Lampiran 1
Instrumen Penelitian
Evaluasi Program Pelatihan
Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)
di Language Training Center
Universitas Kristen Satya Wacana
A. Context
1. Apa kebutuhan peserta pelatihan (pengajar BIPA) dalam
pengajaran BIPA di LTC?
2. Hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam memenuhi
kebutuhan tersebut?
3. Siapa saja yang menolong LTC untuk memenuhi
kebutuhan tersebut?
4. Apa tujuan dari pelatihan pengajaran BIPA di LTC?
B. Input
Strategi apa yang dilakukan dalam pelatihan ini untuk
memenuhi kebutuhan peserta dilihat dari sisi manpower,
market, machinery, material.
Manpower:
1. Siapa saja yang terlibat dalam pelatihan ini mulai dari
persiapan sampai dengan terlaksananya pelatihan ini?
2. Bidang-bidang apa saja yang dibutuhkan dalam
pelatihan ini mulai dari persiapan sampai dengan
terlakasananya pelatihan ini?
3. Siapa saja yang menjadi pemateri dalam pelatihan ini?
4. Mengapa pemateri-pemateri tersebut dipilih untuk
memberikan pelatihan ini?
Market:
5. Siapa saja yang menjadi sasaran pelatihan pengajaran
BIPA ini?
6. Mengapa peserta-peserta dengan latar belakang tersebut
yang menjadi sasaran dalam pelatihan ini?
7. Hal-hal teknis apa saja yang harus dipersiapkan untuk
pelatihan pengajaran BIPA ini? (komputer, LCD,
proyektor, tempat pelaksanaan dll)
Material
8. Materi-materi apa saja yang diberikan dalam pelatihan
ini?
9. Bagaimana materi-materi ini diperoleh dan dalam bentuk
apa?
C. Process
1. Bagaimana proses perencanaan program pelatihan ini?
2. Bagaimana proses perorganisasian program pelatihan
ini?
3. Bagaimana proses pelaksanaan pelatihan ini?
4. Bagaimana proses pengawasan pelatihan ini?
D. Product
Impact:
1. Apa dampak dari pelatihan ini bagi peserta?
2. Apa pengaruh dampak ini bagi LTC UKSW?
Effectiveness:
1. Apakah kebutuhan peserta pelatihan sudah terpenuhi?
2. Kebutuhan apa saja yang sudah terpenuhi?
3 Lampiran 2
Transkrip Wawancara 1
Sumber 1 adalah direktur LTC UKSW yang menjabat dari Agustus 2012 sampai dengan Januari 2016. Wawancara ini berlangsung pada Kamis, 18 September 2014 di LTC UKSW.
Pewawancara (P) : Selamat siang, bu. Sumber 1 (S1) : Siang.
P : Jadi, saya ingin bertanya tentnah evaluasi program pelatihan pengajaran BIPA di LTC UKSW S1 : Ok, Yang sama Pak Nyoman Riassa itu?
P : Iya, betul sekali yang dengan Pak Nyoman. Sebelum masuk ke dalam ini, ada bagian-bagian bu seperti yang Ibu sudah baca. Dari context, jadi itu sebenarnya latar belakang, garis besarnya. kenapa? asal dan awal mulanya sampai ada pelatihan ini. Dimulai dari apa kebutuhan peserta pelatihan dalam hal ini pengahar BIPA itu sendiri dalam pengajaran BIPA di LTC?
S1 : Kalau kebutuhan pengajar BIPA khususnya di LTC itu sendiri saya rasa bukan hanya menjadi masalah pengajar BIPA LTC tetapi sepertinya menjadi tantangan-tantangan juga bagi pengajar-pengajar BIPA di institusi lain, yaitu kurangnya
resources seperti materi-materi untuk menunjang. Buku-buku tentang Bahasa Indonesia atau buku-buku tentang tata bahasa atau bagaimana cara membaca, cara berbicara dibandingkan dengan buku-buku untuk mengajar Bahasa Inggris. Itu satu, kita kurangnya pelatihan untuk pengajar BIPA, bagaimana mengajar Bahasa Indonesia untuk penutur asing karena jelas itu berbeda. Ditambah lagi jika tantangan yang lain yaitu mungkin berhubungan dengan pertanyaan yang nomor dua yang menjadi kendala karena di Jawa Tengah sendiri itu sepertinya BIPA untuk kawasan Jawa
4
Tengah ini masih kurang aktif dibandingkan dengan yang di Jakarta di sana UI kemudian Atmajaya yang cukup aktif kemudian di Jawa Barat meskipun hanya ada di Bandung tapi juga cukup aktif dan di Jawa Timur itu sangat aktif. Yogya juga saya lihat cukup banyak, begitu, institusi yang mengajarkan Bahasa Indonesia bagi penutur asing. Sementara Jawa Tengah kurang aktif. Jadi sepertinya kalau ada pelatihan-pelatihan lokasinya di daerah-daerah itu tadi. Untuk Jawa Tengah sendiri sepertinya belum banyak.
P : OK. Jadi, itu juga salah satu mengapa LTC menjadi pioneer?
S1 : Ya, sebetulnya juga nantinya rencana kami jangka panjangnya, entah berapa tahun lagi, kita ingin menjadi pusat pengajaran dan belajar BIPA khususnya Jawa Tengah. Kalau misalnya Anda pernah mendengar APBIPA (Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) itu hampir di setiap provinsi yang saya sebutkan tadi ada. Di Jakarta ada, di Bali ada, di Jawa Timur ada, saya rasa. Yogya saya kurang tahu tapi di Jawa Tengah sendiri belum ada. Jadi kalau misalnya memungkinkan kita arahnya ke situ. Jadi ini salah satu langkah kecil untuk ke situ. P : Menarik, bu. Terus kemudian berangkat dari
permasalahan itu apa yang timbul di pikiran LTC? Maksudnya apakah ada pihak-pihak yang diajak bekerjasama? Mungkin dengan badan-badan bahasa lainnya?
S1 : Iya, itu pasti ya. Memang kalau kita berpikir dengan siapa kita harus bekerjasama, pasti pikiran kita langsung ke lembaga pemerintah. Biar bagaimanapun, Bahasa Indonesia itu kan berada di bawah departemen pendidikan sekarang. Jadi waktu kami berpikir kita mo bikin pelatihan setidaknya kita pelatihan dulu karena kalau untuk tadi masalah-masalah yang lainnya,
5 materi-materi itu kan agak sulit. Kita mau pelatihan dulu untuk Salatiga khususnya. Kami langsung mengajar bekerjasama dengan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah.
P : Pembicaranya apakah ada pemateri khusus atau ahli?
S1 : Ya jadi waktu itu sebetulnya dari LTC timbul pemikiran, kita mau bikin semacam pelatihan untuk pengajar-pengajar BIPA di sini, saya menghubungi Balai Bahasa dengan anggapan di sana pasti ada banyak pakar-pakar Bahasa Indonesia. Tapi, kemudian, saya berpikir ini bukan teori. Saya tidak ingin teori, saya ingin bagaimana mengajar khususnya mengajar tata bahasa dan membaca yang nampaknya khusus bagi rekan-rekan pengajar di LTC cukup menantang. Tapi waktu saya menghubungi Balai Bahasa ternyata mereka memang bukan untuk mengajar. Mereka tahu bahasa Indonesia secara ilmu, tata bahasa dan lain-lain tapi bagaimana mengajar tata bahasa itu mereka tidak ada satu pakar yang bias dikirim. Kemudian dari Balai Bahasa menyatakan “ok, kami bisa bantu dengan menyediakan dana untuk mengundang pembicara yang memang cocok dengan topik, yaitu pengajaran bahasa. Lalu, setelah itu kami berpikir memang untuk mencari seorang praktisi yang memang sudah berpengalaman dalam mengajar. Dan kami terpikir untuk mengundang Pak Nyoman Riassa.
P : Pak Nyoman ini?
S1 : Pak Nyoman Riassa ini adalah ketua APBIPA saat ini dan juga sekaligus ketua APBIPA di Bali. Dan beliau juga sudah berpengalaman, sangat berpengalaman dalam mengajarkan BIPA.
P : Kalo dari pengajar LTC sendiri, maksudnya apakah Ibu sebagai pemimpin LTC pernah mungkin melakukan suatu needs’ analysis untuk melihat ini kebutuhan-kebutuhan
6
pengajar LTC seperti ini atau mendengar keluhan-keluhan dari pengajar LTC?
S1 : Kalo secara resmi, jadi misalnya saya menyebarkan satu survey atau formulir sih memang tidak pernah. Dan kebutuhan-kebutuhan itu memang berdasarkan hasil observasi dan hasil ngobrol-ngobrol secara informal. Jadi mendengar o ternyata kurang ini, kurang ini, dan lain-lain.
P : Jadi LTC mencoba untuk mengakomodir itu ya?
S1 : Iya.
P : Jadi tujuan besar dari pelatihan ini sendiri apa, bu?
S1 : Mungkin untuk memenuhi tadi itu kebutuhan pelatihan- pelatihan bagaimana mengajarkan Bahasa Indonesia. Karena mungkin kalo Anda tahu, sebagian besar pengajar kami, mereka memang dididik untuk mejadi guru karena mereka adalah lulusan-lulusan dari FBS tapi yang harus diingat adalah mereka dididik untuk jadi guru Bahasa Inggris. Mereka mungkin terlatih untuk itu tapi bagaimana dengan mengajar Bahasa Indonesia mungkin ada hal-hal yang berbeda, begitu. Dan hal lainnya juga untuk memberikan wawasan yang baru. Mungkin karena ada beberapa pengajar kami yang sudah puluhan tahun mengajar Bahasa Indonesia, saya tidak ingin mereka kemudian mandek di situ. Mungkin mereka butuh masukkan baru atau wawasan baru atau pendekatan lain dalam mengajarkan tata bahasa.
P : O, ya, betul sekali! Kalau dari peserta* sendiri apakah ada yang meragukan atau mempertanyakan kemampuan pengajar LTC? S1 : Ini maksudnya peserta BIPA?
P : Iya, peserta yang datang ke LTC untuk belajar Bahasa Indonesia.
S1 : Kalau ditanya, jujur, ada. Tetap ada. Apalagi kalau kami kedatangan peserta yang cukup
7 kritis, yang bukan belajara Bahasan Indonesia hanya untuk sekedar berkomunikasi, tetapi memang dia kritis untuk tata bahasa. Mungkin bukan meragukan ya, yang menyampaikan secara langsung “saya tidak percaya dengan pengajar Anda” itu tidak ada. Tapi memang ada satu dua peserta yang sepertinya memperdebatkan tentang tata bahasa. Makanya salah satu pelatihan ini kan juga untuk memberikan masukan-masukan kepada pengajar kita supaya setidaknya mereka lebih siap berhadapan dengan peserta-peserta yang lebih kritis ini.
P : Terutama juga mungkin ketika mereka membadingkan dengan bahasa mereka.
S1 : Iya, betul.
P : Ok. Kita bisa lanjutkan ke bagian berikutnya bu?
S1 : Boleh.
P : Mengenai strategi dalam program pelatihan ini sendiri. Siapa saja yang terlibat dalam pelatihan ini? Mulai dari persiapan sampai dengan terlaksananya program ini.
S1 : Jadi maksudnya waktu itu? Orang-orang yang terlibat.
P : Mmmm, semacam kepanitiaannyalah, organisasinya.
S1 : Ok, yang jelas untuk operasional maksudnya di lapangan memang staf LTC saja. Kami ada 5 orang ditambah dengan 3 orang resepsionis kami dan pada saat harinya, hari-Hnya kami meminta bantuan beberapa pengajar. Karena ini kami bekerjasama dengan salah satu instansi pemerintah jadi, ada satu kegiatan seremonial yang harus diikuti, sepert menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian harus ada pembawa acara. Itu kami meminta bantuan dari beberapa pengajar. Untuk teknis di lapangan hanya staf LTC.
8
P : Bidang-bidang apa sajabu, yang dibutuhkan dalam kepanitiaan ini?
S1 : Yang pasti ada administrasi. Kemudian ada publikasi juga karena waktu itu saya tidak ingin ilmu ini hanya bisa didapatkan oleh rekan-rekan pengajar di lingkungan UKSW. Tetapi dalam kaitannya itu tadi tujuan panjang kami untuk menjadi pusat pelatihan pengajaran BIPA di Jawa Tengah, kami juga mengundang pengajar-pengajar BIPA di Salatiga dan seputar Salatiga. Makanya, waktu itu ada seksi publikasi, jadi yang membuat poster, membuat pengumuman siapa yang mau ikut bergabung. Kemudian yang penting itu pasti perlengkapan. Karena ada beberapa AVA** yang harus dipersiapkan. Itu saja sih.
P : Ok, tidak terlalu complicated ya, bu, ya? Tadi Ibu menyebutkan beberapa insitutsi bahasa di Jawa Tengah. Mmm, ada bu yang datang dari luar Salatiga?
S1 : Dari luar Salatiga itu, sebentar ya, saya agak lupa. Sepertinya ada dari Solo.
P : O dari Solo. Dari luar Jawa Tengah eh luar Salatiga itu ke mana saja bu, publikasinya? S1 : Kita ke Semarang. Kita undang. Jadi sebetulnya
sebelum kegiatan ini, di akhir 2011 ya kalo gak salah itu LTC pernah menjadi host untuk KIPBIPA. Jadi kita sudah punya database badan-badan yang menyelenggarakan BIPA mana saja. Tapi karena ini baru langkah awal kami, kami baru mengundang yang ada di Semarang kemudian di Solo juga ada. Memang kami terbatas hanya Salatiga dan sekitarnya saja. P : Berarti ini berpikir panjang ke depan untuk
memenuhi yang di nomor satu tadi bu ya? S1 : Iya, iya, betul.
P : Di salatiga sendiri ada berapa lembaga kursus bu?
9
P : Iya
S1 : Selain LTC itu setahu saya ada STAIN. Tapi menurut pengakuan mereka juga, mereka ada pengajar Bahasa Indonesia tapi mereka belum menjadikan ini secara resmi menjadikan ini sebagai kegiatan rutin. Jadi kalau ada peserta asing ingin belajar Bahasa Indonesia, mereka layani. Yang sudah menjadikan ini sebagai program rutin ada satu institusi yang memang tidak berada di bawah perguruan tinggi mereka berdiri sendiri adalah Margi Alit. Itu yang setahu saya ada. Kemudian ada juga yang namanya IMLAC***. Jadi mungkin ada sekitar empat, termasuk LTC.
P : LTC, STAIN, Margi Alit, dan IMLAC. Ok. Siapa saja yang menjadi pemateri dalam pelatihan ini? S1 : Pematerinya selain Pak Nyoman Riassa, itu ada
satu pemateri dari Balai Bahasa yang saat itu berbicara tentang UKBI, mensosialisasikan UKBI.
P : UKBI itu apa bu?
S1 : O, UKBI itu kepanjangannya Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia. Jadi itu adalah seperti
proficiency test seperti TOEFL kalau dalam
bahasa Inggris, untuk mengukur tingkat kemahiran seseorang baik penutur asli maupun bukan penutur asli untuk kebijakan Indonesia. P : Apakah kemampuan pengajarn BIPA bisa
dilihat dari hasil UKBI itu bu? S1 : Maksudnya gimana ya?
P : Mmm, misalnya dengan skor yang tinggi berarti juga memiliki kemampuan untuk mengajar. Apakah itu bias dipakai untuk menunjang? S1 : Mmm, kalo saya sih tidak terlalu
memperhatikan skor tinggi di UKBI berarti dia akan menjadi pengajar yang baik. Karena untuk menjadi pengajar yang baik tidak cukup hanya memiliki pengetahun tentang Bahasa Indonesia tetapi ada banyak-banyak faktor lain seperti misalnya bagaimana mereka bisa berkomunikasi
10
dengan baik, bagaimana mereka bisa menyampaikan suatu informasi dengan baik. Jadi ada banyak-banyak hal lain selain UKBI. P : Mengapa pemateri-pemateri tersebut yang
dipilih? Pak Nyoman dan dari Balai Bahasa? S1 : Dari balai karena kita kerjasamanya dengan
Balai Bahasa. Mereka sponsor kami. Waktu mereka meminta alokasi waktu sosialisasikan UKBI, ya kami harus berikan. Itu timbal balik ya. Kemudian kalau Pak Nyoman, sekali lagi kami mencari praktisi, yang memang mengajar bukan hanya ilmunya tap lebih ke bagaimana metode mengajar. Dan untuk Pak Nyoman Riassa, saya rasa kapasitas beliau sudah tidak perlu diragukan lagi. Itu pertimbangan mengapa kami memiih Pak Nyoman Riassa karena itu.
P : Karena sudah berpengalaman ya.
S1 : Ya, pengalaman dan kebetulan karena kami juga sudah mengenal beliau. Jadi lebih enak menghubungi beliau.
P : Siapa saja yang menjadi sasaran pelatihan ini bu?
S1 : Yang pertama jelas para pengajar BIPA di LTC. Pengajar BIPA di LTC yang sudah senior yang sudah puluhan tahun mengajar. Seperti yang saya bilang tadi mereka mungkin sudah terlalu nyaman dengan cara mengajar seperti itu. Jadi kami perlu memberikan wawasan baru.
P : Ya.
S1 : Kemudian yang kedua adalah pengajar junior. Jadi mereka yang baru saja terjun ke dunia BIPA. Nah untuk mereka-mereka ini juga perlu banyak ikut pelatihan-pelatihan. Selain pengajar di LTC kami juga mengundang mahasiswa-mahasiswa TINFL. Di FBS itu ada mahasiswa mata kuliah, namanya Teaching Indonesia as a Foreign
Language (TINFL). Jadi diharapkan setelah
11 mengajar BIPA. Kemudian pengajara-pengajar BIPA di institusi lain.
P : Dari LTC sendiri ada berapa orang bu?
S1 : Kami punya sekitar 30an tapi tidak semua aktif. Ada yang sudah lama tidak mengajar karena mungkin ada kesibukan di fakultas masing-masing atau ada yang sedang studi lanjut. Cuma yang datang kemarin pada saat latihan tidak sampai 30 ya, mungkin hanya 20an.
P : Apakah ini diwajibkan?
S1 : Sebenarnya kami ingin ini wajib. Dan sebagai informasi untuk pengajar LTC ini gratis. Jadi kan saya ingin mereka memanfaatkan kesempatan ini. Tapi kamu juga berpikir kalau kami mewajibkan ini sepertinya sulit. Karena pengajar-pengajar LTC itu tidak ada yang punya LTC. Mereka itu free lance atau part timer. Kami rasa kalau kami wajibkan seperti “siapa ya?”
P : Iya, ada betulnya juga bu.
S1 : Jadi tidak kami wajibkan. Tapi kami memberikan iming-iming bahwa ada makan siang, seritifikat.
P : Saya tambahkan satu pertanyaan baru bu. Apakah dengan mengikuti pelatihan ini, peserta juga bisa mendapatkan sertifikasi?
S1 : Itu, saya belum tahu. Kalau untuk UKSW mungkin tidak ya. Karena kami tidak punya satu program yang khusus tentang BIPA. Lain kalau pelatihan ini untuk bahasa Inggris. Jadi dosen-dosen FBS bisa memakai itu untuk serifikasi. Saya kurang tahu rekan-rekan dari institusi lain. P : Jadi mungkin untuk pertanyaan nomor 6 juga sudah terjawab ya bu tentang latar belakang peserta. Bahwa peserta-peserta yang mengikuti pelatihan ini adalah pengajar bahasa. Baik, bu. Hal-hal teknis apa saja yang harus dipersiapkan untuk pelatihan ini?
S1 : Ya dari Pak Nyoman sendiri memang meminta LCD proyektor. Kemudian hal lain, seperti pada
12
umumnya, seperti tempat, kursi. Waktu itu harus kami sewa karena kami ingin yang ada meja. Karena kan peserta harus menulis dan lain-lain. Lalu ada microphone dan hal-hal seperti itu. Kemudian hal lainnya lagi, kami harus menyediakan konsumsi karena kan waktunya cukup panjang dari pagi sampai sore. Jadi kami memberikan rehat pagi dan istirahat siang untuk semua peserta. Kemudian kami juga harus menyediakan akomodasi dan transportasi untuk Pak Nyoman karena balai bahasa hanya memberikan uang. Tapi untuk tiket dan pemesanannya dan yang lain-lain harus ditangani langsung oleh LTC.
P : Begitu, bu. Saya menyentuh keuangan sedikit bu. Jadi dana pelatihan ini 100% dari balai bahasa?
S1 : Tidak. Balai bahasa itu hanya menanggung untuk pembicara saja. Tapi untuk konsumsi, perbanyakan materi dan biaya-biaya operasional lainnya ditanggung oleh LTC. Makanya untuk peserta-peserta dari luar LTC kami kenakan biaya. Berapa ya? Saya lupa berapa
P : Kemudian materi-materi apa saja yang diberikan? Khususnya yang memenuhi kebutuhan di awal itu?
S1 : Kalau yang ada dengan kebutuhan pengajar BIPA, itu pasti erat dengan materi yang diberikan oleh Pak Nyoman. Karena kami memang meminta Pak Nyoman untuk memberikan materi tentang mengajar tata bahasa dan membaca untuk program BIPA, karena itu cukup menantang bagi pengajar BIPA. Kan terbayang kalau kita mengajar tata bahasa di kelas ke anak-anak SMA yang betul-betul teoritis. Nah itu bagaimana caranya supaya bisa menjadi lebih komunikatif, lebih pada penerapan, aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Itu materi dari Pak Nyoman Riassa. Kalau materi dari balai bahasa itu kan sosialisai
13 UKBI. Memang itu bukan tujuan utama tapi saya rasa itu juga bagus karena sepertinya UKBI di masa Pak Nuh itu sekarang kan sudah ganti mentri biasanya ganti kebijakan. UKBI pada masa itu ada wacana menjadikannya sebagai tes resmi. Misalnya untuk tes penerimaan pegawai negeri atau dosen-dosen terutama di universitas-universitas negeri. Jadi saya rasa materi UKBI ini juga bermanfaat.
P : Dalam bentuk apa bu materinya?
S1 : Seingat saya dari balai bahasa itu dalam bentuk
paper. Kalau untuk Pak Nyoman memang lebih
banyak PowerPoint presentation ya. Pak Nyoman lebih ke aplikasi bagaimana mengajarkannya. Jadi kalau mengajar tata bahasa itu begini, mengajar membaca itu begini.
P : Iya bu. Kita lanjutkan lagi mengenai rancangan mulai dari perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan sampai selesai.
S1 : Jadi apa dulu ini? Perencanaan ya?
P : Iya, bu.
S1 : Jadi yang pertama kami melakukan rapat staff dengan agenda kita bisa membuat kegiatan apa untuk pengajar BIPA kami. Kami menerima masukan dari staff-staff LTC selain itu juga dari pengajar dan peserta-peserta program BIPA. Kemudian setelah mengetahui kebutuhannya, kami mencari jenis kegiatanny apa. Apakah studi banding atau apakah seminar atau workshop dengan melihat anggaran yang ada. Kami putuskan untuk melakukan workshop saja dengan alasan melihat anggaran kalau studi banding terlalu besar. Tidak semua pengajar mampu untuk ikut itu. Lalu untuk seminar kami merasa hanya satu arah. Sedangkan kalau workshop kalau ada saran bisa langsung disampaikan dan dari pesertanya sendiri bisa melakukan sesuatu. Setelah kami mengetahui bentuk kegiatannya apa, saya sebagai direktur
14
menghubungi balai bahasa dengan tujuan apakah mereka bisa melakukan workshop. Karena rencana awal kami balai bahasa sendiri yang memberikan pelatihan itu. Kemudian setelah berbicara dengan pihak balai bahasa, mereka ada orang-orang yang mengetahui tentang bahasa Indonesia tetapi bukan pengajar.
P : Begitu.
S1 : Sementara yang kami inginkan bagaimana mengajar BIPA. Setelah kami diskusikan dengan mereka akhirnya mereka sepakat balai bahasa tetap akan membantu dalam bentuk pendanaan untuk mendatangkan nara sumber tetpai LTC menyediakan nama siapa yang kira-kira bisa berbicara untuk workshop itu. Kemudian setelah itu kami mengadakan rapat staff lagi untuk menentukan pembicara. Karena ini untuk pengajaran BIPA kami memutuskan untuk mengundang Bapak Nyoman Riassa karena ya satu beliau memang adalah seorang pakar pengajaran BIPA dengan pengajalaman yang sudah banyak sekali dan dua kami sudah punya hubungan sebelumnya. Kemudian di rapat itu juga kami menentukan tema dan jadwal. Di rencana awal kami, kami memutuskan untuk melakukan pelatihan ini di awal bulan September di minggu kerja. Kemudian setelah itu kami berencana untuk menghubungi pembicara untuk meminta kesediaan beliau dan juga menjelaskan tentang masalah kedatang dan lain-lainnya. Kemudian kami juga sepakat untuk mengadakan pelatihan ini untuk pengajar BIPA di UKSW maupan luar UKSW. Dengan pikiran inilah saatnya merangkul pengajar-pengajar BIPA lainnya yang ada di Salatiga dan sekitarnya. Kemudian setelah itu kami membentuk panitia kecil saja diantara kami karena toh ini bukan kegiatan yang memerlukan persiapan yang sangat detil tapi yang cukup bisa dipegang kami
15 sendiri seperti akomodasi, konsumsi itu sudah ada mbak Anis. Kemudian untuk dekorasi juga sudah ada yang biasa menangani. Waktu itu seperti itu rencana awal kami.
P : Tadi saya mendengar bahwa balai bahasa meminta nama orang yang ahli dalam bidang ini. Apakah balai bahasa mempunyai kriteria khusus? Maksudnya kami mau ini asalkan begini.
S1 : Tidak. Balai Bahasa menyerahkan sepenuhnya kepada kami karena yang kami minta memang spesifik. Orang yang bisa melatih kami atau memberikan masukan soal bagaimana mengajar BIPA.
P : Jadi tidak ada batasan ya, bu. Lalu, tema ditentukan berdasarkan apa, bu?
S1 : Berdasarkan memang kebutuhan yang menjadi kebutuhan mayoritas pengajar BIPA di LTC, yaitu bagaimana mengajar tata bahasa dan membaca. Kalau mendengarkan kedua hal tersebut kok sepertinya membosankan. Kalau yang biasanya pengajar meminta siswanya untuk silent reading, membaca dalam hati lalu menjawab pertanyaan itu cukup membosankan. Dan juga tata bahasa. Kami ingin ada pelatihan kira-kira ada pendekatan lain yang bisa dipakai untuk mengajar kedua subyek ini yang menurut peserta program BIPA dan para pengajar cukup sulit untuk dilakukan.
P : Okay. Kita lanjutkan lagi dengan rancangan pelaksanaan. Pada saat hari H itu apa rancangannya?
S1 : Pada rancangannya karena ini workshop jadi ya kami ingin langusung workshop. Pagi ada sedikitlah kata-kata pembukaan dari saya selaku Direktur LTC kemudian saya akan sepenuhnya serahkan langsung ke Pak Nyoman Riassa untuk melakukan workshop itu. Kalau workshop ini dilakukan oleh APBIPA biasanya berlangsung
2-16
3 hari tapi karena ini di LTC hanya dilakukan 1 hari karena ada beberapa pertimbangan. Jadi saya rasa memang harus dipadatkan dari pagi sampai sore.
P : Adakah orang dari balai bahasa yang memberikan sesuatu? Misalnya penyegaran tata bahasa?
S1 : Saat perancangan tidak ada tapi pada saat pelaksana ada. Pada saat itu kami juga tidak tahu kalau pihak balai bahasa akan memberikan sesuatu.
P : Bagaimana dengan monitoring pada saat perancangan ini, bu? Dari awal sampai akhir. Siap yang memonitor perancangan ini? Apakah ada perancangan khusu pada bidang monitoring? S1 : Kalau secara umum, saya yang mengoordinir. Tapi seperti yang tadi saya bilang karena LTC sudah terbiasa dengan kegiatan ini seperti
booking hotel dilakukan langsung oleh LTC.
Seperti lagi, mengundang pengajar BIPA ditangani oleh Ibu Jona. Kemudian perlengkapan seperti dekorasi dan segala kebutuhannya dilakukan oleh Pak Sur. Monitoring secara umum saya yang lakukan.
P : Dalam rancangan adakah pemikiran untuk menarik biaya?
S1 : Ya, ada untuk pengajar dari luar LTC karena balai bahasa hanya menyediakan dana untuk mendatangkan pembicara. Dalam hal ini mereka menanggung tiket PP, hotel dan honor Pak Nyoman. Tapi tentu saja kami tidak bisa membiarkan peserta dari pagi sampai sore kira-kira tanpa konsumsi. Jadi kami harus menanggung biaya konsumsi, sertifikat.
P : O ada sertifikat ya. Jadi sudah ada di perencanaan awal?
S1 : Iya kami memang merencanakan adanya pemberian sertifikat. Jadi untuk pengajar BIPA dari luar LTC akan kami kenakan biaya.
17 P : Apakah saya boleh tahu biayanya?
S1 : Kalau saya tidak salah 100.000. Kalau LTC digratiskan.
P : Bagaimana dengan prosesnya bu? Apakah semua yang sudah direncanakan itu sudah dilaksanakan? Khususnya perencanaan untuk hari H?
S1 : Hampir semuanya berjalan ya. Kecuali ternyata pada pelaksanaannya. Tadi kan kami tentukan dulu kegiatannya lalu menghubungi balai bahasa. Tapi kemudian karena kami merasa sepertinya kalau tidak ada dukungan balai bahasa kami tidak mampu. Jadi saya menghubungi kembali balai bahasa untuk konfirmasi bantuan dan seberapa besar bantuannya. Jadi dari bantuan yang ada itu kami tentukan lagi jenis kegiatannya. Karena kalau ternyata mereka bisa memberikan bantuan yang besar kenapa tidak kita lakukan studi banding misalnya. Seperti itu. Akhirnya kita ubah, setelah kami sepakat dalam rapat staff dibutuhkan penyegaran. Akhirnya saya menghubungi balai bahasa dan kita ngobrol-ngobrol. Saya utarakan kalau kami membuat seminar atau workshop mereka mampu atau nggak dan mereka menyatakan mampu lalu kami putuskan untuk mengadakan workshop. Kemudian perubahan yang lain pada saat menentukan tema, jadwal, juga pembicara kami mengundang ada pengajar BIPA senior dari FBS, Pak Astika dan Pak Anton. Sekalipun LTCnya sudah lama tapi manajeman yang di LTC sekarang baru. Jadi kamu benar-benar butuh masukan dari senior supaya workshop ini tepat sasaran, efisien, efektik. Pada dasarnya mereka setuju dengan materi dan pematerinya. Tapi mereka kurang setuju dengan jadwalnya jikan dilakukan pada hari kerja. Karena pengajar BIPA di LTC itu kebanyakan dosen-dosen dari fakultas lain. Jadi kalau pada
18
hari kerja takutnya mereka tidak bisa datang karena kendala jam mengajar. Masukkan lainnya dari belia berdua adalah bagaimana jika melibatkan mahasiswa-mahasiswa TINFL. Pak Astika dan Pak Anton adalah dosen TINFL dan mereka siap untuk mengarahkan mahasiswanya. Jadi dari segi peserta, bertambah besar, bukan hanya pengajar BIPA tapi juga mahasiswa yang mengambil TINFL. Saran lainnya adalah kalau mengundang mahasiswa mereka diberikan harga yang lain, yaitu 50.000. Setengahnya lagi akan disubsidi oleh FBS.
P : Ada berapa orang bu mahasiswa yang ikut? S1 : Ada banyak sekitar 30an. Saya lupa tepatnya
berapa. Kalau yang lainnya sama seperti perancanagan kecuali pada hari pelaksanaanya terjadi perubahan. Karena balai bahasa, mereka ingin memberikan sesuatu kalau tidak salah tentang penggunaan baku bahasa Indonesia dan UKBI. Oleh karena itu, terpaksa harus kami masukkan karena mengingat mereka ada sponsor kami. Jadi akhirnya bukan untuk Pak Nyoman seluruhnya tapi kami harus berbagi dengan balai bahasa juga.
P : Perubahan itu dilakukan pada saat hari H? S1 : Itu dilakukan sekitar 2 atau 3 hari sebelum
pelatihan.
P : Berarti masih ada waktu untuk melakukan perubahan ya?
S1 : Ya.
P : Apakah ada masalah yang terjadi dari masa perancangan sampai pada hari pelaksanaan? S1 : Kalau masalah sih tidak ada tetapi perubahan
kecil sana sini pada hari pelaksanaan itu pasti ada. Seperti waktu itu meja sudah kami atur tapi Pak Nyoman meminta layout diubah secara mendadak. Jadi kami cukup kerepotan karena kami menggunakan meja ya.
19 S1 : Sebenarnya tidak mengambil waktu karena
perubahan itu kami lakukan pada saat rehat pagi. Tapi kami memang pada akhirnya meminta bantuan tenaga pengajar LTC karena personnel kami terbatas sementar meja yang harus diatur ada banyak.
P : Dalam hal monitoring, apakah Ibu masih punya andi yang besar di dalamnya?
S1 : Ya, selain monitor acara inti, ada juga acara-acara kecil, seperti kegiatan protokoler. Seperti acara-acara yang melibatkan lembaga-lembaga pemerintahan acara itu harus dibuka dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya kemudian ada seremonial. Hal-hal tersebut kami koordinasikan dengan balai bahasa. Kemudian kan ada rekan-rekan pengajar yang saya minta bantuannya untuk menjadi pemandu acara, pemandu lagu, pemimpin doa karena kami kan ada di universitas Kristen.
P : Setelah worskshop selesai apakah ada dampak yang sudah LTC rasakan?
S1 : Kalau secara signifikan, saya belum lihat ya.
P : Wah…bagaimana bu?
S1 : Mungkin saya harus masuk ke kelas-kelas untuk melihat pendekatan-pendekatan yang mereka pakai. Tapi setidaknya walaupun sedikit terutama dari pengajar-pengajar yang ikut, saya sudah melihat terutama ketika mereka akan mengajar tata bahasa, saya bisa melihat mereka mulai menyiapkan mater-materi penunjang, permainan yang arahnya lebih ke bagaimana mereka bisa pakai tata bahasa itu daripada sekedar tahu. Dari pengajar COTI, karena COTI itu lebih banyak bacaannya, mereka juga sudah memakai apa yang mereka dapatkan dari pelatihan ini.
P : Apakah sudah terasa pengaruhnya bagi LTC? S1 : Pengaruh langsungnya dengan LTC adalah
20
dengan lembaga pemerintahan. LTC menjadi lebih diperhitungkan jika ada kegiatan-kegiatan. Setelah pelatihan itu selesai, LTC kembali menyelenggarakan kerjasama dengan Balai Bahasa untuk mengadakan UKBI. Yang memang disayangkan tidak semua pengajar dari institusi lain bisa datang. Harapan kami pelatihan tersebut bisa dijadikan sarana berkomunikasi dan jejaring di Jawa Tengah supaya bisa memajukan BIPA di Jawa Tengah.
P : Baik bu. Apakah ada lagi bu yang ingin Ibu tambahkan yang mungkin tidak ada dalam daftar pertanyaan saya?
S1 : Saya rasa sudah dan semoga bisa memenuhi data yang diperlukan.
P : Baik. Terima kasih untuk kerjasamanya. Selamat siang.
S1 : Iya, sama-sama. Selamat siang.
* peserta PIBBI/COTI **Audio Visual Aids
21
Lampiran 3
Transkrip Wawancara 2
Sumber 2 adalah staff LTC yang menjabat sebagai manajer pengembangan kurikulum dan materi. Beliau menjabat dari Agustus 2007 sampai dengan Januari 2016. Wawancara ini berlangsung pada Senin, 21 September 2014 di LTC UKSW.
Pewawancara (P) : Selamat siang! Sumber 2 (S2) : Selamat siang!
P : Jadi begini, bu, terima kasih sudah mau bersedia untuk diwawancara. Saya sedang mengerjakan tesis dengan topik, judul “evaluasi program pelatihan pengajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing yang sudah dilakukan LTC. Untuk mengetahui bagaimana program itu berlangsung, saya perlu bertanya beberapa hal. Sebelumnya saya harus bertanya dulu latar belakang dari program pelatihan itu sendiri apa. Apa kebutuhan peserta pelatihan sehingga LTC merasa perlu memberikan pelatihan ini?
S2 : Baik, terima kasih. Mengenai latar belakang, tentu saja tidak bisa berdiri sendiri dari, tidak bisa terlepas dari sejarah awal mula berdirinya sampai dengan LTC. Dahulu LTC bernama Pusat Bahasa sampai dengan tahun 2007, kemudian kami berganti nama jadi Language Training Center dengan Bahasa Indonesia Griya Pelatihan Bahasa. Awal mulanya Pusat Bahasa itu berdiri adalah untuk memberikan program khusus Bahasa Indonesia untuk para dosen yang datang ke Satya Wacana untuk mengajar di fakultas-fakultas dengan memberikan bimbingan Bahasa Indonesia…
P : Oke
S2 : Untuk mereka bertahan hidup keseharian di Salatiga. Itu awal mulanya. Kemudian berkembang lagi dengan adanya kerja
sama-22
kerja sama dengan universitas dari para-para dosen yang datang, para dosen yang datang itu kemudian kita membentuk suatu lembaga yang khusus menangani itu yang awalnya ditangani oleh Satya Wacana sendiri kemudian dari situ dibentuk Pusat Bahasa dimana khusus mengajarkan Bahasa Indonesia untuk penutur asing saja. Dilihat dari situ, dari tahun 70-an itu, kemudian kita berkembang cukup pesat karena ternyata di Negara-negara tetangga yang mayoritas itu adalah Australia, kemudian ada juga dari Jepang, Singapura itu yang memang membutuhkan pengetahuan mengenai Bahasa Indonesia bukan hanya secara akademis dari para mahasiswa tapi juga untuk melakukan bisnis di Indonesia dan juga untuk hidup berasimilasi dengan masyarakat karena pernikahan.
P : Oke
S2 : Dan lain sebagainya. Jadi memang kami cukup banyak, kalau bisa dibilang peserta yang datang ke sini memang kebutuhannya cukup banyak dan bervariasi, dan untuk itu kami ingin mengakomodir.
P : Oke. Dan bagaimana LTC mengakomodir kebutuhan pengajarnya?
S2 : Pengajarnya?
P : Supaya bisa mengisi kebutuhan para peserta yang mengambil program itu di sini. Apakah pengajar-pengajar ini, kan idealnya kalau mau ada training, lembaga tersebut harus melakukan seperti needs assessment juga analysis. Apakah LTC melakukan itu ke pengajar-pengajar? Sehingga pengajar bisa mengisi kebutuhan-kebutuhan dari peserta tadi?
S2 : Kalau mengenai needs analysis, itu setiap kali kami lakukan secara berkala dan itu yang kami targetkan dari kacamata pengguna, user aimnya
23 yaitu para pesertanya dan juga pihak yang menggunakan jasa kami.
P : Oke
S2 : Dari situ memang kami menarik kesimpulan kebutuhannya seperti apa dan pengajar itu harus seperti apa, sebelum kami memberikan pelatihan-pelatihan khusus. Memang pelatihan ini bukan yang harus satu, dua hari dilakukan, tidak hanya itu saja. Tapi juga dengan kita berkoordinasi, kita memberikan evaluasi-evaluasi kecil dan juga dengan evaluasi-evaluasi tertulis dari para peserta yang kami bagikan kepada para pengajar mungkin yang sifatnya mungkin lebih sensitive dan lebih kasus per kasus, sehingga itu hanya dipikirkan oleh pengajar itu sendiri. Gitu.
Needs analysis harus selalu dilakukan. Sejauh
ini, kalau dari kacamata pengajar, itu masih sangat minim yang kami lakukan, belum dalam wujud yang formal dalam bentuk angket atau sebagainya, lebih ke ketika berkoordinasi keseharian dan untuk persiapan pelaksanaan program itu sendiri. Tapi mungkin dalam jangka waktu yang dekat hal itu
P : Dilaksanakan
S2 : Iya. Lebih baik kami laksanakan.
P : Dari tadi melihat dari kacamata peserta, kira-kira apa yang pengajar selama ini, pengajar itu membutuhkan apa? Maksudnya dalam hal teknis mengajar. Membacakah? Tata bahasa? Atau bagaimana?
P : Setiap peserta punya kebutuhan dan keinginan S2 : Yang paling besar saat ini?
P : Yang paling besar saat ini adalah kebutuhan untuk memahami tata bahasa tanpa melakukan tugas-tugas dan latihan-latihan yang berbau tata bahasa. Tapi tidak mungkin, ya? Yang cukup sulit dan cukup menantang bagi para pengajar. Tapi sejauh ini pengajar mampu, dari kacamata LTC, mampu mensiasatinya. Gitu. Walaupun
24
latar belakang para pengajar itu kebanyakan adalah dari Bahasa Inggris, jadi mereka menggunakan Bahasa Inggris mereka itu, pengetahuan, latar belakang itu untuk membuat kegiatan-kegiatan yang serupa dalam Bahasa Inggris untuk bahasa asing. Eh?
P : Bahasa Indonesia
S2 : Bahasa Indonesia
P : Oke. Jadi bisa dibilang kebutuhan para pengajar masih disekitar tekhnik mengajar tata bahasa. Di situ masih masalah utamanya?
S2 : Iya
P : Hal-hal apa yang menjadi kendala bagi LTC dalam memenuhi kebutuhan pengajar ini? Dalam mengajarkan tata bahasa misalnya. S2 : Kendala terbesar adalah sumber materinya,
dalam mengajarkan tata bahasa itu sendiri.Teori ada, tapi aktifitas-aktifitas penunjang yang bisa dibagikan kepada para pengajar itu yang tidak cukup banyak.
P : Oke
S2 : Kalaupun ada, itu kami sadur dari Bahasa Inggris punya.
P : Oke
S2 : Yang kebanyakan itu kalau dari kacamata para peserta dengan tingkat usia yang berbeda-beda ada yang merasa …
P : Terlalu kekanak-kanakan?
S2 : Kekanak-kanakan atau kurang menantang atau dan lain sebagainya
P : Apakah ada pihak-pihak yang terlibat dalam program pelatihan ini?
S2 : Banyak sebetulnya. Bukan hanya dari LTC saja, tapi orang-orang yang turut mendukung LTC, dalam hal ini, pengajar-pengajar muda kami yang memang sudah punya kacamata tersendiri, pernah pergi ke luar, atau pernah mengajar di tempat lain dan pernah bersosialisasi dengan lingkungan yang lain, mereka datang ke LTC
25 dengan membawa prespektif yang baru. Kalau dengan kasus ini, ini yang mereka lakukan dan itu mereka selalu berbagi.
P : Oke. Jadi dibagikan ke yang lainnya? S2 : Ke yang lainnya.
P : Bagaimana dengan lembaga-lembaga yang memang diajak oleh LTC untuk menyelenggarakan pelatihan ini?
S2 : Sejauh ini di, lembaga yang kami rangkul itu bisa dikatakan mereka suka untuk mengambil ilmu tapi dalam berbagi ilmu, itu belum.
P : Maksudnya bagaimana?
S2 : Maksudnya, kita sebagai sesama lembaga penyelenggara program BIPA tidak pernah duduk bersama-sama dan mengutarakan kalau di kasus ini lembaga ini seperti ini, ini yang kami lakukan dan di LTC seperti ini, dan ini yang kami lakukan untuk membuat program yang kita bangun ini di masing-masing lokasi itu lebih berkembang dan lebih baik, tentu saja. Jadi kalau di Salatiga yang saya tahu, memang ada, tapi lembaga-lembaga kecil yang tidak setara dengan Satya Wacana.
P : Universitas? Oke. Bagus. Kalau dari Balai Bahasa apakah ada bantuan? Atau dari ABIPA? S2 : Balai Bahasa dan ABIPA itu sangat membantu
LTC dalam hal mereka selalu menginformasikan kalau mereka punya kegiatan-kegiatan workshop. Dan juga mereka ingin menawarkan kerja sama dalam bentuk pelatihan kepada para pengajar-pengajar. Dan juga sebagai lembaga bagaimana harus menyelenggarakan suatu program BIPA baik dari sisi administrasi, akademis, dan sebagainya. Mereka cukup menolong dalam hal itu, meskipun sumber materi itu sangat terbatas. Skopanya juga karena peserta yanga ada di LTC itu lebih kepada skopa bukan hanya akademis sebetulnya, bukan murni
26
akademis tapi orang-orang yang mau berasimilasi dengan masyarakat
P : Budaya
S2 : Dan budaya. Betul! Nah, sedangkan materi-materi yang dikeluarkan oleh BIPA atau ABIPA itu lebih banyak teoritis.
P : Oke
S2 : Sedikit banyak terlalu kaku untuk satu
framework itu saja.
P : Jadi dalam pelatihan yang sudah dilakukan oleh LTC, apa sebenarnya tujuan dari LTC sendiri dalam memberikan pengajaran, pelatihan pengajaran BIPA?
S2 : Untuk pelatihan pengajaran BIPA, kami memang targetnya itu bukan hanya untuk para pengajar tapi targetnya juga untuk orang yang menyelenggarakan program itu. Staff juga. Dari sisi pengajar, sudah tentu, metodologi pengajaran, kemudian perkembangan bahasa itu sendiri, itu, bagaimana dan apa yang terbaru, situs-situs yang bisa diperkenalkan, dengan tekhnologi dan sebagainya. Tapi untuk staff itu juga, pelatihan diberikan dari sisi bagaimana pengelolaan administrasi orang asing dan juga bagaimana pengemasan materi dari kacamata orang pembuat materi dan juga dari kacamata pengajar dan kacamata pengguna.
P : Oke. Ya. Sekarang saya ingin melihat dari sisi input sendiri dalam pelatihan ini seperti apa. Kita mulai dari sumber daya manusianya dulu, siapa saja yang terlibat dalam pelatihan ini? Mulai dari persiapan sampai dengan terlaksananya pelatihan ini.
S2 : Yang banyak berperan dalam persiapan pelaksanaan pelatihan ini adalah tentu saja dari Balai Bahasa itu sendiri. Selain dengan staff LTC yang juga melibatkan beberapa pengajar di dalamnya.
27 P : Bidang-bidang apa yang dibutuhkan dalam
pelatihan ini?
S2 : Ketika itu kami, karena berada di dalam lingkup akademis yang secara tidak langsung kurang dapat digapai oleh orang luar, maka bidang promosi itu yang kami lakukan dengan gencar-gencar melalui e-mail, menyurat ke sekolah-sekolah dan instansi penyelenggara program BIPA, kemudian kami juga menyediakan koordinator untuk para instansi itu yang menghubung itu langsung dan juga dia yang bertugas mengenai administrasi, surat menyurat, berkas perijinan, dan tentu konsumsi.
P : Akomodasi?
S2 : Akomodasi juga termasuk bersamaan dengan dokumentasi.
P : Oke. Siapa yang menjadi pemateri dalam pelatihan ini?
S2 : Pemateri utama adalah Pak Nyoman Riasa dan ketika itu juga didukung oleh beberapa pemateri yang ditunjuk oleh Balai Bahasa.
P : Mengapa pemateri tersebut yang dipilih untuk memberikan pelatihan ini?
S2 : Pemateri utama sangat ahli di bidangnya, tentu saja. Beliau mempunyai, kalau bisa dibilang gebrakan-gebrakan dalam pengajaran Bahasa Indonesia yang cukup segan. Bukan hanya dapat dilakukan oleh pengajar-pengajar yang muda dan energetic tapi itu juga bisa kepada pengajar-pengajar yang senior yang selama ini melakukannya dengan cara old school ya.
P : Oke. Menarik sekali ya. Jadi itu bisa mengisi dua generasi. Kemudian dari sisi marketnya, siapa yang menjadi sasaran pelatihan pengajaran ini?
S2 : Tentu saja selain para pengajar di LTC, pengajar BIPA di LTC, kami juga memberikan kesempatan kepada pengajar-pengajar yang ada di instansi-instansi penyelenggara program BIPA. Kami juga
28
mengundang beberapa guru sekolah, yang kami rasa bisa berkontribusi dalam pengajaran Bahasa Indonesia untuk para siswanya. Ya, itu! P : Mengapa peserta-peserta dengan latar belakang
tersebut yang menjadi sasaran dalam pelatihan ini?
S2 : Karena LTC merasa perlu untuk berbagi ilmu untuk memajukan program Bahasa Indonesia secara umum dan Bahasa Indonesia untuk penutur asing secara khusus. Ada banyak sekali instansi penyelenggara program BIPA di Jawa Tengah dan DIY dan LTC ingin menggunakan kesempatan yang langka ini dengan skupa yang kecil tapi bisa meraih banyak instansi.
P : Oke. Kemudian dari sisi pendukung. Ini seperti sarana prasarana yang mendukung supaya pelatihan ini bisa berlangsung. Apa saja yang diperlukan? Hal-hal teknis apa saja yang diperlukan?
S2 : Para pemateri saat itu meminta untuk menyediakan laptop untuk memasang
powerpointnya yang disediakan oleh mereka dan
tentu saja dengan sound system yang dilengkapi karena ada pemateri pendukung yang ingin berbagi mengenai tes…
P : UKBI
S2 : UKBI saat itu dan karena kami menggunakan ruangan yang ada di LTC, ruangan seminar kami yang berkapasitas dua ratus, jadi kami merasa perlu menggunakan mikrofon untuk menunjang
P : Suara
S2 : Suara itu sendiri.
P : Kemudian materi-materi apa saja yang diberikan dalam pelatihan ini?
S2 : Cukup banyak materi yang dibagi oleh pemateri utama dan pemateri pendukung. Tapi yang menjadi fokus oleh pemateri utama adalah dari segi tata bahasa dan juga membaca.
Strategi-29 strategi dalam pengajaran tata bahasa dalam berbagai aktifitas dan juga membaca.
P : Kalau dari Balai Bahasa sendiri?
S2 : Balai Bahasa saat itu, mereka hanya, kalau dari kacamata saya, saya melihatnya lebih ke promosi penggunaan tes UKBI secara offline.
P : Oke
S2 : Itu. Tidak ditunjukan bagaimana strategi untuk menjawabnya tapi
P : Lebih promosi?
S2 : Lebih promosi.
P : Sosialisasi tentang UKBI.
S2 : Dan ada satu lagi. Pemateri pendukung itu yang memberi penyegaran tata bahasa dalam hal kaidah bahasa, ketika itu, yang sangat menyegarkan dan membuat kita jadi melihat dengan cukup jernih. Walaupun agak kaku karena selama ini tidak kita gunakan dalam keseharian.
P : Tapi itu jadi cukup menunjang, ya? S2 : Sangat menunjang.
P : Ada penyegaran tentang kaidah bahasa kemudian didukung pelatihan bagaimana mengajarkan itu.
S2 : Betul!
P : Jadi mau dibilang kebetulan juga tidak. Tapi ya, itu, menurut saya bagus sekali untuk LTC. Bagaimana materi-materi ini diperoleh? Dan dalam bentuk apa? Apakah LTC yang menyediakan atau dari lembaga-lembaga ini datang sudah dengan materi-materi tersebut? S2 : Ketika pelatihan ini dilakukan, LTC sangat
beruntung karena semua materi itu yang menyediakan adalah pemateri sendiri. LTC cukup menyediakan tekhnisnya dalam bentuk koneksi internet yang cukup baik saat itu.
P : Hanya itu saja, ya? S2 : Hanya itu saja.
30
S2 : Memperbanyak materi, iya. Tentu saja dari LTC karena itu sudah bagian dari promosi LTC juga. P : Berarti ada yang dari PowerPoint, ada dari
handout ada juga?
S2 : Handout ada juga
P : Baik. Kita langsung masuk ke pelaksanaannya.
S2 : Pelaksanaanya
P : Ya. Sekarang kita bicarakan mengenai evaluasi. Eh, sorry! Prosesnya! Bagaimana perencanaan program pelatihan ini berlangsung? Apa yang dilakukan pada saat perencanaan?
S2 : Sebelum LTC memutuskan untuk melakukan pelatihan ini, sebetulnya LTC itu mendapatkan banyak sekali masukan dari para pengajar. P : Pengajar LTC, ya?
S2 : Pengajar LTC. Mengenai tantangan-tantangan yang mereka hadapi selama ini. Kemudian baik dalam pengajarannya maupun dengan pengemasan materi dan lain sebagainya sehingga direktur LTC memutuskan untuk mengadakan suatu pelatihan yang awalnya ingin dilakukan secara internal dari LTC berbagi kepada LTC. Namun saat itu dilihat lebih berarti pelatihan itu jika dikoordinasikan dengan baik bersama Balai Bahasa, agar lebih terarah dan lebih masuk kepada target yang dibutuhkan oleh para...
P : Peserta
S2 : Iya, oleh para pengajar LTC saat itu. Nah, program ini juga biasanya dilakukan oleh LTC sebagai bentuk persiapan sebelum program BIPA yang dilakukan di LTC. Yang lalu-lalu adalah hanya sharing saja, tapi yang kali ini yang kami lakukan itu workshop sehari itu. Kemudian dari situ, direktur kami menghubungi Balai Bahasa untuk menanyakan kesediaan mereka dalam menyediakan pembicara sekaligus juga dengan materi-materi yang menunjang sesuai dengan kebutuhan para pengajar. Sebelumnya juga, dari pihak LTC memberikan sedikit banyak needs
31 analysis dari para pengajar melalui e-mail. Kalau memang akan diadakan workshop untuk persiapan pengajaran BIPA. Seperti apa dan materi yang akan diberikan itu yang fokus kemana. Dan saat itu memang cukup banyak masukan dari para pengajar dan kami sangat berterima kasih sekali.
P : Oke
S2 : Dan sesudah itu, Balai Bahasa juga menyambut baik keinginan ini dan program yang mereka tawarkan itu memang apa, ya? Saling berterima dengan kebutuhan di LTC hingga pada saat mungkin ada sekitar dua minggu lebih kami berkoordinasi dengan Balai Bahasa sebelum kami melakukan, eh, menentukan tanggal pelaksanaan itu sendiri.
P : Apakah Balai Bahasa yang memberikan pemateri? Maksud saya apakah Balai Bahasa yang menunjuk Pak Nyoman atau LTC mengusulkan?
S2 : Saat itu LTC mengusulkan nama Pak Nyoman Riasa karena LTC sudah tahu performanya beliau dan bidang yang beliau apa, ya? Yang ahli itu seperti apa dan beliau juga sudah cukup banyak membantu program BIPA yang ada di Indonesia dan kami memang menginginkan beliau.
P : Beliau, ya?
S2 : Beliau menjadi pemateri.
P : Bagaimana pengorganisasian dalam pelatihan ini? Apakah semua staff sudah, ya? Apakah Bu Dian, ibu direktur menunjuk atau LTC sudah auto-pilot dengan sendirinya menangani segala sesuatunya berdasarkan bidang-bidang yang disebutkan sebelumnya.
P : Kebetulan memang LTC itu cukup unik kalau mengadakan kegiatan, secara otomatis staff itu sudah tahu apa yang harus dilakukan. Tugas utamanya itu sudah harus tahu. Selalu akan ada
32
bagian administrasi, surat-menyurat. Selalu ada yang koordinator untuk berinteraksi dengan instansi, selalu ada yang mengenai promosi dan koordinasi materi dan selalu ada akomodasi dan transportasi dan sebagainya, dokumentasi. Jadi kalau dari staff, kami sudah auto-pilot. Tinggal ditambahkan tambahan tugas lainnya ketika di hari H-nya.
P : Oke
S2 : Itu juga ada.
P : Seperti apa?
S2 : Seperti misalnya kami harus menjadi usher, penerima tamu. Atau nanti ada yang harus koordinasi mengenai pendaftaran ulang walaupun memang sudah ada resepsionis kami juga. Jadi orang memberikan pendaftaran ulang tapi yang mengkoordinasi juga harus ada.
P : Oke.
S2 : Itu hal-hal yang bersifat langsung ketika di hari H-nya. Itu sebagai tambahan. Persiapan tentu saja auto-pilot. Selain dari staff, kami juga meminta bantuan dari para pengajar LTC untuk menjadi pembawa acara sekaligus juga ada yang menjadi pembuka dalam berdoa dan juga ada yang memimpin lagu Indonesia Raya karena ini melibatkan lembaga-lembaga Negara jadi upacara kenegaraan juga harus diberikan. P : Upacara kenegaraan?
S2 : Upacara formal. Maaf!
P : Protokoler, ya?
S2 : Selain itu LTC juga meminta pimpinan untuk hadir.
P : Pimpinan UKSW?
S2 : Pimpinan UKSW untuk hadir dalam sambutan pembuka.
P : Bagaimana pada saat hari H? apa yang, bagaimana terjadi?
S2 : Kami menjadwalkan kegiatan itu berlangsung, dimulai pukul 8. Semua staff dan yang bertugas
33 itu harus hadir sebelumnya tentu saja. Untuk proses pendataan ulang. Kemudian dari jam 8 itu langsung dimulai dengan upacara protokoler itu, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan doa. Dilanjutkan dengan sambutan-sambutan dari para pimpinan UKSW dan juga dari Balai Bahasa saat itu. Kemudian diisi dengan sesi-sesi dari pemateri penunjang yang ada dua, penyegaran tata bahasa dengan sosialisasi terhadap UKBI. Sebelum Pak Nyoman memberikan pelatihan utamanya. Pelatihan utamanya itu juga beberapa bagian diawali dengan penyegaran, eh. Bukan! Diawali dengan tata bahasa dan membaca, strategi-strateginya dan skillnya. Kemudian dilanjutkan dengan praktiknya.
P : Oke. Jadi langsung, ya? Apa respon peserta? Bagaimana respon mereka? Apakah mereka cukup antusias? Khususnya untuk bagian metode tata bahasa dan membaca?
S2 : Kalau dilihat dari foto-foto yang ada, para peserta sangat tertarik, mengingat Pak Nyoman dalam membangun pelatihan itu menempatkan para peserta sebagai siswa saat itu. Jadi kegiatan motorik sedikit banyak dilakukan dan para pengajar-pengajar yang sudah lama tidak melakukan kegiatan itu cukup antusias dan mereka menjadi apa, ya? Terbantu bukan hanya ini teorinya untuk mengajarkan ini seperti ini, harus begini. Tapi langsung mempraktekkan. Jadi mereka lebih tahu. Jadi kalau dilihat, mereka sangat antusias.
P : Sangat oke! Jadi bisa dibilang cukup bermanfaat.
S2 : Jauh lebih bermanfaat untuk dilakukan langsung daripada hanya teori-teori saja.
P : Bagaimana dengan proses pengawasan pelatihan ini sendiri? Siapa yang melakukan pengawasan?
34
S2 : Pengawasan untuk pelaksanaan?
P : Iya. Mulai dari awal perencanaan sampai berakhirnya pelatihan ini.
S2 : Semua itu termasuk dalam auto-pilot staff itu sendiri. Semua pengawasan ada di bawah direktur LTC, yang di bawah naungan pimpinan UKSW tentu saja, masing-masing seksi juga bertanggung jawab atas tugas dan tanggung jawabnya. Tapi semua yang melihat dari awal hingga akhir kegiatan itu, direktur LTC.
P : Apakah ada kendala-kendala yang cukup signifikan?
S2 : Kendala pelatihan, tidak. Kendala administrasi, iya. Karena melibatkan dua instansi yang mempunyai sistem administrasi yang berbeda. P : Oke. Jadi ini lebih ke hal teknis, ya? Tidak
dalam pelatihan itu sendiri. Apakah ada evaluasi? Evaluasi secara langsung dari direktur?
S2 : Evaluasi secara langsung dari direktur tentang pelaksanaan pelatihan ini?
P : Iya.
S2 : Bersifat oral saja yang dibagikan kepada staff saat itu. Tujuannya adalah untuk menganalisa apakah kita dapat melakukan kegiatan serupa di waktu-waktu mendatang dan apakah ini cukup efektif atau tidak untuk eh.. dari direktur kepada peserta itu juga melalui tanggapan secara oral. Tidak secara tulis.
P : Oke. Apakah dari LTC melakukan supervisi? Jadi setelah peserta mengikuti pelatihan ini kemudian LTC melakukan supervisi ke kelas-kelas BIPA, kemudian melihat kemampuan pengajar setelah pelatihan ini?
S2 : Itu pertanyaan yang sangat bagus. Sejauh ini supervisi yang dilakukan lebih kepada pengajar-pengajar yang baru bergabung untuk melihat perkembangannya dari sebelum menerima
35 pelatihan itu dan ketika sesudah menerima pelatihan itu.
P : Tapi yang senior?
S2 : Yang senior memang untuk duduk langsung di dalam kelas, itu ada etika yang tidak tertulis. Mungkin, ya ada kekhawatiran tersendiri dari para pengajar senior yang, asumsi saya, kalau misalnya dari LTC ada yang duduk di dalam kelas para pengajar senior itu berarti ada masalah.
P : Oh Oke. Jadi ada asumsi pribadi, ya? S2 : Asumsi pribadi gitu.
P : Oke.
S2 : Tapi yang selama ini kami lihat kalau supervisi lebih kepada dari buku koordinasi yang selama ini diisi oleh para pengajar setiap kali mereka selesai mengajar, yang salah satu poinnya adalah menuliskan tentang kendala, masalah yang dihadapi ketika mengajar sesi itu. Kemudian juga dengan rapat-rapat koordinasi. Walaupun saya yakin itu tidak semuanya dapat tertuang.
P : Oke.
S2 : Tapi itu bisa menjadi masukan yang cukup baik bagi LTC.
P : Baiklah, kita sampai di interview terakhir tentang hasil dari pelatihan ini. Kira-kira apa dampak dari pelatihan ini bagi pengajar BIPA di LTC?
S2 : Sejauh yang saya perhatikan, para pengajar baik yang senior maupun yang baru bergabung dengan LTC, mereka lebih berhati-hati dalam persiapan mengajar. Ada yang membuat lesson plan dengan lebih lengkap, ada yang membuat aktifitas-aktifitas yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan yang dibutuhkan, ada juga yang menerapkan system I plus one, yang ketika sesi pemateri utama itu juga diberikan secara tidak langsung. Kalau dalam setiap hari ketika para pengajar mempersiapkan itu, saya lihat tidak
36
hanya satu-dua jam sebelum mengajar seperti yang biasanya mereka lakukan tapi beberapa hari sebelumnya, mereka sudah lebih berhati-hati dalam memilih tipe bacaan. Bagaimana menerangkan tata bahasa dalam aktifitas-aktifitas.
P : Oke. Jadi ada pengaruh, ya?
S2 : Ya.
P : Apa pengaruh dari perubahan persiapan pengajar ini bagi LTC?
S2 : Tentu saja LTC sangat terbantu dari hasil evaluasi peserta program BIPA, program Bahasa Indonesia itu yang mengisikan evaluasi ketika pertengahan program dan akhir program. Kami bisa melihat adanya perbedaan metode yang dilakukan oleh pengajar dari periode ke periode. Dan tentu saja nama LTC juga lebih terangkat. P : Terangkat, ya, dengan adanya ini?
S2 : Selain itu materi-materi penunjang di LTC juga lebih banyak dan pengajar-pengajar berikutnya yang akan mengajar di tingkat yang sama itu juga bisa belajar dari bahan-bahan tambahan yang sudah disediakan oleh para pengajar. P : Saling membantu, ya?
S2 : Saling membantu.
P : Oke. Bagaimana dengan efektifitas pelatihan ini? Apakah kebutuhan kita kembali ke latar dalam memenuhi lebutuhan peserta sudah terpenuhi secara keseluruhan?
S2 : Kalau dikatakan keseluruhan, saya lihat, belum karena ada banyak sekali yang diperlukan dan dibutuhkan oleh para pengajar untuk meningkatkan performa dan meningkatkan pengetahuan mereka. Yang saya perhatikan mereka lebih berhati-hati dan lebih meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap tata bahasa dan kegiatan-kegiatan membaca. Memang aplikasinya bisa ke berbicara dan menulis tapi tidak secara langsung. Saya merasa
37 masih ada banyak strategi yang bisa dibagikan tapi tentu saja tidak dalam satu hari. Membutuhkan waktu yang cukup panjang.
P : Kendala, ya?
S2 : Itu kendala.
P : Kendala karena waktu yang tersedia hanya satu hari saja. Wow. Oke. Sudah selesai, ibu. Terima kasih atas waktunya. Selamat siang!
38
Lampiran 3
Hasil Pemeriksaan Plagiarisme
Hasil Bab I
39 Hasil Bab III
40
Hasil Bab V