• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun oleh: N. ESIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disusun oleh: N. ESIH"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Unggul dalam IPTEK

Kokoh dalam IMTAQ

LAPORAN HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN TERAPI ANTIKOAGULAN ORAL

PADA PASIEN CHF DENGAN KEJADIAN HEMATEMESIS

MELENA DI RUANG INTERMEDIATE MEDIKAL

RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH

HARAPAN KITA JAKARTA

TAHUN 2013

Disusun oleh:

N. ESIH

NPM: 2011727164

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)

i

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA. Riset Keperawatan, Februari 2013

N. Esih

NPM 2011727164

VII BAB + 72 halaman + 5 Tabel +3 lampiran. Abstak

Hubungan Pemberian Terapi Antikoagulan Oral Pada Pasien CHF Dengan Kejadian Hematemesis Melena Di Ruang IWM Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta tahun 2013

Gagal jantung (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Brunner and Suddarth.s,2005). Akibat pompa jantung yang tidak maksimal dapat menimbukan berbagai komplikasi diantaranya thrombus, Atria Fibrilsi, yang mengindikasikan pemberian terapi antikoagulan oral (Bambang BS,2009). Namun terapi antikoagulan mempunyai efek samping yaitu perdarahan (hematemesis dan melena). Tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pemberian terapi antikoagulan oral pada pasien CHF dengan kejadian hematemesis melena di Ruang IWM RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di Ruang IWM RSJHK. Sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu sebanyak 31 pasien. Analisis dilakukan secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan bivariate dengan menggunakan chi-square untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Dengan menggunakan uji statistik chi square, didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama pemakaian obat antikoagulan oral dengan kejadian hematemesis melena di Ruang IWM Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta tahun 2013 dengan p value ═ 0,012. Dari hasil penelitian yang didapat, maka saran untuk menghindari terjadinya perdarahan (hematemesis & melena) pada pasien dengan terapi antikoagulan oral,perlu dikaji dan diwaspadai faktor-faktor yang beresiko perdarahan seperti: lamanya pemberian obat antikoagulan oral, adanya penyakit penyerta (ulkus peptikum), usia lanjut dan pengetahuan. Tenaga kesehatan perlu memberikan pendidikan kesehatan sebaiknya dalam bentuk (leaflet), untuk lebih mudah diingat tentang efek samping obat,hal-hal yang harus diperhatikan atau dipatuhi oleh pasien selama menggunakan terapi antikoagulan oral.

Daftar pustaka 26:(2004-2012)

(5)

iv

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelsaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Muhammad Hadi,SKM,Mkep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta dan selaku dosen Pembimbing II riset keperawatan yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyusun skripsi ini.

2. Ibu Hj, Mispasih, S.Kp,M.Kes selaku dosen Pembimbing I Riset Keperawatan yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyusun skripsi ini.

3. Seluruh dosen dan staf karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah membekali saya dengan bebagai ilmu dan memfasilitasi selama mengikuti perkuliahan

4. Direktur Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta beserta jajaran direksi yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian.

(6)

v

yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada saya dan memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di Ruang IWM

6. Kepada suami dan anak anak-anakku tercinta ( Lia,Mia,Widya) yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman seperjuangan PSIK Program B HARKIT yang telah banyak

memberikan bantuan dan semangat kepada saya dalam menyelsaikan skripsi ini. 8. Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu saya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi keperawatan.

Jakarta, Februari 2013

N. ESIH

(7)

iii JUDUL PENELITIAN Lembar Persetujuan Lembar Pengesahan Abstrak………...…………. i Kata Pengantar……….……. . ii

Daftar Isi……… iii

Daftar Tabel……… .. iv Daftar Lampiran………. v BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….………. 1 B. Rumusan Masalah………...………. 6 C. Pertanyaan Penelitia……… . 7 D. Tujuan Penelitian……….. 7 E. Manfaat Penelitian……… 8

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Konsep Gagal Jantung... 9

1. Pengertian………...……….…….. 9

2. Klasifikasi Gagal Jantung………...…….. 9

(8)

iv

5. Manifestasi Klinis ... 12

6. Komplikasi Gagal Jantung ... 14

7. Pemeriksaan Penunjang ... 16 8. Asuhan Keperawatan CHF ... 16 9. Penatalaksanaan Medik ... 17 B. Konsep Antikoagulan ... 18 1. Pengertian ... 18 2. Indikasi ... 19 3. Kontraindikasi ... 19 4. Pemeriksaan Laboratorium ... 21 5. Pendidkan Kesehatan………..…….. 25

C. Konsep Hematemesis Melena ... 28

1. Pengertian……… 28

2. Etiologi ... 29

3. Patofisiologi ... 30

4. Manifestasi Klinik ... 31

5. Diagnosa & Penatalaksanaan keperawatan .. ... 32

6. Pemeriksaan Penunjang ... 38

7. Penelitian Terkait…… ……… 38

8. faktor Faktor yang berhubungan dengan perdarahan……….………. 40

(9)

v

A. Kerangka Konsep ... 44

B. Hipotesis... 46

C. Definisi Operasional ... 47

BAB IV. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 48

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

C. . Populasi dan Sampel Penelitian ... 48

D. Instrumen Penelitian&ujivaliditas ... 50

E. Pengumpulan Data ... 52

F. Etika Penelitian ... 53

G. Pengolahan Data&analisa data ... 54

H. Analisa Data………...54

BAB V. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat... 56

B. Analisis Bivariat ... 59

BAB VI. PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ... 64

(10)

vi

7.1. Kesimpulan ... 70 7.2. Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN I: Lembar Kesediaan Menjadi Responden. LAMPIRAN II : Permohonan Kesediaan Menjadi Responden LAMPIRAN II : Lembar Kuisioner.

(11)

vii

Gambar 3.1 Kerangka Konsep………..……….…..… 44

Tabel 3.3.1 Variabel Independen………... 44

Tabel 3.3.2 Variabel Dependen………. 45

Tabel 3.3.3 Definisi operasional……… 47

Tabel 5.1 Distribusi Demografi Pasien CHF……….. . 56

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Psien Menurut Lama Pemakaian obat antikoagulan… 58

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Menurut tingkat pengetahuan………..… 58

Tabel 5.2 Ditribusi Frekuensi Pasien Menurut adanya Penyakit Penyerta …………. 58

Tabel 5.2Distribusi frekuensi Pasien Menurut kejadian hematemesis melena………. 58

Tabel 5.3 Distribusi Pasein berdasarkan Vaiabel Yang Berhubungan denga kejadian hematemesis Melena ……… 60

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO tahun 2002 melaporkan bahwa penyakit jantung dari tahun ketahun semakin menunjukkan perkembangan yang signifikan.Statistik memperlihatkan statistik bahwa penyakit jantung koroner atau penyakit jantung lainnya menyebabkan 17 juta orang meninggal dunia per tahun. penyakit jantung merupakan pembunuh nomor satu pada orang dewasa. Dilaporkan, di Amerika setiap tahunnya terjadi: 1,5 juta orang mengalami serangan jantung atau penyakit jantung, 478.000 orang meninggal akibat penyakit jantung koroner, 407.000 orang mengalami operasi peralihan, 300.000 orang menjalani angioplasti.

CHF atau gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner and Suddarth’s 2002). Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang mengalami abnormalitas (baik akibat keturunan atau didapat) pada stuktur atau fungsi jantung sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan serangkaian gejala klinis (fatique dan sesak) dan tanda klinis (edema dan ronchi) yang mengakibatkan dirawat, kualitas hidup yang buruk dan harapan hidup yang memendek (Mubarak, 2008)

(13)

CHF merupakan satu satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya (Pangastuti,2009). CHF merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang. Di Amerika Serikat kurang lebih 5,7 juta orang hidup dengan Heart failure dan kurang lebih 550 ribu kasus baru didiagnosa heart Failure, American Heart Association (AHA), 2009. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia. Kurang dari 5 % antara umur 55-62 tahun, 6-10% pada umur lebih 65 tahun, pada umur 40 tahun mulai beresiko terkena Heart Filure. Menurut data WHO sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF, sedangka pada tahun 2005 di jawa tengah terdapat 520 penderita CHF (Pangastuti 2009). Sekitar 250 000 pasien meninggal oleh karena sebab gagal jantung setiap tahunnya dan angka tersebut telah meningkat 6 (enam) kali dalam 40 tahun terakhir (Joesoef,2007).

Penelitian Framingham menunjukan mortalitas, sebesar 62 % pada pria dan 42% wanita (Anurogo,2009). Sekitar 3 - 20 per 1000 orang adalah populasi mengalami gagal jantung dan kejadiannya semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup (100 per seribu orang pada usia di atas 65 tahun) dan perbaikan harapan hidup penderita. (Teetha,2008; Mariyono dan Santoso, 2007). Penelitian framingham peneyebab gagal jatung, 50 % karena penyakit arteri koroner (iskemik), 46 % laki laki dan 27 % wanita, 50% non iskemik (Hipertensi 4 %, idiopatik 18 %, Valvular 4 %, other 10%,unknow 13 %.

Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita, peningkatan kasus CHF dimulai pada tahun 1997 dengan 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat hingga

(14)

mencapai puncak pada 2000 dengan 532 kasus. Data terakhir di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita angka kejadian pasien gagal jantung (CHF) tahun 2010 adalah 1576 pasie terdiri dari laki laki 1095 dan perempuan 481, pada tahun 2011 angka kejadian gagal jantung 1577 paien yang terdiri dari laki laki 1077 dan perempuan 500 pasien (Medikal Record RSJH 2012).

Menurut Lukman Hakim (2008). Etiologi gagal jantung kongestif usia lanjut berdasarkan kekerapan didapatkan penyakit jantung iskhemik 65,63%, penyakit jantung hypertensi 15,63%, kardiomiopati 9,38%, penyakit katub jantung, penyakit jantung rematik dan penyakit jantung pulmonik masing-masing 3,13% (Desta, 2007). Komplikasi gagal jantung yang paling sering adalah gangguan irama jantung yaitu atrial fibrilasi (AF). Atrial fibrilasi terjadi pada 1/3 pasien CHF dan bisa berulang baik karena penyebab atau konsekwensi dari pasien CHF dan AF beresiko untuk terkena stroke dan komplikasi tromboemboli lainnya.

Tatalaksana farmakologi pasien CHF salah satunya antikoagualan oral yang direkomendasikan pada pada pasien gagal jantung dan fibrilasi atrial permanen, persisten atau paroksismal tanpa kontra indikasi terhadap antikoagualan. Antikoagulan dengan dosis sesuai mengurangi resiko komplikasi tromboemboli termasuk stroke. Antikoagulan juga direkomenasikan pada pasien dengan trombus intrakardiak yang terdeteksi dengan pencitraan atau adanya emboli sistemik. (Bambang BS, 2009). Terapi antikoagulan mengurangi kecenderungan terbentuknya bekuan darah dengan cara mencegah anti aksi dari faktor pembekuan. Efek dari pembekuan adalah perdarahan, maka diperlukan pemantauan ketat pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan.

(15)

Dept Angiologi dan Koagulasi Darah, Universiti Hospital S. Antikoagulan dengan antagonis vit K efektif dalam pencegahan dan pengobatan komplikasi trombotik di banyak klinis termasuk fibrilasi atrium (yang saat ini indikasi yang paling sering untuk pengobatan antikoagulan), vena tromboemboli, sindrom koroner akut dan setelah prosedur jantung invasive.

G.Paraleti.(2011)Perdarahan merupakan komplikasi yang paling utama. terdeteksi 263 (6,8) dari 3862 pengobatan dengan antikoagulan, 4% kematian.. Angka kejadian perdarahan pada terapi antikoagulan (warfarin) berdasarkan studi prospektif adalah sebanyak: 0,1-1 % pada perdarahan fatal. 0,5—6,5 % pada perdarahan mayor dan 6,2-21,8 % pada perdarahan minor. Resiko absolut bervariasi antara 0-0,25%/thn pada perdarahan fatal dan 0,32-2,1 %/thn untuk komplikasi perdarahan mayor.

Dari penelitian dan jurnal, terkait dengan faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian perdarahan saluran cerna pada pemberian terapi antikoagulan adalah:terapi walfarin yang di kombinasikan dengan aspilet, clopidogrel atau antihistamin nonsteroid,menunjukan resiko tinggi hospitalisasi akibat perdarahan saluran cerna,usia lanjut,intensitas pemakaian obat antikoagulan,penyakit penyerta,kualitas pengawasan yang tersedia dan genetik.(G.paraleti,2011).

Antikoagulan oral dapat berinteraksi dengan obat obat lain,dan suplemen herbal,yang akan meningkatkan resiko perdarahan saluran cerna.(www.American

(16)

Frekwensi perdarahan meningkat yang kemungkinan berhubungan dengan, dosis antikoagulan yang tinnggi lebih dari ½ yang mengalami perdarahan menunjukan adanya lesi, polifarmasi, riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, kebiasaan sosial, kurangnya dukungan sosial dan penurunan status fungsi. Penelitian yang dilakukan oleh Nekkanti et al prediktor perdarahan karena walfarin di unit kardiologi India Selatan adalah wanita, lama rawat, jumlah medikasi, obat-obatan seperti aspirin, clopidogrel dan faktor komorbid lain seperti merokok dan alkohol.

Penomena dilapangan yang penulis temukan melalui wawancara dari 10 pasien yang mengalami hematemisis melena dengan terapi antikoagulan oral di ruang IW Medikal RSPJNHK tahun 2012, antara lain:mengatakan adanya penyaki ulkus peptikum dan sebelumnya pernah di rawat dengan penyakit yang sama,lama tidak kontrol atau berobat dan terapi antikoagulan tetap di minum dengan dosis yang sama,sehingga saat masuk RS di dapatkan pemeriksaan INR lebih dari 5,lupa akan dosis obat antikoagulan kadang minum melebihi dosis (orang tua)

Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang sebenarnya dipopulasi tidak diketahui. Dari catatan medik RS Hasan Sadikin Bandung (1998) pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5 %.

(17)

RS Jantung Harapan Kita merupakan rumah sakit rujukan untuk kasus-kasus penyakit kardiovaskular namun terdapat kasus perdarahan saluran cerna (hematemisis melena). Terutama yang disebabkan obat obat cardiovaskuler,salah satunya antikoagulan oral.Data endoscopi periode Juni - Agustus 2010, 43 kasus, Juni – Agustus 2011, 63 kasus dan november - desember 2012,72 kasus.

Dari fenomena tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian hubungan pemberian terapi antikoagulan pada pasien CHF dengan kejadian hematemisis melena di Ruang Intermediate Medikal Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dan fenomena tersebut di atas belum pernah dilakukan penelitian, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul tersebut di atas.

B. Rumusan Masalah

pemberian antikoagulan merupakan suatu protokol terapi untuk mencegah terjadinya tromboemboli yang terjadi pada system kardiovaskule, namun potensi terjadinya perdarahan juga perlu dipertimbangkan.

Dari beberapa penelitian yang telah di paparkan terdapat faktor-faktor yang berhubungan terjadinya perdarahan saluran cerna karena antikoagulan oral. penelitian klinis dari terapi antikoagulan seringkali hanya menggunakan pasien-pasien yang memiliki resiko perdarahan minimal, memiliki kepatuhan terhadap terapi, masih muda dan minimal interaksi dengan terapi medikasi lain. Kondisi-kondisi ini tentu saja berbeda jauh dengan yang dihadapi dalam situasi klinis.

(18)

Perdarahan saluran cerna merupakan komplikasi dari penggunaan terapi antikoagulan oral, yang perlu menjadi perhatian utama baik bagi dokter maupun pasien. Semakin banyaknya jenis terapi antikoagulan menyebabkan banyaknya pasien yang terindikasi mendapatkan terapi antikoagulan tidak mendapatkan penanganan yang efektif.

C. Pertanyaan Penelitian

Adakah hubungan pemberian terapi antikoagulan oral pada pasien CHF dengan kejadian hematemisis melena di Ruang Intermediate Medikal Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui hubungan pemberian terapi antikoagulan pada pasien CHF dengan kejadian hemaemisis melena di Ruang Intermediate RSJHK tahun 2013

2. Tujuan Khusus.

a. Diketahui gambaran karakteristik demografi (usia, pendidikan, pekerjaan) pasien CHF yang mendapat pemberian terapi antikoagulan oral di ruang IWM RS Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 2013

b. Diketahui hubungan pengetahuan pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan oral dengan kejadian hematemisis melena di ruang IWM RSJHK 2013

(19)

c. Diketahui hubungan usia pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan oral dengan kejadian hematemisis melena di Ruang IWM RSJHK.

d. Diketahui hubungan penyakit penyerta pasien CHF yang mendapat terapi antikoagulan dengan kejadian hematemisis pada di Ruang IWM RSPJNHK 2013.

e. Diketahui hubungan lama pemberian terapi antikoagulan oral pada pasien CHF dengan kejadian hematemesis melena di Ruang Intermediate RSJHK 2013.

E. Manfaat Penelitian 1. Bidang Pelayanan .

Untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pelaksaan asuhan keperawatan pada pasien pasien CHF yang mendapatkan terapi antikoagulan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah rehospitalisasi karena perdarahan gastrointestinal

2. Bidang keilmuan

Hasil penelitian di harapkan sebagai masukan untuk mengembangkan proses keperawatan medikal bedah khususnya keperawatan CHF dengan terapi antikoagulan .

3. Bidang penelitian

Hasil penelitia diharapkan sebagai masukan dalam mengembangkan wawasan dan tambahan pengetahuan yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian keperawatan selanjutnya khusnya pasien CHF dengan terapi antikoagulan.

(20)

9

TINJAUAN

KEPUSTAKAAN

A. Konsep Gagal Jantung Kongestif (CHF)

1. Pengertian

Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamik, renal, neural dan hormonal, serta suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Gagal jantung kongestif merupakan gabungan dari gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri (Muttaqin, 2009).

2. Klasifikasi Gagal Jantung

Berdasarkan New York Heart Association (AHA) klasifikasi gagal jantung terbagi dalam 4 (empat) kelainan fungsional :

a. Kelas I Timbul sesak pada aktifitas fisik berat b. Kelas II  Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang c. Kelas III  Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan

(21)

3. Patofisiologi Gagal Jantung (Brunner & Suddarth, 2002 )

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung.yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung yang normal.

Konsep curah jantung dijelaskan dengan persamaan CO = HR X SV di mana curah jantung (CO: Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X Volume sekuncup (SV: Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi gagal untuk mempertahankan pefusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk memperthankan curah jantung.

Pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah normal masih dapat dipertahankan.Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor: Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung yang berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung, Kontraktilitas adalah perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium, dan Afterload adalah besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah

(22)

melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol. Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, maka hasilnya curah jantung berkurang.

4. Etiologi Gagal Jantung Kongestif (Smeltzer, 2010)

a. Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi

b. Aterosklerosis koroner

Arterosklerosis mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

c. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

d. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme

(23)

biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade perikardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

f. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asdosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

5. Manifestasi Klinis (Brunner & Suddarth, 2002)

Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi. Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru.

a. Manifestasi klinis gagal jantung kiri (Brunner & Suddarth, 2002) :

- Dispnea, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnoe (sesak saat berbaring). Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).

(24)

- Batuk yang berhubungan dengan gagal jantung kiri bisa kering dan bisa produktif, tetapi yang sering adalah batuk yang basah,yaitu batuk yang menghasikan sputum berbusa dalam jumlah banyak.yang kadang disertai bercak darah.

- Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk. - Kegelisahan atau kecemasan, terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan,

stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik

Bila ventikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer.Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.

b. Manifestasi klinis pada gagal jantung kanan :

- Edema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan berat badan.

- Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar, distensi vena leher. asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum).

(25)

- Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

- Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari,terjadi karena perfusi renal didukung posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis tejadi paling sering pada malam hari kerena curah jantung akan membaik pada saat malam hari.

- Kelemahan, lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

6. Komplikasi Gagal Jantung

Komplikasi gagal jantung menurut Desta (2007) adalah: a. Aritmia Atrium

Atrial Fibrilasi terjadi pada hampir 1/3 pasien CHF (10-50 %) dan pada pasien gagal jantung bisa disebabkan juga oleh atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi dapat terjadi dengan LV disfungsi yang parah karena infark miokard dan prognosinya buruk. Pasien CHF dan atrial fibrilasi mempunyai resiko tinggi terjadi stroke dan tromboemboli lainnya.

Data observasi dari penelitian terbaru A Study Of The Bebeficial Effects of Antikoagulan Therapy in Congestive Heart Failure, Tromboemboli sering kali menyebabkan kematian pada gagal jantung kongestif. Pada 565 pasien dengan penyakit jantung rematik dan gagal jantung kongestif, diotopsi di Los Angeles Caunty Hospital ditemukan di 30,3 %. Pada 114 pasien

(26)

thromboemboli adalah penyebab langsung kematian. Pada 20 pasien penyebab kematian dan pada 28 pasien tidak berkontribusi sampai kematian.

b. Stroke dan tromboemboli

CHF merupakan predisposisi terjadinya stroke dan tromboemboli dengan angka kejadian kurang lebih 2%, faktor yang berkontribusi terjadinya resiko tromboemboli pada pasien CHF meliputi penurunan curah jantung (Cardiac Output), darah yang statis di dalam ruang jantung yang membesar (dilatasi) pembentukan dari anerisma pada ventrikel kiri dan ditandai adanya atrial fibrilasi. Pasien CHF dengan irama jantung sinus juga mempunyai resiko tinggi terhadap kejadian stroke dan trombosis vena, pasien dengan CHF dan kronik vena insufisiensi disebabkan imobilisasi dan berkontribusi peningkatan resiko trombosis dan pulmonari emboli.

Data observasi dari penelitian terbaru Studies Of Left Ventrikular Dysfuntion (SOLVD) dan vasodilatation heart failure trials (V-HeFT) mengindikasikan gagal jantung mild-moderate berhubungan dengan resiko 1,5 % stroke pertahun, dibanding dengan tanpa gagal jantung (0,5 %), meningkat 4% pada gagal jantung severe. Survival Ventikular enlargement (SAVE) melaporkan ada hubungan resiko stroke dan fungsi jantung (EF) yang rendah 18 % meningkat resikonya setiap 5 % penurunan fungsi jantung, jelas menunjukan hubungan tromboemboli dengan kerusakan jantung dan tingkat keparahan gagal jantung. Resiko tromboemboli sepertinya berhubungan dengan LA dan LV dilatasi (pembesaran jantung).

(27)

7. Pemeriksaan Penunjang (ACC/AHA, 2009)

a. RontgenThoraks, dapat mendeteksi adanya pembesaran jantung, kongesti paru, efusi pleura.

b. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, iskemi .

c. Ekhokardiogram, dapat menggambarkan adanya penurunan fungsi otot jantung (fraksi ejeksi ventrikel kiri), pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup mitral.

d. Pemeriksaan lab meliputi : Darah rutin,elektrolit,fungsi ginjal. darah, . Peptida Natriuretik (NP Pro BNP).

e. Kateterisasi jantung, tidak rutin diperlukan pada gagal jantung, tetapi diindikasikan untuk mencari etiologi..

8. Asuhan Keperawatan Pasien CHF (ACC/AHA)( Bambang, 2009)

a. Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.

b. Dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung. Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik di rumah sakit ataupun dirumah.

c. Asupan Cairan. Retriksi cairan 1,5-2 liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang desertai hiponatremia. Retriksi cairan rutin pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang.

(28)

d. Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau menghilangkan oedema. pembatasan garam 2gr per hari.

e. Pemantauan berat badan. Pengukuran berat badan sangatlah penting terutama pada pasien gagal jantung dengan asites atau oedema. Pasien juga harus memantau berat badannya secara rutin setiap hari (pagi sebelum makan), jika terdapat kenaikan berat badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter.

9. Penatalaksanaan Medik (ACC/AHA)( Bambang, 2009)

a. Glikosida jantung

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. .

b. Diuretik, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.

c. Vasodilator, obat-obat vasoaktif digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

(29)

B. Konsep Antikoagulan

1. Pengertian

Antikoagulan adalah obat obat yang turut serta dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Efek ini digunakan untuk mencegah resiko dari terbentuknya thrombus dalam pembuluh darah dan cabang cabang vaskuler (www.Jevuska, 2009). Antikoagulan adalah obat yang diberikan untuk memperlambat waktu pembekuan darah dan mencegah pembentukan trombus pasca bedah dan menghambat perkembangan trombus yang sudah terjadi. Antikoagulan tidak dapat melarutkan trombus (Suzanne C.Bare, 2002).

2. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja antikoagulan oral adalah dijalur ektrinsik pada kaskade koagulasi dengan menghambat sintesa faktor-faktor pembekuan yang dipengaruhi vitamin K yaitu protombin, V11, 1X, X, Antikoagulan tersebut menghambat faktor pembekuan yang dihasilkan di hati (warfarin coumarin, coumadin, panwarfin). Jenis obat yang sering digunakan untuk penyakit jantung baik medikal atau surgikal yaitu warfarin, cardioaspirin, clopidogrel. Warfarin berfungsi sebagai antikoagulan. Mekanisme aksi; mengganggu sintesis hepatik vitamin k tergantung pada faktor koagulasi (1I,VII,IX,X).

3. Antikoagulan Oral

a. Antikogulan oral: (warfarin coumarin, coumadin, panwarfin). Sifat Fisikokimia higroskopik berwarna putih, sangat mudah larut dalam

(30)

alkohol dan larutan asceton; sangat sedikit laru dalam diklorometan. Larutan 1% dalam air mempunyai pH: 7,2 -8,3.

b. Golongan/Kelas Terapi : Obat yang mempengaruhi darah. c. Indikasi:

Profilaksis dan terapi thrombosis vena, embolisme pulmonari dan disorder thromboembolik, atrial fibrilasi dengan risiko embolisme dan sebagai tambahan pada profilaksis embolisme sistemik setelah infark miokardiak. Mechanical and prosthetic heart valves, Valvuler heart disease,Acute cardioembolic stroke in on hypertensive pasien.

d. Kontraindikasi

Perdarahan aktif , Ulkus peptikum aktif. Aneurisma, Perdarahan serebrovaskuler, Varises esophagus, Intoleransi warfarin atau alergi seperti rash akut, hipertensi tidak terkontrol,gangguan gastrointestinal, pasien yang mengalami pendarahan pada saluran pencernaan, pendarahan pada kolon,. penyakit hepatik parah., pasien tidak patuh.

e. Farmakologi

 Onset kerja : antikoagulan oral : 36-72 jam. Durasi 2-5 hari.

 Absorpsi : cepat,Metabolisme : dihati.Tereliminasi : 20-60 jam, rata-rata 40 jam, bervariasi antar individu.

f. Dosis, cara pemberian dan lama pemberian

Dosis awal tergantung individu (pertimbangkan pasien dengan gangguan fungsi hati,, status nutrisi, terapi lanjutan, risiko pendarahan).Awali dengan dosis 5-10 mg/hari, dosis pemeliharaan biasanya 2-10 mg setiap hari (mungkin diperlukan

(31)

dosis loading dan pemeliharaan di luar pedoman ini). Dosis awal yang lebih rendah diperlukan pasien dengan gangguan fungsi hati, gizi buruk, gagal jantung kongestif, pasien lanjut usia, risiko pendarahan . Dosis awal yang lebih tinggi dapat diberikan untuk pasien tertentu.

4. Hal hal yang perlu diperhatikan

a. Monitor Efek Samping

Efek Samping Mayor; perdarahan bisa terjadi pada hampir setiap bagian tubuh.Resiko tergantung pada beberapa variabel termasuk intensitas pemakaian dan kerentanan pasien. Nekrosis kulit jarang terjadi tapi cukup serius, terjadi pada hari ke tiga sampai hari ke delapan.Pendarahani, sakit kepala, pusing, pruritus, anoreksia, mual, muntah, kram perut, sakit abdominal, diare, pendarahan intestinal, hematuria, hemoragi, hematoma retroperitonial, epitaksis, hipersensitifitas dan reaksi alergi.

b. Kaji Interaksi dengan Obat Lain :

1. Meningkatkan efek/ toksisitas: Warfarin-Aspirin (antikoagulan antiplatelet). Aspirin meningkatkan efek anti koagulan. Efek samping antiplatelet aspirin dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan pada mukosa lambung.

2. Mekanisme aspirin memiliki efek langsung pada lapisan perut dan dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal juga menurunkan agregasi platelet dan memperpanjang waktu perdarahan.

(32)

3. Asetaminofen, allopurinol, amiodaron, sefalosporin, simetidin, flukonazol, metronidazol, obat inflamasi non steroid, fenitoin,kuinidin, antibiotik kuinolon, sulfinpirazon, sulfonamida, derivat tetrasiklin, derivat rifamisin dan sulfasalazin,obat herbal

c. Kaji Interaksi Dengan Makanan.

Hindari penggunaan etanol: Etanol menurunkan metabolisme warfarin dan meningkatkan PT, efek antikoagulan warfarin akan menurun dengan adanya makanan mengandung vitamin K, vitamin E meningkatkan efek warfarin.Pengaruh makanan terhadap obat sering tidak diperhatikan sehingga dapat menimbulkan efek samping atau berkurangnya efek obat.

Efek antikoagulan dapat dikurangi oleh makanan yang kaya dengan vitamin K seperti (:brokoli,kubis,kacang hijau,selada,hati sapi,bayam dsb).

5. Monitoring Laboratorium

Pemeriksaan Protombin Time (PT)/INR (International Normalized Ratio). MasaProtombin Time (PT).Protombin disintsis oleh hati dan merupakan prekusor tidak aktif dalam proses pembekuan,protombin di konversi menjadi trombin oleh tromboplastin yang diperlukan untuk membentuk bekuan darah.Pemeriksaan masa protombin (Protombin Time,) digunakan untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ektrinsik dan jalur bersama, yaitu: factor1(fibrinogen), faktor11(protombin), V(proakselerin), V11(prokonvertin), X.(factor Stuart). Perubahan factor V & V11 akan memperpanjang PT selama dua(2) detik atau 10% dari nilai nomal.PT diukur dalam detik.

(33)

Protombin Time (PT) memanjang karena defisiensi factor koagulasi ektrinsik dan bersama jika < 30 %.Pemanjangan PT dijumpai pada penyakit hati ,afibrinogenemia,defisiensi factor koagulasi(11,V,V11.X),disseminated intravascular coagulation (DIC),fibrinilisis,gangguan reabsobsi usus.Pada penyakit hati. PT memanjang karena sel hati tidak dapat mensistesis protombin.Pemanjangan PT dapat di sebabkan pengaruh obat obatan:Vitamin K antagonis,antibiotic,antikoagulan oral ( walfarin,dikumoral),aspirin dll.

PT memendek pada tromboplebitis,infaek miokard,embolisme pulmonal,pengaruh obat;barbiturate,digitalis,diuretic,rifmpisin,dll.

INR (International Normalized Ratio)di dapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal kemudian di pangkatkan dengan ISI,dimana ISI adalah International Sensitivity Index.Jadi INR adalah rasio PT yang mencerminkan hasil yang akan diperoleh bila tromboplastin baku WHO digunakan,sedangkan ISI merupakan ukuran kepekaan sediaan tromboplastin terhadap penurunan faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K.

INR digunakan untuk memonitor terapi walfarin(Coumadin). Pemeriksaan darah ini dibutuhkan untuk menentukan dosis warfarin yang tepat pada pasien jantung,stroke, deep vein thrombosis (DVT), katup jantung buatan INR digunakan sebagai uji terstandardisasi International.INR di rancang untuk pemberian walfarin jangka panjang dan hanya boleh digunakan setelah respons klinik stabil terhadap

(34)

walfarin,stabilitas memerlukan waktu sedikitnya seminngu.Standar INR tidak boleh digunakan jika klien baru memulai terapi walfarin guna menghindari hasil yang salah uji,meupakan ,yaituFaktor dan adalah pemeriksaan darah untuk memonitor terapi warfarin.

PT/INR adalah pemeriksaan darah untuk memonitor terapi walfarin .Pemeriksaan darah ini dibutuhkan untuk menentukan dosis warfarin yang tepat.Untuk pertama kali minum antikoagulan oral pemeriksaan PT/INR dilakukan 2-3x/ minggu, dokter menentukan dosis warfarin yang tepat, selanjuntya pemeriksaan PT/INR 1-2 x/minggu atau beberapa minggu. Jika nilai INR sudah sesuai dengan nilai yang diharapkan tes dilakukan tiap 3-4 minggu sekali.

Konsensus American College of Chest Physician’s merekomendasikan target INR 2,5 (Range 2.0-3.0) untuk sebagian besar kondisi, untuk katup mekanik INR (range 2.5-3.5). Pemeriksaan rutin yang penting dilakukan secara berkala dan hasilnya ditunjukan kepada dokter saat kontrol untuk menentukan dosis obat yang diminum. Bagi klien yang tinggal jauh dari RS besar biasanya dapat dicek Bleeding Time, ClotingTime atau tergantung dokter. Agar efektif, terapi warfarin harus mencapai tingkat keenceran darah (INR) pada level tertentu dan pemberiannya harus dikontrol terus menerus.

Trombosit memiliki dua fungsi berbeda(1) melindungi integritas endotel pembuluh darah,dan(2)memulai perbaikan apabila terjadi kerusakan pada dinding pembuluh

(35)

darah.Interaksi trombosit dengan dinding pembuluh darah disebut hemostasis primer,orang yang trombositnya terganggu dalam jumlah atau fungsi akam mengalami petekie dikulit dan selaput lender.Trombosit diproduksi oleh sumsum tulang.Pembentukan trombosit dapat dihasilkan melalui jalur intinsik atau jalur koagulasi ektrinsik.Trombosit sering diperiksa untuk mengetahui kekuatan jumlah sel dan fungsinya.Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi.kelainan ini berkaitan dengan peningkatan resiko perdarahan hebat atau cidra ringan.Penyebab primer trombositopenia adalah idiopatik ( tanpa penyebab),sedangkan trombositopenia sekunder dapat disebakan oleh obat kemoterapi yang merusak sumsum tulang,infeksi virus tertentu termasuk HIV.

Pemeriksaan agregasi trombosit digunakan untuk mengevaluasi kemampuan trombosit untuk membentuk agregat dan mengawali terbentuknya bekuan darah.Indikasi pemeriksaan adalah:

- Membantu diagnosis gangguan fungsi trombosit baik kongenital maupun didapat,pada pasien dengan riwayat perdarahan.

- Dugaan peningkatan agegasi trombosit (DM,hyperlipidemia)

- Monitoring terapi anti-trombosit(aspirin,ticlpidin,clopidigrel,abciximab) paska stroke atau heart attak.Deteksi factor resiko thrombosis arteri(PJK<stroke), deteksi resistensi aspirin,Monitoring fungsi trombosit selama operasi CABG.Skrining preoperasi beresiko perdarahan selama prosedur invasive,pasien riwayat perdarahan atau mengkonsumsi obat yang mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku sperti aspirin dan NSAID.

(36)

Gangguan fungsi trombosit dapat disebabkan oleh penyakit kronis seperti gagal ginjal(uremia),leukemia akut,gangguan fungsi trombosit yang bersipat sementara dijumpai pada konsumsi obat aspirin dan NSAID,setelah opersi CABG.Trombosit yang rendah bisa juga dikarenakan produksinya yang kurang.bisa karena penyakit berupa anemia aplastik.Anemia aplastic terjadi jika sel yang memproduksi butir darah merah di sumsum tulang,tidak dapat menjalankan tugasnya,juga bisa karena penyakit leukemia,mielofibrosis.

6. Pendidikan Kesehatan

a. Obat ini untuk mencegah pembekuan darah.

b. Pergunakan obat ini benar-benar sesuai dengan petunjuk dokter. Jangan dipakai berlebihan tanpa petunjuk dokter karena akan terjadi perdarahan. c. Lakukan kontrol darah secara teratur karena akan dapat menentukan

pemakaian dosis yang tepat.

d. Jangan mempergunakan obat lain selama penggunaan obat ini.

e. Mintalah petunjuk dan persetujuan dokter bila harus menggunakan obat lain. f. Sebaiknya pergunakan obat dari merek yang sama jangan mengganti dengan

merek yang lain.

g. Selama mempergunakan obat ini jangan minum minuman yang mengandung alkohol, karena alkohol akan menurunkan efektifitas antikoagulan oral. h. Segera ke dokter bila terjadi diare, pendarahan baik dari mulut, hidung

(37)

i. Apabila ada gangguan fungsi hati jangan menggunakan obat antikoagulan (beritahu dokter)

j. Batasi prosedur invasif, berikan penekanan yang lebih lama pad area tusukan dan luka.

k. Cegah aktivitas/ benturan yang dapat menimbulkan pedarahan.

l. Berikan saran kepada pasien untuk menggunakan sikat gigi yang lembut dan pisau cukur electric.

m. Bila pasien pulang dengan obat obat antikoagulan,ajarkan bagaimana dan kapan obat digunakan.

n. Berikan peringatan kepada pasien untuk tidak menyetop obat obat sendiri tanpa petunjuk dokter.

o. Pastikan pasien memiliki persediaan obat yang cukup agar tidak terjadi putus obat.

p. Berikan penjelasan mengenai obat obat herbal atau sulemen yang harus dihindari. q. Ingatkan pasien untuk emberitahu petugas kesehatan lain (dr gigi,dr bedah)

bahwa pasien menggunakan obat antikoagulan.

r. Ingatkan pasien untuk waspada terhadap tanda tanda perdarahan(perdarahan yang sulit untuk dihentikan ,mudah lebam,perubahan warna urin dan faeses:hematuria/melena.(www.AmericanNurseToday.com.2011)

7. Antithrombotic Agents

Antithrombotic adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus yang terutama sering

(38)

ditemukan pada sistem arteri. Yang termasuk golongan ini adalah: Antikoagulan injeksi (Heparin).

Heparin adalah mukopolisakarida yang menghambat bekuan darah dengan mengubah protombin menjadi thrombin, heparin juga menghambat agregasi platelet oleh thrombin. Kerja heparin berlangsung kira-kira 1,5 sampai 4 jam. Heparin yang telah disuntikan akan dihancurkan oleh enzim dalam darah yang disebut heparinase. a. Indikasi : Pencegahan dan pengobatan gangguan thrombo emboli arteri dan vena,

infark miokard akut, arterial fibrilasi dengan emboli, koronari angioplasti.

b. Kontraindikasi: Perdarahan aktif termasuk perdarahan intra cerebral, hipersensitif heparin/ atau produk daging babi, Heparin Induced Thrombocitopenia (HIT) dan gagal ginjal.

c. Efek samping : Perdarahan, alergi, Heparin Induced Thrombocitopenia (HIT) d. LMWH (Low Moleocular Weight Heparin) :

 Enoxaparin(Lovenox),  Dalteparin (Fragmin),  Nadroparin (Fraxiparin),  Synthetic Anti Xa,  Fondaparinux (Arikxtra)

(39)

C. Konsep Hematemesis Dan Melena

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam keadaan darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.

1. Pengertian

Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum treiz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar peranum) biasanya beasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ilieo- caecal). (Djojoningrat,D.,2006)

Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam dari saluran cerna bagian atas dimana darah bercampur dengan asam lambung. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007). Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut;darah dapat berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis, hemoptisis, ektraksi gigi, tonsilektomi).

(40)

Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, darah dapat berwarna merah,coklat atau hitam sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal, biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi dengan asam.

2. Etiologi

Penyebab saluran cerna bagian atas:

a. Adanya masalah pada mulut, misalnya ada perlukaan pada mulut dan gusi. b. Adanya masalah pada kerongkongan,misalnya kanker laring.

c. Masalah pada lambung, misalnya erosi pada lambung atau juga karsinoma. Masalah pada abdomen, misalnya abses atau peradangan ataupun perdarahan. d. Masalah pada Esofagus, misalnya varises esofagus.

e. Makanan atau minuman yang dapat menyebabkan warna kemerahan dimuntahan tapi bukan darah misalnya: Pewarna buatan pada makanan dan minuman.

f. Gangguan pada hepar, misalnya sirosis hepatis, hiprtensi pulmonal atau hepatitis kronis.

g. Akibat dari konsumsi obat-obatan tertentu, seperti Aspirin dan antikoagulan lainnya dapat mengurangi kemampuan darah untuk membeku dan mengakibatkan waktu perdarahan berkepanjangan.

(41)

3. Patofisiologi (Suratun, 2010)

Defisiensi vitamin dan anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama Vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.

Perdarahan Akibat Terapi Antikoagulan: Perdarahan terjadi karena adanya kelainan pada sistem hemostasis, baik ditentukan atau diperoleh pada saat dewasa. Kelainan kelainan itu ada yang mempengaruhi protein prokoagulan plasma, yang berperan pada pembentukan fibrin. Ada yang mengganggu perbaikan kerusakan vaskuler, mengganggu sistem fibrinolisis atau mengganggu sistem koagulan (Djumhana, 2009). Kelainan hemostasis yang diturunkan, terbanyak adalah hemophilia A (defisiensi factor VIII), hemophilia B (defisiensi factor IX) dan penyakit Von Willebrand. Sementara itu kelainan hemostasis didapat yang utama adalah efek samping dari penggunaan obat-obat yang meng-antagonis vitamin K (seperti obat antikoagulan oral: Walfarin dan coumarin) dan defisinsi vitamin K akibat penyakit liver, di mana hampir semua protein prokoagulan diproduksi di hati.

(42)

4. Manifestasi klinik (Doenges,2008) a. Sirkulasi

Gejala: Hipotensi takikardia, Nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, warna kulit pucat: Sianosis ,, kelembaban kulit/ membran mukosa: berkeringat.

b. Eliminasi

Gejala: Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan GI atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal, luka peptic/ gaster, gastritis, bedah gaster, radiasi area gaster. Perubahan pola defikasi/ karakteristik feses.

Tanda: Nyeri tekan abdomen, distensi. Bunyi usus: Sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan warna. Karakter feses; diare, darah warna gelap, kecoklatan, atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Kontipasi dapat terjadi.

c. Makanan / Cairan

Gejala: Anoreksia mual/ muntah. Tidak toleran terhadap makanan, makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus .

d. .Neurosensori

Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/ bingung, pingsan sampai koma .

e. Nyeri/ kenyamanan

Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih; nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan/ distress

(43)

samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makanan (gastritis akut). f. Faktor pencetus: Makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu

(antibiotic, ibuprofen), stressor psikologis.

5. Diagnosa Keperawatan & Penatalaksanaan (Doengoes, 2002)

a. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perdarahan. Kemungkinan dibuktikan oleh: Hipotensi, tachikardi, pengisian kapiler lambat, urin pekat/menurun.

Iintervensi mandiri :

 Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.

Rasional: Membantu dalam membedakan penyebab distress gester.  Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal sebelumnya.

Rasional: Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah (mis.TD <90 mm Hg, dan nadi >110 diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000ml). Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.

 Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan. Misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.

 Ukur CVP, panatau pengeluaran dan pemasukan cairan

 Awasi masukan dan haluran dan hubungkan dengan perubahan berat badan.Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah, penghisapan gaster/ lavase.

(44)

 Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan.

 Observasi perdarahan sekunder. Misalnya hidung/ gusi, perdarahan terus-menerus dari area suntikan, penampilan ekimosis setelah trauma kecelakaan. Kolaborasi :

Berikan cairan sesuai indikasi:

Rasional: Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan transfusi darah dimulai. Kurang lebih 80%-90% perdarahan gaster dikontrol oleh resusitasi cairan dan manajemen medik.

- Berikan darah lengkap segar (fresh blood)/ kemasan sel darah merah (PRC). Rasional: Darah lengkap segar diindikasikan untuk perdarahan akut (dengan syok), karena darah simpanan dapat kekurangan faktor pembekuan. Kemasan sel mungkin adekuat untuk pasien stabil dengan perdarahan subakut/ kronis dan diperlakukan untuk pasien dengan gagal jantung kronis untuk mencegah kelebihan cairan

- Plasma beku segar (FFP) dan/ atau trombosit.

Rasional: Faktor pembekuan/ komponen penipisan oleh 2 mekanisme kehilangan perdarahan dan proses pembekuan pada sisi perdarahan. FFP adalah sumber baik faktor pembekuan. Penggantian trombosit dapat merangsang pembentukan trombosit pada sisi cedera.

 Masukan/ pertahankan selang NGT pada perdarahan akut.

Rasional: Memberikan kesempatan untuk menghentikan sekresi iritan gaster, darah, dan bekuan; menurunkan mual/ muntah; dan memudahkan endoskopi

(45)

diagnostic. Catatan: darah dalam gaster/ usus akan dipecahkan menjadi ammonia, yang dapat menghasilkan efek toksis pada sistem saraf pusat. Misalnya ensefalopati.  Lakukan lavase gaster dengan cairan garam faal atau dengan suhu ruangan

sampai cairan aspirasi merah muda bening atau jernih dan bebas bekuan. Rangsang penghisapan gaster perlahan dengan infus cairan garam faal kontinu melalui selang udara dari selang lain dapat juga digunakan.

Rasional: Mendorong keluar/ pemecahan bekuan dan dapat menurunkan perdarahan dengan vasokonstriksi local. Catatan: penelitian saat ini menduga bahwa cairan garam faal es tidak efektif lagi dan cairan suhu ruangan dalam pengontrolan perdarahan, dan ini dengan nyata merusak mukosa gaster karena penurunan suhu inti pasien, dimana dapat memperpanjang perdarahan dengan menghambat fungsi trombosit.

 Berikan obat sesuai indikasi:

- Simetidin (Tagament); ranitidine (Zantac); famotidine (Pepcid); nizatidin (Axid).Omeprazol (Prilosec);

- Antasida: misalnya Amphojel, Maalox, Mylanta, Riopan. - Vasopressin (Pitresin),Vitamin K (AquaMephyton)

Rasional: Meningkatkan sintesis hepatic faktor koagulasi untuk mendukung pembekuan. Catatan: Absorpsi vitamin K dapat diturunkan oleh penggunaan sulklralfat.

(46)

 Awasi pemeriksaan laboratorium, misal:

- Hb/Ht, PT/ INR,Rasional: Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi keefektifan terapi.

- BUN/ kadar kreatinin,Rasional: BUN > 40 dengan kadar kreatinin normal menunjukkan perdarahan mayor. BUN harus kembali ke kadar normal pasien kurang lebih 12 jam setelah perdarahan berhenti.

-b. Gangguan Perfusi Jaringan

Hasil yang diharapkan: Mempertahankan perfusi jaringan dengan bukti: tanda vital stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, AGD dalam batas normal, keluaran urin adekuat.

Tindakan/ intervensi mandiri:

 Awasi tingkat kesadaran, keluhan pusing, sakit kepala.

Rasional: Perubahan dapat menunjukan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.

 Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan perifer lemah. Rasional: Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap respon penurunan volume sirkulasi dan/ dapat terjadi sebagai efeksamping pemberian vasopressin.

 Catat haluaran urin dan berat jenis.

Rasional: Penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia/ gagal ginjal dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urin

(47)

c. Nyeri, akut/ kronis dapat dihubungkan dengan: luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral. Respons fisik, misal refleks spasme otot pada dinding perut. Kemungkinan dibuktikan oleh: mengkomunikasikan gambaran nyeri. Berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut. Respon autonomik, misal perubahan tanda vital (nyeri akut).

Intervensi mandiri:

 Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).  Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.

 Catat petunjuk nyeri non-verbal, seperti berhati-hati dengan abdomen, takikardi, berkeringat. Selidiki ketidaksesuaian antara petunjuk verbal dan non-verbal.

Rasional: Petunjuk non-verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis dan dapat digunakan dalam menghubungkan petunjuk verbal mengidentifikasi luas/beratnya masalah.

 Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien.

Rasional: Makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.  Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.

Rasional: Makanan khusus yang menyebabkan distress bermacam-macam antara individu. Penelitian menunjukkan merica berbahaya dan kopi (termasuk dekafein) dapat menimbulkan dispepsia.

(48)

Intervensi kolaborasi :

 Berikan dan lakukan perubahan diet, Rasional: pasien mungkin dipuasakan dulu.

 Gunakan susu biasa daripada susu skim, bila susu dimungkinkan.Rasional: Lemak pada susu dapat menurunkan sekresi gaster, namun kalsium dan kandungan protein (khususnya susu skim) meningkatkannya.

 Antasida.Rasional: Menurunkan keasaman gaster dengan absorpsi atau dengan menetralisir kimia.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang proses penyakit, pr

 Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan pencetus/ hilangnya nyeri epigastrik, termasuk menghindari iritan gaster.  Anjurkan makan sedikit tapi sering/ makanan kecil, mengunyah makanan

dengan perlahan, makan pada waktu yang teratur, dan menghindari makan “banyak”.

Rasional: Sering makan mempertahankan netralisasi HCI, melarutkan isi lambung pada kerja minimal asam mukosa lambung. Makan sedikit mencegah distensi gaster yang berlebihan.

 Dorong pasien untuk menginformasikan semua pemberian asuhan tentang riwayat perdarahan..

 Pada pasien yang menggunakan penggunaan vitamin antagonis , seperti warfarin, namun ternyata, pemberian vitamin K antagonis bisa

(49)

 meningkatkan resiko dan menyababkan perdarahan. Pada kasus kasus seperti ini perlu membalikkan efek antikoagulan dengan cara :

- Menghentikan terapi antikoagulan. Tapi ini perlu waktu, sebab efek antikoagulan baru menghilang setelah beberapa hari pemberian vitamin K antagonis dihentikan.

- Memberikan terapi vitamin K (baik oral maupun intravena). Tapi vitamin K tidak juga begitu efektif, jika digunakan secara oral, butuh waktu sampai 1 hari agar efeknya terasa. Sedangkan, pemberian secara intravena, butuh waktu 4-6 jam. Jadi tidak berguna pada kasus perdarahan hebat.Cara lain yakni dengan pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP). (Djumhana & Aru W.2009)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Endoskopi

b. Scintigraphy dan angiografi

c. Helical CT-angiografi. Dapat mendeteksi angidisplasia. Divertikulum Meckel..

d. Pemeriksaan radiografi lainnya. Enema barium . e. Pembedahan

7. Hasil Penelitian Terkait

Perdarahan merupakan komplikasi terbanyak dari penggunaan terapi antikoagulan antagonis vitamin K (contoh:warfarin) yang perlu menjadi

(50)

perhatian utama baik bagi dokter maupun pasien. Laporan mengenai angka kejadian perdarahan pada individu yang mendapatkan terapi antikoagulan sangat beragam. Hal ini menggambarkan adanya perbedaan dalam mengambil referensi mengenai kejadian perdarahan maupun studi yang digunakan.

a. Angka kejadian pada terapi warfarin berdasarkan studi prospektif (G.Palareti.2011) adalah sebanyak:

 0,1–1.0% pada perdarahan fatal.

 0,5 – 6,5 % pada perdarahan mayor dan 6.2 – 21.8% pada perdarahan minor.  Resiko absolut bervariasi antara 0 – 0.25% per tahun pada perdarahan fatal

dan 0.32 – 2.1% per tahun untuk komplikasi perdarahan mayor.

b. Salah satu penyebab tejadinya hematemesis melena adalah karena antikoagulan oral seperti karena pemberian walfarin,resiko perdarahan diperkirakan 2,3-4,9 kali lebih tinggi daripada pasien tidak mendapatkan antikoagulan (Albeldawi et all, 2010).

c. Penelitian yang dilakukan oleh Nekkanti et all, 2012 mengenai prediktor perdarahan yang disebabkan karena walfarin di unit kardiologi di India Selatan adalah wanita, lama rawat, jumlah medikasi, obat-obat seperti clopidogrel, aspirin, heparin dan faktor komorbid lain seperti merokok, alkohol dan hipertensi.

(51)

8. Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian perdarahan dengan terapi antikoagulan (walfarin):

a. Usia

Insiden terjadinya perdarahan gastrointestinal meningkat seiring dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan semakin tua kondisi seseorang semakin besar resiko timbulnya divertikulosis, keganasan, angiodisplasia, dan gangguan kesehatan lainnya. Studi observasi melaporkan rata-rata kejadian 0,64 % mengalami perdarahan fatal pada usia lebih dari 69 tahun, dan 0,6 % pada usia kurang dari 40 tahun.

b. Adanya penyakit penyerta serta penggunaan obat-obatan. Beberapa data menunjukkan resiko perdarahan lebih tinggi terjadi pada indikasi penggunaan antikoagulan untuk penyakit arterial. Tingginya insiden perdarahan mayor (3,9% pasien/thn) ditemukan pada pasien usia tua dengan stroke iskemik pada bulan-bulan pertama terapi. Adanya penyakit penyerta yang telah ada sebelumnya atau yang muncul saat terapi diberikan meningkatkan resiko terjadinya perdarahan. Riwayat perdarahan gastrointestinal merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan selama penggunaan terapi antikoagulan, walaupun tidak ditemukan luka peptikum sebelumnya

Banyak pasien usia tua yang mendapatkan beragam terapi termasuk antikoagulan. Dua penelitian meta analisis menunjukkan peningkatan resiko perdarahan mayor apabila warfarin dikombinasikan dengan aspirin.

(52)

Resiko terjadinya perdarahan saluran cerna atas meningkat apabila pasien mendapatkan terapi warfarin yang dikombinasikan dengan aspirin atau clopidogrel.Kombinasi warfarin dengan obat antiinflamasi nonsteroid juga menunjukkan tingginya resiko hospitalisasi akibat perdarahan gastrointestinal. Adanya lesi atau injuri pada saluran gastrointestinal, saluran genitourinaria, maupun jaringan lunak terdeteksi sebanyak 42% pada pasien dengan perdarahan mayor.

c. Intensitas pemakaian antikoagulan.

Beberapa percoabaan eksperimental menunjukan hubungan yang bermakna antara intensitas pemakaian antikoagulan dengan resiko perdarahan. Timbulnya perdarahan terendah ditemukan pada rentang INR 2,0-2.9 yaitu sebanyak 4,8 % pasien/tahun, kejadian ini meningkat pada INR > 4.5. Tingginya frekuensi perdarahan pada awal terapi penggunaan antikoagulan terutama pada 90 hari pertama telah dilaporkan pada berbagai penelitian. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini antara lain penggunaan antikoagulan dapat mencederai luka-luka yang tersembunyi, penyesuaian terapi pada awal terapi seringkali kurang diperhitungkan dengan baik.

d. Kualitas pengawasan yang tersedia

Tolak ukur yang digunakan untuk mengevaluasi monitoring antikoagulan adalah dengan menghitung rentang waktu terapeutik yang diperlukan.Hubungan antara kejadian perdarahan atau tromboemboli dengan rentang waktu terapeutik telah

(53)

dilaporkan dalam banyak penelitian. Kualitas pengawasan antikoagulan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

- Penggunaan antikoagulan yang waktu paruhnya panjang dibandingkan dengan antikoagulan dengan waktu paruh pendek.

- Ketidakcukupan informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien.

e. Genetik

Terdapat beberapa gen yang berhubungan dengan metabolism.Perubahan Beberapa enzim iniMenjadifaktor yang bertanggung jawab terhadap variasi akn kebutuhan dosis individu warfarin yang dapat memicu kodisi overdosis warfarin maupun meningkatkan rsiko perdarahan

f. Interaksi Antikoagulan dengan Obat Herbal

 Gingseng,harus hati hati bila digunakan bersama dengan obat antikoagulan oral,menimbukan resiko perdarahan.

 Garlic.mempunyai efek antikoagulan,hati hati bila diberika bersama dengan obat antikoagulan.

 Ginkgo biloba.Aktivitas farmakologi ginko biloba didasarkan pada kemampuannya sebagai antioksidan dan inhibitor agregasi platelet,digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan aliran darah.Dilaporkan ada efek samping perdararahan spontan karena pemakaian ginkgo biloba,hati hati interaksi dengan obat antikoagulan oral.dapat menimbulkan perdarahan.

(54)

Skema : Kerangka Teori Penelitian CHF

Komplikasi:

 Atrial Fibrilasi  Aritmia Ventrikel

 Stroke dan tromboemboli

Terapi Medis

Faktor yang mempengaruhi:  Genetic

 Obat NSAID

 Pemberian antikoagulan oral pada pasien CHF  Usia lanjut

 Pengetahuantentang terapi antikoagulan

 Kepatuhan  Penyakit penyerta  Lamanya pemberian obat  Asuhan Keperawatan Hematemesis Melena Pengkajian:  Riwayat peny.  Riwayat Pemeriksaan fisik Intervensi: Penkes Diagnosis:  Resiko perda rahan

(55)

44

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN

DEFINIS

I OPERASIONAL

Pada bab ini akan dijelaskan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi operasional. Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai landasan berpikir dalam melaksanakan suatu penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori yang telah dibahas sebelumnya sehingga mudah dipahami dan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan penelitian. Gambaran penelitian mengenai variabel-variabel dapat diperoleh melalui kerangka konsep. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang merupakan jawaban sementara peneliti melalui penelitian. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari variabel yang diteliti untuk memperjelas maksud dari suatu penelitian yang dilakukan.

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep akan menjelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independent variabel)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: Lama pemakaian obat antikoagulan oral, usia, pengetahuan, penyakit penyerta pada pasien CHF.

(56)

2. Variabel terikat (dependent variabel)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian hematemesis melena. Kerangka Konsep dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen (varivel bebas /resiko) Variabel Dependen

(efek)

 Pemberian antikoagulan oral pada pasien CHF:

 Lama pemakaian obat antikoagulan.  Usia

 Pengetahuan tentang terapi antikoagulan  Penyakit penyerta

 Lamanya pemberian obat antikoagulan

Hematemesis Melena Karakteristik demografi:  Pendidikan  Pekerjaan

(57)

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011).

Hipotesis dalam penelitian ;

1. Ada hubungan antara lama pemberian obat antikoagulan oral pada pasien CHF dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK 2013.

2. Ada hubungan antara usia pada pasien CHF yang diberikan terapi antikoagulan oral dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK tahun 2013. 3. Ada hubungan antara pengetahuan pasien CHF yang diberikan terapi anti

koagulan oral dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK 2013.

4. Ada hubungan antara penyakit penyerta pada pasien CHF yang diberikan anti koagulan oral dengan kejadian hematemesis melena di ruang IWM RSPJNHK 2013.

Gambar

Gambar 3.1  Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Undang-undang ini memang tidak menegaskan secara langsung

Penelitian tentang keputihan yang terjadi pada remaja putri diambil 30 responden (100 %) yang mengalami keputihan di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.Keputihan

Berikut ini akan dibahas kemampuan menulis resensi cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bengkunat Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013 untuk masing-masing indikator,

Setelah itu dikocok selama 30 menit dan disaring ke dalam labu ukur 100 ml yang kemudian ditera dengan menggunakan aquades hingga 100 ml.. Kemudian ekstrak baik

Setelah menempuh mata kuliah ini, mahasiswa mampu menerapkan dan menguasai konsep dasar analisis survival dalam melakukan inferensi pada bidang ilmu kehidupan

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, motivasi berprestasi untuk range tinggi di Sekolah Alam Cikeas dikaitkan dengan posisi anak yaitu sebanyak 61

Walaupun kedua-dua organisasi ini, Jabatan Ukur dan Pemetaan serta Pejabat Tanah dan Daerah berfungsi di bawah bidang kuasa berlainan iaitu kerajaan persekutuan dan kerajaan

Dipping dengan Menggunakan Larutan Kaporit terhadap Tampilan Total Bakteri dan Derajat Keasaman Susu Sapi Perah” dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai