Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang
Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang
Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang
Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang
Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan
Berhubungan dengan
Berhubungan dengan
Berhubungan dengan
Berhubungan dengan Japanese Encephalitis
Japanese Encephalitis
Japanese Encephalitis
Japanese Encephalitis
Japanese Encephalitis
di RSUP Sanglah Denpasar
di RSUP Sanglah Denpasar
di RSUP Sanglah Denpasar
di RSUP Sanglah Denpasar
di RSUP Sanglah Denpasar
Putu Junara Putra, I Komang Kari
apanese encephalitis (JE) merupakan penyakit zoonosis yang terutama menginfeksi binatang
peliharaan dan binatang liar seperti babi, burung, bebek, kelelawar, kera, tikus, ular, sapi, kambing, kerbau, kucing dan kodok, hanya kadang-kadang secara kebetulan menyerang manusia. Penyakit ini disebabkan oleh Virus JE yang termasuk famili
Flaviviridae, genus Flavivirus yang ditularkan oleh
gigitan nyamuk tipe spesifik terutama Culex
tritaeniorhynchus yang hidup pada daerah persawahan Latar belakang.
Latar belakang. Latar belakang. Latar belakang.
Latar belakang. Japanese Encephalitis (JE) merupakan penyakit virus yang disebarkan oleh nyamuk yang dapat mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dan menyebabkan beberapa komplikasi dan kematian.
Tujuan. Tujuan. Tujuan. Tujuan.
Tujuan. Mengetahui manifestasi klinis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan JE pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Metoda. Metoda. Metoda. Metoda.
Metoda. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif potong lintang (cross sectional) analitik dengan mengambil data dari rekam medik anak berumur 0-12 tahun yang telah didiagnosis menderita ensefalitis dan dirawat di ruang Pudak dan Jempiring Bag/SMF IKA FK. UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, dari bulan Juli 2001 sampai dengan Juni 2005.
Hasil. Hasil. Hasil. Hasil.
Hasil. Selama periode penelitian didapatkan 155 pasien yang dirawat dengan diagnosis ensefalitis. Tujuh puluh tiga (47,1%) pasien disebabkan oleh virus JE (VJE); sebagian besar berumur < 6 tahun, dan laki-laki 45 (61,64%). Gejala demam dan penurunan kesadaran ditemukan pada semua (100%) pasien JE, sedangkan kejang ditemukan pada 56 (76,7%) kasus JE. Didapatkan 2 faktor yang berhubungan dengan JE yaitu tempat tinggal dekat sawah (OR = 5,618, p = 0,000, IK95% = 2,622-12,034) dan memelihara babi (OR = 5,010, p = 0,000, IK95% = 2,286-10,978).
Kesimpulan. Kesimpulan. Kesimpulan. Kesimpulan.
Kesimpulan. Manifestasi klinis demam dan penurunan kesadaran ditemukan pada semua kasus JE, Tempat tinggal dekat sawah dan memelihara babi mempunyai hubungan dengan kejadian JE.
Kata kunci: Japanese encephalitis, faktor risiko.
Alamat korespondensi:
Dr. Putu Junara Putra. PPDS IKA FK UNUD-RS Sanglah, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Denpasar;
Dr. I Komang Kari, Sp.A(K). Subbagian Neurologi IKA FK UNUD-RS Sanglah, Denpasar
Bagian IKA FK. UNUD/ RS Sanglah, Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jl. Pulau Nias, Denpasar. Telepon/Fax 0361-244038 atau 0361-257387
dan peternakan babi. Infeksi JE termasuk arbovirosis sehingga untuk terjadinya penyebaran penyakit diperlukan adanya reservoir (sumber infeksi) terutama babi dan vektor dari berbagai jenis nyamuk culex serta nyamuk lainnya.1,2
Penyakit JE secara endemis didapatkan terutama pada beberapa negara seperti Jepang, Korea, Cina, India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Taiwan dan Filipina.3 Mayoritas pasien JE berumur <15 tahun
dengan jumlah terbanyak pada anak berumur 1-5 tahun (45%), proporsi laki-laki lebih banyak dari perempuan.4-6
Di Bali sampai saat ini terdapat dua penelitian JE pada manusia dengan menggunakan metode IgM
capture enzyme – linked immunosorbent assay (MAC
ELIZA), yang pertama dilaksanakan di RSUP Sanglah Denpasar bulan Oktober 1990-Juli 1995 oleh Karik7,
sedangkan penelitian kedua juga dilaksanakan oleh Karik dkk8 di delapan Rumah Sakit Umum Daerah di
Bali, Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar dan RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Juli 2001-Januari 2003. Kedua penelitian tersebut tidak membahas secara luas faktor-faktor yang berhubungan dengan JE. Berdasarkan data di atas dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui manifestasi klinis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian JE di RSUP Sanglah Denpasar.
Metoda
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif potong lintang analitik dengan mengambil data dari rekam medik anak berumur 0-12 tahun yang didiagnosis menderita ensefalitis dan dirawat di Bagian/SMF IKA FK. UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, selama periode 4 tahun, dari bulan Juli 2001 sampai dengan Juni 2005. Jika data medik dari rekam medik tidak lengkap, tidak diikutkan dalam penelitian. Diagnosis JE dan non-JE ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinik berupa demam akut (temperatur aksila lebih atau sama dengan 38°C), disertai defisit neurologis (termasuk perubahan tingkat kesadaran yang dinilai dengan menggunakan Skala Koma Glasgow, defisit pada nervus kranialis, defisit pada sistim motorik dan sensorik) dan memiliki satu atau lebih gejala seperti kejang, mual, muntah, mencret, nyeri kepala atau pusing (pada anak berumur lebih dari atau sama dengan 5 tahun), lemas dan pilek.
Diagnosis akhir JE dan non-JE ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Ig M pada cairan serebrospinal (CSS) dengan menggunakan metode IgM capture enzyme –
linked immunosorbent assay (MAC ELIZA) menurut
Burke dan Nisalak; hasil positip JE bila diketemukan anti VJE antibodi IgM di CSS (1:10 pengenceran) dan hasil non-JE bila tidak diketemukan anti VJE antibodi IgM di CSS (1:10 pengenceran).9,10 Status gizi
diklasifikasikan berdasarkan berat badan terhadap umur dengan memakai kriteria Nelson.11 Tempat
tinggal dekat sawah apabila rumah berada di dalam radius 300 meter daerah persawahan.12 Memelihara
babi apabila dalam radius 300 meter terdapat tempat memelihara babi.12
Data yang diperoleh diuji dengan uji kai-kuadrat atau uji Fischer dan untuk mengetahui berbagai faktor yang berhubungan secara independen digunakan analisis regresi logistik. Kuatnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dinyatakan dengan OR. Tingkat kemaknaan yang diinginkan jika p<0,05 dan interval kepercayaan 95%. Data dianalisis menggunakan program komputer.
Hasil
Selama periode penelitian didapatkan 155 kasus ensefalitis yang dirawat di Bagian/SMF IKA FK. UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Rerata umur pasien 45,47 bulan (SD 34,57), kelompok umur <2 tahun merupakan kelompok umur terbanyak (36,1%), 117 (75,5%) pasien bertempat tinggal di luar Kota Denpasar dan 120 (77,4%) pasien memakai pelindung nyamuk. Lebih dari setengah pasien ensefalitis hidup berkelompok, tinggal dekat sawah dan memelihara babi masing-masing 89 (57,4%), 85 (54,8%) dan 92 (59,4%). Karakteristik subyek tertera pada Tabel 1.
Didapatkan 73 (47,1%) pasien ensefalitis disebabkan oleh VJE dan 82 (52,9%) non-JE. Dari berbagai faktor yang berhubungan dengan JE didapatkan 2 faktor yang berhubungan secara bermakna dengan JE adalah tempat tinggal dekat sawah (RP = 6,871, p = 0,000, IK95% = 3,350-14,090) dan keluarga yang memelihara babi (RP = 6,258, p = 0,000, IK95% = 3,013-12,997) (Tabel 2).
Setelah dilaksanakan analisis multivariat terhadap dua faktor (tempat tinggal dekat sawah dan memelihara babi) yang berhubungan dengan JE, didapatkan hasil
bahwa ke dua faktor tersebut bermakna secara statistik terhadap JE, tempat tinggal dekat sawah (OR = 5,618,
p = 0,000, IK95% = 2,622-12,034) dan memelihara
babi (OR = 5,010, p = 0,000, IK95% = 2,286-10,978).
Hasil analisis multivariat terhadap 2 faktor yang berhubungan dengan JE tertera pada Tabel 3. Tabel 4 memperlihatkan semua penderita JE (100%) me-nunjukkan manifestasi klinis demam dan kesadaran
Tabel 1. Karakteristik subyek penderita ensefalitis
Karakteristik (n=155) n (%) rerata (SD)
Jenis kelamin
Laki-laki 90 (58,1)
Umur, rerata (bulan) (SD) 45,47 (34,6)
Kelompok umur, (tahun)
< 2 56 (36,1) 2 - 4 t 41 (26,5) > 4 - 6 22 (14,2) > 6 - 8 21 (13,5) > 8 - 10 10 (6,5) > 10 – 12 5 (3,2)
Berat badan, rerata (kg) (SD) 14,29 (6,7)
Status gizi
Gizi lebih 8 (5,2)
Gizi baik 106 (68,4)
Gizi KEP ringan 41 (26,5)
Lokasi tempat tinggal
Kota Denpasar 38 (24,5)
Jumlah keluarga dalam satu pekarangan
Berkelompok (lebih dari 1 kepala keluarga dalam 1 pekarangan) 89 (57,4) Memakai pelindung nyamuk
(kelambu, kawat kasa, obat nyamuk bakar, oles dan semprot) 120 (77,4)
Tempat tinggal dekat sawah 85 (54,8)
Memelihara babi 92 (59,4)
Tabel 2. Faktor risiko yang berhubungan dengan JE dan non-JE
Faktor risiko Ensefalitis OR p IK 95%
JE non-JE
Jenis Kelamin
- Laki-laki 45 45 0,757 0,419 0,398;1,438
Umur
- Kurang dari 6 tahun 53 66 0,802 0,260 0,562;1,143 Status gizi
- Gizi lebih 4 4 1 -
-- Gizi baik 48 58 1,104 1,000 0,535;2,277
- Gizi KEP ringan 21 20 0,976 1,000 0,459;2,076
Lokasi tempat tinggal
- Kota Denpasar 13 25 1,499 0,092 0.932;2,410
Jumlah keluarga dalam satu pekarangan
- Berkelompok 45 44 1,388 0,333 0,731;2,635
Memakai pelindung nyamuk 60 60 1,692 0,248 0,781;3,667 Tempat tinggal dekat sawah 57 28 6,871 0,000 3,350;14,090
menurun, 56 (76,7%) mengalami kejang dan 25 (73,5%) mengeluh nyeri kepala.
Diskusi
Japanese Encephalitis (JE) merupakan suatu proses
inflamasi akut akibat infeksi pada susunan saraf pusat yang melibatkan jaringan otak dan selaput otak yang dapat asimtomatik, demam ringan, meningitis aseptik atau menimbulkan gejala seperti meningoensefalitis.13
Pada penelitian ini ditemukan 47,1% JE dari 155 pasien ensefalitis dan 39,7% menderita meningitis aseptik.
Setelah dilakukan analisis multivariat ditemukan 2 faktor yang berhubungan secara bermakna, yaitu tempat tinggal dekat sawah dengan JE dan memelihara babi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Karik dkk8 yang juga menyimpulkan
bahwa faktor yang secara statistik bermakna terhadap JE adalah tempat tinggal dekat sawah (RP = 2,86, p = 0,008, IK95% = 1,30-6,31) dan memelihara babi (RP = 3,02, p = 0,009, IK95% = 1,29-7,10). Keadaan ini merupakan ciri khas pedesaan di Bali yaitu perumahan penduduk berkelompok dan dikelilingi oleh daerah persawahan.14 Luas daratan di Bali sekitar 5.632,86
km2 dan 15,2% daratan merupakan lahan sawah.15
Sawah di Bali memiliki sistem irigasi yang unik dan
terbaik yang disebut subak, sehingga dalam satu tahun sawah di Bali dapat ditanami padi sebanyak tiga kali, kondisi ini sangat menguntungkan bagi nyamuk Culex untuk berkembang biak.14 Selain itu di Bali terdapat
1.558.450 ekor babi yang dipelihara di seluruh daerah pedesaan, hampir setiap keluarga di Bali memelihara satu ekor atau lebih babi di pekarangan rumahnya.14,16
Babi yang telah digigit nyamuk Culex yang mengandung VJE akan mengalami viremia selama 2-4 hari.1 Vektor JE di Bali yaitu spesies nyamuk Culex
tritaeniorhiynchis, Culex gelidus dan Culex fuscocephala,
yang juga dapat berkembang biak di air yang tergenang seperti kolam, rawa-rawa, kandang babi, air pancoran. Melalui siklus hidup selama satu bulan dan bila telur dilahirkan oleh induk culex yang mengandung VJE maka culex muda dapat bersifat infeksius saat berumur 10-14 hari.14 Mobilitas penduduk dari desa ke kota
dan sebaliknya di Bali terjadi dengan mudah dan hanya membutuhkan waktu 2 sampai 4 jam ditempuh dengan kendaraan mobil.17 Dengan adanya fasilitas lalu
lintas yang baik maka JE tidak hanya diketemukan di desa tetapi juga diketemukan di kota, walaupun di kota tidak ada sawah dan babi.1,17
Pada penelitian ini 53 (72,6%) dari 73 kasus JE anak berumur kurang dari 6 tahun. Semakin tua umur pasien, semakin rendah morbiditas sehingga tidak ditemukan JE pada anak umur >10-12 tahun. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Karik dkk,8 25
(45,5%) anak yang menderita JE berumur 2-6 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pada kelompok umur balita memiliki risiko yang lebih tinggi akibat anak lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman sebayanya saat sore hari sesuai dengan sifat nyamuk Culex tritaeniorhiynchis, Culex
gelidus dan Culex fuscocephala paling aktif menggigit
mangsanya pada sore hari.1,14
Manifestasi klinis demam dan penurunan kesadaran pada penelitian ini terjadi pada semua kasus JE, hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukankan oleh Kumar dkk18 JE di India Utara dan
Tabel 4. Manifestasi klinis pada 73 kasus JE
Gejala klinis n (%) Demam 73 (100) Kejang 56 (76,7) Nyeri kepala* (n=34) (73,5) Penurunan kesadaran 73 (100) Muntah 41 (56,2) Kaku kuduk 29 (39,7)
* untuk anak berumur > 5 tahun (n = 34)
Tabel 3. Analisis multivariat regresi logistik
Variabel βββββ SE Wald df p OR IK 95%
Indipenden
Tempat tinggal 1,726 0,389 19,715 1 0,000 5,618 2,622-12,034 dekat sawah
Karik dkk.8 Kejang ditemukan pada 56 (76,7%) pasien
JE; lebih sedikit dibandingkan dengan laporan Kumar dkk18 dan Karik dkk8 yaitu 90,9%. Dari semua
penelitian tersebut kejang merupakan gejala klinis yang menduduki tempat ketiga terbanyak. Muntah terjadi pada 56,2% penderita JE di RSUP Sanglah, sesuai dengan laporan Kumar18 54,3% dan Karik dkk8
58,2%. Kaku kuduk ditemukan lebih banyak pada penelitian ini 39,7% dibandingkan 13% pada penelitian Kumar dkk18 dan 29,1% pada penelitian
Karik dkk,8 tetapi lebih sedikit bila dibandingkan
dengan laporan Rao dan Saraswati19 48%. Variasi
manifestasi klinis muncul pada individu yang rentan, karena VJE menyerang bagian SSP seperti parenkim otak dan selaput otak melalui proses yang komplek VJE masuk dan bereplikasi pada target organ tersebut. Proses infeksi ini akan mengakibatkan gejala klinis demam, kesadaran menurun, kejang, muntah, iritasi selaput otak, dan nyeri kepala.13
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tempat tinggal dekat sawah dan memelihara babi mempunyai hubungan secara bermakna dengan kejadian JE. Kesakitan JE terjadi paling banyak pada umur rerata 4,7 tahun, dan laki-laki lebih banyak dari perempuan. Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian retrospektif, maka kami menyadari adanya kekurangan untuk lebih jauh menganalisis hubungan sebab akibat, sehingga diperlukan suatu penelitian lanjutan dengan menggunakan metode yang sesuai.
Daftar Pustaka
1. Vaugh DW, Hoke CH. The Epidemiology of Japanese Encephalitis: Prospects for prevention. Epidemiol Rev. 1992; 14:197- 221.
2. Solomon T, Dung NM, Kneen R, Gainsborough M, Vaugh DW, Khankh NT. Japanese Encephalitis. J Neu-ral Neurosurg Psychiatry 2000; 68:405-15.
3. Reppley MC. Epidemiology of Japanese Encephalitis. Dalam: Matheson Commission, penyunting. Epidemic Encephalitis. Edisi ke-3. New York: Columbia Univer-sity; 1993. h. 157-8.
4. Dapeng L, Jindows, Huijun Y, Renguo Y, Ze W. Prog-nostic factor of early sequelae and fatal outcome of
Japa-nese Encephalitis. Southeast Asian J Trop Med Public Health 1995; 26:694-8.
5. Reuben R, Gajanana A. Japanese Encephalitis in India. Indian J Pediatr 1997; 64: 243-51.
6. Burke DS, Lorsomrudee W, Leake CJ. Fatal outcome in Japanese Encephalitis. Am. J. Trop. Med Hyg 1985; 34:1203-10.
7. Kari K. Japanese Encephalitis at Sanglah Central Hos-pital, Denpasar. Disampaikan pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak X, Bukittinggi, 18-20 Juni, 1996. 8. Kari K, Wei L, Gautama K, Subrata K, Zhi YX. Clinical profiles and some associated factors of Japanese Encepha-litis in Bali. Paediatr Indones 2006; 46:13-19. 9. Burke DS. Nisalak A. Detection of Japanese
Encephali-tis virus immunoglobulin-M antibodies in serum by an-tibody capture radioimmunoassay. J Clin Microbiol 1982; 15:353-61.
10. Burke DS, Nisalak A, Ussery MA. Antibody capture munoassay detection of Japanese Encephalitis virus im-munoglobulin-M and G antibodies in cerebrospinal fluid. J Clin Microbiol 1982; 16:1034-42.
11. Needlman RD. Growth and development. Dalam: Behrman, Kliegman, Jenson, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 23-66.
12. Scherer WF, Buescher EL, Flemings MB. Zootropism and vertical flight of Culex tritaeniorhynchus with obser-vation on variations in collections from animal baited traps in different habitats. Am J Trop Med Hyg 1959; 8:665-77.
13. Hoke CH, Vaughn DW, Nisalak A. Effect of high - dose dexamethason on the outcome of acute encephalitis due to Japanese Encephalitis virus. J Infect Dis 1992; 165:631-7.
14. Lee VH, Atmosodjono S, Rusmiarto S, Aep S, Semendra W. Mosquitoes of Bali island, Indonesia: common spe-cies in the village environment. Southeast As J Trop Med Pub Health 1983; 14:298-307.
15. Badan Pusat Statistik. Keadaan geografi. Dalam: Badan Pusat Statistik Propinsi Bali, penyunting. Bali dalam angka 2000. Denpasar: BPS Propinsi Bali; 2001. h. 3-28.
16. Badan Pusat Statistik. Pertanian. Dalam: Badan Pusat Statistik Propinsi Bali, penyunting. Bali dalam angka 2000. Denpasar: BPS Propinsi Bali; 2001. h. 135-202. 17. Badan Pusat Statistik. Angkutan dan komunikasi. Dalam: Badan Pusat Statistik Propinsi Bali, penyunting. Bali dalam angka 2000. Denpasar: BPS Propinsi Bali; 2001. h. 233-95.
18. Kumar R, Mathur A, Kumar A, Sharma S, Chakrabortys, Chaturvedi MC. Clinical Features and prognostic indi-cator of Japanese Encephalitis in children in Lucknow (India). Indian J Med Res 1990; 91:321-7.
19. Rao PN, Saraswati I, Gopal KPV, Kishan RB, Ashok G.
Nineteen years study of epidemiology of Japanese En-cephalitis in children of Andhra Pradesh from 1979 to 1977.(abstract). Dalam: Proceeding of the XXXVIII National Conference of Indian Academy of Pediatrics 2000. h. 207.