• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Terbentuknya Kerajaan Buol Dengan Gorontalo Awal Abad XIX

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Terbentuknya Kerajaan Buol Dengan Gorontalo Awal Abad XIX"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

77

4.1 Terbentuknya Kerajaan Buol Dengan Gorontalo Awal Abad XIX

Sebelum abad ke XIX pemerintahan kerajaan buol berkedudukan di atinggola dan biau/sumalata, oleh karena pada zaman itu wilayah kerajaan buol sangat luas meliputi daerah-daerah itu sampai dibatas buroko/ kaidipan. Bertepatan Pombang Lripu beada digorontalo setelah mengawini putri Djamalia pada waktu itu raja Limboto memintah kepada raja Gorontalo sebidang tanah dipantai Gorontalo untuk rakyat limboto untuk membuat garam. kebetulan saudara kita raja Buol beada disini, mintalah kepadanya karena wilaya pantai kerajaan Buol sangat luas (dibagian utara ) , sedangkan wilayah Gorontalo (pantai selatan) sangat sempit.

Oleh karena terikat tali kekeluargaan dengan Gorontalo /limboto, maka dengan sepontan Raja Pombang Lripu memberikan tanah (pantai ) kepada raja limboto yaitu dari tanjung dulang dekat buroko sampai di satu tempat yang disebut Kuwanun (Kwandang) tempat tersebut didiami oleh orang –orang pembuat garam dari Limboto. Tetapi lama kelamaan terjadilah perpindahan rakyat kerajaan limboto secara besar-besaran , karena kemungkinan prospek kehidupan disini lebih baik.

Setelah berlalu menempati waktu lamanya, rakyat Limboto sudah sangat banyak menempati daerah tersebut, maka raja Llimboto memintah lagi kepada raja Buol supaya daerah antara Kwandang sampai pada sungai kecil dekat Mooti

(2)

diberikan lagi kepada raja Limboto. Sungai tersebut kemudian diberi nama sungai Buol, sebab disitulah nantinya batas dari tetap dari kerajaan Buol.

Sebagai imbalanya, raja Limboto akang memberikan hadia sebuah kursi emas kepada raja Buol . raja Buol menyetujui usul raja limboto itu.

Menurut Nasrudin Mangge ikatan emosional Buol dengan Gorontalo sampai kapanpun tidak pernah dipisahkan karena Buol dengan Gorontalo satu keluarga atau budaya kultur Buol dengan Gorontalo sama.dilihat dari segi adat istiadat. Misalnya bahasa Buol banyak memiliki kemiripan-kemeripan. (wawancara 27 – maret- 2013).

Menurut Marya G Mailili bahwa Buol dengan Gorontalo Melalui jalur persahabatan antara Raja-raja dan hubungan kekerabatan melalui perkawinan antara putra mahkota raja Buol bernama” Prins pombang yakut kuntu amas’ kawin dengan Putri raja Gorontalo yang bernama “Djamalia “ secara otomatis Buol dengan Gorontalo sudah menjadi satu keluarga. (wawancara 28 - Maret – 2013 ).

Menurut Supu Tahura mulai dari penghujung abad XVIII dan memasuki abad Ke XIX , buol sudah dikenal dibagian lain dari nusantara, mulai dari jalur hubungan persahabatan antara raja-raja, dan hubungan kekeluargaan atau perkawinan.

(3)

Jadi perbaurana antar sosial kultur banyak memiliki kesamaan. Selain dari pada itu hubungan dibidang perdagangan sudah mulai pesat (wawancara 06 – April- 2013 ).

4.1.1 Sistem Pemerintahan Kerajaan Pada abad XIX (1810 – 1947 )

Beberapa Raja yang memerintah dalam periode tersebut adalah sebagai berikut : Mokoapat memerintah (± 1810 -1818)

Pengganti Mokoapat dipilih Pulingala putra raja Kauli saudara dari timumun, namun ia menolak karena ia merasa tidak sanggup. Kemudian terpilih anaknya Baeduding. Kemudian Datu yang calon raja itu terjatuh kelaut dan tewas sehingga tidak diangkat sebagai raja.

Kemudian Baeduding atas permintaan anak angkatnya Ndubu Amas, mengusulkan agar Ndubu amas saja yang diangkat menjadi raja. Ndubu amas adalah putranya raja mokoapat yang dipelihara oleh Baeduding . antara baeduding dengan ndubu amas ada perjanjian yang disertai “sumpah” bahwa keturunannya tidak menyianyiakan atau memperbodohi keturunan dari baeduding /Raja kalui. Kalau itu terjadi maka keturunan Ndubu amas akan mendapat sakit ingatan (gila ). Setelah diangkat menjadi raja, Ndubu amas mengawini putri raja kalui bernama Buki Nike.

(4)

Dalam pemerintahannya kira-kira sekitar tahun 1819 portugis dapat mempengaruhinya untuk mendidrikan benteng pertahanan dekat muara sungai Buol dengan alasan untuk memajukan perdagangan didaerah Buol. Benteng tersebut menghadap kekampung Bugis desebrangnya, yaitu pusat perdagangan kerajaan Buol pada waktu itu, maka mulai pada saat itu perdagangan dikerajaan ini sepenuhnya dapat dikendalikan dan diawasi oleh, yang membikin pihak belanda tidak senang.

Untuk lebih mempererat hubungan kekeluargaan dengan kerajaan Limboto /Gorontalo, raja Ndubu Amas diperjodohkan putranya Datu Mula dengan putri raja limboto. Tetapi sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua sijoli berbuat sesuatu yang melanggar adat. Majelis adat Limboto/ Gorontalo menjatuhkan sanksi yang harus dipenuhi oleh raja Ndubu amas. Maka untuk membayar “denda “tersebut raja Buol menyerahkan sebagian daerahnya disebelah timur, yaitu dari sungai Buol dekat Mooti sampai pada batas sebelah timur sumalata.

Menurut Maryam G. Mailili Dengan adanya beberapa peristiwa maka sifat/ perbatasan buol berakhir ditetapkan dihuludobongo (Umu). Masuk pada abad ke XIX melalui jalur persahabatan antara raja-raja dan hubungan kekerabatan melalui jalur perkawinan antara putra mahkota raja buol kawin dengan putri gorontalo,maka buol dan gorontalo mempunyai hubungan yang erat. (wawancara, tanggal 28 Maret 2013).

(5)

Maka wilayah kerajaan Buol pada waktu itu masih meliputi daerah sumalata. Raja Ndubu amas ia meninggal tahun 1828 digantikan oleh saudaranya Takuloe Mmerintah ( ±1828 -1830 ).

1. Datu Mula Memerintah (± 1830 -1843 )

Dalam pemerintahannya, setelah berjalan sekitar 9 tahun terjadilah “perang sumalata “ antara kerajaan Limboto/Gorontalo dengan kerajaan BuoL. Penyebabnya adalah dalam pencarian (pendulangan) emas disumalata, rakyat Buol mendapat gangguan dari rakyat Limboto /Gorontalo, lalu timbul kejadian bahwa setiap malam rumah-rumah orang Buol dihujani batu oleh orang-orang Gorontalo.

Setelah tak tertahankan lagi maka terjadilah perang antara Buol dengan Gorontalo. Korban dari kedua belah pihak demikian besarnya, konon darah mengalir dapat menghanyutkan lesung. Oleh peristiwa itu datang penyelidikan oleh pemerintah belanda. Dan hasil penyelidikan, raja Datu mula dipersalahka. Dan jatuh fonis dari pemerintah penjajah itu. Datu mula diasingkan kepulau jawa (Bandung).

Pihak Gorontalo mintah kepada Belanda, supaya kerugian jiwa dipihak mereka diganti dengan jiwa pula oleh pihak Buol, lalu pihak Gorontalo memindahkan sifat perbatasan Buol dari timur sumalata ke Huludo Bongo, hal tersebut belanda setuju, tetapi pihak buol sangat tidak menyetujui, namun tidak digubris oleh belanda, sedang datu mula sudah dibawah berlayar kejawa (Bandung). Disana belanda

(6)

membujuk Datu mula supaya menerima saja keputusan pemerintah. Kemudian ia digantikan oleh Elamo memerintah pada tahun (± 1843 -1857 ).

2. Lahadung memerintah (+1858 – 1864 )

Pengangkatanya sebagai seorang raja diiringi dengan harus menandatangani kontrak panjang atau Lange Verklaring yang menyatakan hubungannya dengan pemerintah hindia belanda, meliputi hak dan kekuasaan swapraja, dan sampai dimana kekuasaan hindia belanda dalam daerah Swapraja:

1. Bahwa susunan pemerintah intern Landschap pada umunya berdasarkan adat istiadat tradisional

2. Bahwa kekuasaan pemerintah hindia belanda dalam daerah Landschap hanya berlaku penuh bagi warga negara belanda (Gubernurmen) dan bagi warga Landschap hanya sekedar sesuai dengan kekuasaan otonom yang diberikan kepada Landschap itu.

3. Kekuasaan otonom Landschap itu meliputi hak mengatur, mengurus (termasuk polisi)dan mengadili persengketa hukum disemua lapangan, dan tidak nyata dikecualikan dari kekuasaan itu.

Raja Lahadung yang sudah ada ikatan dengan belanda harus menandatangani perjanjian perbatasan dengan Gorontalo di Huludo bongo yang sangat merugikan buol. “perang sumalata” dimulai oleh Gorontalo tetapi belanda mempersalahkan raja Datu Mula sebagai yang menimbulkan perang.

(7)

Raja Datu mula sangat menentang keputusan tersebut dan belanda dan belanda tidak berhasil membujuknya. Perjanjian perbatasan dengan Gorontalo itu ditanda tangani tahun 1860 oleh raja Lahadung Datumula Soradjuddin dari Buol, dan raja Zainal Abidin Monoarfa dari Gorontalo disaksikan oleh raja-raja kaidipan, Bolaang itang, Bolaang Mongondouw. Raja Lahadung sudah menandatangani Lange Verklaring. Mulai saat itu sebagian wilayah Buol dari tanjung huludobongo sampai tanjung dulang, masuk wilayah Gorontalo.

3.Patra Turungku memerintah (1890 - 1899)

Dimasa pemerintahannya belanda menempatkan Controleur pertama di Buol pada tahun 1896. Raja Patra turungku menadatangani “ Lange Verklaring” pada tanggal 13 desember 1890. Pada mulanya Controleur Dr. H. Seiber itu datang berkedudukan dibuol. Rakyat buol makin tidak senang , kehadiran pembesar belanda itu jelas untuk menjalankan penjajahan mereka. Setiap setiap malam rumah yang ditempati Controleur itu dilempar batu. Akhirnya Controleur itu pindah kepaleleh.

Karena hubungan Buol dengan Gorontalo makin tegang karena masaalah pembatasan, maka raja patra turungku berusaha meredahkan ketegangan itu supaya tidak terjadi lagi bentrokan. Beliau mengadakan pertemuan diperbatasan dengan jogugu kuandang bernama Hulupango Putih. Keduanya saling berbalas syair yang bermaknanya adalah Buol-Gorontalo dan Gorontalo –Buol adalah bersaudara. Kemudian mereka saling bertukar keris sebagai tanda mata. Dengan Resident manado

(8)

juga raja Patra Turungku memberikan cinderamata (emas. Belanda menyebutnya raja emas. (Dalam bukunya Abdul Rahim Samad 64 -70)

4. Datu Alam Turungku (Raja ke-29), dengan gelar “Ti Pasumen” memerintah (1899 – 1914 M) berkedudukan di Kasanangan.

Pada masa pemerintahan Datu Alam Turungku, Belanda menjankan wajib kerja Rodi (Heerendienst) yaitu pada tahun 1903. Dengan demikian sudah dua macam kewajiban yang berat dibebankan kepada rakyat, yaitu pajak dan kerja rodi, yang menyebabkan kehidupan rakyat bertambah susah. Di pihak lain, belum ada usaha-usaha Belanda untuk memajukan rakyat, semua usaha Belanda adalah hanya untuk kepentingan semata. Namun demikian, Pemerintah Hindia Belanda memberikan hadia kepada Raja Datu Alam Turungku yaitu berupa “Pasment”. Pasment ialah hiasan yang dilapisi emas dan dililitkan pada songkok Raja, maka dari itu Beliau di beri Gelar “ Ti Pasument “.

Pada tahun 1911 Beliau jatuh gering dan menjadi gila, tetapi sembuh kembali. Pada tanggal 20 November 1912, Assistent Resident Gorontalo menulis surat kepada Resident Manado yang mengusulkan perubahan dalam pemerintahan Buol. Pada tanggal 22 November 1912 Raja Datu Alam Turungku menandatangani Korte Verklaring.

Usul itu telah disetujui oleh Resident Manado dalam surat keputusannya pada tanggal 1 April 1914, yaitu mengenai surat yang berlaku sejak mulai dari tanggal 1

(9)

Januari 1913, isi surat keputusan tersebut telah merubah system pemerintahan menurut adat istiadat Buol yaitu :

a. Badan musyawarah Bokidu sebagai lembaga legislatif dihapuskan

b. Jabatan-jabatan Presiden/ Madika (Raja), Jogugu (wakil raja), Wukum (bidang hukum), Kapitalyau (kapten laut), dan lain-lain jabatan di bawahnya dihapuskan

c. Distrik-distrik disederhanakan, dari lima distrik menjadi tiga distrik, yaitu distrik Momunu masuk wilayah distrik Biau dan distrik Paleleh masuk wilayah distrik Bunobogu.

Maka dengan adanya perubahan tersebut, di pusat pemerintahan hanya ada Madika (Raja), dan di tingkat distrik hanya ada Marsaoleh yang masing-masing dibantu oleh Jurutulri (sekertaris).

Namun di tingkat kampung tetap, yaitu Kepala Kampung, Jurutulri (sekertaris) dan Mayor. Setelah status Afdeling Buol yang sudah berlaku dari tahun 1858 berubah menjadi Onder Afdeling dalam lingkungan Afdeling Gorontalo yaitu dari tahun 1919 sampai dengan tahun 1926, kemudian pada tahun 1926 sampai dengan tahun 1933 wilayah Buol masuk dalam Afdeling Donggala.

Melihat jarak antara wilayah Buol dengan Donggala sangat jauh dan susah transportasi untuk pelayanan masyarakat, mulai dari tahun 1933 wilayah Buol masuk kembali dalam Afdeling Gorontalo sampai pada masa pendudukan Jepang, karena

(10)

dengan alasan jarak antara wilayah Buol dengan Gorontalo sangat dekat dibandingkan dengan Donggala.

Mengetahui Raja Datu Alam Turungku (Raja Buol) dalam keadaan tidak waras, maka Raja Bolang Itang yang bernama Ram Suit Pontoh (Keturunan Bangsawan Buol), memajukan keras/permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi Raja Buol dan permohonannya diterima. Raja Bolaang Itang berencana setelah menjadi Raja, Beliau akan membangun Ibu Kota kerajaan yang berlokasi diantara Desa Lokodidi dan Desa Lokodoka yaitu di Tabamuang/Desa Matinan. Usaha Ram Suit Pontoh tersebut ditantang keras oleh H. Ahmad Turungku yang waktu itu sebagai Marsaoleh Biau.

H. Ahmad Turungku berpendirian bahwa sebagai Putra dari Datu Alam Turungku (Raja Buol), Beliau berhak menjadi Raja Buol. Mendapat reaksi tersebut Belanda membatalkan persetuannya dengan Ram Suit Pontoh, dan mengembalikannya ke Bolaang Itang. Pada tahun 1914, H. Ahmad Turungku menggantikan Datu Alam Turungku sebagai Raja Buol.

5. H. Ahmad Turungku (Raja ke-30), memerintah (1914 – 1947 M) berkedudukan di Roji atau Bendar kemudian di Leok.

Raja H. Ahmad Turungku diangkat pada tahun 1914, dan dinobatkan secara adat yang dalam bahasa Buol “Ni Tongouk” yaitu pada tahun 1916. Beliau adalah seorang Raja yang keras kemauan, disiplin dan menjamin keamanan rakyar serta kerajaan dari semua gangguan.

(11)

Beliau menandatangani Korte Verkling pada tanggal 20 November 1915, pemerintahannya mendapat penilaian yang baik dari Belanda dan mendapat penghargaan yaitu :

a. Pada tahun 1929 mendapat hadiah “Kepala Tongkat Emas”

b. Pada tanggal 17 Februari diberikan penghargaan “Bintang Emas Besar” c. Pada tanggal 10 Agustus 1941 diberikan penghargaan “Bintang Emas Kecil”

Beliau diberikan penghargaan tersebut oleh Belanda setelah menjalani dinas Raja selama 25 tahun. Raja H. Ahmad Turungku membangun Istana yang cukup megah di Roji yang disebut “Kumalrigu Sirap” atau Istana Atap Sirap.

Nama Roji mulai berlaku tahun 1830 yang diberi nama oleh Pertugis, kemudian direbut oleh Belanda, dan masih tetap digunakan sebagai nama Ibu Kota Kerajaan Buol sampai tahun 1930. Setelah itu, Roji berubah menjadi nama “Bendar” yang berarti Kota.

Pada masa pemerintahan H. Ahmad Turungku, Kota Leok dibangun dan dijadikan pusat pemerintahan atas usul Controleur Rookmake dan Waiswisz yaitu pada tahun 1930.

Sekitar tahun 1940 nama Bendar sudah jarang dipakai, masyarakat sudah menyebutnya Buol, karena nama Buol adalah meliputi seluruh wilayah Kerajaan Buol. Dengan demikian, Istana Raja Kumalrigu Sirap (Istanah atap sirap) yang baru dibangun tahun 1924 dipindahkan ke Leok.

(12)

Beberapa Istana yang cukup megah yang dibangun oleh Raja-raja dari Dynasti Mokoapat adalah :

a. Kumalrigu Kasanangano “Istana Kesenangan” dibangun di atas bukit antara Desa Kali dan Desa Kulango sekarang.

b. Kumalrigu Mopanggato “Istana Tinggi” terletak di Roji yang kemudian berubah menjadi nama Bendar

c. Kumalrigu Seng “Istana Atap Seng” terletak di Bendar d. Kumalrigu Sirap “ Istana Atap Sirap” terletak di Leok e. Kumalrigu Palreleh “Istana Paleleh” terletak di Paleleh.

Istana-istana yang sebelumnya telah dibangun oleh Raja-raja tersebut sebagai salah satu bukti peninggalan sejarah telah rusak dan pada akhirnya ambruk/hancur dan menyatu dengan tanah, yang tersisa sekarang tinggal puing-puing dari bangunan Istana tersebut. Bangunan Istanah tersebut telah hancur karena lapuk dan kurangnya perhatian dari masyarakat untuk merawat Istana tersebut. Namun, masih ada tersisah satu bangunan Istana yaitu berada di Leok.

Raja H. Ahmad Turungku memerintah sampai zaman Jepang dengan jabatan sebagai Suco, dan zaman NICA dengan jabatan sebagai HPB (Hoofd Van Plastsckijke Bestuvr) dan mengakhiri tugasnya/pensiun pada bulan Mei tahun 1947.

H. Ahmad Turungku kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Muhammad Aminullah Turungku, Beliau adalah salah seorang Raja Buol yang lama memerintah yaitu ± 33 tahun. (dalam A. Rahim Samad, 2000 : 1- 4)

(13)

4.2 Kedaan Sosial Kultur Buol sebelum ada Hubungan dengan Gorontalo

Sosial adalah upaya ditengah kehidupan masyarakat sebagian kelompok masyarakat (siciety) ataupun komunikasi (comunity). Sedangkan kultur diartikan dari kata budaya.

Ilmu sosial dasar adalah pengetahuan yang mempelajari tentang masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat Indonesia, dengan menggunakan Teori-teori ( fakta, konsep, teori ) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-lapangan sosial, seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah.

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu sosial dasar adalah pengetahuan yang mempelajari tentang cara manusia berkomunikasi/berhubungan dengan satu sama lain. Sebagai mahkluk sosial, berkomunikasi/berhubungan antar sesama haruslah terjalin dengan harmonis agar tercipta manusia yang peduli

Kebudayaan adalah suatu fenomena universal. Setiap masyarakat-bangsa didunia memiliki kebudayaan, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda dari masyarakat-bangsa yang satu ke masyarakat-bangsa yang lainnya. Kebudayaan secara jelas menampakan kesamaan kodrat manusia dari pelbagai suku, bangsa, dan ras.

Orang bisa mendefinisikan manusia dengan cara masing- masing, namun manusia sebagai cultural being, mahluk budaya merupakan suatu fakta historis yang tak terbantakan oleh siapanpun juga. Sebagai cultural being, manusia adalah pencipta

(14)

kebudayaan. Dan sebagai ciptaan manusia, kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia. Pada kebudayaan, manusia menampakkan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah.

Pengertian kebudayaan secara luas yakni apa saja yang dipikirkan dan dilakukan oleh manusia termasuk segala peralatan yang digunakannya, maka teknologi adalah anak kandung kebudayaan, disamping perangkat budaya yang lain, seperti ilmu, seperti ilmu, seni, filsafat, sistem nilai, nilai keterampilan, pertukaran, perdagangan. Kebudayaan sifatnya abstrak , tak dapat di raba atau di foto. Lokasinya ada di kepala-kepala masayarakat, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiraan dari warga masayarakat dimana kebudayaan bersangkutan itu hidup.

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatau masyarakat. Di samping itu kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi masyarakat tersebut. (Paul B. Horton dkk, 1999 : 58).

Kehidupan Sosial kultur/ Budaya masyarakat Buol sangat premitif, sederhana, dan sangat bersifat kekeluargaan. Budaya-budaya dalam masyarakat sangat di jaga dan dijunjung tinggi oleh masyarakat. Adat istiadat yang ada pada masyarakat selalu dipertahankan dan dilaksanankan oleh masyarakat. Karena belum ada sentuhan dan pengaruh dari budaya-budaya asing/barat. Belanda melalui aparat pemerintahannya di daerah memerintahkan kepada raja-rajanya supaya mengarahkan rakyatnya memenuhi perintah dalam pemungutan pajak, kerja rodi dan sebagainya. Dari segi

(15)

kewajban rakyat dituntut untuk memenuhinya, tapi pada segi hak, rakyat dibatasi karena Belanda takut kalau rakyat berpendidikan kelak nanti akan membahayakan kedudukannya.

Karena itu rakyat harus tetap bodoh dan ketaatan kepada Raja harus tetap dipupuk dan ditanamkan baik-baik agar bisa mencapai tujuannya untuk mengeksploitasi rakyat bagi kepentingan penjajah melalui Rajanya masing-masing.

Dengan datangnya pengaruh partai potik dan organisasi pergerakan lainnya, maka tokoh-tokoh pergerakan mulai menyadari rakyat akan harga dirinya dan ditimbulkan kesadarannya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan tanah air. Kebencian pada penjajah menjadi salah satu penyebab banyak rakyat Buol meninggalkan daerahnya pergi merantau. Terbukanya jaringan jalan raya antara satu kota dengan kota lainnya, menyebabkan mobilitas dalam bidang ekonomi menjadi lebih mudah, pergaulan antara orang dari kampung yang satu dengan kampung lainnya menjadi baik. Seiring dengan adanya jalan tersebut dan suatu perkawinan menimbulkan rasa persaudaraan yang erat dan sering mengadakan suatu perjanjian kerja sama dalam hal-hal tertentu, yang sebelumnya orang pergi dari satu tempat ke tempat yang lain berjalan kaki dengan memilkul barang-barang, maka seiring berjalannya waktu mereka sudah menggunakan kuda sebagai alat pengangkut dan kemudian berganti dengan gerobak yang ditarik oleh kerbau atau sapi.

Perdagangan yang tadinya tukar menukar barang, berubah menggunakan mata uang sebagai alat tukar/mengukur nilai suatu benda. Mata uang yang digunakan

(16)

sebelumnya adalah mata uang yang dibuat dari logam dengan berbagai macam tinggi nilai tukarnya. Kemudian berganti uang logam yang di dalamnya tergambar ayam, dalam baha Buol doi manuk, lalu berganti dengan uang logam baru yang dicetak oleh pemerintah Hindia Belanda di awal abad XIX.

Persekutuan hukum yang mengatur hidup bermsayarakat selama berabad-abad yang dikenal sebagai Kerajaan Buol, mempunyai corak budaya dan adat istiadat sendiri sebagai ciri khas dari suatu suku bangsa dan bagian dari budaya Indonesia.

Beberapa diantaranya masih nampak dalam kehidupan dan pergaulan masyarakat di Daerah Buol, atau masyarakat Buol yang berada di daerah lain dan merasa masih terikat dengan budaya sebagai peninggalan leluhurnya. Berikut ini salah satu Adat Buol adalah :

1. Adat Perkawinan.

Salah satu Adat yang dimiliki oleh masyarakat Buol adalah Adat Perkawinan yang terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Mongoyokap (mencari kepastian apakah ada respon yang baik dari keluarga, dan gadis tersebut belum mempunyai seorang calon atau tunangan).

2. Modolyo Sunangano (membawa gadis dan kedua keluarga mereka untuk berjalan-jalan atau pergi makan, kemudian keluarga mereka melihat serta

(17)

memastikan apakan kedua remaja tersebut saling jatuh cinta satu sama lain).

3. Molyako Nikah (pelamaran yang dilakukan oleh pihak atau keluarga laki-laki/pria kepada keluarga wanita/perempuan).

4. Mongundudo Undudo (mengantar harta perkawinan yang sudah disepakati

terlebih dahulu, seperti kue, beras, buah-buahan, seperangkat pakaian wanita, tempat sirih pinang dan lain-lain sebagainya)

5. Mongundudo Totombu (mengantar harta seperti totombu atau mohar, yang

berupa emas atau surat-suratan, pohon kelapa maupun uang).

6. Mongolyondigi atau mapaci (memberikan semacam ramuan obat

tradisional yang ditaruh di tangan atau kuku kepada kedua calon pengantin, dengan harapan semogah keduanya sehat dan rukun dalam memasuki gerbang perkawinan

7. Nikah Batin (pembacaan khotbah nikah oleh penghulu dan ijab Kabul sebagi serah terima dari wali kepada pengantin pria atau akad nikah. Kemudian dilanjutkan dengan batal wudhu, yaitu pengantin pria menyentuh bagian wajah/muka pengantin wanita yang dalam bahasa Buol monowbu unggago).

8. Nikah Hadat (selesai akad nika dan batal wudhu, kedua pengantin dibimbing keluar dari kamar adat menuju pelaminan dan duduk bersanding yang dalam bahasa Buol di sebut poyagano atau ditonton dan disaksikan oleh masyarakat/hadirin para undangan. Kemudian kedua

(18)

pengantin tersebut sungkem/memohon doa restu kepada keempat orang tua mereka serta kakek dan nenek. Pada kesempatan itu diberikan hidangkan makanan atau kue kepada tamu dan hadirin).

9. Mopoalyumo (Kedua mempelai diarahkan ke rumah orang tua mempelai pria sebagain tanda bahwa pengantin wanita sudah menjadi anggota keluarga/menantu dari orang tua pengantin pria. Kemudian rombongan tersebut kembali lagi ke rumah pengantin wanita).

1. Biatono (dihadapan kedua keluarga mempelai dan mengiringi doa

keselamatan, kedua mempelai diberikan nasihat pernikahan oleh pejabat agama atau orang tua terkemuka tentang bagaimana seharusnya berumah tangga menurut tuntunan agama isalam).

2. Mogolya Mongaano (keluarga pengantin pria mengundang keluarga

pengantin wanita untuk makan bersama sebagai tanda makin eratnya hubungan kekeluargaan mereka. Kemudian kedua mempelai kembali lagi ke rumah mempelai wanita).

3. Mogolya Mopolyongo (kedua mempelai dijemput untuk bermalam di

rumah pengantin pria selama sehari atau dua hari. Pada kesempatan itu mereka merundingan dimana mereka akan tinggal menetap, apakah di rumah orang tua wanita atau di rumah orang tua pria ataukah sudah akan hidup berdiri sendiri). (dalam A. Rahim Samad, 2000 : 18-23).

(19)

Adat ini disebut MONUNI. Seorang bayi sebelum naik buian untuk pertama kali , sebelumnya dibuatkan dulu acara adat. Mula-mula disiapkan dulu Donden yaitu semacam sajian dilengkapi dengan tunas kelapa, dua jenis bambu kuning (Bulyatu Bwulyaan dan Tomulyang Bwulyaan) dan sejenis kayu disebut Bindonu.

Ketiga tumbuhan tersebut musti ada bersama Bindonu, konon adalah tumbuhan pertama digunung pogogul waktu kejadian manusia pertama diBuol. Dari bambu kuning itudibuat satu ruas untuk tempat air sebanyak tujuh buah, dan gayung dari daun Nibong yang disebut Tetembu, juga banyaknya tujuh buah. Kegiatan selanjutnya adalah menggambil air dengan alat tersebut pada tujuh buah rumah dari orang terkemuka dikampung tersebut sebagai air mandi sibayi , yang maksudnya bahwa mulai sat itu sibayi dsuadah menjadi warga dari pada masyarakata dan menghadap doa restu untuk keshatan dan kesejatraan. Yang melaksanakan adalah bayi , nenek, mama dan keluarga dekat.

Adapun Buian khas Buol terbuat dari kayu yang halus buatnya dengan perlengkapan yang khas pula. Bayi dibaringkan dalam buian pada dada dan tangannya ditaruh semacam bantal penahan dan diikat seperlunya, yang dimaksud agar sibayi tetap tenang dan tidak mudah kaget. Pada dahi sibayi diletakkan semacam alat untuk membuat dahinya rata dan bagus yang disebut : Totadilo . dalam buian itu sibayi dapat buang air dengan bebas dengan karena sudah ada lubang dan dibawahnya sudah disiapkan alat penampungnya dari daun Nibong yang disebut Tumoyiko . untuk dapatnya diayun , dibuatlah alatnya yang disebut Gugondango .

(20)

Buian Khas Buol ini yang namanya Tuni, oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu disuruh buatkan dupliknya ukuran dalam Museum “Gedung Gaja” dijakarta.

3. Adat Dalam Pertanian

Ada beberapa tradisi adat dalam pertanian yang dikenal dalam masyrakat Buol. Tiap kelompok petani mempunyai seorang dukun yang disebut Panggoba . tugas panggoba adalah menentukan hari dan bulan yang baik untuk bertanam. Dia mendasarkan perhitunganya pada jalanya bintang yang disebut Yakuan . diamaping itu juga berkewajiban menolak bahaya berupa hama atau gangguan hewan-hewan . tiapa memulai setiap pekerjaan harus didahului oleh pangoba, seperti mulai membuka hutan, menanam dan menuai padi dan menghitung hasil panen atau Moraga.

Dalam pengelolaan pertanian ini dikenal cara bergotong-royong yang diBuol disebut Notaalyo. Mereka yang datang bekerja membantu dandijamin makan-minum dan rokok. Selain dari pada itu ada pula kebiasaan yang disebut Mopodobwu, yang artinya menumpang tanam. Bila kebun sudah siap panen , biasanya ada orang tertentu diberikan atau dipinjamkan sedikit tanah untuk ditanaminya sendiri.

Yang diberikan itu adalah dari keluarga yang tidak mampu tenaganya (seperti seorang sudah tua, atau ibu yang tidak ada suaminya lagi).

Ini sifatnya sosial apabila ada yang Mopodobwu itu seorang pejabat atau pemuka agama , maka bagi petani dianggap sebagai suatu kehormatan dan mengharapkan

(21)

berkah dari padanya . tetapi dari segi ekonomi jelas merugikan karena berkurang hasil panennya.

4. Adat Kematian

Untuk penghormatan terakhir pada orang orang yang meninggal maka diadakanlah acra adat pemakamanya. Dalam acara berlangsung ini semua pejabat dan petugas adat serta orang tua yang hadir diberi sepotong kain putih untuk ikat kepala. Semua perlengkapan adat juga dibungkus dengan kain putuh termasuk tiang-tiang dan tangga rumah.

Tidak ketinggalan tangga adat Tukadu Diapalya. Bendera adat Embero dikibarkan terus siang malam. Kulintang dibunyikan dengan irama khusus yang disebut Ndeng-ndeng. Setiap melakukan kegiatan mengurus mayat oleh pejabat hukum syar’i dibunyikan kulintang dengan irama Ndeng-ndeng beralun lemah , sayub-sayub menyediakan yaitu pada waktu jenaza dibawah ketempat permandian , pada waktu mulai dimandikan, pada waktu selesai dimandikan , pada waktu kembali kedalam rumah, pada waktu mulai dikapankan , pada waktu selesai dikapankan , pada waktu mulai disembayangkan , pada waktu selesai disembayangka , dan pada waktu mulai diangkat untuk dibawah kepemakaman.

Bila raja yang mengankat, maka diabuatkan kereta jenaza yang disebut Talyanggkeda.ada kebiasaan pula para pengantar kerata jenazah itu saling tarik menarik atau tolak menolak kereta itu yang disebut Mobwutukano.

(22)

Pada hari yang ditetapkan (biasa hari ke-40 atau ke-100) diadakan acara Kenduri Adat yang disebut Mengupas. Dalam upacara adat Buol selain upacara penobatan raja (Monongouko) , ada dua upacara adat yang besar , yaitu waktu perkawinan dan waktu kematian

Pada waktu acara adat besar seperti itu yang dihadiri raja dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya serta para pejabat tinggi hukum Syar’i , maka ruangan dan tempat duduk diatur dan dihiasi sedemikian rupa beralaskan permandi dan lain-lain.

Adapun urutan tempat duduk adalah sebagai berikut :

- Raja berhadapan dengan : Mofuti (Mufti) - Jogugu berhadapn dengan : Kaalri (kadri ) - Kapitalau berhadap dengan : Hakimo - Ukumo berhadapan dengan : Naabi - Ulreano Lripu berhadapan dengan : Imam - Anakopunu berhadapan dengan : Atibi - Maiyordoka berhadap dengan : Seehe - Pahalyaano berhadapan dengan : Sara’a

Baru sesudah itu duduk para kepala kampung dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya . dalam kenduri besar ini dihadangkan untuk raja dan beberapa pembesar lainnya diletakkan diatas dulang tinggi dari tembaga. Selesai Tahilan simati, biasanya kesempatan itu dipakai untuk tugas-tugas pemerintahan.

Pada zamn dahulu dimana perangkat adat masih lengkap dan lembaga bokidu belum dibubarkan oleh belanda, maka pada kesempatan seperti itu biasanya diadakan musyawara (Mobokidu), mengenai pengangkatan dan pemberhentian pejabat-pejabat kerajaan.

(23)

Setelesai semua acara , sebagai penutup acara Mengupas , ditutup dengan mandi berkabung, yaitu semua yang turun dari rumah dari rumah dan saling siram menyiram dengan air tidak ada terkecuali , disebut Monimukalyo

5. Penobatan Raja (Monongouko)

Bilamana raja mengankat (segeralah diadak adat kematian seperti diuraika diatas), maka jabatan raja lowong . pemerintahan untuk sementara dijalankan oleh jogugu. Jogugu yang memimpin upacara pemakaman raja dan minta supaya Bokidu bersidang, untuk memilih pengganti raja.

Bila sudah mufakat, maka sang calon raja diharuskan memasuki Masa Semedi yang bahasa Buol disebut Kuutono. Ini berlangsung selama empat puluh hari empat puluh mala, dan tidak boleh berhubungan dengan dunia luar , dalam sebuah kamar tersendiri.

Dia memusatkan perhatiannya pada tugas yang bakal dipikulnya dan senantiasa memohon kehadirat Tuhan Yang Maha Esa agar supaya diberikan kekuatan lahir maupun batin dan selalu diberinya petunjuk bimbinganya.

Selesai Melakukan semedi , lalu dimandikan secara adat (dengan ramuan-ramuan dan perlengkapan adat), dengan air yang diambil dari tujuh tempat yang berarti agar sang raja tetap dapat memperrsatukan seluruh wilayahnya dan dapat berbuat adil kepada semua orang yang berada dalam kekuasaanya.

(24)

Pada peresmiannya sebagai raja dihadapan majelis besar yang dihadiri para pejabat-pejabat tinggi sampai yang rendah, tokoh-tokoh agama dan pemuka masyarakat serta wakil-wakil daerah , maka dipakaikan kepada Samada sebagai topi kebesaran raja, kemudian diserahkan keris sebagai lambang kekuasaan., dan dilanjutkan dengan penyerahan Botangoraja (Tongkat Raja) sebagai lambang kepemimpinan.

Pada saat itu lah raja disumpah dengan unggkapan kata-kata: - Nai Ko Poyi-Poyili

- Nai Ko Tigo-Tigogo

- Nai Monambango Ato Dolyano

Selesai upacar tersebut maka raja itu diarak keliling (ibu kota) tuju kali , untuk disaksikan oleh rakyatnya , lalu mereka mengadakan sembah sujud dengan menyusun sepuluh jari diantara keningnya , (Monubu) sambil membisikan kata-kata’’ Tubo Kalyangan’’.

Budaya-budaya dalam masyarakat sangat di jaga dan dijunjung tinggi, serta dipertahankan oleh seluruh masyarakat. Adat istiadat yang ada pada masyarakat selalu di taati dan dilaksanankan.

Kehidupan sosial masyarakat lebih bersifat gotong royong, mapalus (kerja sama) dan kekeluargaan. Masyarakat melakukan aktifitasnya sehari-hari selalu

(25)

berjalan kaki karena pada saat itu alat transportasi masih sangat terbatas seperti motor dan mobil.

Salah satu budaya atau tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Buol adalah “paki” (gasing) dan “marah” (layang-layang). Paki (gasing) dan marah ((layang-layang) adalah merupakan sebuah permainan masyarakat Buol yang menandakan musim panen padi.

Apabila masyarakat sudah mulai bermain gasing, berarti menandakan waktunya untuk menanam padi, dan apabila masyarakat sudah mulai bermain layang-layang berarti menandakan sebuah musim panen padi. Masyarakat yang sudah selesai memanen padi harus menumbuk padi agar terpisah dari kulitnya dan bisa dikonsumsi, karena belum ada mesin penggiling padi. Kendaraan yang digunakan masyarakat sebagai alat transportasi adalah perahu dan gerobak yang ditarik oleh sapi.

Selain itu, salah satu tradisi atau budaya yang dimiliki masyarakat dan selalu dilakukan adalah Tog ndeng-ndeng (alat musik yang mirip dengan kulintang), apabila sudah berbunyi Tog ndeng-ndeng tersebut berarti menandakan sebuah duka, hingga semua keluarga meneteskan air mata namun tidak di izinkan untuk menangis keras.

Tog ndeng-ndeng adalah sebuah alat musik tradisional masyarakat Buol yang mirip dengan kulintang, namun cara dan tekhnik memukul atau memainkannya sangat berbeda dengan cara bermain Kulintang dan biasanya di mainkan disaat terjadi sebuah duka pada masyarakat Buol.

(26)

Masyarakat Buol mempunyai alat musik tradisional Kurindang (Kulintang), rabana, gambos (gambus), palumba, mogunugon, gugobiyan (teka-teki), alat musik tradisional tersebut digunakan untuk mengisi acara hiburan pada sebuah lembaga adat.

Semangat gotong royong masyarakat masih sangat kental dan masyarakat menyebutnya mapalus (gotong royong/kerja sama). Salah satu contoh adalah apa bila ada seorang masyarakat yang sedang Mopayat Gua (memaras kebun), masyarakat yang melihatnya akan ikut membantu untuk memaras kebun tersebut.

Hubungan kekerabatan dalam keluarga masih sangat terjalin erat, saling menghargai, hormat menghormati, dan tidak boleh memanggil nama kepada orang yang lebih tua. Seluruh masyarakat melakukan Silaturahmi dengan pejabat di saat hari lebaran, yaitu diadakan kunjungan dari masing-masing distrik dengan menggunakan alat musik tradisional seperti rebana, menuju rumah kediaman Madika (Raja).

Masyarakat Buol mempunyai satu organisasi sosial yaitu organisasi arisan membangun rumah.. Pada kegiatan arisan membangun rumah tersebut yang dilakukan setiap bulan, masyarakat terlebih dahulu melakukan Bokidu (musyawarah) untuk memutuskan siapa yang menjadi Itoy Kalreja (orang yang dituakan) dalam pekerjaan untuk membangun rumah tersebut. Itoy Kalreja (orang yang dituakan) kemuudian akan memilih satu orang dari anggota-anggotanya kepada siapa yang

(27)

pertama dan berhak untuk dibangunkan rumah, dengan melihat kondisi dan kehidupannya sehari-hari.

Menurut Samsudin Lasau, kehidupan sosial budaya masyarakat Buol masih sangat sederhana. Masyarakat yang ingin pergi belanja di pasar Buol harus berjalan kaki karena pada saat itu masih sngat terbatas alat transportasi seperti motor atau mobil. Budaya-budaya yang ada pada masyarakata sangat di jaga dan selalu dipertahankan. Salah satu budaya masyarakat Buol adalah dengan bermain “paki” (gasing) dan “marah” (layang-layang), apabila masyarakat sudah mulai bermain gasing, berarti menandakan waktunya untuk menanam padi, dan apabila masyarakat sudah mulai bermain layang-layang berarti menandakan sebuah musim panen padi. Masyarakat yang sudah selesai memanen padi harus menumbuk padi agar terpisah dari kulitnya dan bisa dimakan, karena belum ada mesin penggiling padi. Kendaraan yang digunakan masyarakat sebagai alat transportasi adalah gerobak yang ditarik oleh sapi. (wawancara, tanggal 26 Maret 2013).

Menurut Maryam G. Mailili, Lembaga adat mempunyai anggota yang terdiri dari beberapa orang kepala kampung, salah satu anggota adat adalah Permaisyuri Raja. Di samping itu, Masyarakat Buol mempunyai alat musik tradisional Kurindang (Kulintang), rebana, gambus, palumba, mogunugon, gugobiyan (teka-teki), alat musik tradisional tersebut digunakan untuk mengisi acara hiburan pada sebuah lembaga adat. Salah satu budaya yang

(28)

dimiliki oleh masyarakat Buol yaitu Tog ndeng-ndeng (alat musik yang mirip dengan kulintang), apabila sudah berbunyi Tog deng-deng tersebut berarti menandakan sebuah duka, dan semua keluarga meneteskan air mata namun tidak di izinkan untuk menangis keras. Tog ndeng-ndeng adalah sebuah alat musik yang mirip dengan kulintang, namun cara dan tekhnik memukul atau memainkannya sangat berbeda dengan cara bermain Kulintang dan biasanya di mainkan disaat terjadi sebuah duka pada masyarakat Buol. Semangat gotong royong masyarakat Buol masih sangat kental dan masyarakat menyebutnya mapalus (gotong royong/kerja sama). Apa bila ada seorang masyarakat yang sedang Mopayat Gua (memaras kebun) masyarakat yang melihatnya akan ikut membantu untuk memaras kebun tersebut. Hubungan kekerabatan dalam keluarga masih sangat terjalin erat, saling menghargai, hormat menghormati, dan tidak boleh memanggil nama kepada orang yang lebih tua. Masyarakat melakukan Silaturahmi dengan pejabat di saat hari lebaran, yaitu diadakan kunjungan dari masing-masing distrik (kecamatan) dengan menggunakan rebana, kemudian diterima oleh Madika (Raja). (wawancara, tanggal 28 Maret 2013).

Menurut Nasarudin Mangge, kehidupan sosial masyarakat Buol sangat bersifat kekeluargaan dan selalu menghormati orang yang lebih tua. Masyarakat selalu mengutamakan sikap gotong royong, dan selalu sopan santun kepada orang lain. Dalam membangun sebuah rumah seperti rumah

(29)

patok (Rumah yang terbuat dari patok ) mereka selalu bersama-sama dan saling membantu, bahkan ada salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yaitu arisan membangung rumah yang dilakukan setiap bulan. Pada kegiatan arisan membangun rumah tersebut yang dilakukan setiap bulan, masyarakat terlebih dahulu melakukan Bokidu (musyawarah) untuk memutuskan siapa yang menjadi Itoy Kalreja (orang yang dituakan) dalam pekerjaan untuk membangun rumah tersebut. Itoy Kalreja (orang yang dituakan) akan memilih satu orang dari anggota-anggotanya kepada siapa yang pertama dibangun rumah, dengan melihat kondisi dan kehidupannya. (wawancara, tanggal 27 Maret 2013).

Menurut Aisyah Entu, “kehidupan sosial masyarakat pada saat itu sangat sederhana sekali, hubungan-hubungan dalam masyarakat terlajin dengan baik dan sifat motalyo (kerja sama) selalu dilakukan dalam kehidupan masyarakat, budaya-budaya sangat di pertahankan dan dijunjung tinggi oleh masyarakat”. (wawancara, tanggal 05 April 2013).

Menurut Ibrahim Turungku, “hubungan dalam masyarakat sangat tejalin dengan baik dan bersifat kekeluargaan, budaya-budaya yang ada pada masyarakat dijunjung tinggi, selalu di jaga dan tetap dilaksanakan”. (wawancara, tanggal 07 April 2013).

(30)

Istilah sosialisasi sudah familiar juga. Banyak orang menggunakannya untuk berbagai keperluan. Sampai saat ini masih saja banyak orang yang latah menggunakan kata yang satu ini, karena tidak pas penggunaannya. Sama saja halnya dengan orang memakai cincin Memang cincin di pasangkan pada jari tanggan. Akan tetapi ada saja orang memasangnya pada jari telunjuk atau ibu jari. Pada hal sebaiknya, agar indah dipandang tentunya dipasang pada jari manis.

pengertian dasar dari kata sosialisasi. Kata sosialisasi berasal dari kata sosial. Kata “sosial” digunakan untuk menunjukan sifat dari makhluq yang bernama manusia. Sehinga munculah ungkapan “manusia adalah makhluq sosial”.

Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain yang paling penting proses terjadi adalah suatu reaksi yang menyebabkan munculnya berbagai tindakan. Reaksi itu disebut dengan proses sosial. Proses sosial itu terjadi disebabkan karena dalam tiap-tiap diri mausia Allah telah menanamkan mawaddah dan rahmah.

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara orang perorangan, antara orang dengan kelompok dan juga antara kelompok dengan kelompok manusia lainnya. Di dalam interaksi itu salah satu faktor yang sangat penting dalam kelancaran dan kesuksesannya adalah komunikasi. Dengan menggunakan bahasa yang sama maka proses komunikasi dalam berinteraksi akan terlaksana dengan mudah.

(31)

Interaksi sosial yang kedua ini yang mengantarkan seseorang kepada saling pengertian dan persaudaraan disebut sebagai sosialisasi. Proses sosialisasi adalah proses penyesuaian diri. Dengan kemampuan penyesuaian diri itulah orang dapat hidup dengan baik.

4.3.1 Budaya

Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya kebudayaan berasal dari kata Latin colera. Artinya mengelolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colera kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia mengolah dan mengubah alam.

Budaya buol dan gorontalo saling pengaruh mempengaruhi. Karena perbauran budaya-budaya tersebut. maka banyak kemiripan-kemiripan antara adat istiadat atau pun tradisi antara suku Buol dan Gorontalo.

Menurut Maryam G. Mailili dari hubungan kekerabatan ini ada perbauran sosial kultur dari kerajaan ini terutama dari seni budaya di Buol memiliki rebana kecil- Gorontalo memiliki rebana besar disebut buruda banyak yang menggunakannya. (wawancara, tanggal 28 Maret 2013).

Nasrudin Mangga bahwa kebudayaan Buol dengan Gorontalo banyak memiliki kemiripan seperti dalam adat kematian, perinkahan.

(32)

4.3.2 Bahasa

Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk menyatukan berbagai macam suku-suku bangsa di Indonesia. Tanpa bahasa manusia tidak akan bisa mengenal satu sama lain dan tidak bisa hidup dalam masyarakat.

Buol adalah salah satu daerah yang mempunyai adat istiadat dan bahasa sendiri sebagai salah satu alat untuk menyatukan masyarakat Buol dan sebagai sebuah ciri khas daerah tersebut.

Pungganaan bahasa buol di gunakan dalam kehidupan sehari- hari dan Bahasa juga adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain.

Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Sedangkan Gorontalo merupakan salah satu suku di Indonesia memang sejak dahulu telah memiliki satu bangsa bahasa pengantar dalam masyarakat dan kebudayaan yang disebut bahasa daerah Gorontalo. Dalam klasifikasi bahasa daearah Gorontalo termaksud bahasa daerah yang perlu dilestarikan oleh pemerintaha dan masyarakat agar bahasa ini senantiasa hidup dan dapat digunakan secara terus menerus.

(33)

Begitu juga Pungganaan dalam bahasa Gorontalo adalah sebagai alat komunikasi antar sesama, berlangsung dalam kehidupan sehari dan dalam upacara adat. Disamping itu bahasa Gorontalo juga menjadi alat penyampaian sastra, baik secara lisan maupun tulisan.

Menurut Maryam G. Mailili dari segi Bahasa buol dengan bahasa gorontalo memiliki kemiripan bahasa. Kadang-kadang, orang-orang Buol dianggap sebagai sub kelompok dari suku Gorontalo karena memiliki kemiripan-kemiripan budaya dan bahasa.(wawancara 28 – maret 2013).

Lebih lanjut menurut Samsudin Lasau dalam Bahsa buol dan gorontalo banyak memiliki kemeripan-kemiripan atau kesamaan karena buol dan gorontalo memiliki hubungan yang erat. (26 – maret 2013).

4.3.Latar Belakang keluarnya Buol dari federasi daerah sulawesi utara (DSU) Gagasan Buol keluar dari Federasi sulawesi utara berasal dari partai politik islam masyumi yang tertuang dalam Program perjuangan tertanggal 13 maret 1954 yang ditanda tangani oleh T. Kawandaud , J.A Lamaka dan B. Hi. Rauf :

a. Alasan untuk keluar dari sulawesi utara

1. Undang- undang yang dipakai sulawesi utara tidak sama , sebab gorontalo memakai peraturan secara langsung dari pemerintahan belanda dahulu (aturan tanah Gubernem dahulu), sedang Buol (swapraja Buol) memakai peraturan tanah-tanah Landschap (ZBR) tahun 1938.

(34)

2. Gorontalo sudah lama dimodernisasikan, sedang wilayah Buol masih masih terikat dengan tradisi tanah Landschap (adat istiadat kerajaan) yang membawa peradaban secara moreel.

3. Mengenai kecerdasan masyarakat, Buol ditinggalkan beberap taraf kebawah oleh Gorontalo.

4. Buol (wilayah buol) terdapat disekitar laut sulawesi, Sedang Gorontalo terdapat teluk temini (teluk gorontalo) hal mana yang menyulitkankan perhubungan politik, ekonomi dan sosial.

Menurut Marya G. Mailili penyebab Buol dan Gorontalo berpisah karena ingin menghapuskan penjajahan dan ingin berdiri sendiri, berpemerintahan sendiri, berdasarkan UU Nor 44/1945 Dati II sulawesi utara ibu kota Gorontalo karena daerah swapraja Buol di hapuskan tinggal kenangan maka madika Aminullah Turungku sebagai panung praja, Buol memisahkan diri dari sulawesi utara (gorontalo) bergabung dengan toli-toli yang juga memisahkan diri daru Dunggala kemudian membentuk Kab. Dati II Buol toli-toli ibukotanya Toli-toli-toli. (wawancara, tanggal 28 Maret 2013).

Menurut Nasrudin Mangge Sebelum abad ke-19 dan masuk abad ke 20 buol dan gorontalo yang pertama masih dalam afdeling manado yaitu Bolmong, Gorontalo dan Buol masih kesatuan pemerintahan. Sekitar Pada tahun 1925 Buol bergabung kembali dengan gorontalo daerah swapraja buol karean

(35)

kedekatan emosional, kemudian menarik diri untuk begabung dengan Buol Toli-toli pada tahun 1945.(wawancara 27 – maret- 2013).

Lebih lanjut menurut Supu Tahura bahwa Buol berpisah dengan Gorontalo bukan unsur politik. Setelah kemerdakaan Buol sudah bergabung denga toli-toli (wawancara 06 – april -2013 ).

4.4 Faktor-faktor Hubungan Buol dengan Gorontalo Menjadi Renggang

Faktor lain lain yang membut hubungan Buol dengan Limboto/ Gorontalo menjadi renggang ialah pelarian orang-orang bualemo ke Buol. Masaalah pelarian orang-orang boalemo ini sudah berlarut-larut . ada beberapa sebab orang-orang Buolemo menyingkir keBuol. Sebelumnya mereka disebut orang tembelo.

Dijelaskan pada waktu kerajaan tompotikat dikalahkan oleh pasukan gabungan banggai dengan Limboto/ Gorontalo , maka rakyat tompotikat jadi kocar kacir . sebagain lari kepegunungan bercampur dengan suku asli , sebagian ditawan dengan pasukan limboto dan ditempatkan ditilamuta dan diberi nama orang bualemo . sebagain lagi lolos kebuol

Mengenai pelarian orang-orang buolemo ini , lebih lanjut J.G.F.ridel jelaskan : “ Raja limboto berulang kali memanggil mereka untuk kembali , tetapi raja buol tidak menghiraukan panggilan tersebut dan tetap menjadikan orang-orang bualemo menjadi warganya . maka terjadilah ketegangan bahwa perang antara Buol dengan Limboto

Referensi

Dokumen terkait

Namun begitu, secara fasilitas dan fungsi, Youth center Yogyakarta masih belum memenuhi kriteria standard sebuah Youth center, misalnya saja seperti yang

Pengertian judul secara keseIuruhan adaIah: Pada perusahaan benang "BINTANG APOLLO" perlu sekali diperhatikan kegiatan pengawasan persediaan bahan baku untuk

Survei ini adalah survei sewaktu (spot survei) yang mencoba menggambarkan variabel-variabel yang diamati tentang kepadatan larva Aedes sp dan karakteristik tempat

Oleh karena itu diperlukan desain ulang bagi meja di stasiun pengisian air minum dengan melakukan analisis terhadap nilai gaya, momen, posisi kerja dan energi yang ditimbulkan

KAJIAN TERHADAP U-Mo SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR BARU BERDENSITAS TINGGI. Pengembangan bahan bakar baru dikaji guna mencari bahan bakar yang memiliki densitas tinggi dan

Hubungan sekolah dan masyarakat di MTsN dilaksanakan oleh Kepala Madrasah, dengan dibantu oleh wakamad umum, dan dibantu oleh tata usaha madrasah. Hasil wawancara

Dengan demikian hasil belajar kognitif peserta didik pada siklus I belum memenuhi indikator yang telah ditetapkan dalam penelitian yaitu sekurang-kurangnya 85%

Universitas Bina Darma (UBD) untuk mengintegrasikan seluruh layanan. Batasan masalah dalam penelitian ini, adalah : 1) Sistem Operasi centOS sebagai server SAML (Shibboleth),