• Tidak ada hasil yang ditemukan

CYBERBULLYING PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CYBERBULLYING PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

CYBERBULLYING PADA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

Rianda Febrianti & Gagan Hartana TB

1. Psikologi, Universitas Indonesia, Indonesia 2. Psikologi, Universitas Indonesia, Indonesia

E-mail: rianda.febrianti@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran cyberbullying pada mahasiswa Universitas Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian ini kuantitatif dengan pengumpulan data melalui kuesioner online. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini hasil adaptasi dari alat ukur Willard yang bernama Student Assessment

Survey dengan format dan teknik skoring dari alat ukur Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) yang disusun

oleh Topcu dan Baker. Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan statistik deskriptif. Jumlah partisipan yang terlibat dalam penelitian ini 133 mahasiswa. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 77% (N=103) mahasiswa UI pernah terlibat dalam cyberbullying. Mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan, berusia 20-25 tahun dan menggunakan internet 21-42 jam per minggu lebih banyak terlibat cyberbullying baik sebagai pelaku maupun korban.

Kata kunci: cyberbullying, mahasiswa

Cyberbullying of Students of Universitas Indonesia Abstract

This study was conducted to know the description of cyberbullying of students of Universitas Indonesia. The method used in this study was quantitative and collecting data through online questionnaires. Measuring instruments were the results of the adaptation of the instrument from Willard, named Student Assessment Survey with format and scoring technique from Cyber Bullying Inventory Revised (RCBI) compiled by Topcu and Baker. In processing the data, the researcher used descriptive statistics. The number of participants involved in this study 133 students. The result of the study showed that 77% of students involved in cyberbullying. Female students, age 20-25 years and using the internet for 21-42 hours per week, are more involved in cyberbullying than other characteristics either as perpetrators or victims.

Keyword: cyberbullying, student

Pendahuluan

Perilaku bullying sudah lama menjadi perhatian para orang tua dan pendidik karena dapat berdampak buruk kepada perkembangan psikologis seseorang. Bullying adalah perilaku agresif yang intensif dan terjadi dengan kekuatan yang tidak seimbang antara kedua orang berkonflik (Nansel et al., 2001; Olweus, 1993a, dalam Kowalski, Limber & Agatston, 2008). Beberapa dampaknya adalah depresi, kecemasan tinggi, kegagalan akademis, menghindari akademis sampai yang terburuk bunuh diri dan biasanya terjadi di sekolah atau lingkungan (Kowalski, Limber & Agatston, 2008).

(2)

Seiring perkembangan teknologi komunikasi yang semakin pesat dan membuat interaksi sosial dapat dilakukan dimana pun dan kapan pun, berkembang bullying yang dilakukan dalam interaksi menggunakan teknologi komunikasi. Beberapa ahli menyebut jenis bullying baru tersebut cyberbullying, yaitu, bullying yang melibatkan penggunaan pesan digital yang dikirim melalui perangkat teknologi komunikasi (Patchin & Hinduja, 2006; Willard, 2006). Pachin & Hinduja (2010) mengatakan bahwa cyberbullying adalah bentuk unik dari perilaku bullying yang menjadi sorotan beberapa tahun belakangan ini.

Cyberbullying juga dinilai salah satu fenomena yang patut mendapat perhatian karena dampak negatif yang dirasakan dapat sama dengan bullying bahkan bisa lebih hebat (Kowalski, Limber & Agatston, 2008; Faryadi, 2011; Willard, 2006). Dampak cyberbullying dinilai bisa lebih serius karena korban sulit menghindar dari pelaku, mereka dapat merasakan cyberbullying kapan dan dimana pun dan terkadang para pelaku menggunakan anonimitas saat melakukan cyberbullying sehingga sulit dilacak dan dihentikan (Willard, 2006).

Data terkini tentang cyberbullying, dari penelitian Pachin dan Hinduja, pada tahun 2014, ditemukan sebanyak 17% pelaku cyberbullying dan 34.6% korban dari 661 sampel yang diteliti. Penelitian tersebut dilakukan pada populasi pelajar usia 11-14 tahun. Namun, ternyata menurut beberapa ahli, kebanyakan penelitian cyberbullying diteliti pada populasi pelajar dan masih sedikit penelitian cyberbullying pada populasi mahasiswa (Johnson, 2012 & Zalaquett & Chatters, 2014). Padahal beberapa penelitian pada populasi mahasiswa juga didapatkan cyberbullying terjadi pada mahasiswa. Beberapa penelitian cyberbullying pada mahasiswa pernah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa perilaku cyberbullying terjadi pada populasi mahasiswa (Jonhson, 2012). Penelitian terkini, Zalaquett dan Chatters (2014) menerangkan bahwa sebanyak 19% dari 613 mahasiswa pernah merasakan cyberbullying selama di universitas. Beberapa peneliti menyoroti terbatasnya penelitian cyberbullying pada mahasiswa sehingga peneliti mengharapkan lebih banyak penelitian yang menggambarkan cyberbullying pada mahasiswa dengan frekuensi dan karakteristik yang lebih bervariasi (Lindsay & Krysik, 2012; Molluzzo & Lawler, 2012; Schenk & Fremouw, 2012, dalam Zalaquett dan Chatters, 2014).

Di samping itu, usia yang mendominasi pada mahasiswa adalah usia dewasa muda. Menurut Papalia, Olds dan Feldmen (2009), seseorang yang memasuki masa dewasa muda sudah mulai disibukkan dengan aktivitas di perguruan tinggi atau pekerjaan. Bila merujuk pada tahapan perkembangan Erikson, perkembangan psikososial pada dewasa muda intimacy

(3)

versus isolation. Ketika individu dewasa muda tidak dapat membentuk hubungan sosial yang intim dengan orang-orang sekitarnya, maka ia akan merasakan terasing atau sendiri. Ketika mahasiswa mengalami cyberbullying dan terkena dampaknya sehingga merasa tidak mampu membangun hubungan sosial yang dekat melalui dunia maya yang mungkin banyak diandalkannya untuk membangun hubungan yang lebih dekat, mahasiswa tersebut dapat merasa terasing atau terisolasi. Kondisi ini masalah yang dapat mengganggu kehidupan mereka dan cyberbullying dapat berdampak serius bagi mereka.

Pada penelitian ini, peneliti mencoba memperkaya temuan tentang cyberbullying dengan melihat gambaran cyberbullying berdasarkan jenis kelamin, usia, dan lama penggunaan internet. Dalam penelitian pada populasi pelajar, ditemukan bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-laki dalam keterlibatan cyberbullying. Sedangkan, pada penelitian yang lain dijelaskan tidak terdapat perbedaan antara perilaku cyberbullying pada laki-laki dan perempuan, terjadinya perbedaan hasil pada penelitian kemungkinan disebabkan perbedaan pada metode penelitian yang dilakukan (Kowalski, Limber, dan Agaston, 2008). Dari segi usia, perilaku cyberbullying banyak terjadi pada anak usia belasan tahun atau remaja sehingga banyak penelitian dilakukan pada populasi tersebut. Pada mahasiswa, ada dua jenis kelompok usia, yaitu, remaja dan dewasa muda. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana gambaran persebaran cyberbullying pada mahasiswa yang rata-rata tergolong pada usia remaja akhir (17-19 tahun) dan usia dewasa muda (20-40 tahun) (Papalia, Olds & Feldmen, 2009). Terkait dengan penggunaan internet, Zalaquett dan Chatters (2014) menemukan bahwa pada populasi mahasiswa, frekuensi penggunaan komputer yang tinggi tidak membuat seseorang semakin rentan mengalami cyberbullying. Hasil penelitian tersebut menimbulkan pertanyaan pada peneliti bagaimana gambaran cyberbullying jika dilihat bukan dari penggunaan komputer melainkan, pada aktivitas yang lebih spesifik, frekuensi online di internet.

Penggabungan gambaran ketiga aspek tersebut, peneliti harapkan dapat menggambarkan cyberbullying pada pelaku dan korban. Peran pada cyberbullying, menurut Willard (2006), sama dengan peran yang terdapat pada bullying,yaitu, pelaku, korban dan bystander. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan untuk melihat cyberbullying pada peran pelaku dan korban.

Berkaitan dengan populasi penelitian ini, peneliti meneliti populasi mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Pemilihan mahasiswa UI menjadi populasi karena mahasiswa UI

(4)

termasuk populasi yang telah terbiasa menggunakan internet dalam dunia akademis. Peneliti berasumsi penggunaan internet dalam keseharian akademis membuka kesempatan yang besar untuk terlibat dalam cyberbullying sehingga peneliti memilih populasi mahasiswa UI, selain itu, untuk menyeragamkan dan mengurangi bias hasil penelitian yang disebabkan perbedaan kemampuan dalam menggunakan internet yang mungkin bisa terjadi pada mahasiswa kampus lain. Peneliti juga menemukan bahwa UI belum memiliki kebijakan atau program yang preventif dan akuratif terkait cyberbullying pada mahasiswa (Himpunan Peraturan Akademis, 2014) sehingga menjadi menarik untuk melihat bagaimana gambaran cyberbullying pada mahasiswa UI.

Beberapa temuan yang dipaparkan di atas mengarahkan peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran cyberbullying pada mahasiswa UI. Berharap penelitian ini dapat memberikan bagaimana gambaran cyberbullying pada mahasiswa UI dan dapat menjadi referensi dalam memberi intevensi yang tepat pada fenomena cyberbullying terutama untuk orang tua dan institusi pendidikan tinggi. Selain itu, diharapkan penelitian ini juga dapat meningkatkan kesadaran publik terhadap isu cyberbullying yang patut diperhatikan di era digital untuk mengurangi dampak-dampak yang tidak diharapkan dari semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.

Tinjauan Teoritis

Cyberbullying berkembang sejak perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Nama lain cyberbullying adalah electronic bullying atau bullying online (Raskauskas & Stoltz, 2007; Freis & Gurung, 2012). Kata cyberbullying sendiri merujuk dari istilah bullying. Bullying merupakan perilaku agresif yang intensif dan terjadi dengan kekuatan yang tidak seimbang antara kedua orang yang berkonflik (Nansel et al., 2001; Olweus, 1993a, dalam Kowalski, Limber & Agatston, 2008). Perilaku bullying yang ditemui dan muncul seiring perkembangan teknologi dalam interaksi dunia maya dikenal dengan cyberbullying. Pachin dan Hinduja mengatakan bahwa cyberbullying adalah bentuk unik dari perilaku bullying. Cyberbullying sering juga disebut sebagai tipe baru dari bullying (Kowalski, Limber dan Agaston, 2008). Hal tersebut didukung dengan beberapa ahli yang mendefinisikan cyberbullying merujuk dari definisi bullying (Smith dkk, dalam Dooley, Pyzalski dan Croos, 2009; Kowalski, Limber dan Agaston, 2008).

(5)

Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi cyberbullying menurut beberapa ahli, Willard (2006) mendefinisikan cyberbullying adalah mengirim atau mengepos teks yang menyakiti dan kejam melalui internet dan alat komunikasi digital. Sedangkan, menurut Tokunaga, cyberbullying adalah beberapa perilaku yang tampil di media elektronik atau digital oleh individu maupun kelompok berupa komunikasi yang menyerang dan bermusuhan melalui pesan yang sifatnya intensif dan berulang sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan dan bahaya bagi orang lain. Kowalski, Limber dan Agaston (2008) mengartikan cyberbullying adalah perilaku bullying yang melibatkan penggunaan e-mail, pesan instan, pesan digital bergambar, dan gambar digital tang dikirim melalui telepon selular, halaman website, blog, ruang obrolan (chat rooms) atau grup diskusi dan informasi yang menggunakan teknologi komunikasi. Merujuk langsung dari pengertian Olweus dari definisi bullying, Smith dkk mendefinisikan cyberbullying adalah perilaku agresif, intensif dan berulang yang dilakukan individu maupun berkelompok menggunakan komunikasi elektronik dan korbannya tidak dapat melakukan perlawanan secara mudah dan seimbang (dalam Dooley, Pyzalski dan Croos 2009). Dari beberapa definisikan di atas, dapat disimpulkan bahwa cyberbullying adalah perilaku menyakiti, membahayakan dan membuat orang lain tidak nyaman yang dilakukan intensif dan berulang oleh individu maupun kelompok melalui komunikasi media elektronik atau digital seperti e-mail, pesan instan, gambar digital yang dikirim melalui telepon selular, halaman webstite, blog, chat rooms atau grup diskusi dan informasi dengan keadaan korban tidak dapat melakukan perlawanan secara mudah dan seimbang.

Dalam mengidentifikasi perilaku cyberbullying, peneliti mengenali cyberbullying melalui bentuk-bentuk cyberbullying menurut Willard dan Kowalski, Limber dan Agaston. Cyberbullying. Selain itu, peneliti juga akan menjelaskan tentang peran-peran dalam perilaku cyberbullying untuk membedakan yang melakukan perilaku, dikenai perlakuan dan menyaksikan perilaku cyberbullying.

Willard (2006) membagi bentuk-bentuk tersebut menjadi tujuh bentuk, yaitu, flaming, gangguan (harassment), cyberstalking, memfitnah (denigration), penyamaran (masquerade), outing dan trickery, tindakan pengeluaran (exclution). Dan Kowalski, Limber dan Agaston menambahkan satu cara lagi yang disebut Happy slapping. Cara-cara tersebut dilakukan pelaku cyberbullying sehingga menyakiti atau membahayakan orang lain. Menurut Willard, flaming, yaitu, ketika seseorang mengirimkan pesan yang berisi kemarahan, kasar dan vulgar kepada seseorang secara privat maupun dalam grup online. Kedua, gangguan (harassment)

(6)

adalah tindakan mengirimkan pesan-pesan yang bersifat menyerang kepada seseorang. Dalam Black’s Dictionary (2004), gangguan (harassment) didefinisikan sebagai kata-kata, aksi atau perilaku yang menyebalkan, memperingatkan atau menyebabkan tekanan (distress) secara emosional pada diri seseorang yang menjadi dikenai perilaku tersebut. Menurut Kowalski, Limber, Agaston (2008), ada dua hal yang membedakan gangguan dengan flaming, pertama gangguan dilakukan dengan jangka waktu yang lebih lama daripada flaming. Kedua, gangguan lebih menjurus ke satu sisi (one-sided) sehingga satu pelaku paling tidak memiliki satu target bullying, berbeda dengan flaming yang tidak terlalu jelas siapa yang menjadi target karena masing-masing individu bisa saling serang satu sama lain. Ketiga, penguntitan (cyberstalking) lebih dijelaskan sebagai gangguan yang membahayakan dan mengintimdasi seseorang dengan intensitas yang tinggi (Willard, 2006). Kowalski, Limber, Agaston (2008) menjelaskan penguntitan (cyberstalking) adalah penggunaan komunikasi elektronik untuk mengejar atau mengikuti seseorang melalui komunikasi yang mengganggu dan mengancam. Keempat, memfitnah (denigration) merupakan tindakan mengirim pesan yang berbahaya, tidak benar dan kejam tentang seseorang ke orang lain (Willard, 2006). Pelaku menyebarkan informasi yang mencela/menghina dan tidak benar tentang orang lain (Kowalski, Limber, Agaston, 2008). Kelima, penyamaran (Masquerade / impersonation), yaitu, berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan atau mengepos hal-hal yang dapat membuat orang tersebut dinilai jelek atau membuat orang tersebut berpotensi dalam bahaya (Willard, 2006). Keenam, outing dan Trickery didefinisikan sebagai tindakan mengirim, mengepos dan menyebarkan informasi yang mengandung hal yang sensitif, pribadi, memalukan atau pesan yang tidak pernah diniatkan korban untuk dibagi ke publik. Ketujuh, pengasingan / pengeluaran (Ostacism/exclusion) biasanya dilakukan dalam grup online, ketika seseorang dikucilkan, dikeluarkan atau terasingkan dari sebuah grup online (Willard, 2006). Terakhir, happy slapping, menurut Kowalski, Limber, Agaston, happy slapping termasuk metode baru yang marak dalam dunia maya. Dalam happy slapping, pelaku merekam atau memfoto tindakan kekerasan terhadap korban dan mengunduh dan menyebarkannya ke internet agar dapat dilihat banyak orang.

Metode Penelitian

Variabel penelitian ini adalah perilaku cyberbullying. Secara konseptual, cyberbullying adalah perilaku menyakiti, membahayakan dan membuat orang lain tidak nyaman yang dilakukan intensif dan berulang oleh individu maupun kelompok melalui komunikasi media elektronik seperti e-mail, pesan instan, gambar digital yang dikirim melalui telepon selular,

(7)

halaman webstite, blog, chat rooms atau grup diskusi dan informasi dengan keadaan korban tidak dapat melakukan perlawanan secara mudah dan seimbang.

Secara operasional, perilaku cyberbullying diperlihatkan dalam beberapa bentuk perilaku yaitu flaming, gangguan (harassment), cyberstalking, memfitnah (denigration), penyamaran (masquerade), outing dan trickery, tindakan pengeluaran (exclution) dan happy slapping (Willard, 2006; Kowalski, Limber, Agaston, 2008). Bentuk-bentuk perilaku tersebut merupakan indikator dari cyberbullying. Perilaku tersebut diukur dengan tingkat kemunculannya dalam pengalaman partisipan dengan alat ukur yang mengadaptasi dari Student Assessment Survey oleh Willard dengan format dan skoring alat ukur Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) yang disusun oleh Topcu dan Baker tahun 2010. Semakin tinggi skor yang didapat dari alat ukur tersebut semakin mengindikasi frekuensi cyberbullying yang pernah dialami.

Berdasarkan Kumar (2005), penelitian ini termasuk kepada applied research. Sedangkan, dari tujuan, penelitian ini termasuk kepada jenis descriptive research. Bila dilihat berdasarkan metode pengumpulan data, penelitian ini termasuk kepada jenis quantitative research karena dalam pengolahan data digunakan perhitungan angka untuk skoring cyberbullying. Berdasarkan reference of period, penelitian ini merupakan penelitian retrospective. Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan manipulasi atau intervensi terhadap subjek penelitian sehingga bila dilihat berdasarkan nature of investigation, penelitian ini termasuk non-experimental.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia yang menggunakan internet dalam aktivitas. Peneliti memilih sampel mahasiswa UI program Vokasi dan Sarjana. Pemilihan sampel ini dilakukan karena selain jumlah mahasiswa program Vokasi dan Sarjana paling besar jumlahnya, UI juga memiliki program khusus Orientasi Belajar Mahasiswa bagi mahasiswa program Vokasi dan Sarjana yang memperkenalkan penggunaan internet dalam aktivitas akademis peserta didik dan Universitas Indonesia juga menerapkan penggunaan internet sebagai sarana akademis seperti program Scele, SIAKNG dan lain-lain (ui.ac.id) sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi mahasiswa UI program Vokasi dan Sarjana memiliki kemampuan yang sama dalam penggunaan internet. Dengan karakteristik partisipan, Mahasiswa Universitas Indonesia Program Vokasi atau Sarjana dan aktif menggunakan internet terutama dalam media sosial. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah accidental sampling dan metode non-probability sampling, dengan jumlah partisipan 133 orang.

(8)

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku cyberbullying adalah alat ukur hasil dari mengadaptasi Student Assessment Survey (SAS) oleh Willard dengan format dan skoring alat ukur Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) yang disusun oleh Topcu dan Baker (2010), yang disebut Kuesioner Interaksi Sosial di Internet (KISI). Alat ukur ini disebar menggunakan internet agar partisipan dapat mengisi kuesioner tanpa merasa diawasi oleh peneliti sehingga diharapkan dapat lebih jujur dengan respon yang diberikan. Format dan teknik scoring KISI mengadaptasi dari Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) yang disusun oleh Topcu dan Baker. Skala yang digunakan dalam kuesioner tersebut adalah skala Likert dimulai dari 1 (tidak pernah) hingga 4 (lebih dari 3 kali) untuk setiap pertanyaan dan tidak ada item yang dibalik dalam melakukan scoring. Rentang skor yang mungkin dicapai individu di kuesioner ini berkisar 9-72. Skor minimal 9 menunjukkan tidak ada satu pun perilaku cyberbullying yang menjadi pengalaman partisipan dan skor maksimal 72 menunjukkan bahwa partisipan pernah merasakan semua bentuk perilaku cyberbullying dalam frekuensi lebih dari 3 kali dalam enam bulan terakhir.

Peneliti menggunakan validitas konten karena variabel belum berbentuk konstruk melainkan berupa bentuk-bentuk perilaku. Untuk memeriksa validitas konten, KISI diperlihatkan kepada dua ahli, Ahli Bullying dan Ahli Jejaring Sosial. Dari masukan ahli tersebut, tidak ada konten yang diperbaiki. Namun, karena konten dalam item-item tersebut bersifat negatif, ada rekomendasi dari Ahli Bullying untuk menambahkan beberapa pertanyaan netral agar membuat isi KISI lebih berimbang. Hasil penelitian yang didapat akan diolah melalui system IBM SPSS Statistic 21.0. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistika deskriptif dan Partial Correlation.

Hasil dan Pembahasan

Dalam penelitian ini, partisipan yang terlibat dalam penelitian adalah mahasiswa UI program vokasi dan sarjana. Peneliti menyebarkan kuesioner melalui internet. Selama kurang lebih empat hari, peneliti berhasil mendapatkan 135 kuesioner yang sudah terisi secara online. Dari 134 kuesioner tersebut, ada 1 kuesioner yang tidak terisi lengkap sehingga hanya 133 kuesioner yang dapat diolah.

Tabel 1 Karakteristik Partisipan

Karakteristik N % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 54 79 40.6 59.4 Usia

(9)

≤ 19 tahun 20 tahun-25 tahun 41 92 30.8 69.2

Akses Internet di Rumah

Ada Tidak Ada 126 7 94.7 5.3

Durasi Penggunaan Internet per Minggu

Kurang dari 21 Jam 21-42 Jam

43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam Lebih dari 105 Jam

9 62 30 24 6 2 6.8 46.6 22.6 18 4.5 1.6

Aktivitas yang Paling Disukai Saat Online

Berinteraksi dengan teman

Berdiskusi dengan teman di komunitas atau grup online

Menjelajahi internet untuk mencari hal-hal baru

Bermain online games Belanja Online Mengerjakan tugas Lain-lain 99 63 116 32 27 110 18 74.4 47.3 87.2 24.1 20.3 82.7 13.5

Dilihat dari jenis kelamin dari partisipan yang mengisi kuesioner, walaupun metode pengumpulan yang digunakan adalah accidental sampling, peneliti mendapati proporsi yang tidak terlalu jauh perbedaannya antara laki-laki dan perempuan. Dari 133 mahasiswa yang menjadi partisipan, ada 54 partisipan laki-laki dan 79 partisipan perempuan. Bila dilihat presentasenya, 40.6% laki-laki dan 59.4 perempuan.

Partisipan penelitian ini merupakan mahasiswa Program Vokasi (D3) atau Sarjana (S1) yang memiliki rentang usia 17-25 tahun, jumlah partisipan terbanyak berusia 20-25 tahun, yaitu, sekitar 69% dan usia lebih muda atau sama dengan 19 tahun sebanyak 31%. Dari 133 partisipan, sebagian besar partisipan memiliki akses internet di rumah hal ini ditunjukkan dengan jumlah partisipan sebanyak 94.7% yang memiliki akses internet di rumah dan 5.3% yang tidak memiliki akses internet di rumah. Berdasarkan data yang didapat oleh peneliti, partisipan menggunakan internet (online) dalam seminggu antara 14-160 jam sehari. Sebagian besar partisipan menghabiskan waktu menggunakan internet 21-42 jam per minggu, yaitu, sebanyak 46.6% partisipan. Sebanyak 22.6% partisipan 43-63 Jam per minggu, 18% partisipan 85-105 jam per minggu. Dilihat dari aktivitas yang paling disukai saat online, peneliti telah membuat beberapa kategori aktivitas yang banyak dilakukan di internet. Dari tujuh kategori yang dihadirkan dalam pilihan partisipan, ada sejumlah aktivitas yang menjadi favorit dari partisipan, antara lain, sebanyak 87.2% partisipan memilih aktivitas “Menjelajahi

(10)

internet untuk mencari hal-hal baru”, 82.7% partisipan memilih “Mengerjakan Tugas”, 74.4% partisipan memilih “Berinteraksi dengan Teman”, 47.3% menyukai “Berdiskusi dengan Teman di Komunitas atau Grup Online”, 24.1% partisipan suka “Bermain Online Games”, 20.3% memilih “Belanja Online” dan 13.5 % partisipan menyukai aktivitas lain seperti, “Menonton Video”, “Membaca Komik atau Novel Online” dan lain-lain.

Dalam melihat keterlibatan pada cyberbullying, peneliti melihat membagi sebagai pelaku dan korban yang dilihat dari kemunculan pengalaman pada bentuk-bentuk perilaku cyberbullying. Ada sekitar 77% (N=103) partisipan yang pernah terlibat perilaku cyberbullying dalam enam bulan terakhir, baik itu sebagai pelaku maupun korban. Sedangkan, sebanyak 23% (N=30) partisipan mengaku tidak terlibat perilaku cyberbullying. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan pernah terlibat dalam perilaku cyberbullying.

Peneliti mendapatkan sekitar 68% (N=70) partisipan menjadi pelaku maupun korban. Sedangkan, partisipan yang murni menjadi pelaku ada 11% (N=11) dan yang murni menjadi korban sebanyak 25% (N=26). Data tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, jumlah yang merupakan pelaku maupun korban lebih dominan daripada yang murni menjadi pelaku atau korban. Selain itu, hasil tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah yang hanya menjadi korban lebih banyak ketimbang yang menjadi pelaku cyberbullying.

Tabel 2 Bentuk Perilaku Cyberbullying

Perilaku Peran Frekuensi N % Total

(%)

Flaming Pelaku 1 kali 15 11.3 18.8

2-3 kali 8 6.0

Lebih dari 3 kal 2 1.5

Korban 1 kali 22 16.5 36.1

2-3 kali 16 12.0

Lebih dari 3 kali 10 7.5

Gangguan Pelaku 1 kali 15 11.3 25.6

2-3 kali 14 10.5

Lebih dari 3 kali 5 3.8

Korban 1 kali 24 18.0 40.6

2-3 kali 19 14.3

Lebih dari 3 kali 11 8.3

Penguntitan Pelaku 1 kali 13 9.8 16.5

2-3 kali 7 5.3

(11)

Korban 1 kali 24 18.0 31.6

2-3 kali 6 4.5

Lebih dari 3 kali 12 9.0

Outing & Trickery

Pelaku 1 kali 23 17.5 22.5

2-3 kali 4 3.0

Lebih dari 3 kali 3 2.0

Korban 1 kali 16 12.0 29.5

2-3 kali 13 10.0

Lebih dari 3 kali 10 7.5

Penyamaran Pelaku 1 kali 4 3.0 6.8

2-3 kali 4 3.0

Lebih dari 3 kali 1 .8

Korban 1 kali 6 4.5 12.0

2-3 kali 7 5.3

Lebih dari 3 kali 3 2.3

Pengasingan Pelaku 1 kali 9 6.8 9.0

2-3 kali 3 2.3

Lebih dari 3 kali 0 0.0

Korban 1 kali 3 2.3 4.5

2-3 kali 1 .8

Lebih dari 3 kali 2 1.5

Happy Slapping

Pelaku 1 kali 0 0.0 .8

2-3 kali 0 0.0

Lebih dari 3 kali 1 .8

Korban 1 kali 3 2.3 3.8

2-3 kali 1 .8

Lebih dari 3 kali 1 .8

Memfitnah Pelaku 1 kali 10 7.5 12.8

2-3 kali 5 3.8

Lebih dari 3 kali 2 1.5

Korban 1 kali 10 7.5 20.3

2-3 kali 10 7.5

Lebih dari 3 kali 7 5.3

Dilihat dari frekuensi kemunculan perilaku, pada perilaku flaming, dari 133 partisipan, ada sekitar 19% yang pernah melakukan perilaku tersebut dan 36% pernah menjadi korban flaming dalam enam bulan terakhir. Perilaku gangguan (harassment) menunjukkan angka yang tertinggi dari semua perilaku, baik pada pelaku maupun korban,

(12)

pada perilaku ini, sebanyak 26% (N=34) partisipan mengaku pernah melakukan perilaku ini kepada orang lain, dan sebanyak 41% (N=54) pernah dikenai perilaku ini oleh orang lain. Selanjutnya, pada perilaku cyberstalking, ada sekitar 16.5% partisipan mengaku pernah melakukan cyberstalking dan 32% dari 133 partisipan mengaku pernah dikenai perilaku cyberstalking oleh orang lain. Pada perilaku outing dan trickery, peneliti menggabungkan hasil dua item yang mewakili outing dan trickery, hasil tersebut menunjukkan ada 22.5% (N=30) partisipan yang mengaku pernah melakukan perilaku tersebut dan sebanyak 29.5% (N=33) pernah dikenai perilaku outing dan trickery. Untuk perilaku penyamaran, dari 133 partisipan 7% (N=9) yang pernah melakukan penyamaran di dunia maya, sedangkan partisipan yang pernah menjadi korban penyamaran ada hampir dua kali yang melakukan, yaitu, sebanyak 12 % (N=16). Perilaku pengasingan atau pengeluaran seseorang dari sebuah kelompok atau grup memiliki hasil yang tidak terlalu banyak terjadi pada partisipan penelitian, pada perilaku ini, partisipan yang mengaku pernah melakukannya kepada orang lain 9% (N=12) dan yang pernah menjadi korban 4.5% (N=6). Selanjutnya pada perilaku happy slapping, dari jumlah pelaku, perilaku ini paling sedikit yaitu, 1% (N=1) dari 133 partisipan, sedangkan untuk korban sebanyak 4% (N=5). Terakhir, perilaku memfitnah pada dunia maya, peneliti menemukan ada 13% (N=17) partisipan yang pernah melakukan perilaku ini, dan sebanyak 20% (N=27) pernah menjadi korban perilaku ini.

Gambar 1 Jumlah Korban dan Pelaku Berdasarkan Perilaku

Bila ditinjau secara keseluruhan, dapat terlihat bahwa pada mahasiswa Universitas Indonesia, perilaku gangguan menduduki perilaku paling banyak jumlah pelaku sekaligus korbannya, yaitu, 41% untuk korban dan 26% untuk pelaku (lihat gambar 1). Selanjutnya, flaming dengan jumlah korban terbanyak kedua (36%) dan cyberstalking ketiga (32%).

1   9   7   13   22.5   16.5   19   26   4   4.5   12   20   29.5   32   36   41   0   10   20   30   40   50   Happy  slapping   Pengasingan   Penyamaran   Memfitnah   Ou?ng  &  Trickery   Cyberstalking   Flaming   Gangguan  

Korban  (%)   Pelaku  (%)  

(13)

Sedangkan, perilaku terbanyak kedua pelakunya outing dan trickery (22.5%) dan ketiga flaming (19%).

Dalam bagian ini, peneliti akan memaparkan penemuan tentang cyberbullying berdasarkan tiga karakteristik jenis kelamin, usia dan lama penggunaan internet pada mahasiswa UI berupa data deskriptif tentang keterlibatan partisipan selama enam bulan terakhir.

Tabel 3 Tabulasi Cyberbullying berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Penggunaan Internet

Pelaku

Karakteristik Kategori N %*

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 30 46 39.5 60.5 Usia ≤ 19 tahun 20-25 tahun 24 52 31.6 68.4 Lama penggunaan

internet (per minggu)

≤ 21 Jam 21-42 Jam 43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam ≥ 105 Jam 5 40 14 12 4 1 6.6 52.6 18.4 15.8 5.3 1.3

Korban Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan 36 55 39.6 60.4 Usia ≤ 19 tahun 20-25 tahun 33 58 36.3 63.7 Lama penggunaan

internet (per minggu)

< 21 Jam 21-42 Jam 43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam >105 Jam 8 43 20 15 5 0 8.8 47.2 22 16.5 5.5 0 Keseluruhan Pelaku dan Korban

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 40 63 38.8 61.2 Usia ≤ 19 tahun 20-25 tahun 35 68 34 66 Lama Penggunaan

internet (per minggu)

< 21 Jam 21-42 Jam 43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam 8 53 21 15 5 7.8 51.5 20.4 14.6 4.9

(14)

>105 Jam 1 1

*berdasarkan jumlah sampel per karakteristik

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa pelaku cyberbullying berjenis kelamin perempuan berjumlah lebih banyak dari pada pelaku berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan keseluruhan pelaku dan korban, dari 103 partisipan yang terlibat cyberbullying, jumlah laki-laki sebanyak 38.8% (N=40) dan perempuan sebanyak 61.2% (N=63). Berdasarkan usia yang dibagi menjadi dua kategori, ≤ 19 tahun dan 20-25 tahun. Berdasarkan keterlibatan baik sebagai pelaku dan korban, jumlah ≤ 19 tahun sebanyak 34% (N=35) dan 20-25 tahun sebanyak 66% (N=68). Dari lama penggunaan internet (online), paling banyak menghabiskan waktu menggunakan internet sekitar 21-42 jam per minggu. Dari keseluruhan pelaku dan korban, sebanyak 51.5% (N=53) menghabiskan waktu 21-42 jam per minggu untuk menggunakan internet.

Tabel 4 Rata-rata Lama Penggunaan Internet

Kategori N Mean

Keseluruhan Pelaku dan Korban 103 49.5

Pelaku 76 48.7

Korban 91 50.3

Rata-rata mahasiswa yang terlibat pada cyberbullying menghabiskan waktu 49-50 jam (mean=49.5).

Tabel 5 Tabulasi Silang Cyberbullying, Jenis Kelamin, Usia dan Penggunaan Internet

Cyberbullying Usia Lama

Penggunaan Internet

Jenis Kelamin

Pelaku ≤ 19 tahun Laki-laki Perempuan

N % N % < 21 Jam 21-42 Jam 43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam >105 Jam 0 5 2 4 0 0 0 6.6 2.6 5.3 0 0 1 9 3 0 0 0 1.3 11.8 3.9 0 0 0

(15)

20-25 tahun < 21 Jam 21-42 Jam 43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam >105 Jam 2 5 4 5 3 0 2.6 6.6 5.3 6.6 3.9 0 2 21 5 3 1 1 2.6 27.6 6.6 3.9 1.3 1.3

Korban ≤ 19 tahun < 21 Jam

21-42 Jam 43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam >105 Jam 0 5 4 4 0 0 0 5.5 4.4 4.4 0 0 1 14 4 1 0 0 1.1 15.4 4.4 1.1 0 0 20-25 tahun < 21 Jam 21-42 Jam 43-63 Jam 64-84 Jam 85-105 Jam >105 Jam 3 3 6 7 4 0 3.3 3.3 6.6 7.7 4.4 0 4 21 6 3 1 0 4.4 23.1 6.6 3.3 1.1 0

Dari tabel di atas, pelaku cyberbullying dari penelitian ini pelaku yang berusia di bawah atau sama dengan 19 tahun paling banyak berjenis kelamin perempuan dan menggunakan internet 21-42 jam per minggu, yaitu, sebanyak 11.8% (N=9). Pada korban di rentang usia yang sama (≤ 19 tahun), korban yang paling banyak 15.4% (N=14) berjenis kelamin perempuan dan menggunakan internet 21-42 jam per minggu. Pada rentang usia 20-25 tahun, pelaku paling banyak berjenis kelamin perempuan dan menggunakan internet 21-42 jam per minggu, ditunjukkan dengan persentase sebesar 27.6% (N=21) dari seluruh jumlah pelaku. Pada korban dengan rentang usia yang sama (21-25 tahun), korban paling banyak berjenis kelamin perempuan dan menggunakan internet selama 21-42 jam per minggu, sebanyak 23.1% (N=21) korban. Data tersebut menunjukkan bahwa baik pelaku dan korban bertumpuk pada titik temu karakteristik tertentu. Baik pada pelaku maupun korban bertumpuk paling banyak pada titik temu karateristik yang sama, yaitu, mahasiswa berjenis kelamin perempuan, berusia 20-25 tahun dan menggunakan internet 21-42 jam per minggu. Ini menggambarkan bahwa mahasiswa UI dengan karakteristik tersebut paling banyak menjadi pelaku maupun korban cyberbullying.

(16)

Sebagai analisis tambahan, peneliti mencoba melihat hubungan antara perilaku cyberbullying dengan pretasi akademis pada mahasiswa UI. Dalam analisis hubungan kedua variabel, peneliti menggunakan partial correlation, yaitu melihat korelasi antara dua variabel dengan mengendalikan variabel lain yang berkorelasi dengan keduanya. Teknik analisis ini digunakan oleh peneliti karena dalam pengukurannya, cyberbullying diukur melalui bentuk-bentuk perilaku yang termasuk cyberbullying. Cyberbullying belum berbentuk-bentuk konstruk yang dibangun beberapa indikator perilaku. Bentuk-bentuk perilaku cyberbullying baik itu yang partisipan lakukan maupun dikenai oleh orang lain, dikorelasikan satu per satu dengan prestasi akademis dan mengendalikan bentuk perilaku cyberbullying yang lain.

Tabel 6 Hubungan Cyberbullying dan Prestasi Akademis

Bentuk Perilaku Nilai Signifikansi Nilai Korelasi Keterangan

Pelaku Flaming 0.839 -0.019 Tidak Signifikan

Gangguan 0.857 0.017 Tidak Signifikan

Penguntitan 0.494 0.064 Tidak Signifikan

Outing dan Trickery 0.318 0.855

0.094 -0.017

Tidak Signifikan

Penyamaran 0.799 0.024 Tidak Signifikan

Pengasingan 0.754 -0.029 Tidak Signifikan

Happy Slapping 0.801 0.024 Tidak Signifikan

Memfitnah 0.308 0.095 Tidak Signifikan

Korban Flaming 0.706 -0.035 Tidak Signifikan

Gangguan 0.811 -0.022 Tidak Signifikan

Penguntitan 0.435 0.073 Tidak Signifikan

Outing dan Trickery 0.315 0.774

0.094 0.027

Tidak Signifikan

Penyamaran 0.838 0.019 Tidak Signifikan

Pengasingan 0.197 -0.121 Tidak Signifikan

Happy Slapping 0.787 0.025 Tidak Signifikan

Memfitnah 0.028 -0.204 Signifikan

*Korelasi signifikan pada level of significant 0.05 (2-tailed)

Berdasarkan hasil korelasi tersebut terlihat dari semua perilaku yang memiliki hubungan signifikan dengan prestasi akademis adalah perilaku memfitnah pada korban. Dalam cyberbullying tidak memiliki hubungan dengan prestasi akademis pada pelaku, namun berhubungan dengan pretasi akademis pada korban, semakin tinggi frekuensi pengalaman difitnah pada korban semakin rendah prestasi akademisnya.

(17)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa UI dengan karakteristik berjenis kelamin perempuan, usia dewasa muda antara 20-25 tahun, dan menggunakan internet antara 21-42 jam per minggu paling dominan terlibat cyberbullying baik sebagai pelaku maupun korban.

Berdasarkan gambaran umum perilaku cyberbullying, sebagian besar mahasiswa pernah terlibat dalam cyberbullying baik sebagai pelaku maupun korban. Sedangkan perilaku yang paling banyak dilakukan atau dikenai pada kasus cyberbullying mahasiswa UI adalah perilaku mengganggu (harassment). Dilihat berdasarkan jenis kelamin, baik pada pelaku dan korban, jenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan usia, jumlah mahasiswa dewasa muda lebih banyak terlibat cyberbullying ketimbang mahasiswa yang masih berusia remaja akhir. Sedangkan, berdasarkan penggunaan internet, baik pelaku maupun korban, rata-rata menggunakan internet antara 49-50 jam per minggu. Di lihat korelasi berdasarkan bentuk perilaku cyberbullying, perilaku memfitnah pada cyberbullying memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi akademis pada mahasiswa yang menjadi korban, bentuk perilaku cyberbullying selain itu, tidak berhubungan signifikan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan, saran teoritis yang dapat diajukan peneliti antara lain: (1) Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang melihat gambaran, untuk memperkuat hasil penelitian ini, sebaiknya penelitian selanjutnya melihat hubungan antara cyberbullying dengan usia, jenis kelamin dan penggunaan internet; (2) Dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya sebaiknya diusahakan menggunakan teknik pengambilan sampel random sampling dan memperbesar jumlah sampel untuk menghindari jumlah sampel yang tidak merata pada karakteristik tertentu agar hasil yang didapat bisa lebih representatif; (3) Dalam pengambilan data, sebaiknya penelitian selanjutnya menghindari semua pengumpulan data secara online, lakukan juga interaksi dengan partisipan untuk memperkaya informasi dalam penelitian; (4) Dalam penelitian terkait korelasi dengan pretasi akademis, penelitian selanjutnya sebaiknya memperkirakan antara waktu pengambilan alat ukur dengan data prestasi akademis yang akan diambil, yaitu, berada dalam satu rentang waktu yang sama. Untuk meminimalisasi bias penelitian pada korelasi tersebut; (5) Peneliti merekomendasikan untuk ada penelitian atau pembahasan lebih lanjut tentang cyberbullying

(18)

pada populasi mahasiswa mengingat perilaku ini banyak terjadi pada mahasiswa (dari hasil penelitian ini) dan terbatasnya literatur yang membahas topik ini; (6) Peneliti merekomendasikan dibuat alat ukur yang objekti untuk mengukur cyberbullying; (7) Peneliti merekomendasikan diteliti hubungan antara iklim pembelajaran berbasis internet dan perilaku cyberbullying.

Berdasarkan penemuan-penemuan dalam penelitian ini, peneliti mengusulkan beberapa saran praktis. Adapun saran praktis yang dapat diajukan antara lain: (1) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cyberbullying juga banyak terjadi pada mahasiswa terutama yang berjenis kelamin wanita, berusia 20-25 tahun dan menggunakan internet antara 21-42 jam per minggu, hasil tersebut sebaiknya dapat menjadi masukan bagi Universitas Indonesia untuk lebih sadar akan perilaku cyberbullying ini pada kalangan mahasiswa, terutama pada kalangan mahasiswa dengan karateristik tersebut. Dan melakukan usaha preventif atau akuratif pada mahasiswa untuk menekan dampak negatif dari cyberbullying; (2) Penelitian ini juga memberi informasi yang cukup untuk melihat perilaku apa yang banyak dilakukan dalam cyberbullying. Sebaiknya temuan ini juga dapat menjadi acuan pembuatan regulasi yang mengatur interaksi saat online sehingga perilaku cyberbullying tidak banyak terjadi di zaman digital yang semakin canggih; (3) Sebaiknya mahasiswa UI disadarkan tentang peluang bentuk-bentuk perilaku cyberbullying dari penelitian ini beserta dampaknya untuk mencegah dan sebagai bentuk edukasi dalam perilaku cyberbullying.

Daftar Pustaka

Black’s Law Dictionary (2004), 8th ed., B.A. Garner (Ed.). St. Paul, MN: West Group.

Becker, K., & Schmidt, M.H. (2005). When kids seek help on-line: Internet chat rooms and suicide. Reclaiming

Children and Youth, 13, 229-230.

Brizendine, L. (2010). Male Brain. Jakarta: Ufuk Publishing House.

Dooley, J. J., Pyzalski, J., & Cross, D. S. (2009). Cyberbullying versus Face-to-Face Bullying: A Theoretical and Conceptual Review. Journal of Psychology, 217(4), 182-188.

Faryadi, Q. (2011). Cyberbullying and Academic Performance. International of Computional Engineering

Research, 1,1, 23-30.

Fekkes, M., Pijpers, F.IM., & Verloove-VanHorick, S.P. (2004). Bullying behavior and associations with psychosomatic complaints and depression in victims. Journal of Pediatrics, 144, 17-22.

Freis, S. D., & Gurung, R. A. R. (2013). A Facebook analysis of helping behavior in online bullying.

Psychology of Popular Media Culture, 2(1), 11-19. DOI:10.1037/a0030239

Gravetter, F.J., & Wallnau, L.B. (2008). Statistic for Behavioral Sciences. Toronto: Thomson Wadsworth. Guilford, J.P. & Fruchter. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and Education, 6th.ed. New York:

(19)

Kowalski, R.M., & Witte, J. (2006). Youth Internet survey.

Himpunan Peraturan Akademik. (2014). Diakses: http://hpa.ui.ac.id/download.html

Huang, Y.-Y., & Chou, C. (2010). An analysis of multiple factors of cyberbullying among junior high school students in Taiwan. Computers in Human Behavior, 26, 1581-1590.

Ipsos. (2012). One in Ten (12%) Parents Online, Around the World Say Their Child Has Been Cyberbullied, 24% Say They Know of a Child Who Has Experienced Same in Their Community.

http://www.ipsos-na.com/news-polls/pressrelease.aspx?id=5462

Johnson, L.D. (2012). Cyberbullying Among College Student. OJRUS, 1-5. Kohler, C. (2007). Teen tube terrors. Diunduh: www. cablevisioneditorials.com Kompas. (2012). UI Kampus Tercerdas Versi Telkom. Diakses:

http://travel.kompas.com/read/2012/03/14/1806017/UI.Kampus.Tercerdas.Versi.Telkom Kowalski, R.M., Limber, S.P., & Agaston, P.W. (2008). Cyberbullying. Victoria: Blackwell Publishing Kumar, R. (2005). Research Methodology-A Step-by-Step Guide for. Beginners, (2nd.ed.). Singapore: Pearson

Education.

Layanan Kampus Digital. (2013). Diunduh: http://www.eng.ui.ac.id/index.php/id/tentangftui/14

Mason, K. L. (2008). Cyberbullying: A preliminary assessment for school personnel. Psychology in the Schools, 45(4), 323-348.

Orientasi Belajar Mahasiswa. (2010). Buku Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM). Jakarta: Universitas Indonesia & BP-FKUI

Pachin, J.W., & Hinduja, S. (2010) Cyberbullying dan Self Esteem. Journal of School Health, 80, 12, 614-621. Pachin, J.W., & Hinduja, S. (2014).Cyberbullying Research Center. www.cyberbullying.us

Papalia, D.E., OLds, S.W. & Feldman, R.D. (2009). Human development (11th ed.). New York: McGraw-Hill. Perren, S., Dooley, J. Shaw, T., & Cross, D. (2010). Bullying in school and cyberspace: Associations with

depressive symptoms in Swiss and Australian adolescents. Child and Adolescent Psychiatry and

Mental Health,4, 1-10.

Ramadita.(2013). Diunduh: http://fh.unpad.ac.id/repo/2013/10/perlindungan-hukum-terhadap-anak-sebagai-korban-cyberbullying-berdasarkan-peraturan-perundang-undangan-di-indonesia/

Raskauskas, J., & Stoltz, A. D. (2007). Involvement in traditional and electronic bullying among adolescents.

Developmental Psychology, 43, 564-575.

Smith, P. K., Mahdavi, J., Carvalho, M., Fisher, S., Russell, S., & Tippett, N. (2008). Cyberbullying: Its nature and impact in secondary school pupils. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 49, 376–385. Tokunaga, R. S. (2010). Following you home from school: A critical review and synthesis of research on

cyberbullying victimization. Computers in Human Behavior, 26,277–287.

http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2009.11.014.

Topcu, C., & Baker, O.E. (2010). The revised cyber bullying inventory (RCBI): validity and reliability studies.

Procedia Social and Behavioral Sciences, 5, 660-664.

Tribunnews Online. (2013). Yoga Bunuh Diri Diduga karena Dicaci Maki di Twitter.

http://www.tribunnews.com/regional/2013/05/26/yoga-bunuh-diri-diduga-karena-dicaci-maki-di-twitter

(20)

Viva News. (2012) Fenomena Cyberbullying Facebook Pelajar Yogya.

http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/330067-fenomena-cyberbullying-facebook-pelajar-yogya

Willard, N. (2006). Educator’s Guide Cyberbullying Addressing The Harm Caused By Online Social Cruelty. Ybarra, M.L. & Mitchell, K.J. (2004). Youth engaging in online harassment: Associations with caregiver-child

relationships, Internet use, and personal characteristics. Journal of Adolescence, 27(3), 319-336. Ybarra, M. l., Mitchell, K.J., Wolak, J., & Finkelhor, D. (2006). Examining characteristics and associated

distress related to internet harassment: Findings from the second youth internet safety survey.

Pediatrics, 118, 1169-1177.

Zalaquett, C.P., & Chatters, S.P. (2014). Cyberbullying in College: Frequency,Characteristics, and Practical Implications. Sage Open Journal, 1-8. DOI: 10.1177/2158244014526721.

Gambar

Tabel 2 Bentuk Perilaku Cyberbullying
Gambar 1 Jumlah Korban dan Pelaku Berdasarkan Perilaku
Tabel 3 Tabulasi Cyberbullying berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Penggunaan Internet
Tabel 4 Rata-rata Lama Penggunaan Internet
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kecenderungan lebih banyaknya frase eksosentris direktif yang berfungsi sebagai penanda nomina lokatif di dalam novel ini berkaitan dengan data struktur dan makna

Pelaksanaan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal atau bukan niaga luar negeri tidak sesuai dengan persetujuan terbang (flight..

Selain dari staff, kami juga meminta bantuan dari para pengajar LTC untuk menjadi pembawa acara sekaligus juga ada yang menjadi pembuka dalam berdoa dan juga ada

Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman

hipotesis peneliti, dilakukan analisis statistik dengan analisis regresi. Cara pengambilannya menggunakan teknik random sampling, yaitu cara pengambilan/pemilihan

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tri Tunggal Maha Kudus, Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus karena atas berkat, hikmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat

Laporan Akhir ini berjudul “Aplikasi Sensor Load Cell Sebagai Pengukur Serpihan Cangkir Plastik Air Mineral Untuk Menonaktifkan Motor AC Pada Rancang Bangun Mesin

dalam melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut diperlukan terobosan hukum, persepsi, pola pikir dan mengubah perilaku yang dilakukan dengan