

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil menjadi sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil menjadi sampel.17 Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Kriteria inklusi

1) Pasien kusta lama dan merupakan pasien umum yang melakukan pemeriksaan di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

(63)

2) Pasien kusta tipe MB (Multi Baciler) yang telah melakukan kunjungan pengobatan selama ≥ 3 bulan. 3) Pasien tidak sedang mengalami sakit berat.

4) Pasien kusta yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien kusta masa rehabilitasi yang melakukan pemeriksaan di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

2) Pasien kusta tipe MB (Multi Baciler) yang baru melakukan pemeriksaan atau kunjungan pertama.

3) Pasien kusta tipe MB (Multi Barier) yang belum melakukan kunjungan pengobatan selama minimal 3 bulan.

4) Pasien yang sedang mengalami sakit berat

5) Pasien kusta yang tidak bersedia menjadi responden. G. Pengumpulan Data Penelitian

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, dan memahami melalui

(64)

media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan.19

Data primer dalam penelitian ini di dapatkan dari hasil wawancara dan hasil kuesioner. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berupa data literatur yaitu lembar monitoring kepatuhan minum obat pasien kusta yang didapat dari Unit Rehabilitasi Kusta Rumah Sakit Kelet.

2. Metode Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan responden sesuai dengan kuesioner dan melakukan pengamatan pada pengisian lembar monitoring minum obat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah.

3. Instrumen Penelitian

Intrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dan lembar pedoman observasi. Kuesioner adalah pernyataan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang dia ketahui. Kuesioner dalam penelitian ini adalahjenis

kuesioner langsung yang terbuka dengan memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.16

Sedangkan lembar observasi didapatkan dari hal-hal yang tertulis di lembar monitoring pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Rumah

(65)

Sakit Kelet Provinsi Jawa Tengah. Terdapat 3 poin dalam lembar penelitian. Poin tersebut didapatkan dari 3 variabel yang diambil oleh peneliti, yaitu pasien yang melakukan kunjungan ≥ 3 kali, pasien melakukan kunjungan ulang tepat waktu dan pengobatan MDT tercatat di lembar monitoring. Apabila 3 poin tersebebut berisi “YA” berarti patuh, sedangkan apabila salah 1 poin berisi “TIDAK” berarti tidak patuh.

Uji coba instrumen kuesioner perlu dilakukan sebelum melakukan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar instrumen yang akan digunakan dalam mengukur variabel memiliki validitas dan reliabilitas sesuai dengan ketentuan. Instrument dikatakan valid apabila instrumen tersebut telah melalui uji reliabilitas. Uji instrumen yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

a. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas adalah suatu alat yang menunjukkan seberapa jauh suatu instrumen memiliki ketepatan dan kecermatan dalam melakukan fungsi ukurnya. Arikunto mengatakan, tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Validitas dalam penelitian ini merupakan jenis validitas isi. Untuk menguji validitas instrumen dalam

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Indera pendengar ikan hanya terdiri dari atas telinga dalam saja yang berfungsi sebagai organ pendengar dan alat keseimbangan indra pendengar ini kurang berkembang dengan baik..

Berdasarkan beberapa pengertian yang diungkapkan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun

The Effect of Using Story Mapping Technique on Developing Tenth Grade Students’ Short Story Writing Skills in EFL, Journal of English Language Teaching , vol.3, p.182.

Sesuai dengan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan didapatkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berfikir kritis matematis menggunakan model

Keberadan dari himpunan fundamental dari solusi-solusi dapat dinyatakan dengan cara yang sama seperti   persamaan orde dua..

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Focus Group Discussion (FGD) karena pada saat dilakukan survey dan pendekatan ditemukan

penanganan / pengelolaan arsip yang sesuai dengan aturan dengan capaian sebesar 11,8 %. Jumlah arsip dengan sistem administrasi yang baik pada tahun 2013 sebanyak 8.200

data yang dikumpulkan dari pengukuran sensor di setiap budidaya dapat dimonitor secara online melalui website (laptop, PC ataupun perangkat ponsel). Sistem yang