• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kesantunan Berbahasa dengan Menggunakan Tuturan Tidak Langsung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kesantunan Berbahasa dengan Menggunakan Tuturan Tidak Langsung"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kesantunan Berbahasa dengan Menggunakan Tuturan Tidak Langsung Data 01

Tempat : Kec. Toili Barat di lingkungan keluarga

Konteks : Seorang adik yang sedang memasak dengan kakaknya di dapur Isi percakapan :

Nur : Sepurone Yan, koyoke iki iwak nggowo piso seng rodo gede kae baru penak mbelahe. (Maaf Yan, kayaknya ini ikan pake pisau yang agak besar sana baru enak belahnya).

Yan : O iyo Kak, sek tak jikokne (O ia Kak, tunggu saya ambilkan)

Nur : njalok tulong rodo cepet yo, soale Mak e wes apene balek neng omah. (minta tolong agak cepat ya, soalnya Ibu sudah mau pulang ke rumah)

Yan : Iyo Kak. (ia Kak)

Pada percakapan (data 1) di atas, diperoleh data bahwa percakapan berlangsung di rumah pada siang hari dalam situasi tidak resmi. Pada percakapan tersebut terdapat dua orang bersaudara yakni Kakak (Nur) dan Adik (Yan). Peristiwa ini terjadi pada saat Kakak dan Adik sedang memasak di dapur. Hal itu terlihat pada kalimat ‘Sepurone Yan, koyoke iki iwak nggowo piso seng rodo gede kae baru penak mbelahe. (Maaf Yan, kayaknya ini ikan pakai pisau yang besar sana baru enak membelahnya). Penutur (Nur) terlihat kesusahan memakai pisau kecil dalam membelah ikan, sehingga ia bermaksud menyuruh mitra tutur (Yan) untuk mengambilkan pisau yang agak besar. Kemudian mitra tutur (Yan) menjawab ia akan mengambilkan. Hal tersebut terlihat dalam kalimat ‘O iyo Kak, sek tak jikokne’ (O ia Kak, tunggu saya ambilkan). Mitra tutur (Yan) tetap akan mengambilkan pisau perintah Kakanya, walaupun ia juga sedang bekerja. Hal itu terlihat dari kata ‘sek’ (tunggu).

(2)

Percakapan di atas memberikan gambaran bahwa, penutur (Nur) sangat berhati-hati bertutur dengan maksud menyuruh mitra tutur (Yan) yang sama-sama sedang bekerja di dapur. Penutur mendapat respon baik dari mitra tutur karena tuturan yang disampaikan oleh penutur berkenan di hati mitra tutur. Hal tersebut menandakan bahwa tuturan yang disampaikan oleh penutur (Nur) terdengar santun oleh mitra tutur, walaupun mitra tutur adalah adik dari penutur. Hal itu terlihat pada kata ‘sepurone’ (maaf). Penggunaan kata ‘maaf’ menjadi penanda kesantunan tuturan tersebut. Hal itu terjadi karena penutur (Nur) menghargai mitra tutur (Yan) yang juga sedang bekerja. Penutur bermaksud menyuruh mitra tutur untuk mengambilkan pisau, namun penutur tidak menggunakan kalimat perintah. Penutur (Nur) cukup mengatakan ‘Maaf, kayaknya ini ikan pakai pisau yang besar sana lebih enak membelahnya’. Kalimat tersebut tidak terdapat kalimat perintah, namun mitra tutur (Yan) tahu maksud dari penutur (Nur) bahwa mitra tutur diperintah oleh penutur untuk mengambilkan pisau.

Data itu menunjukkan bahwa, bahasa yang mereka gunakan dalam ranah keluarga merupakan bahasa santun, karena menggunakan tuturan tidak langsung.

Pada percakapan (data 02) juga terdapat peristiwa tuturan tidak langsung di atas. Data 02

Tempat : Kec. Toili Barat di lingkungan keluarga

Konteks : Seorang anak yang bermaksud meminta tolong kepada Ibunya untuk dikerok badanya

Isi percakapan:

Sum : Sepurone Mak iseh lahopo sampean? Awakku iki kok rodo nggregesi rasane yo Mak. (Maaf Ibu masih mau kerja apa Ibu? Badanku ini kok meriang rasanya ya Bu).

Ibu : Nyapo koe? Yo engkosek tak keroki, Ma’e iseh apene ngentasi klambi. (Kenapa kamu? Ya nanti ibu keroki, ibu masih mau angkat pakaian dulu).

(3)

Percakapan di atas, berlangsung di rumah pada sore hari dalam situasi tidak resmi. Percakapan tersebut terjadi oleh seorang anak (Sum) dan seorang Ibu. Pada saat itu, penutur (Sum) dalam keadaan kurang sehat. Hal tersebut terlihat pada kalimat ‘Awakku iki kok rodo nggregesi rasane yo Mak’. (Badanku ini kok meriang rasanya ya Bu). Dari kalimat tersebut, dapat diketahui bahwa, penutur (Sum) sedang kurang sehat. Penutur (Sum) bermaksud untuk meminta tolong agar badannya bisa dilihat oleh Ibunya (biasanya orang Jawa jika badan kurang sehat, maka akan segera dikerok). Namun penutur (Sum) tidak langsung menyuruh Ibunya. Penutur mengawali tuturannya dengan kata ‘Sepurone’ (Maaf). Kata maaf sebagai penanda kesantunan tuturan tersebut.

Penutur sangat paham, bahwa mitra tutur adalah Ibunya, sehingga harus mengawali tuturannya dengan kata yang baik dan santun. Setelah itu, penutur melanjutkan dengan kalimat yang sebenarnya isi dari kalimat tersebut adalah agar Ibunya bisa mengerok badan penutur. Hal tersebut terlihat pada kalimat’ Mak, iseh lahopo sampean? Awakku iki kok rodo nggregesi rasane yo Mak. (Maaf Bu, masih mau kerja apa Ibu? Badanku ini kok meriang rasanya ya Bu). Kalimat tersebut terdengar tidak menyuruh karena tidak menggunakan kalimat perintah. Namun isi dalam kandungan kalimat tersebut sebenarnya adalah kalimat suruhan.

Pada percakapan itu terjadi, respon yang baik dari Ibunya (mitra tutur). Bahkan mitra tutur langsung mengerti maksud dari penutur (Sum). Namun tuturan Ibunya diawali dengan bertanya ‘Nyapo koe?’ (kenapa kamu?). Kalimat tersebut muncul karena penutur (Sum) juga bertanya ‘Mak e iseh lahopo sampean?’ (mau kerja apa lagi bu?). kalimat tersebut menunjukkan bahwa penutur (Sum) ingin tahu aktivitas Ibunya lagi, karena ketika tahu Ibunya sudah tidak ada yang dikerja lagi di rumah, maka penutur mempunyai maksud untukmeminta tolong Ibunya. Kemudian penutur (Sum) melanjutkan kalimat tersebut dengan mengatakan bahwa badannya

(4)

agak meriang. Kalimat tersebut merupakan kalimat yang bersifat berita atau kalimat yang hanya memberitahukan Ibunya bahwa badan penutur sedang kurang sehat. Namun, kesan yang ditangkap oleh mitra tutur (Ibu) bahwa penutur meminta tolong oleh mitra tutur.

Pada percakapan itu membuktikan bahwa, tuturan yang digunakan oleh penutur (Sum) dalam percakapan di atas merupakan tuturan tidak langsung. Tuturan tidak langsung lebih santun didengar karena tidak terkesan menyuruh langsung. Selain itu, penggunaan diksi pada percakapan di atas mencerminkan rasa santun. Seperti terlihat pada tuturan Vina ‘Maternuwon’ (terima kasih). Kata tersebut juga sebagai penanda kesantunan tuturan tersebut.

Tuturan tidak langsung juga ditemukan dalam percakapan pada ranah keluarga di bawah ini.

Data 03

Tempat : Kec. Toili Barat di lingkungan keluarga

Konteks : Seorang Bibi yang bermaksud menegur keponakannya agar rambutnya diikat. Isi Percakapan:

Rin : Amet yo Wok, sampean opo ora roso panas? Rambotmu dowomen. (Permisi ya Nak, kamu apa tidak rasa panas? Rambutmu panjang sekali).

Mega : Yo sebenere panas Lek, tapi tali rambote nyeblok mboh neng ngendi mau. (Ya sebenarnya panas Bi, tapi ikat rambutnya jatuh tidak tahu di mana tadi).

Rin : La iki aku enek karet. (La ini Aku punya karet). Mega : Gowo rene. (Bawa kemari)

Tuturan tidak langsung di atas terjadi pula dalam lingkungan keluarga, berlangsung di lapangan sepak bola pada saat sore hari dalam situasi tidak resmi. percakapan tersebut merupakan percakapan antara seorang Bibi (Rin) dengan keponakannya (Mega). Pada saat itu penutur (Rin) dengan mitra tutur (Mega) berada di lapangan sepak bola dalam rangka menonton pertandingan sepak bola antar dusun. Penutur (Rin) bermaksud menegur mitra tutur (Mega) agar dapat mengikat rambutnya. Karena penutur (Rin) merasa gerah/panas melihat rambut panjang yang diurai, apalagi pertandingan tersebut berlangsung pada sore hari, namun masih ada

(5)

matahari sore yang muncul. Sehingga penutur (Rin) menggunakan tuturan tidak langsung kepada mitra tutur (Mega) agar mitra tutur tidak merasa tersinggung.

Hal tersebut terlihat pada kalimat ‘Amet yo Wok, sampean opo ora roso panas? Rambotmu dowomen. (Permisi ya Nak, kamu apa tidak rasa panas? Rambutmu panjang sekali). Tuturan tersebut terdapat kata ‘Amet’ (permisi). Kata permisi menjadi penanda kesantunan tuturan tersebut. Walaupun dengan yang lebih muda, penutur (Rin) mampu untuk tetap menjaga tuturannya dengan menggunakan kata ‘Amet’. Tuturan tidak langsung terlihat pada kalimat ‘sampean opo ora roso panas?Rambotmu dowomen’ (Kamu apa tidak panas? Rambutmu panjang sekali). Kalimat tersebut tidak merupakan kalimat perintah, namun isi dari tuturan tersebut sebenarnya adalah menyuruh.

Tuturan yang baik, maka akan mendapatkan respon yang baik. Tanpa basa-basi mitra tutur (Mega) langsung mengatakan ‘tapi tali rambotku nyeblok mboh neng ngendi mau’ (tapi ikat rambutku jatuh tidak tahu dimana tadi). Mitra tutur (Mega) memahami bahwa tuturan yang disampaikan oleh penutur (Rin) adalah tuturan yang menginginkan bahwa rambutnya harus diikat. Mitra tutur (Mega) tidak merasa tersinggung karena penutur (Rin) mengawali dengan kata ‘Amet’ (permisi).

Pada percakapan itu membuktikan bahwa, penggunaan tuturan tidak langsung lebih terdengar santun dari pada penggunaan tuturan langsung. Tuturan langsung terkadang membuat mitra tutur tersinggung. Penggunaan tuturan tidak langsung tersebut ditandai dengan kata ‘Amet’. Kata ‘Amet’ menjadi penanda keasantunan tuturan tersebut.

Pada data 04 ditemukan juga tuturan tidak langsung seperti di atas.

Data 04

(6)

Konteks : Seorang Nenek yang lantainya kotor dan bermaksud menyuruh cucunya untuk menyapu.

Isi percakapan:

Nenek : Njalok tulong Ndo’, mestere mbahe rasane kok ngeresmen. (Minta tolong Nak, lantainya Nenek rasanya kok kasar sekali).

Cucu : O iyo Mbah rene tak sapokne sek (O ia Nek, sini saya sapukan dulu) Nenek : O iyo maternuwon ( O ia terima kasih)

Percakapan di atas, berlangsung di rumah pada pagi hari dalam situasi tidak resmi. pelaku dari percakapan tersebut adalah seorang Nenek dengan Cucunya. Pada saat itu, mitra tutur (Cucu) sedang silaturrahim mengantarkan kolak kerumah neneknya (Penutur). Pada saat itu pula lantai penutur belum sempat disapu. Kemudian penutur (Nenek) bermaksud menyuruh mitra tutur (Cucu) agar dapat menyapukan lantainya. Hal tersebut terlihat pada kalimat ‘Njalok tulong Ndok, mestere mbahe kok rasane ngeresmen’. (Minta tolong Nak, lantainya Nenek kok rasanya kasar sekali). Pada tuturan tersebut, penutur (Nenek) mengawali tuturannya dengan kata ‘Njalok tulong’. (Minta tolong). Kata itu sebagai penanda kesantunan tuturan tersebut. Penutur (Nenek) cukup mengatakan bahwa lantai sepertinya kasar. Hanya dengan kalimat tersebut, mitra tutur (Cucu) memahami maksud penutur. Hal tersebut dapat diketahui pada kalimat ‘O iyo Mbah rene tak sapokne sek. (O ia Nek, sini saya sapukan dulu).

Tuturan tersebut terlihat bahwa mitra tutur sangat peduli dengan penutur. Apalagi penutur menggunakan tuturan yang baik dan santun, sehingga membuat mitra tutur (Cucu) berkenan.

Penggunaan diksi yang baik dapat mencerminkan rasa santun suatu tuturan. Selain kata ‘tulong’ (tolong) sebagai penanda kesantunan tuturan tersebut, ada satu kata lagi yang ucapkan oleh penutur (Nenek) sebagai cerminan rasa santun , yakni kata ‘maternuwon’ (terima kasih). Penggunaan diksi yang baik serta penggunaan tuturan tidak langsung akan lebih santun didengar.

(7)

4.1.2 Kesantunan Berbahasa dengan Menggunakan Ungkapan Memakai Gaya Bahasa Penghalus

Data 01

Tempat : Kec. Toili Barat di lingkungan keluarga Konteks : Seorang kakak yang lama bertemu adiknya Isi percakapan :

Suroto : Les, awakmu kok malah langsingmen ngono. (Les, badanmu kok tambah langsing begini) Kholes : hmmm.... langsing opo kak, koyok biteng yo io.

(Hmmmm... langsing apa kak, kayak lidi ya ia).

Suroto : Palengan arang mangan sampean iyo? (Mungkin jarang makan kamu ya?) Kholes : Yo ora sih Kak. (Ya tidak juga sih Kak).

Suroto : Lo nyatane malah cilik ngono, (Lo nyatanya tambah kecil begini). Kholes : Miker pelajaran Kak. (Mikir pelajaran Kak).

Pada percakapan (data 1) di atas, diperoleh data bahwa percakapan berlangsung di rumah pada siang hari dalam situasi tidak resmi. Pada percakapan tersebut terdapat seorang Kakak yang lama tidak bertemu adiknya. Seorang Kakak yang bernama Suroto dan adik yang bernama Kholes. Mitra tutur (Kholes) sudah enam bulan baru pulang ke rumah, karena keadaan sekolahnya yang lumayan jauh dari kampung, sehingga ia tinggal di Asrama. Setelah enam bulan lamanya, mitra tutur kembali ke rumah untuk melepas rindu pada keluarganya.

Pada percakapan itu, terlihat penutur (Suroto) kaget melihat mitra tutur (Kholes) yang berbadan kurus. Hal tersebut dapat diketahui pada kalimat ‘awakmu kok malah langsingmen ngono. (Badanmu kok tambah langsing begini). Kalimat ini menggambarkan bahwa, penutur (Suroto) sangat menjaga tuturannya agar mitra tutur (Kholes) tidak tersinggung. Penutur (Suroto) tidak menggunakan kata ‘kurus’ pada tuturannya, melainkan menggunakan kata ‘langsingmen’

(8)

(langsing). Kata langsing merupakan penanda dari kesantunan tuturan tersebut. Penutur (Suroto) lebih menggunakan ungkapan halus dan tidak menggunakan ungkapan kasar.

Tuturan yang menggunakan ungkapan penghalus di atas, mengakibatkan respon yang baik bahkan respon yang merendahkan diri sendiri oleh mitra tutur (Kholes). Hal itu terlihat pada kalimat ‘hmmm.... langsing opo kak, koyok biteng yo io. (hmmmm... langsing apa kak, kayak lidi ya ia). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa, mitra tutur (Kholes) terlihat tambah merendahkan tuturannya dengan mengatakan bahwa ia bukan lagi langsing melainkan seperti ‘biteng’ (lidi). Kalimat itu menandakan bahwa mitra tutur (Kholes) sedang berkenan di hati, sehingga terlihat bahwa mitra tutur (Kholes) semakin bercanda dengan Kakaknya (Suroto). Kemudian penutur berkata ‘Palengan arang mangan sampean iyo?’ (Mungkin jarang makan kamu ya?). dijawab oleh mitra tutur ‘Yo ora sih Kak’. (Ya tidak juga sih Kak).

Data itu menunjukkan bahwa, mitra tutur (Kholes) berbadan langsing bukan karena jarang makan, melainkan ia turun badan karena pusing memikirkan pelajaran di sekolah. Data percakapan itu membuktikan bahwa tuturan yang digunakan dalam percakapan tersebut adalah tuturan yang menggunakan ungkapan memakai gaya bahasa penghalus. Penggunaan diksi yang tepat dan ungkapan memakai gaya bahasa penghalus lebih sopan dan santun untuk didengar.

Pada percakapan (data 02) juga terdapat peristiwa atau tuturan yang menggunakan ungkapan memakai gaya bahasa penghalus.

Data 02

Tempat : Kec. Toili barat di lingkungan keluarga

Konteks : Seorang Bapak yang menegur anaknya karena suaranya terlalu keras. Isi percakapan :

(9)

Munir : Opo Pak? (Apa Pak?)

Bapak : Rodo rono sitek, suaramu cemprengmen ora karu-karuan ngono. (Agak kesana sedikit, suaramu melenting ora karua-karuan begitu).

Munir : Nyapo Pak e iki e… (Kanapa Bapak ini e..)

Bapak : Bapak jek enek tamu iki lo…(Bapak masih ada tamu ini lo…) Munir : O yo Pak. (O ia Pak)

Percakapan di atas berlangsung pada hari ahad tepatnya pada pagi hari di dalam rumah dalam situasi tidak resmi. Pada percakapan tersebut, terdapat seorang bapak dengan anaknya. Anaknya tersebut bernama Munir. Penutur (Bapak) yang terlihat sedikit kesal. Hal itu dapat dikatehui pada kalimat ‘Rodo nyingger ora iso nang? (Agak menyingkir tidak bisa Nak?). Kalimat tersebut terdengar bahwa penutur sedang kesal, karena penutur (Bapak) sedang didatangi tamu di rumahnya, sementara mitra tutur (Munir) bersuara keras didekat penutur (Bapak) yang sedang menerima tamu. Penutur (Bapak) menegur mitra tutur (Munir), namun penutur (Bapak) tetap menjaga tuturannya agar terdengar santun dan sopan, karena kalimat penutur akan didengar oleh tamunya. Hal tersebut terlihat pada kalimat ‘Rodo rono sitek, suaramu cemprengmen ora karu-karuan ngono. (Agak kesana sedikit, suaramu melenting tidak karua-karuan begitu). Kata ‘cemprengmen’ merupakan penanda kesantunan tuturan tersebut. Orang Jawa lebih banyak menggunakan kata ’cempreng’ (melenting) dari pada kata ‘banter’ (keras). Kata ‘cempreng’ digunakan untuk memperhalus suatu tuturan. Penutur (Bapak) akan terlihat kasar jika menggunakan tuturan yang tidak baik dihadapan tamu.

Posisi mitra tutur (Munir) yang berkarakter bandel, tidak dapat memahami bahwa jika ada tamu, maka harus bisa menghormati tamu tersebut. Hal tersebut terlihat bahwa mitra tutur (Munir) selalu membantah penutur (bapak). Seperti terlihat pada kalimat ‘Nyapo Pake iki e…’ (Kanapa Bapak ini e..). Kemudian penutur menjawab ‘Bapak jek enek tamu iki lo…’ (Bapak masih ada tamu ini lo…). Penutur berusaha memahamkan mitra tutur (Munir) dengan

(10)

mengatakan bahwa penutur (Bapak) masih ada tamu, sehingga mitra tutur (Munir) juga mengerti maksud bapaknya, hal itu dapat dilihat bahwa mitra tutur mengatakan ‘O iyo Pak’. (O ia Pak).

Data percakapan itu membuktikan bahwa penutur dapat menjaga tuturannya dihadapan tamu. Karena keadaan mitra tutur (Munir) yang belum dapat memahami etika, sehingga mitra tutur (Munir) terus membantah ketika ditegur penutur (Bapak). Namun pada akhirnya mitra tutur (Munir) dapat memahami maksud dari penutur atau bapakanya. Penggunaan ungkapan memakai gaya bahasa penghalus lebih sopan dan santun di dengar.

Penggunaan ungkapan memakai gaya bahasa penghalus juga ditamukan pada (data 03) di bawah ini.

Data 03

Tempat : Kec. Toili Barat di lingkungan keluarga

Konteks : Seorang ibu yang berbicara dengan Kakak ipar perempuan melihat anak perempuan tetangganya yang berbadan gemuk.

Isi percakapan:

Asmak : Ya Allah….. kae anak e Lek Mus kok gemek-gemek men. (Ya Allah itu anaknya Lek Mus kok tembem sekali)

Siti : La piye kon ora geme-gemek Yu, lawong gaweanne nggor mangan turu wae. (La bagaimana tidak mau tembem Kak, sedangkan pekerjaannya saja hanya makan tidur terus).

Asmak : La apene gawean opo?Urepe makne wes penak ngono. (La mau kerja apa? Hidupnya ibunya sudah mapan begitu).

Siti : heleh…. Terae terlalu dimanja elo… (heleh…. Memang terlalu dimanja)

Pada percakapan di atas diperoleh data bahwa percakapan berlangsung di halaman rumah pada sore hari dalam situasi tidak resmi. Percakapan tersebut adalah percakapan antara adik dengan kakak ipar. Percakapan itu terjadi pada saat mereka berdua sedang duduk-duduk santai di halaman rumah. Tiba-tiba, mereka melihat anak perempuan tetangganya sedang berjalan. Hal tersebut terlihat pada kalimat ‘Ya Allah….. kae anak e Lek Mus kok gemek-gemek men. (Ya Allah itu anaknya Lek Mus kok tembem sekali). Kalimat itu menunjukkan bahwa penutur (Asmak)

(11)

heran dengan kegemukkan badan si perempuan tersebut. Dihadapan adiknya, penutur (Asmak) mampu menjaga tuturannya, yakni tidak dengan mengatakan ‘lemumen’ (gendut). Karena kata tersebut merupakan kata kasar jika didengar. Penutur (Asmak) cukup mengatakan ‘gemek-gemek’ (tembem). Jika lebih luasnya dalam bahasa Jawa, kata ‘gemek-‘gemek-gemek’ diartikan tembem bukan hanya pipinya namun seluruh badannya. Kata ‘gemek-gemek’ merupakan penanda kesantunan tuturan tersebut.

Data itu menunjukkan bahwa tuturan yang disampaikan oleh penutur (Asmak) merupakan tuturan yang menggunakan ungkapan gaya bahasa penghalus. Namun di sini mitra tutur (Siti) sepertinya blak-blakkan dalam menyampaikan tuturan. Hal tersebut terlihat pada kalimat ‘La piye kon ora geme-gemek Yu, lawong gaweanne nggor mangan turu wae’. (La bagaimana tidak mau tembem Kak, sedangkan pekerjaannya saja hanya makan tidur terus). Kalimat tersebut terlihat bahwa mitra tutur (Siti) kurang mampu untuk menjaga tuturannya. Namun, penutur (Asmak) memulai tuturannya dengan menggunakan diksi yang tepan dan santun. Tuturan mitra tutur (Siti) terdengar kurang baik, karena sifat mitra tutur yang agak keras.

Dari percakapan tersebut, membuktikan bahwa penutur (Asmak) mampu menjaga tuturannya walaupun sasarannya adalah bukan mitra tuturnya. Tuturan yang digunakannya merupakan tuturan dengan menggunakan ungkapan gaya bahasa penghalus. Penggunaan ungkapan gaya bahasa penghalaus akan lebih santun didengar daripada ungkapan yang biasa.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Tahapan Prediksi Dan Diskusi Pada Pembelajaran Berbasis Learning Cycle Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Sistem Saraf Pada Siswa SMA..

Dalam pembelajaran IPA, bahan yang layak dimasukkan ke dalam portofolio, misalnya:pekerjaan rumah(PR), kuis mingguan, jawaban dari pertanyaan pada buku paket, ringkasan artikel

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yang mana perancangan sistem robot yang dipadukan dengan metode deep learning khususnya pada bagian sistem visi dan

[r]

 Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki ketrampilan yang akan diperoleh dalam Pendidikan dan Pelatihan  Penilaian

 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara debt financing, equity financing dan cash flow terhadap Modal Kerja pada Perusahaan food

PROJECT MILESTONE in 1 st Semester National Commitment from stakeholders WS MCQ review, IBA, CBT Center in national & regional; Standard Setting WS OSCE