• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Saung Angklung Udjo (SAU)

Di tahun 50-an, ada sebuah keluarga yang menempati kawasan Jalan Padasuka Bandung, bapak Udjo Ngalagena (alm) dan istri ibu Uum Sumiati (alm) sepasang suami-istri yang telah dikaruniai 10 orang anak, memulai perjalanan mereka untuk mendirikan sebuah paguyuban kesenian Sunda yang unik. Ide dasarnya adalah menjadikan bambu sebagai elemen yang memberikan banyak karakter yang mendominasi, karena itu, banyak benda yang dihasilkan dari bambu, seperti kursi pertunjukan, alat musik hingga panggung pertunjukannya.

Udjo mulai membangun Saung Angklung yang berawal dari sebuah rumah tinggal sederhana dengan pekarangan sempit di tahun 1958. Saung yang berarti rumah kecil, pondok, dangau/gubuk diharapkan menjadi tempat berkumpulnya masyarakat belajar angklung dan melestarikannya. Dengan bantuan dan dorongan Daeng Soetigna dan bantuan dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, Saung Angklung Udjo resmi didirikan pada Januari 1966. Saung Angklung Udjo merupakan sanggar seni yang terdiri dari pertunjukan musik bambu, pagelaran kesenian Jawa Barat seperti wayang golek, Rampak Kendang, Pencak silat, Sendratari, Drama Sunda, Tari Topeng khas Cirebonan, hingga kegiatan pengrajin memproduksi barang kerajinan khas dan alat alat musik bambu.

Sanggar seni Saung Angklung tersebut kemudian dikembangkan menjadi yayasan Saung Angklung. Secara de facto, Yayasan Saung Angklung mulai didirikan pada tanggal 1 Januari 1967. Yayasan Saung Angklung sendiri mulai didaftarkan pada tanggal 14 September 1973. Berbekal struktur manajemen yang lebih profesional, Saung Angklung Udjo (SAU) berhasil meningkatkan kualitas perusahaan. SAU menunjukkan potensi yang menjanjikan lewat unit–unit usahanya.

Diawali dari sebuah paguyuban kesenian Sunda dan workshop Angklung, SAU kini menjadi salah satu tujuan utama wisata budaya di Jawa Barat. Kronologi sejarah perkembangan SAU dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Saung Angklung Udjo (SAU) dari waktu ke waktu

No. Episode/ Tahun Perkembangan

1. Episode 1 Dengam sistem manajemen yang sangat sederhana, Udjo Ngalagena mengelola SAU dengan semangatnya yang tak kenal lelah.

1950-an Angklung dimainkan dalam sebuah peristiwa akbar yang bersejarah, yaitu Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, saat itu Udjo Ngalagena menjadi salah satu konduktor orkestra.

Beberapa tahun kemudian, hasratnya pada Angklung mendorong Udjo untuk mengajak masyarakat sekitar berkontribusi secara aktif untuk mengembangkan kerajinan Angklung dan berpartisipasi dalam pertunjukan kesenian Sunda.

Mulai memproduksi Angklung sendiri.

1966 Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati mendirikan SAU.

SAU memperkuat reputasinya dengan tampil dalam beberapa acara besar, diantaranya adalah peringatan ke 5 Konferensi Asia Afrika dan

(2)
(3)

Papan tersebut memberikan informasi bahwa lokasi SAU berada 250 m dari muka jalan. Wisatawan yang berasal dari Jakarta dapat mencapai lokasi SAU dengan menggunakan kendaraan umum yang berupa bus umum, atau menggunakan penyedia bus (travel agent) yang bekerja sama dengan SAU. Dari Jakarta, wisatawan dapat melewati tol Pasteur menuju Cicaheum. Dari Kota Bandung, wisatawan bisa menggunakan taksi atau Angkot (Angkutan Umum Perkotaan) untuk mencapai lokasi SAU.

Profil Pengelola SAU

Pada awal berdirinya, SAU merupakan sebuah yayasan yang hanya berfungsi sebagai cagar budaya Sunda. Dalam perjalanannya, SAU berkembang menjadi sebuah perusahaan modern dengan pengelolaan cagar budaya yang semakin profesional. Sampai dengan saat ini, SAU membagi pengelolaan ke dalam dua wadah, yaitu Yayasan SAU dan PT. SAU.

Pengelolaan yang dilakukan oleh Yayasan SAU (Saung Angklung Udjo

Foundation) terfokus pada pelestarian budaya, dimana yayasan ini menjadi rel

agar SAU tetap patuh pada visi dan misi awal, yaitu menjadi kawasan budaya Sunda, khususnya Bambu, serta melestarikan dan mengembangkan budaya. Adapun bentuk Perseroan Terbatas (PT) adalah kendaraan SAU yang fokusnya berientasi komersil untuk mendapatkan keuntungan (profit).

Struktur Organisasi

SAU memiliki bagan stuktur organisasi yang terdiri dari President

Director, Bussiness&Development Director, Operational Director. Divisi Corporate Secretary SAU berada dalam naungan Operational Director.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Manajer Komunikasi Perusahaan, SAU memiliki dua unit bagian yaitu Unit bisnis dan Unit Pendukung. Kedua unit tersebut masing- masing memiliki konsultan.

A. Unit Bisnis, yang terdiri dari :

E-Marketing: Bagian Marketing bertangggung jawab atas pemasaran, pemesanan tempat serta penjualan segala produk dan layanan dari Saung Angklung Udjo.

Departement Performance : Bagian ini bertugas atas pertunjukan, kreativitas, kemasan serta inovasi seni dan budaya yang akan ditampilkan dalam pertunjukan seni. Mereka juga bertanggung jawab untuk membuka pendaftaran pemain baru yang ingin bermain angklung di Saung Angklung Udjo dan mengatur penjadwalan para pemain pertunjukan.

Production Group: Bagian ini bertanggung jawab atas produksi serta pengolahan Angklung dan mengawasi ketersediaan bahan baku utama Angklung yaitu bambu. Selain itu juga bekerja sama dengan para pengrajin Angklung di sekitar daerah Padasuka untuk memproduksi angklung.

B. Unit Pendukung, yang terdiri dari:

Finance and Accounting Group: Bagian ini bertanggung jawab atas keuangan perusahaan secara keseluruhan serta mengatur keuangan perusahaan.

(4)

Human Capital Group: Bagian ini bertanggung jawab atas kegiatan serta bidang kepegawaian SAU.

Stuktur organisasi SAU dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini.

Gambar 13 Struktur organisasi SAU

Comercial Group Dept. Performance Dept. Banquet & GM Dep. Training Dept Product E-Marketing Finance & Accounting Group Dept Finance Dept Accounting Research & Development Presiden Director Business & Development Dir Corp Secretary Operational Dir Human Capital Group Dept HRD Dept General Service Dept Legal Production Group Dept. Performance Dept. Banquet & GM Dep. Training Dept Product

(5)

Sarana dan Prasarana

SAU memiliki suasana taman belakang yang rindang dan menyenangkan. Dikelilingi oleh tanaman khas Sunda, suasana serta angin yang alami serta sebagai rumah bagi beragam jenis burung liar. Dengan luas area sekitar 1000 meter persegi yang terdiri dari rumput yang hijau, pengunjung dapat melakukan beragam aktivitas hingga menampung lebih dari 150 orang. Sarana dan prasarana yang dimiliki di SAU meliputi:

1. Gerbang Pintu Masuk Utama 2. Guest House Angklung 3. Area/ Tempat Parkir 4. Guest House Arumba 5. Toko Cinderamata 6. Kantor

7. Pusat Produksi Angklung 8. Bale Karesmen

9. Tepas Udjo 10. Warung Hawu

11. Buruan Sari Asih dan Panggung Serbaguna 12. Kantor

13. Studio Musik 14. Perpustakaan

15. Sentra Penyuluhan Kehutanan

Gambar 14 Bale Karesmen

Bale Karesmen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14 merupakan sebuah bangunan gaya klasik dengan struktur atap Sunda dan ampiteater di dalamnya, dengan ukuran 225 meter persegi terdapat kursi kayu yang disusun pada tiga sisi, serta terdapat panggung untuk Pangrawit (Karawitan) yang menemani pengunjung saat pertunjukan. Bale Karesemen ini dapat menampung hingga 400 orang.

(6)

Gambar 15 Buruan Sari Asih

Beragam hewan ternak, unggas serta sarang belasan jenis burung liar terdapat di SAU. Anak-anak dapat belajar mengenali alam sekitar dengan beragam jenis hewan dan burung liar serta bermain permainan tradisional ala SAU. Buruan Sari Asih (Gambar 15) menjadi salah satu tempat alternatif bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana kampung Sunda. SAU juga memberi kesempatan bagi pengunjung untuk melihat proses pembuatan Angklung tersebut secara keseluruhan.

Gambar 16 Fasilitas yang ada : (a) Saung, Tempat Alternatif untuk Berkumpul Bersama Keluarga, dan (b) Pusat Produksi Angklung

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Wisata di Saung Angklung Udjo

Sejak didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena, Saung Angklung Udjo berpinsip harus mengenalkan angklung kepada semua orang (Syafiii 2009). Inovasi yang dilakukan oleh Udjo yaitu memproduksi angklung untuk dijual sebagai souvenir, mengadakan pelatihan memainkan angklung serta pertunjukan

(7)

kesenian. Hal ini didasari sebagai bentuk pendidikan dini kepada anak-anak terhadap musik angklung. Ciri khas paket kunjungan di Saung Angklung Udjo adalah bamboo afternoon (Gambar 17). Program wisata ini khusus dirancang untuk keperluan wisatawan mancanegara yang memiliki kesempatan/waktu yang singkat. Dinamakan Bamboo Afternoon atau bambu petang karena dipentaskan setiap sore. Rangkaian acara ini meliputi:

1. Pemberian cinderamata (kalung angklung), sinopsis pertunjukan dan segelas minuman jahe kepada pengunjung yang baru datang.

2. Demontrasi wayang golek yaitu boneka kayu yang dipakaikan kostum menyerupai manusia. Hal ini karena pertunjukan wayang golek sesungguhnya berdurasi 7 jam. Demonstrasi hanya menampilkan bagaimana wayang golek berbicara, menari dan berkelahi di pertempuran. Hal yang menarik pada pertunjukan di Saung Angklung Udjo ketika papan penutup kaki Dalang di buka menjelang berakhirnya sandiwara wayang, Hal ini bertujuan agar penonton dapat melihat gerak kaki Dalang dalam memainkan wayang.

3. Helaran merupakan arak-arakan upacara tradisional dengan memainkan angklung yang dilakukan ketika khitanan ataupun panen padi. Angklung yang digunakan merupakan angklung dengan nada salendro/pentatonik, berupa nada asli angklung yang terdiri dari nada da, mi, na, ti, la, da.

4. Tari Tradisional

Tari Topeng. Penyajian tari topeng di pertunjukan merupakan cuplikan dari pola tarian klasik topeng Kandaga, sebuah rangkaian tari topeng gaya parahyangan yang menceritakan ratu Kencana Wungu yang dikejar oleh prabu Menakjingga. Tari kedua adalah tari merak, merupakan pengejawantahan burung merak dengan keindahan bulunya.

5. Calung. Permainan calung merupakan permainan bambu.

6. Arumba. Arumba merupakan singkatan dari alunan rumpun bambu. Band dengan alat musik bambu alat musik tradisonal dengan nada diatonik yang diciptakan oleh Udjo Ngalagena.

7. Angklung mini

Pertunjukan angklung yang dilakukan oleh anak-anak usia 2 hingga 13 tahun dengan menggunakan angklung yang berukuran kecil.

Gambar 17 Beberapa rangkaian acara : (a) Wayang Golek, dan (b) Helaran (Pertunjukan Bambu Petang 2012)

(8)

Profil Pengunjung Motivasi Kunjungan

Motivasi pengunjung menjadi informasi penting dalam perencanaan interpretasi. Dalam rangka mengetahui motivasi, persepsi, dan aktivitas pengunjung di Saung Angklung Udjo, maka dilakukan wawancara semi terstruktur dengan pengunjung. Umumnya pengunjung cukup antusias dan bersedia berpartisipasi dalam wawancara. Sayangnya waktu yang dimiliki sangat minim untuk menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan.

Gambar 18 Motivasi pengunjung ke SAU

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengunjung seperti yang terlihat pada Gambar 18 di atas dapat diketahui bahwa 60% pengunjung bertujuan untuk melihat pertunjukan angklung, 26% bertujuan mempelajari angklung dan 11% memperkenalkan kesenian angklung kepada keluarga, khususnya putra putrinya. Salah satu responden mengatakan kunjungan ke Saung Angklung Udjo sebagai bentuk pendidikan dini bagi generasi muda. Keinginan berkunjung didasari untuk mengenal angklung dan tertarik dengan angklung sejak angklung dinobatkan menjadi bagian dari warisan dunia.

Program Wisata yang dipilih Pengunjung

Terdapat tiga paket kunjungan di Saung Angklung Udjo yaitu pertunjukan bambu dan kesenian sunda, program setengah hari di Saung Angklung Udjo, dan mengenal alam di Saung Angklung Ujo. Pertunjukan bambu dan kesenian sunda menjadi program wisata yang dipilih oleh 43 orang sedangkan 7 orang memilih mengenal alam di Saung Angklung Udjo. (Gambar 19).

Gambar 19 Program wisata yang dipilih pengunjung 30 Orang 13 Orang 7 Orang 43 Orang 7 Orang

(9)

Pemahaman Pengunjung terhadap Proses Pembuatan Angklung

Gambar 20 menunjukkan bahwa dari 50 orang responden, sebanyak 34% responden sudah mengetahui proses pembuatan angklung. Pengetahuan tersebut diperoleh dari kunjungan ke Saung Angklung Udjo sebelumnya sedangkan 66% belum mengetahui proses pembuatan angklung.

Gambar 20 Pemahaman pengunjung terhadap proses pembuatan Angklung Pemahaman Pengunjung terhadap Jenis Bambu sebagai Bahan Baku Angklung

Dari 50 responden yang diwawancarai terkait jenis bambu sebagai bahan baku angklung, sebanyak 33 orang mengetahui bahwa bambu merupakan bahan baku angklung namun tidak mengenal jenis bambu yang digunakan. Sedangkan 17 responden menjawab bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung adalah awi wulung/bambu hitam (G. atrovioleacea). Gambar 21 di bawah ini menunjukkan pemahaman pengunjung terhadap jenis bambu sebagai bahan baku Angklung.

Gambar 21 Pemahaman pengunjung terhadap jenis bambu sebagai bahan baku Angklung

Pemahaman Pengunjung mengenai Konservasi Bambu

Hasil wawancara kepada pengunjung mengenai konservasi Bambu dapat dilihat pada Gambar 22. Dari 50 orang responden, 90% menyatakan perlunya pelestarian bambu, salah satunya melalui penanaman bambu secara massal. Sedangkan 10% upaya pelestarian bambu belum diperlukan karena jumlah bambu masih cukup besar. Mereka menganggap bambu mudah didapatkan dan tumbuh liar dimanapun. Dari upaya konservasi yang telah dilakukan sebesar 66% pengunjung mengaku terlibat dalam upaya konservasi lingkungan berupa gerakan

33 Orang 17 Orang 33 Orang 17 Orang

(10)

penanaman pohon di lingkungan tempat tinggalnya sedangkan 34% responden menjawab belum pernah melakukan upaya konservasi lingkungan. Namun dari seluruh responden, belum ada satupun yang terlibat dalam upaya pelestarian bambu.

Gambar 22 Pemahaman pengunjung mengenai konservasi Bambu

Kesediaan Pengunjung Terlibat dalam Program Konservasi Bambu di SAU

Kebutuhan program atau fasilitas yang memperkenalkan bambu sebagai bagian penting dari alat musik angklung disampaikan oleh 80% responden atau sebanyak 40 orang. Keingintahuan dan ketertarikan pengunjung untuk mengenal bambu sebagai bahan baku angklung didasari bahwa upaya pelestarian bambu berarti juga melestarikan angklung.

Proses Pengolahan Bambu Menjadi Angklung Pengadaan Bahan Baku

Saung Angklung Udjo memproduksi angklung dengan menggunakan bahan baku berupa jenis bambu Hitam (G. atroviolacea), sebagai bahan tabung, Bambu Temen (G. atter) sebagai tabung dasar dan bambu Tali (G. apus) untuk bahan kerangka (jejer dan palang gantung). Hal ini diperkuat oleh penelitian dari Rifai (1994) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan dan habitat akan mempengaruhi dari tipe dan distribusi ikatan vaskuler buluh bambu. Berdasarkan penelitian, rumpun bambu yang tumbuh di Jawa Tengah memiliki garis tengah buluh lebih besar sehingga lebih cocok untuk kebutuhan perabotan dibandingkan sebagai bahan tabung angklung.

Tipe dan distribusi ikatan vaskuler mempengaruhi penghantaran getaran yang berdampak pada kualitas suara yang dihasilkan (Nuriyatin 2000). Kualitas suara yang dihasilkan dari masing-masing jenis bambu dipengaruhi oleh sifat mekanik akustik bambu. Melalui pori-pori, bagian dari energi akustik yang masuk kedalam bambu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi termal atau lebih dikenal dengan absorp sound. Berdasarkan wawancara dengan pengelola Saung Angklung Udjo ada dua persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Angklung dengan kualitas suara yang baik, yaitu persyaratan fisik meliputi tinggi ruas bambu minimal 8 - 51 cm, diameter bambu minimal 1,5 - 4,5 cm serta ketebalan bambu minimal 3,3 mm - 1,5 cm. bambu harus cukup tua dan kering sehingga kadar air rendah serta volume serat padat dan kompak. Hal tersebut mendukung proses perambatan getaran sehingga relatif bersifat konstan.

45 Orang

(11)

Permintaan angklung dari dalam negeri maupun mancanegara terus bertambah. Hal ini berdampak terhadap permintaan bahan baku yang tinggi. Kurangnya suplai bahan baku dengan spesifikasi dan kualifikasi yang sesuai sebagai angklung di sekitar Saung Angklung Udjo mengakibatkan pengadaan bahan baku dipenuhi dari luar Bandung (Garut, Sukabumi, Subang dan Kuningan). Pengadaan bambu masih mengandalkan pengambilan dari alam sehingga berdampak pada semakin sedikitnya habitat bambu liar.

Berdasarkan wawancara dengan pengelola, Saung Angklung Udjo melakukan kerja sama dengan mitra penyedia bahan baku. Mitra atau dikenal dengan vendor memiliki tanggung jawab berupa pemanenan, pengeringan, penyimpanan hingga distribusi ke Saung Angklung Udjo. Pemesanan/pembelian bahan baku dilakukan secara berkala menurut periode produksi dengan memperhatikan kualitas bahan baku, proses pasca pemanenan (sebelum melakukan kerja sama, pihak pengelola melakukan survei lokasi). Lokasi milik mitra harus memenuhi syarat terkait pemanenan hingga penyimpanan. Beberapa syarat terjadinya kerja sama adalah pihak mitra memiliki lahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bambu dalam satu kali masa panen, yaitu kurang lebih 10.000 batang. Pengetahuan akan pemilihan bambu yang cocok sebagai bahan baku angklung merupakan pengetahuan yang wajib dimiliki oleh pengelola khususnya staff Produksi.

Karakteristik bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung sangat spesifik. Pemilihan bambu dilakukan berdasarkan usia bambu yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Bambu yang paling cocok untuk angklung berusia 3-4 tahun. Jika dibawah 3 tahun, serat belum kompak dan rapat sehingga suara yang dihasilkan tidak maksimal. Nada yang dicapai tidak mampu melengking dan kencang. Apabila bambu yang dipanen lebih dari usia 4 tahun, akan mempengaruhi kualitas nada yang dihasilkan.

Pengolahan Bahan Baku Pemanenan

Selama ini bambu yang dipanen (Gambar 23) merupakan hasil dari pengambilan secara langsung di alam. Petani tidak melakukan penanaman/ budidaya bambu. Sejauh ini bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung diambil dari lokasi di Jampang Kulon, Sukabumi, Cianjur hingga Kuningan. Waktu pemanenan bambu antara bulan Juli-Oktober, ketika musim kemarau sehingga bambu yang dihasilkan lebih kering dan tidak dimakan organisme perusak. Sebelum melakukan kontrak kerja sama, pengelola melakukan survey terhadap cara pemanenan bambu yang dilakukan oleh calon mitra. Bambu yang baik adalah bambu yang dipanen pada pukul 09.00 wib hingga pukul 15.00 wib. Hal didasarkan pada waktu fotosintesis bambu sehingga meminimalisasi serangan serangga bubuk kering. Hama tersebut dapat menyebabkan munculnya bubuk putih di dalam ruas sehingga berpengaruh terhadap kualitas suara dari bambu tersebut. Apabila calon mitra tidak melakukan pemanenan dengan aturan standar dari Pihak Saung Angklung Udjo, maka Pengelola melakukan pelatihan dan pengenalan metode pemanenan yang tepat terhadap calon mitra.

(12)

Gambar 23 Bambu yang baru dipanen Pengawetan dan Pengeringan

Bambu mudah diserang oleh mikroorganisme. Tahap selanjutnya adalah pengawetan (Gambar 24). Usaha pengawetan bambu secara tradisional sudah dikenal oleh masyarakat pedesaan. Pengawetan dilakukan dengan merendam bambu di dalam air mengalir, air tergenang, lumpur atau melalui metode pengasapan.

Gambar 24 Ilustrasi pengawetan dan pengeringan bambu dengan metode pengasapan (Membuat angklung 2012)

Selain itu juga dapat dilakukan dengan diangin-anginkan di tempat yang teduh atau disimpan dalam gudang hingga 3-4 bulan. Tahap selanjutnya adalah pemilihan bambu yang utuh tanpa adanya hama. Saat ini pengawetan sudah menggunakan bahan kimia antara lain boraks, campuran kapur barus dengan minyak tanah dan berkembang dengan menggunakan boron dan pestisida pengawet kayu.

Bambu yang sudah dikeringkan kemudian direndam selama kurang lebih seminggu (Gambar 25). Hal ini untuk menghilangkan hama-hama yang masih

(13)

terdapat di dalam ruas. Bambu juga diasapi dan disemprot dengan obat pembasmi hama. Namun hal ini membutuhkan waktu dan bambu menjadi tidak aman bagi manusia. Karena obat pembasmi hama terbukti menyebabkan efek samping gatal-gatal.

Bambu yang sudah dikeringkan kemudian dikirim ke Bandung, tepatnya di lokasi Saung Angklung Udjo. Sesampai di lokasi, bambu yang rusak selama perjalanan akan dijadikan sebagai bahan baku souvenir dan perabotan. Sedangkan bambu yang masih baik, akan didistribusikan kepada mitra pembuat Angklung. Saung Angklung Udjo memiliki tiga mitra dalam pembuatan angklung. Mitra pertama pembuat tabung, penyetelan nada pada tabung resonansi angklung dan merakit, mitra kedua membuat rangka.

Gambar 25 Proses pengawetan bambu dengan metode perendaman

Proses pengeringan dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dimensi bambu, perbaikan warna permukaan, serta pelindung terhadap serangan jamur dan bubuk basah. Pengeringan bambu dilakukan dengan cara pengasapan ataupun tungku (Gambar 26). Pengeringan yang terlalu cepat mengakibatkan bambu mudah pecah namun pengeringan yang terlalu lambat akan berakibat pada warna bambu yang suram, bulukan dan menjadi gelap.

Kekuatan bambu juga akan bertambah seiring keringnya bambu. Pengeringan bambu harus dilaksanakan secara hati-hati, karena apabila dilakukan terlalu cepat (suhu tinggi dengan kelembaban rendah) atau suhu dan kelembaban yang terlalu berfluktuasi akan mengakibatkan bambu menjadi pecah, kulit mengelupas, dan kerusakan lainnya. Sebaliknya bila kondisi pengeringan yang terlalu lambat akan menyebabkan bambu menjadi lama mengering, bulukan dan warnanya tidak cerah atau menjadi gelap.

(14)

Gambar 26 Pengeringan Bambu secara vertikal Pembuatan Kerangka Angklung

Kriteria bambu yang memenuhi syarat memiliki ruas sepanjang mungkin, diameter bambu tidak lebih dari 6 cm, ringan dan memiliki serat yang padat. Bambu yang sudah dikeringkan kemudian diseleksi untuk diolah lebih lanjut menjadi angklung (Gambar 27). Selanjutnya bambu dipotong menjadi bakalan sesuai dengan ukuran tabung, rangka atau tiang.

(15)

Bakalan ini kemudian diolah menjadi nada sora, yaitu menyesuaikan panjang tabung dan tinggi lubang. Pekerjaan ini membutuhkan keterampilan dan keahlian tersendiri, sehingga dapat dihasilkan bunyi yang nyaring dengan cara dipukul dan ditiup. Bambu Hitam dan Bambu Tali untuk tabung suara dan tabung dasar sedangkan untuk bambu Gombong dan bambuTemen untuk tiang rangka angklung (Gambar 28).

Gambar 28 Tabung Angklung Perakitan

Tahap perakitan (Gambar 29) merupakan tahap dimana tabung bambu dan kerangka diikat dengan rotan. Pekerjaan ini tidak terlalu susah namun juga membutuhkan kecepatan dan ketelitian. Bagi pekerja yang sudah terbiasa menggabungkan tabung dan kerangka dengan rotan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Umumnya pekerjaan ini dilakukan oleh mitra pembuat tabung. Mitra pembuat tabung akan mengambil kerangka dari mitra lain untuk dirakit menjadi angklung.

(16)

Penyeteman/ Penyetelan Nada

Saung Angklung Udjo menerapkan prinsip bahwa konsumen yang membeli angklung tidak hanya membeli alat musik bambu melainkan membeli suara. Oleh karena itu penyeteman menjadi proses yang sangat diperhatikan dalam pembuatan angklung. Setiap angklung yang diproduksi merupakan sebuah totalitas mutu Saung Angklung Udjo. Setelah bambu dipilih, bambu tersebut baru dapat digunakan sebagai bahan pembuatan angklung. Pembuatan angklung yang paling penting adalah membentuk nada dasar dari tabung bambu. Suara bambu ada dua yaitu suara kayu bambu ketika beradu dengan benda lain dan suara yang dihasilkan ketika tabung ditiup. Alat penyeteman/penyesuaian nada yang digunakan untuk menentukan nada dasar adalah Berrina. Kemudian setelah dihasilkan nada dasar dilakukan finishing dengan penyeteman dengan Autochromatic Tuner (Gambar 30 dan Gambar 31). Dahulu penyeteman angklung hanya menggunakan botol-botol yang diisi air dan diberi tanda pada bagian luarnya, saat ini penyeteman selain menggunakan suling, gamelan, dan juga telah menggunakan alat elektronik yaitu Autochromatic Tuner. Proses akhir rangka dan tabung diikat dengan tali rotan.

Gambar 30 Angklung yang telah distem Pengecekan dan Pengemasan

Tahap pengecekan merupakan tahap terakhir sebelum angklung dikemas. Pengecekan atau lebih dikenal quality control merupakan mekanisme pemeriksaan kerangka, suara angklung setelah distem. Selanjutnya dilakukan

(17)

pengemasan angklung dengan menggunakan kardus sebelum angklung dikirim ke tempat tujuan. Pengemasan dilakukan ketika angklung telah mengalami masa uji lulus yang ditunjukkan dengan tidak adanya hama yang terdapat pada angklung.

Gambar 31 Finishing tabung Angklung

Upaya Konservasi Bambu sebagai Bahan Baku Angklung

Saung Angklung Udjo sebagai pihak yang mengembangkan angklung membutuhkan sumber daya bambu jangka panjang memiliki kewajiban untuk mengelola bambu secara alam maupun melalui penanaman bambu.Semakin langkanya jenis bambu untuk angklung merupakan kendala yang dihadapi Saung Angklung Udjo. Menurut Pengelola, jumlah bambu yang sesuai untuk bahan baku angklung akan habis dalam waktu 10 tahun mendatang khususnya bambu Hitam sebagai bahan baku utama tabung angklung. Permintaan yang tinggi terhadap jenis bambu Hitam menjadikan bambu Hitam lebih banyak dicari oleh mitra petani. Kebutuhan bambu yang terus meningkat mengakibatkan permintaan bambu tidak dapat dipenuhi dari wilayah Bandung, melainkan harus mencari bambu Hitam hingga ke Sukabumi dan Kuningan. Permintaan bambu yang tinggi tidak disertai dengan budidaya bambu yang intensif sehingga berdampak terhadap keberadaan dan kebutuhan bambu jangka panjang.

Len Muller (1996a, 1998b) dalam Wong (2004) menyampaikan “the

possible roleof selection in maintaining useful bamboo clones”. Konservasi

spesies bambu menjadi perhatian banyak pihak. Tidak adanya manajemen bambu yang baik membuat proses pemanenan bambu di hutan dilakukan dengan cara menebang habis seluruh tanaman, praktek ini sangat tidak ekologis dan merupakan pemborosan karena banyak batang bambu yang semestinya dapat dimanfaatkan. Upaya mendorong program pengelolaan bambu dengan menjamin keseimbangan antara pelestarian keanekaragaman hayati bambu dan pemanfaatannya melalui pelestarian bambu secara in-situ dan ex-situ dilakukan melalui kegiatan penanaman di hutan bambu alam yang masih ada dan pembuatan kebun koleksi untuk mempertahankan keberadaan berbagai jenis bambu baik yang endemik maupun yang eksotik dengan semua sumber genetiknya.

(18)

Kesadaran berkonservasi timbul dari terpenuhinya stimulus alamiah (karakteristik bambu sebagai bahan baku angklung, habitat, sifat fisik yang dimiliki oleh bambu sebagai bahan baku angklung) dan stimulus manfaat dari bambu sebagai bahan baku angklung. Stimulus manfaat dari bambu berupa produk angklung sebagai alat kesenian tradisional (nilai sosial budaya) yang dijual sebagai cinderamata (nilai ekonomi). Jenis bambu yang digunakan sebagai tabung angklung berpengaruh terhadap harga angklung. Harga seperangkat angklung di SAU berkisar antara Rp 1.500.000 hingga Rp 2.000.000. Harga tersebut tergantung pada jenis bambu yang digunakan. Angklung berbahan dasar bambu Hitam memiliki harga yang lebih tinggi dibanding angklung dengan bahan baku bambu Tali. Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman jenis bambu sebagai bahan baku angklung untuk menjaga ketersediaan bahan baku serta melakukan upaya pengelolaan pemanenan dengan menggunakan metode yang meminimalisasi kerusakan lingkungan.

Pengelolaan bambu yang memperhatikan konservasi bamboo dilakukan untuk menjaga ketersediaan sumber daya bambu jangka panjang melalui budidaya dan pengelolaan bambu yang tepat. Salah satu pengelolaan yang perlu dilakukan yaitu yaitu pemanenan bambu dengan metode tebang habis diganti dengan metode tebang pilih. Kualitas bambu yang dipanen dengan metode tebang pilih juga lebih baik dibanding metode tebang habis. Pada metode tebang habis, semua batang bambu ditebang baik yang tua maupun yang muda, sehingga kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu tua dan muda. Selain itu metode ini juga menimbulkan pengaruh terhadap sistem perebungan bambu, sehingga kelangsungan tanaman bambu terganggu, karena sistem perebungan bambu dipengaruhi juga oleh batang bambu yang ditinggalkan. Pada beberapa jenis tanaman bambu metode tebang habis menyebabkan rumpun menjadi kering dan mati, tetapi pada jenis yang lain masih mampu menumbuhkan rebungnya tetapi dengan diameter rebung tidak besar dan jumlahnya tidak banyak. Metode tebang pilih pada tanaman bambu adalah menebang batang-batang bambu berdasarkan umur tumbuhnya. Metode ini dikembangkan dengan dasar pemikiran adanya hubungan batang bambu yang ditinggalkan dengan kelangsungan sistem perebungan bambu.

Manfaat bambu yang beragam perlu diimbangi dengan perlindungan akan keberadaan bambu baik dari segi jenis, lahan/tempat penanaman (in situ dan ex

situ), produk, hingga pengrajin. Data-data peneliti terkait sebaran dan potensi

bambu khususnya jenis bambu sebagai bahan baku angklung perlu disampaikan kepada mitra dan pengelola sebagai pengguna dan pihak yang berinteraksi langsung dengan tanaman bambu. Pengelolaan bambu sebagai upaya pemanfaatan yang berkelanjutan perlu disebarluaskan dan disampaikan kepada masyarakat. Upaya konservasi bambu perlu dimasyarakatkan sehingga kegiatan penanaman bambu menjadi icon seperti layaknya kegiatan penanaman pohon.

Gambar

Tabel 4  Saung Angklung Udjo (SAU) dari waktu ke waktu
Gambar 13 Struktur organisasi SAU
Gambar 15 Buruan Sari Asih
Gambar 23  Bambu yang baru dipanen  Pengawetan dan Pengeringan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Selama 39 tahun bergabung dengan Unilab, beliau menduduki berbagai posisi penting termasuk sebagai Assistant Vice President untuk Corporate Planning dari 1979

Dalam penghitungan nilai output, biaya antara dan nilai tambah atas dasar harga berlaku, untuk subsektor industri besar dan sedang (B/S) didasarkan pada data yang

Peneliti akan membahas hasil penelitian tentang hubungan variabel independen dari pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan yaitu: umur,lama waktu pemakaian obat

Data yang diidentifikasi meliputi aspek: Informasi Responden, Proses Karier, Proses Pembelajaran dan Kondisi Fasilitas Perkuliahan yang Mempengaruhi Jenjang

Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan penggunaan gaya bahasa perbandingan dan fungsi gaya bahasa dalam cerpen Tegak Lurus dengan Langit karya Iwan

Turunnya NTP ini disebabkan indeks harga yang diterima petani (It) mengalami kenaikan yang lebih kecil dibandingkan indeks harga yang dibayar petani (Ib). It mengalami

I Nabi Yesaya telah melukiskan zaman damai sebagai berikut, “Orang takkan berbuat jahat dan tidak merusak di seluruh gunug-Ku yang kudus, sebab hati segenap penduduk

Upaya yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan untuk mengatasi pemborosan defect yaitu dengan mengerahkan kepada seluruh karyawan quality control (QC) untuk