• Tidak ada hasil yang ditemukan

BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN KALIMANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN KALIMANTAN"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN KALIMANTAN

KERJASAMA DENGAN

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2013

LAPORAN

KAJIAN, ANALISIS DAN EVALUASI

PROGRAM 2010-2013

BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN KALIMANTAN

(2)
(3)
(4)

ii KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Manfaat ... 4

C Sasaran Kajian ... 4

D. Ruang Lingkup ... 5

II. TINJAUAN TEORI ... 6

A. Kinerja ... 6

B. Evaluasi ... 7

1. Pengertian... 7

2. Evaluasi Kinerja……… 8

3. Evaluasi Kinerja Instansi Bebasis Evaluasi Program……….. 10

4. Standar Operasional Prosedur (SOP) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah……….. 12

5. Konsep Penilaian Kinerja………. 15

6. Standar Pekerjaan Dan Kriteria Dalam Penilaian……….. 16

7. Pelaksanaan Evaluasi Kegiatan ………. 18

8. Mengapa Dilakukan Evaluasi ……… 23

9. Sasaran Evaluasi Kegiatan……… 24

10.Kapankah dilaksanakan Evaluasi Kegiatan……….. 24

C Pembibitan... 25

1.Teknik Pembibitan Secara Generatif ………. 25

2. Teknik Pembibitan Secara Vrgetatif ………. 26

III. METODE KAJIAN, EVALUASI DAN ANALISIS ... 36

A. Subyek Kajian ... 36

B. Teknik Pengumpulan Data ... 36

1. Variabel Pengamatan ... 36

2..Kinerja Pelaksanaan... 36

3. Kinerja Pengawasan dan Pengendalian ………. 37

(5)

iii

1. Fisk ... 44

2. Keuangaan ... 68

B. Dampak dan Manfaat Program Bagi Masyarakat ... 69

C. Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan ... 69

D. Kemampuan Manajemen dan Daya Dukung Sumberdaya yang Dimiliki ... 71

E. Permasalahan dan Solusi ... 72

F. Kajian dan Analisis Terhadap 5 W + 1 H ... 74

V. KESIMPULAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 79

(6)

iv

1. Pemberdayaan fungsi dan daya dukung DAS berbasis pemberdayaan…………. 37

2. Perencanaan dan pembinaan perbenihan tanaman hutan (PTH)……… 38

3. Pengembangan kelembagaan perbenihan tanaman hutan (PTH)……….. 39

4. Pengembangan usaha perbenihan tanaman hutan……… 40

5. Pengendalian peredaran benih dan bibit……….. 42

6. Pembangunan sumberdaya genetik dan sumber benih

……… 42

7. Skor penilaian kajian, evaluasi dan analisis program/Renstra 2010 – 2013…….. 43

8. Indikator Nilai dan Skor ……….. 43

9. Target dan Realisasi Setiap Indikator Kinerja Program/Kegiatan Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyatakat……… 45

10. Skor capaian realisasi Kegiatan pada program Peningkatan fungsi dan daya dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyatakat ……… 47

11. Persentase Realisasi Capaian Kegiatan pada Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyatakat kurun waktu 2010-2013 dan Persentase target Kegiatan tahun 2014………….. 48

. 12. Target dan Realisasi Setiap Indikator Kinerja Program/Kegiatan Perencanaan dan pembinaan PTH……….. 49

13. Skor capaian realisasi Kegiatan pada program Perencanaan dan pembinaan PTH.. 51

14. Persentase Realisasi Capaian Kegiatan pada Program Perencanaan dan Pembinaan PTH kurun waktu 2010-2013 dan Persentase target Kegiatan tahun 2014……… 52

15. Target dan Realisasi Setiap Indikator Kinerja Program/Kegiatan Pengembangan Kelembagaan perbenihan tanaman hutan……….. 53

16. Skor capaian realisasi Kegiatan pada program Pengembangan Kelembagaan perbenihan tanaman hutan……….. 55

17. Persentase Realisasi Capaian Kegiatan pada Program Pengembangan Kelembagaan perbenihan tanaman hutan dalam kurun waktu 2010-2013 dan Persentase target Kegiatan tahun 2014 ……….. 49

18. Target dan Realisasi Setiap Indikator Kinerja Program/Kegiatan Pengembangan usaha pembenihan tanaman……… 57

(7)

v

pembenihan tanaman dalam kurun waktu 2010-2013 dan Persentase target

Kegiatan tahun 2014……….. … 60 21. Target dan Realisasi Setiap Indikator Kinerja Program/Kegiatan Pengendalian

peredaran benih dan bibit……… 61 22. Skor capaian realisasi Kegiatan pada program Pengendalian peredaran benih

dan bibit ……….. ……… 62 23. Persentase Realisasi Capaian Kegiatan pada Program Pengendalian peredaran

benih dan bibit dalam kurun waktu 2010-2013 dan Persentase target Kegiatan tahun 2014……… ……… 63 24. Target dan Realisasi Setiap Indikator Kinerja Program/Kegiatan Pembangunan

semberdaya genetik dan sumber benih……….. 64 25. Skor capaian realisasi Kegiatan pada program Pembangunan semberdaya genetic

dan sumber benih ……….. 66

26. Persentase Realisasi Capaian Kegiatan pada Program Pembangunan

semberdaya genetik dan sumber benih dalam kurun waktu 2010-2013 dan Persentase target Keg. tahun 2014……….. 67

27. Pendanaan Kegiatan pada Program kerja BPTH Kalimantan dalam kurun waktu 2010 - 2013………. 68

(8)

A. Latar Belakang

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 663/Kpts/2002 tanggal 7 Maret 2002, tentang organisasi dan tata kerja Balai Perbenihan Tanaman Hutan, di Indonesia terdapat 6 (enam) bio region Balai Perbenihan Tanaman Hutan, yaitu Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) bio Region Sumatra lokasi Palembang Provinsi Sumatra Selatan, Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) bio region Jawa Madura lokasi di Sumedang provinsi Jawa Barat, Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) bio region Bali dan Nusa Tenggara lokasi Denpasar Provinsi Bali, Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) bio region Kalimantan lokasi di Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan, Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) bio region Sulawisi lokasi Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, dan Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) bio region Maluku dan Papua lokasi di Ambon Provinsi Ambon, Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) adalah unit pelaksana teknis (UPT) Direktorat Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial yang di tugasi untuk mengurusi masalah perbenihan dan pembibitan tanaman hutan di daerah dan dalam melaksanakan tugasnya bertangggungjawab kepada direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial.

Kegiatan utama yang termasuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan perhutanan sosial mencakup reboisasi kawasan hutan, penghijauan lahan non hutan serta pemberdayaan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar

hutan.

Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Berdasarkan kondisi vegetasinya, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai : sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi normal.

(9)

s/d tahun 2006) tanpa DKI Jakarta seluas ± 81.664.294,90 ha yang terdiri dari: Sangat kritis : 5.449.299,30 ha. Kritis : 23.955.162.70 ha. Agak kritis : 52.259.832,90 ha. Kegiatan rehabilitasi lahan kritis telah dilaksanakan sejak Tahun 2005 s.d. Tahun 2010, pada tahun 2010 telah dilaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan seluas 157.588 Ha di dalam kawasan hutan dan seluas 966.924 di luar kawasan hutan (Kemenhut, 2012).

Kegiatan penghijauan adalah upaya merehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan tanam menanam dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai unsur produksi dan sebagai media pengatur tata air yang baik serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Pelaksanaan kegiatan penghijauan berupa kegiatan–kegiatan sebagai berikut :Pembangunan Hutan/Kebun Rakyat, Pembangunan Kebun Bibit Desa (KBD), Pembangunan UP-UPSA / UP-UPM, Pembangunan Dam Pengendali/Dam d. Penahan, Pembangunan Gully Plug, Pembangunan Sumur Resapan, Rehabilitasi Teras.

Pembangunan kehutanan pada era 2005-2009 difokuskan kegiatan rehabilitasi dan konservasi. Dari upaya rehabilitasi yang telah dilakukan, sejak 2003 melalui berbagai kegiatan penanaman, telah berhasil ditanam sekitar 2 miliyar bibit pohon, melalui berbagai gerakan penanaman yaitu; Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dengan menanam 100 juta pohon hingga tahun 2009, Gerakan Indonesia Menanam, Gerakan Bakti Penghijauan Pemuda dan lain-lain.

Upaya RHL telah dilakukan secara intensif sejak 1976, baik melalui program inpres penghijauan dan reboisasi maupun kegiatan sektoral. Sejak tahun 2003 kegiatan RHL diprogramkan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/Gerhan) melalui anggaran APBN yang bersumber dari Dana Reboisasi (DR). Disamping itu kegiatan RHL juga didanai oleh Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi (DBH-DR) 40% yang merupakan bagian DR, Dana Alokasi Khusus (DAK)

(10)

pohon yang digagas mulai tahun 2003, 2004 terus dilanjutkan pada pemerintahan SBY tahun 2005 dan tahun 2006. Gerakan ini bahkan secara masif ditingkat dengan aksi penanaman secara serentak dengan target 79 juta pohon tahun 2007. Di tahun yang sama, Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTP) juga aktif terlibat, bahkan targetnya sampai 10 juta pohon. Pada tahun 2008 di Cibinong, Jawa Barat, Presiden SBY kemudian mencanangkan Hari Menanam Pohon Indonesia dengan target penanaman 100 juta pohon baru. Kegiatan tersebut juga diimbangi oleh sejumlah aksi penanaman lain yang diprakarsai Ibu Negara dengan gerakan Perempuan Menanam. Tahun 2009, gerakan itu kembali digenjot dengan mengusung tema gerakan penanaman secara serentak OMOT (one man one tree, satu orang menanam satu pohon bagi penduduk Indonesia).

Dirigen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial sukses menggerakkan kegiatan rehabilitasi lahan kritis, termasuk memberikan inovasi baru. Dirjen BP DAS dan PS, Kementerian Kehutanan, melakukan perombakan strategis kegiatan. Untuk memenuhi kebutuhan bibit, Kemenhut membangun 8.000 Kebun Bibit Rakyat (KBR). KBR ini merupakan kegiatan yang mengandalkan kelompok tani. Sisanya akan dipenuhi oleh kebun bibit milik perusahaan hutan tanaman, termasuk BUMN kehutanan. Guna memobilisasi gerakan penanaman tahun 2011, yang memasang target satu miliar pohon, Ditjen BP DAS dan PS mengembangkan 10.000 KBR dengan sasaran menghasilkan 500 juta pohon. KBR ini selalu melibatkan kelompok yang minimal anggotanya 15 orang petani. Jika dijumlahkan, masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pembuatan KBR adalah 10.000 unit x 15 orang (minimal per kelompok) atau 150.000 petani, dan mereka tersebar di seluruh Indonesia.

Pogram kegiatan penanaman tersebut kalau ingin mendapatkan hasil yang baik, tidak lepas dari mutu bibit yang di tanam, BPTH sebagai instansi yang dipercaya oleh

(11)

pengembangan dan teknologi perbenihan dan mutu bibit yang di hasilkan.

Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 663/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002, BPTH Region Kalimantan mempunyai tugas pokok ;

1. Melaksanakan penyusunan rencana kerja 2. Melaksanakan sertifikasi

3. Melaksanakan akreditasi perbenihan dan pembibitan 4. Melaksankan pengelolaan sumber benih

5. Melaksanakan pemantauan distrubusi benih dan bibit tanaman hutan 6. Melaksanakan penyajian informasi perbenihan dan pembibitan

Berdasarkan pada kondisi sumberdaya alam hutan dan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tentang tugas pokok BPTH Kalimantan, maka untuk menjaga dan meningkatkan fungsi sumberdaya alam hutan sebagai pengatur tata air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan evaluasi terhadap program yng telah dilkukan dalam kurung waktu 2010 – 2013 lingkup BPTH Kalimantan, sebagai acuan penyusunan draft Renstra Kementerian Kehutanan 2015 – 2019, sesuai surat dari sekditjen Nomor: S.170/V-SET/2013 tanggal 1 Juli 2013 dan Nomor:S.1862/SET-I/2013 tanggal 23 Agustus 2013.

B. Tujuan dan manfaat

Kajian, analisis dan evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui capaian keberhasilan kegiatan program dalam kurun waktu 2010 – 2013 dan menganalisis target capaian tahun 2014. Hasil kaljian ini diharapkan bermanfaat sebagai acuan dalam rangka penyusunan Program/Renstra 2015-2019 (Pembangunan dan Pengembangan Perbenihan Tanaman Hutan bio-Region Kalimantan).

C. Sasaran Wilayah

Sasaran kajian, analisis dan evaluasi terhadap kegiatan setiap program dalam kurun waktu 2010 – 2013 dan menganalisis target capaian tahun 2014.

(12)

Ruang lingkup kajian, analisis dan evaluasi Program kerja BPTH Regional Kalimantan yang terdiri atas;

1. Pemberdayaan fungsi dan daya dukung DAS berbasis pemberdayaan 2. Perencanaan dan pembinaan perbenihan tanaman hutan (PTH) 3. Pengembangan kelembagaan perbenihan tanaman hutan (PTH) 4. Pengembangan usaha perbenihan tanaman hutan

5. Pengendalian peredaran benih dan bibit

(13)

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kemudian kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut Whitmore (1997), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan.Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Menurut Rivai (2004), mengemukakan kinerja adalah merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian sasaran, tujuan, misi dan visi melalui hasil-hasil yang ditampilkan beberapa produk, jasa ataupun proses pelaksanaan suatu kegiatan. Keberhasilan instansi pemerintah (pemerintah daerah) sering diukur dari sudut pandang masing-masing stakeholders, misalnya lembaga legislatif, instansi pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum, idealnya pengukuran kinerja yang dipakai oleh instansi

(14)

pemerintah disusun setelah memperoleh masukan dari lembaga konstituen, sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholders terhadap organisasi tersebut.

Indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kerangka manajemen strategis, terdapat bagian perencanaan strategis yang meliputi penentuan visi, misi, tujuan dan sasaran, serta cara mencapai tujuan dan sasaran yang meliputikebijakan, program dan kegiatan, dari rencana strategis tersebut yang akan diukur kinerjanya adalah kebijakan, program dan kegiatan, untuk mengukur kinerja ketiganya diperlukan indikator kinerja yang terbagi dalam lima kelompok indikator kinerja, yaitu indikator masukan(inputs), keluaran

(outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits) dan dampak (impacts).

Dalam menyusun indikator kinerja diperlukan pemahamanyang baik tentang kegiatan proyek, tujuannya, sumber daya yangtersedia, ruang lingkup kegiatan dan saling berhubungan yang terdapatdiantara berbagai kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk memperolehhasil, manfaat dan dampak yang diharapkan.Untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian kesepakatan terhadap keterkaitan antar indikator kinerja yang disusun dapatditempuh melalui pendekatan kerangka kerja logis, yang mencakupindikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.

B. Evaluasi

1. Pengertian

Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983).Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decisionalternatives," Artinya evaluasi merupakan

(15)

proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.

Evaluasi berarti pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan. Evaluasi Kegiatan adalah menilai yang terjadi dalam kegiatan yang bertujuan melakukan evaluasi dalam proses tahapan kegiatan untuk mendapatkan informasi akurat mengenai tingkat pencapaian dari sasaran atau tujuan sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya.

Evaluasi dapat diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil yang dicapai, padahal antara keduanya punya arti yang berbeda meskipun saling berhubungan. mengukur adalah membandingkan sesuatu dan satu ukuran (kuantitatif),sedangkan menilai berarti mengambil satu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian evaluasi meliputi keduanya.

2. Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran kinerja dan pengembangan indikator kinerja; oleh karena itu dalam melakukan evaluasi kinerja harus berpedoman pada ukuran ukuran dan indikator yang telah disepakati dan ditetapkan. Evaluasi kinerja juga merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk meningkatkan produktivitas dimasa datang,sebagai suatu proses yang berkelanjutan, evaluasi kinerja menyediakan informasi mengenai kinerja dalam hubungannya terhadap tujuan dansasaran.

Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan merupakan suatu proses yang digunakan pimpinan dalam menentukan apakah seorang melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Pengertian di atas dapat diperjelas bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan

(16)

secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan (Budiantoro, 2000).

Evaluasi mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui apakah tujuan dari suatu proyek/kegiatan sudah dicapai atau sedang dalam proses pencapaian, serta mengetahui faktor- faktor penunjang dan penghambat yang dijumpai dalam pencapaian tujuan tersebut, sehingga dapat digunakan untuk perencanaan berikutnya atau menentukan langkah-langkah untuk mengatasinya (Budiantoro, 2000).

Menurut Departemen Kehutanan (1997), evaluasi mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan arah penyempurnaan pekerjaan,

2. Memberikan gambaran kemajuan usaha mencapai tujuan dan menghasilkan lagi apa tujuan tersebut,

3. Memperoleh keterangan perihal keadaan masyarakat pedesaan (sasaran) yang diperlukan untuk perencanaan,

4. Pembuktian berharganya suatu program.

Danfar (2009) menyatakan Secara teoretikal berbagai metode dan teknik mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai prestasi kerja para karyawan secara obyektif untuk suatu kurun waktu tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat bagi organisasi, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai maupun bagi pegawai yang bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan karirnya. Untuk mencapai kedua sasaran tersebut maka digunakanlah berbagai metode pengukuran kinerja karyawan yang dewasa ini dikenal dan digunakan yaitu :

1. Metode Rangking, dilakukan dengan cara membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik.

(17)

2. Metode Perbandingan karyawan dengan karyawan, dilakukan dengan cara untuk memisahkan penilaian seseorang ke dalam berbagai faktor.

3. Metode Grading, dilakukan dengan cara pengukuran kinerja karyawan dari tiap karyawan yang kemudian diperbandingkan dengan definisi masing-masing kategori untuk dimasukkan kedalam salah satu kategori yang telah ditentukan.

4. Metode Skala gratis, dilakukan dengan menilai baik tidaknya pekerjaan seorang karyawan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan tersebut. Masing-masing faktor tersebut, seperti kualitas dan kuantitas kerja, keterampilan kerja, tanggung jawab kerja, kerja sama dan sebagainya.

5. Metode Checklists, melakukan penilaian yang bukan sebagai penilai karyawan tetapi hanya sekedar melaporkan tingkah laku karyawan.

3. Evaluasi Kinerja Instansi Bebasis Evaluasi Program

Tugas yang mendasar dari evaluasi program sekali suatu program ditentukan akan dievaluasi, maka itu berarti bahwa evaluasi program dilakukan atas prinsip dasar bahwa sumber daya dan aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan program tersebut membuahkan hasil baik output atau outcomes yang telah ditentukan.

Tugas dari evaluasi program adalah menentukan apakah output dan outcomes tersebut bisa diwujudkan atau terealisasikan. Evaluasi itu tentulah melalui pengumpulan dan analisis data yang memadai. Dalam hal evaluasi program dilakukan secara komprehensif, maka evaluasi itu mencakup:

1. Monitoring program, ini adalah penilaian apakah suatu program dilaksanakan sebagaimana direncanakan. Monitoring program ini akan memberikan umpan balik yang terus menerus pada program yang dilaksanakan dan mengidentifikasikan masalah begitu muncul.

2. Evaluasi proses; ini merupakan penilaian bagaimana program dioperasikan; berfokus pada pelaksanaan program kepada peserta (service delivery).

(18)

3. Evaluasi dampak, ini adalah penilaian suatu program telah mewujudkan pengaruh terhadap individu-individu, rumah tangga, lembaga atau lingkungan hidup, dan apakah dampak tersebut dapat secara ilmiah diatribusikan kepada pelaksanaan intervensi program tersebut. 4. Cost-benefit atau cost effectiveness, adalah penilaian dari biaya program dan manfaat yang

dihasilkan oleh biaya tersebut, untuk menentukan apakah manfaatnya cukup bernilai dibandingkan biaya yang digunakan.

Komponen-komponen Umum pada Proses Evaluasi

Proses dasar evaluasi biasanya terdiri dari beberapa komponen atau unsure sebagai berikut: 1. Komponen pertama: Analisis Logika Program (Program Logic) Bahwa setiap kebijakan

publik dirumuskan dan diimplementasikan untuk menjawab kebutuhan sosial atau permasalahan sosial. Ini akan mencerminkan tujuan dan sasaran program yang dirancang. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, program itu menggunakan input dan proses untuk mengkonversi input tersebut menjadi immediate outputs dan sampai ke longterm

outcomes.

2. Komponen kedua: Desain Evaluasi

Desain evaluasi adalah pendekatan atau cara-cara yang diambil dalam memverifikasi apakah logika program atau teori program itu terjadi dan direalisasikan dalam kenyataan di lapangan. Wujud dan nuansa dari controlstage evaluation dari program secara analitik berbeda dari suatu planningstage evaluation untuk kelayakannya. Perbedaan yang penting adalah bahwa control evaluation adalah secara empiris dan lebih independen dari pada instansi pelaksana, sedangkan pada planning stage evaluation lebih banyak berhubungan dengan kelayakan dan masalah potensial dari implementasi program.

3. Komponen ketiga: Metode Analisis

Metode analisis untuk pengukuran dan kualifikasi program keluaran dan hasilnya biasanya mengoperasikan analisis dengan alat statistika, ekonometrika, sosiometrika, dan

(19)

sebagainya. Teknik statistik biasaya mencakup analisis korelasi dan regresi dari dua cara yang berbeda (target group versus kelompok lain yang tidak menjadi peserta program), dan uji signifikansi dari perbedaan-perbedaan itu.

4. Standar Operasional Prosedur (SOP) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan

tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, juga dapat digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dengan demikian SOP merupakan pedoman atau acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini berkaitan dengan penilaian kinerja organisasi publik, Standar operasional prosedur (SOP) dan langkah langkah menyusun SOP, serta peningkatkan akuntabilitas pelayanan publik melalui penerapan SOP. Uraian berikut ini diharapkan dapat menciptakan komitment pemerintah daerah mengenai pentingnya penerapan SOP oleh setiap satuan unit kerja instansi pemerintahan dalam mewujudkan akuntabilitas pelayanan publik.

Penilaian Kinerja Organisasi Publik Organisasi adalah jaringan tata kerja sama kelompok orang-orang secara teratur dan kontinue untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan dan didalamnya terdapat tata cara bekerjasama dan hubungan antara atasan dan

(20)

bawahan. Organisasi tidak hanya sekedar wadah tetapi juga terdapat pembagian kewenangan, siapa mengatur apa dan kepada siapa harus bertanggung jawab.

Kinerja atau juga disebut performance dapat didefinisikan sebagai pencapaian hasil atau

the degree of accomplishment. Sementara itu, Atmosudirdjo (1997) menyatakan bahwa kinerja

juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu. Faustino (1995) memberi batasan kinerja sebagai suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. Kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukkan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai.

Selanjutnya Pamungkas (2000) menjelaskan bahwa kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan suatu hasil yang diperoleh dengan aktivitas yang dicapai dengan suatu unjuk kerja. Dengan demikian, kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan.

Penilaian terhadap kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat juga dijadikan masukan bagi perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Dalam institusi pemerintah khususnya, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, melakukan penyesuaian anggaran, mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik. Lenvine dalam Ambarwati (2005) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni :

1. Responsivitas (responsiveness) : menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data

(21)

masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat.

2. Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan kegiatan organisasi public dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuanketentuan yang ada dalam organisasi.

3. Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh masyarakat.

Standar Operasional Prosedur dapat digunakan untuk penilaian kinerja secara eksternal, dan apabila pedoman yang sifatnya internal ini digabungkan dengan pedoman eksternal (penilaian kinerja organisasi publik di mata masyarakat) berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas, akan mengarah pada terwujudnya akuntabilitas kinerja aparatur dan instansi pemerintah. Selama ini, penilaian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah umumnya didasarkan pada standar eksternal, padahal sebagai bentuk organisasi publik, instansi pemerintah memiliki karakteristik khusus yakni sifat birokratis dalam internal organisasinya. Oleh karena itu, untuk menilai pelaksanaan mekanisme kerja internal tersebut unit kerja pelayanan public harus memiliki acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan dalam bentuk SOP.

(22)

5. Konsep Penilaian Kinerja

Hakekat penilaian kinerja sebagai kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja. Dari hasil pengamatan tersebut dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai keberhasilan atau kegagalannya dalam bekerja. Penilaian tersebut dilakukan sebagai proses mengungkapkan kegiatan manusia dalam bekerja yang sifat dan bobotnya ditekankan sebagai perilaku manusia sebagai perwujudan dimensi kemanusiaan, sehingga pengukuran yang dilakukan bukan secara matematis yang sifatnya pasti. Kesulitan melakukan penilaian secara matematis disebabkan oleh banyaknya aspek psikis yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka, diantaranya aspek emosionalitas pekerja sebagai manusia.

Dalam penilaian kinerja menentukan siapa yang harus melakukan evaluasi adalah merupakan hal terpenting. Kuantitas dan kualitas pengetahuan tugas mungkin bervariasi sesuai dengan tingkat organisasi, demikian juga kedekatan pekerja dengan pemberi rating dalam evaluasi. Penentuan tentang siapa yang akan melakukan evaluasi dianggap sebagai hal penting karena tidak ada seorang pun dalam organisasi yang memiliki informasi terlengkap yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian. Misalnya, seorang penyelia (pimpinan) mempunyai akses yang lebih besar untuk informasi hasil dan kinerja penjualan dibandingkan dengan karyawan atau pelanggan. Sedangkan bawahan (karyawan) mungkin mempunyai informasi tentang hubungan antara pimpinan dan bawahannya, atau informasi tentang kinerja rekan kerjanya. Oleh karena itu pihak yang berhak melakukan penilaian kinerja adalah semua anggota organisasi agar terjadi berbasis informasi yang berguna dalam proses evaluasi.

Terdapat beberapa cara penilaian kinerja yang secara strategis dapat mengungkap kinerja bawahan secara lebih komprehensif. Berbagai penilaian kinerja tersebut adalah :

(23)

1. Penilaian atasan, Istilah atasan yang mengacu pada pimpinan langsung bawahan yang sedang dievaluasi. Banyak perusahaan/ organisasi yang menganggap atasan lebih mengetahui pekerjaan dan kinerja bawahan daripada siapapun dan karena itu organisasi memberikan seluruh tanggung jawab penilaian kepada atasan.

2. Penilaian diri sendiri, Penggunanaan penilaian diri sendiri, khususnya melalui partisipasi bawahan dalam menetapkan tujuan, dipopulerkan sebagai komponen management by

objectives (MBO). Bawahan yang berpartisipasi dalam proses evaluasi mungkin akan lebih

terlibat dan punya komitmen pada tujuan. Partisipasi bawahan mungkin juga akan membantu menjelaskan peran karyawan dan mengurangi konflik peran.

3. Penilaian rekan sejawat atau anggota tim Penggunaan penilaian anggota tim agaknya meningkat saat memasuki abad ke-21 ditinjau dari focus korporasi Amerika yaitu partisipasi karyawan, kerjasama tim dan pemberian wewenang. Salah satu alasannya adalah bahwa penilaian rekan sejawat terlihat sebagai alat prediksi kinerja masa mendatang yang bermanfaat.

4. Penilaian ke atas atau terbalik yaitu penilaian yang dilakukan oleh karyawan untuk menilai manajemen organisasi, bagaimana opini karyawan tentang manajemen organisasi. Meskipun karyawan tidak mempunyai akses ke informasi mengenai seluruh dimensi kinerja penyeliaan, mereka sering mempunyai akses ke informasi mengenai interaksi penyelia-bawahan.

5. Penilaian pelanggan adalah penilaian yang dilakukan oleh pelanggan untuk menilai kinerja karyawan dan pimpinan organisasi melalui kualitas pelayanan yang diberikan dan kualitas produk yang ditawarkan oleh organisasi.

6. Standar Pekerjaan dan Kriteria dalam Penilaian

Kegiatan Manajemen SDM yang efektif harus dimulai dengan menetapkan standar pekerjaan yang akurat, baik untuk pekerja sebagai individu maupun kelompok/tim. Sumber

(24)

utamanya adalah hasil analisis pekerjaan berupa deskripsi/spesifikasi pekerjaan. Dalam keadaan yang terus berkembang maka standar pekerjaan juga harus dikembangkan sesuai dengan keperluan atau jika diperlukan. Standar pekerjaan harus mencakup tiga informasi pokok sebagai kriteria untuk melakukan penilaian kinerja yaitu informasi tentang apa tugas yang harus dikerjakan oleh seorang pekerja, termasuk supervisor/pimpinan, informasi tentang bagaimana cara terbaik dalam melaksanakan tugas tersebut, dan informasi tentang hasil maksimal yang seharusnya dicapai dalam melaksanakan tugas dengan cara tersebut.

Kriteria dalam standar pekerjaan mencakup aspek pengukuran yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Aspek kuantitatif bersifat empiris, dapat diamati atau ditransformasikan dalam bentuk bilangan atau angka. Aspek kualitatif bersifat konseptual, diinterpretasikan dari gejala yang dapat diamati. Menyusun tujuan yang akan dilakukan oleh pekerja maupun pimpinan pada akhir penilaian, daftar kompetensi khusus atau ketrampilan yang akan diukur dengan contoh dari perilaku yang berhasil (prestasi), skala peringkat atau rating yang tepat untuk organisasi, ruang untuk pekerja dalam melakukan penilaian untuk diri sendiri, ruang untuk penilaian superviso (pimpinan)), ruang untuk kegiatan khusus dari pimpinan tentang kinerja pekerjanya, menganjurkan pengembangan pekerja/karyawan, tujuan untuk menyesuaikan dengan tanggal penilaian berikutnya.

Menurut Schuller (1999) dalam Ambarwati (2005) ada Jenis-jenis kriteriakinerja yang dapat membantu penilai dalam menilai kinerja organisasi, yaitu;

kriteria berdasarkan sifat, memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan memimpin merupakan sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Kriteria berdasarkan perilaku, terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antarpersonal. Dan kriteria berdasarkan hasil, terfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini tepat jika perusahaan tidak perduli bagaimana hasil

(25)

dicapai, tapi tidak tepat untuk semua pekerjaan. 7. Pelaksanaan Evaluasi Kegiatan

Sebelum melakukan desain evaluasi maka terlebih dahulu harus dilakukan focus evaluasi yaitu mengkhususkan apa dan bagaimana evaluasi akan dilakukan. Bila evaluasi sudah terfokus, maka ini berarti proses dan desain dimulai. Ada tiga elemen dalam proses pemfokusan, yaitu : mempertemukan pengetahuan dan harapan, mengumpulkan informasi, dan merumuskan rencana evaluasi.

Penyusunan desain evaluasi program merupakan langkah pertama dan menyangkut aspek perencanaan. Di dalam tahap perencanaan ini diuraikan garis garis besar mengenai hal hal lain yang berkaitan dengan kegiatan evaluasi tersebut.

Evaluasi program merupakan pelayanan bantuan kepada pelaksana program untuk memberikan input bagi pengambilan keputusan tentang kelangsungan program tersebut. Oleh karena itu, maka pelaksana evaluasi program harus memahami seluk beluk program yang dinilai.

a. Pengambilan keputusan mengeluarkan kebijakan mengenai pelaksanaan suatu program. b. Pimpinan menunjuk evaluator program (dapat dari bagian dalam pengelola ataupun orang

luar dari program) untuk melaksanakan evaluasi program setelah melaksanakan selama jangka waktu tertentu.

c. Penilai program melaksanakan kegiatan penilaiannya, mengumpulkan data,menganalisis dan menyusun laporan.

d. Penilai program menyampaikan penemuannya kepada pengelola program. Adapun komponen komponen evaluasi program, sebagai berikut:

a. Tujuan yang ditetapkan oleh pengambil keputusan dan diberitahukan kepada pelaksana program.

(26)

b. Kegiatan semua aktifitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu,kegiatan harus relevan benar dengan tujuan

c. Sarana fasilitas penunjang kegiatan d. Person pelaksana kegiatan

e. Hasil keluaran sebagai akibat dari kegiatan.

Efektifitas program ditentukan oleh sejauh mana hasil ini telah mendekati tujuan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seorang evaluator dalam penyusunan desain evaluasi program. Sebelum evaluator menyusun desain terlebih dahulu harus mengetahui betul apa tugasnya. Secara garis besar terdapat tiga hal yang harus ditangani oleh seorang evaluator, yaitu; Hubungan antara tujuan dengan hasil merupakan hal utama yang harusditangani oleh seorang evaluator. Mereka harus memusatkan perhatiannya terhadapkeberhasilan ini. Namun, evaluator tidak boleh terpaku terlalu erat dengan tujuan. Hal ini disebabkan, ada beberapa program mencantumkan dengan jelas apa yang ingin dicapai dengan kegiatannya akan tetapi ada pula yang tidak merumuskannya sama sekali. Pada kondisi ini, evaluator harus mencari informasi mengenai tujuan program tersebut karena tidak mungkin seorang evaluator bekerja tanpa mengetahui tujuan apa yang ingin dicapai.

a. Tujuan program, yang dirumuskan oleh pengembang program.

Tujuan umum suatu program akan dijadikan titik awal kegiatan evaluator dalam menyusun desain evaluasi.

b. Proses yang terjadi dalam program, meliputi kegiatan, sarana penunjang dan personil pelaksana program.

Kriteria evaluasi selalu berhubungan dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Dasar pertimbangannya adalah memudahkan evaluator dalam mempertimbangkan nilai atau harga terhadap komponen-komponen program yang dinilainya, apakah telah berhasil sesuai dengan yang ditentukan atau tidak, seperti yang dinyatakan oleh Sudarsono (1994) bahwa

(27)

kriteria yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan program dan hal yang dinilai dapat berupa dampak atau hasil yang dicapai atau prosesnya itu sendiri

Menyusun instrumen bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi peneliti pemula atau orang yang kurang tertarik pada pekerjaan evaluasi, tugas menyusun instrument merupakan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang tinggi. Untuk memperoleh hasil evaluasi yang akurat, maka diperlukan kriteria keberhasilan dan kriteria tertentu terutama bagi evaluator program, kriteria tersebut dijelaskan sebagai berikut :

a. Memahami materi

Memahami materi yaitu memahami tentang seluk beluk program yang dievaluasi, antara lain sebagai berikut:

1) Tujuan program yang telah ditentukan sebelum dimulai kegiatan 2) Komponen komponen program

3) Variabel yang akan diujicobakan atau dilaksanakan 4) Jangka waktu dan penjadualan kegiatan

5) Mekanisme pelaksanaan program 6) Pelaksanaan program

7) Sistem monitoring kegiatan program b. Menguasai Teknik

Karena kegiatan evaluasi program mengenai sejumlah evaluasi, maka evaluator program dituntut agar menguasai metodologi evaluasi, yang meliputi :

1) Cara membuat perencanaan evaluasi 2) Teknik menentukan populasi dan sampel 3) Teknik menyusun instrument

4) Prosedur dan teknik pengumpulan data 5) Penguasaan teknik pengolahan data

(28)

6) Cara menyusun laporan evaluasi

Untuk metodologi yang terakhir ini evaluator program harus menguasai sesuatu yang lebih dibandingkan dengan peneliti karena apa yang disampaikan akan sangat menentukan kebijaksanaan yang terkadang memiliki resiko lebih besar. Kriteria keberhasilannya adalah seorang evaluator harus dapat membuat point 1 sampai dengan 6 secara operasional.

a. Objektif dan Cermat

Tim evaluator adalah sekelompok orang yang mengemban tugas mengevaluasi program serta ditopang oleh data yang dikumpulkan secara cermat dan objektif. Atas dasar tersebut mereka diharapkan, mengklasifikasikan, mentabulasikan, mengolah dan sebagainya secara cermat dan objektif pula. Khususnya di dalam menentukan pengambilan strategi penyusunan laporan, evaluator tidak boleh memandang satuatau dua aspek sebagai hal yang istimewa dan tidak boleh pula memihak. Kriteria keberhasilan yang dipakai adalah apabila hasil penilaian dari evaluator dapat menunjukkan hasil yang objektif dengan alasan rasional dan didukung oleh data data yang akurat.

b. Jujur dan Dapat Dipercaya

Evaluator adalah orang yang dipercaya oleh pengelola dan pengambil keputusan, oleh karena itu mereka harus jujur dan dapat dipercaya. Mereka harus dapat memberikan penilaian yang jujur, tidak membuat baik dan jelek, menyajikan data apa adanya. Dengan demikian pengelola dan pengambil keputusan tidak salah membuat treatment akan programnya.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang evaluator agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara tepat, yaitu :

a. Evaluator hendaknya merupakan evaluator yang otonom artinya orang luar yang sama sekali tidak ada ikatan dengan pengambilan kebijaksanaan maupun pengelola dan pelaksanaan program.

(29)

b. Ada hubungan baik dengan responden dalam arti dapat memahami sedalam dalamnya watak, kebiasaan dan cara hidup klien yang akan dijadikan sumber data evaluasi.

c. Tanggap akan masalah politik dan sosial karena tujuan evaluasi adalah pengembangan program.

d. Evaluator berkualitas tinggi, dalarn arti jauh dari biasa. Evaluator adalah orang yang mempunyai self concept yang tinggi, tidak mudah terombang-ambing.

e. Menguasai teknik untuk membuat desain dan metodologi penelitian yang tepat untuk program yang dievaluasi.

f. Bersikap terbuka terhadap kritik. Untuk mengurangi dan menahan diri dari bias, maka evaluator memberi peluang kepada orang luar untuk melihat apa yang sedang dan telah dilakukan.

g. Menyadari kekurangan dan keterbatasannya serta bersikap jujur, menyampaikan (menerangkan) kelemahan dan keterbatasan tentang evaluasi yang dilakukan.

h. Bersikap pasrah kepada umum mengenai penemuan positif dan negatif. Evaluator harus berpandangan luas dan bersikap tenang apabila menemukan data yang tidak mendukung program dan berpendapat bahwa penemuan negatif sama pentingnya dengan penemuan positif.

i. Bersedia menyebarluaskan hasil evaluasi. Untuk program kegiatain yang penting dan menentukan, hasil evaluasi hanya pantas dilaporkan kepada pengambil keputusan dalam sidang tertutup atau pertemuan khusus. Namun untuk program yang biasa dan dipandang bahwa masyarakat dapat menarik manfaat dari evailuasinya, sebaiknya hasil evaluasi disebarluaskan, khususnya bagi pihak pihak yang membutuhkan.

j. Tidak mudah membuat kontrak. Evaluasi yang tidak memenuhi persyaratan persyaratan yang telah disebutkan sebaiknya tidak dengan mudahmenyanggupi menerima tugas karena secara etis dan moral akan merupakansesuatu yang kurang dapat dibenarkan

(30)

8. Mengapa Dilakukan Evaluasi

Evaluasi pendidikan adalah suatu proses pembuatan pertimbangan tentang jasa,nilai, atau manfaat program, hasil dan proses. Evaluasi biasanya dilakukan untuk kepentingan pengambilan keputusan, misalnya tentang akan digunakan atau tidaknya sesuatu sistem, strategi atau metode. Penelitian evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan data secara sistematis guna membantu para pengambil keputusan. Para peneliti evaluasi yakin bahwa hasil kerjanya akan bermanfaat bagi para pengambil keputusan dalam mengambil keputusan yang lebih baik jika dibandingkan dengan apabila tidak ada penelitian yang dilakukan.

Nana Syaodih Sukamadinata (2005) mengemukakan bahwa tujuan evaluasia dalah untuk menyempurnakan program, kelayakan program, program dilanjutkan atau dihentikan, diubah atau diganti. Sedangkan Suharsimi Arikunto & Cepi Safruddin (2004), menyatakan bahwa ada dua macam tujuan evaluasi yaitu tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen.

Agar dapat melakukan tugasnya maka seorang evaluator dituntut untuk mampu mengenali komponen-komponen program. Program kerja yang dianggap sebagai perwujudan kinerja dan pengembangan sumber daya pengurus dalam menjalankan perannya. Dengan mengelolanya secara wajar dan berhasil guna akan dapat membantu meningkatkan partisipasi masyarakat di daerah. Karena itu, ketika program tersebut tidak memperlihatkan hasil yang maksimal diperlukan evaluasi terhadapnya. Pendapat- pendapat tersebut dapat saja digolongkan ke dalam dua tujuan pokok, yakni sebagai penyempurnaan program yang biasanya disebut formatif dan untuk memutuskan apakah program diteruskan atau dihentikan, yang sering disebut sumatif.

Kegiatan evaluasi program tidak hanya ingin melanjutkan program, tetapi juga menghentikan program, di samping meningkatkan prosedur-prosedur pelaksanaannya,

(31)

mengalokasikan sumber-sumber kelemahan, tetapi juga menentukan strategi serta teknik-teknik tertentu untuk memperbaiki program di masa yang akan datang.

9. Sasaran Evaluasi Kegiatan

Adapun beberapa sasaran evaluasi kegiatan adalah sebagai berikut :

a. Input Input merupakan aspek yang bersifat rohani yang setidak-tidaknya mencakup empat hal yaitu: Kemampuan, Kepribadian, sikap dan inteligensi.

b. Transformasi Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian meliputi:visi misi atau materi, metode dan cara penilaian, sasaran kegiatan/media, system administrasi, dan personal lainnya.

c. Output Penilaian terhadap luaran atau hasil yang dilakukan untuk mengetahui berapa jauh tingkat pencapaian .

10. Kapankah dilaksanakan Evaluasi Kegiatan

Ruang lingkup evaluasi kegiatan mencakup dua sasaran pokok, yaitu : evaluasi makro (program) dan evaluasi mikro. Secara umum, evaluasi terbagi dalam tiga tahapan dimulai dari evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi output. Setiap jenis evaluasi memiliki fungsi yang berbeda satu dengan yang lain.

Evaluasi input mencakup fungsi kesiapan penempatan dan seleksi. Evaluasi proses mencakup formatif, diagnostik dan monitoring, sedangkan evaluasi output mencakup sumatif. Fungsi kesiapan penempatan dan seleksi adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui ketrampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program dan penguasaan program seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan untuk program tersebut. Fungsi formatif yaitu penilaian yang dilaksanakan pada akhir program untuk melihat tingkat keberhasilan proses kegiatan. Adapun fungsi diagnostik dan monitoring adalah penilaian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan kelemahan dan faktor yang menjadi penyebab serta menetapkan cara untuk mengatasi kesulitan dalam pelaksanaan keguatan. Fungsi sumatif adalah penilaian

(32)

yang dilaksanakan pada akhir unit program,dengan tujuan untuk melihat hasil yang dicapai. Dengan kata lain berfungsi untuk mengetahui seberapa jauh suatu proses kegiatan telah mencapai tujuanyang telah ditentukan.

C. PEMBIBITAN

1. Teknik Pembibitan Secara Generatif

Pembibitan secara generatif dilakukan dengan menggunakan benih yang hasrus disemaikan terlebih dahulu pada media tabur yang telah disterilisasi, kemudian setelah berkecambah disapih ke media pertumbuhan. Media tabur yang biasa digunakan adalah pasir sungai sedangkan media pertumbuhan berupa campuran tanah dan kompos.

Benih yang digunakan harus berasal dari sumber benih yang jelas asal-usulnya sehingga dapat diketahui kualitas genetiknya. Beberapa tingkatan sumber benih yang bisa digunakan adalah sebagai berikut (Anonim, 2004)

a. Tegakan benih teridentifikasi : tegakan alam atau tanaman dengan kualitas rata-rata yang digunakan untuk menghasilkan benih dan lokasinya dapat teridentifikasi dengan tepat b. Tegakan benih terseleksi : tegakan alam atau tanaman, dengan penotipa pohon untuk

karakter penting (sperti : batang lurus, tidak cacat dan percabangan ringan) diatas rata-rata

c. Areal produksi benih : memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan benih teridentifikasi maupun teseleksi. Penjarangan untuk membuang pohon yang jelek dilakukan untuk meningkatkan produksi benih.

d. Tegakan benih provenansi : tegakan yang dibangun dari benih yang berasal dari provensi yang sama yang telah teruji dan diketahui keunggulannya.

e. Kebun benih semai : dibangun dengan bahan generatif (benih) yang berasal dari pohon induk terpilih. Didalamnya dilakukan seleksi pohon plus.

(33)

f. Kebun benih klon : dibangun dengan bahan tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari pohon plus di kebun benih atau hasil uji klon.

g. Kebun pangkas : pertanaman yang dibangun untuk menghasilkan bahan stek untuk produksi bibit.

Penanganan benih dipersemaian merupakan awal dari kegiatan pembangunan tanaman. Kegiatan tersebut meliputi : persiapan benih, media tabur dan media sapih, perlakuan benih, penaburan benih, penyapihan bibit, pemeliharaan bibit san monitoring jumlah bibit siap tnam di persemaian. Biasanya dalam penyemaian benih diperlukan perlakuan khusus (skarifikasi) untuk mempercepat proses perkecmbahan benih. Skarifikasi benih dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pemecahan/pengikiran kulit biji, perendaman dalam air panas dan dingin, perendaman dalam larutan asam sulfat. Tahapan selanjutnya adalah :

a. Penaburan benih : biasanya menggunakan media pasir

b. penyapihan semai ke media tumbuh umumnya berupa campuran tanah + pasir dan kompos (3 : 2 : 1)

c. pemeliharaan dan pengamatan bibit sampai siap tanam.

2. Teknik Pembibitan Secara Vegetatif

a. Manfaat Penerapan Teknik Pembiakan Vegetatif

Beberapa keuntungan penggunaan teknik pembibitan secara vegetatif antara lain (Pudjiono, 1996) :

1) Keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya

2) Tidak diperlukan peralataan khusus dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar,

3) Produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah dan murah

(34)

4) Meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif umunya relatif dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji

5) Umunya tanaman akan lebih cepat bereproduksi/menghasilkan buah

6) Bibit hasil secara vegetatif sangat berguna untuk program pemuliaan tanaman yaitu untuk pengembangan bank klon, kebun benih klon, perbanyakan tanaman hasil persilangan terkendali misalnya hybrid atau steryl hybrid yang tidak dapat bereproduksi secara seksual dan perbanyakan masal tanaman terseleksi

b. Penerapan Teknik Perbanyakan Vegetatif

1) Teknik mencangkok (air layering)

Pencangkokan tanaman dilakukan untuk mendapatkan anakan/bibit yang berguna untuk pembangunan bank klon, kebun benih klon, kebun persilangan karena dengan teknik ini bibit yang dihasilkan bersifat dewasa sehingga lebih cepat berbunga/berbuah. Pencangkokan dilakukan pada pohon induk terpilih atau pohon plus di kebun benih. Bahan dan peralatan yang digunakan antara lain media cangkok (moss cangkok, top soil dan kompos), bahan pembungkus cangkok dari polibag hitam, tali rafia, zat pengatur tumbuh akar, insektisida, pita label, spidol permanent, pisau cangkok, parang, gergaji tangan dan alat tulis.

Pembuatan cangkokan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a) Penyiapan media cangkok terdiri atas campuran antara moss cangkok, top soil dan kompos. Sebelum digunakan media disiram dengan air sampai cukup kelembabanya. Selain itu ditaburi dengan insektisida secukupnya supaya media tidak dijadikan sarang semut dan membunuh hama uret.

b) Pemilihan cabang yang sehat dengan diameter rata-rata 2-5 cm. Cabang dikerat sepanjang 5 cm dengan menggunakan pisau cangkok, kulit cabang dikelupas dan

(35)

bagian kambiumnya dibersihkan dengan cara dikerik dan dibiarkan beberapa menit. Posisi keratan kulit sekitar 30 cm dari pangkal cabang. Setelah itu bagian sayatan diolesi dengan larutan ZPT untuk memacu pertumbuhan akar.

c) Menutup luka sayatan pada cabang dengan campuran media, kemudian ditutup dengan polibag hitam dan diikat dengan tali rafia sampai media cangkok stabil. Bagian pembungkus cangkok diberi lubang memudahkan masuknya air atau keluarnya akar.

d) Memberi label yang berisi tanggal pencangkokan, perlakuan dan pelaksana. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kegiatan pencangkokan antara lain :

a) Pencangkokan sebaiknya dilakukan pada musim hujan sehingga akan membantu dalam menjaga kelembaban media sampai berakar.

b) Pengambilan cangkok dilakukan setelah cangkok berumur 2-3 bulan. Pemotongan cangkok menggunakan gergaji kemudian diturunkan secara hati-hati. Cangkok yang terlalu pangjang dipotong sebagian dan daunnya dikurangi untuk mencegah terjadinya penguapan yanag terlalu besar.

c) Cangkok yang telah dipisahkan dari pohon induknya segera ditanam pada media campuran tanah dengan kompos/pupuk kandang (3:1). Kegiatan ini dilakukan di persemaian yang diberi naungan dengan intensitas cahaya lebih dari 50 %. Pemeliharaan cangkok di persemaian dilakukan sampai bibit siap ditanam di lapangan. Biasanya setelah 3 bulan cangkok telah memiliki perakaran yanag kompak dan siap dipindahkan ke lapangan.

d) Pembuatan cangkok pada satu pohon tidak bisa dilakukan dalam jumlah banyak karena akan mengganggu atau merusak pohon tersebut.

(36)

Penerapan teknik stek cabang dilakukan dengan cara menanam bagian cabang tanaman pada media pertumbuhan (pasir, campuran top soil + kompos) pada bedengan yang ditutup sungkup plastik. Kemampuan jenis tanaman untuk diperbanyak dengan cara stek cabang berbeda-beda. Teknik pembuatan stek cabang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Pengambilan cabang dari pohon induk yang telah dipilih. Ukuran cabang yang baik untuk bahan stek biasanya 2 – 5 cm. posisi cabang yang dapat digunakan adalah posisi bagian bawah tajuk karena selain memudahkan dalam mengambilnya juga umumnya memiliki kemampuan berakar lebih baik.

b) Pengepakan cabang akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya terutama apabila pengambilan cabang dilakukan ditempat lain yanag jauh sehingga akan memerlukan waktu yang relatif lama. Cara yang dapat digunakan adalah dengan membungkus cabang dengan karung goni basah atau kulit batang pisang.

c) Pemotongan cabang menjadi bahan stek sebaiknya minimal terdiri atas 2 ruas. Setelah dipotong-potong kemudian bagian pangkal cabang direndam pada larutan ZPT akar seperti IBA.

d) Penanaman stek dilakukan pada media pasir atau campuran top soil + kompos pada bedengan yang ditutup sungkup plastik untuk memelihara kelembaban udara sampai 90%. Pemeliharaan rutin yang dilakukan adalah penyiraman, penyemprotan fungisida dan pembersihan rumput disekitar bedengan. Biasanya bibit stek cabang sudah dapat disapih setelah 2-3 bulan.

3) Teknik sambungan (grafting)

Pembuatan bibit dengan teknik sambungan dilakukan dengan cara menyambungkan scion berupa bagian pucuk/tunas dari tajuk pohon plus pada tanaman batang bawah/root stock yng telah disediakan. Teknik ini juga akan mempertahankan sifat

(37)

dewasa pohon induknya sehingga anakan yang dihasilkan akan cepat berbunga/berbuah. Teknik ini biasa digunakan untuk kegiatan penyiapan materi untuk bang klon, kebun persilangan dan kebun benih klon. Bahan dan peralatan yang diperlukan adalah bibit untuk tanaman batang bawah dan scion diambil dari tajuk pohon plus di kebun benih. Rootstock dan scion sebaaiknya satu jenis. Bahan dan peralatan lainnya adalah parafil/plastik pengikat sambungan, kantong plastik bening ukuran 1 kg, obat/pasta penutup luka tanaman, talai rafia, pita label, pisau sambung, pisau cutter, gunting stek, penggaris dan alat tulis.

Pembuatan sambungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a) Penyiapan root stock berupa bibit yang telah siap tanam yaitu berumur 4-6 bulan dengan diameter batang rata-rata 1 cm. Bibit dipilih yang sehat, tidak menunjukkan adanya serangan hama/penyakit.

b) Bibit root stock dipangkas dengan tinggi pangkasan rata-rata 30 cm tergantung pada diameternya. Semakin kecil diameter maka pemangkasan dapat lebih rendah dari 30 cm. Permukaan batang pada titik pangkasan dihaluskan dengan pisau sambung/cutter, kemudian ujungnya dibelah/disayat dengan pisau grafting secara hatihati sepanjang 1,5-2 cm.

c) Penyiapan scion yaitu tunas/trubusan pada tajuk pohon induk. Tunas yang baik untuk scion adalah yang jaringan gabusnya sedikit. Ukuran scion dipilih yang sesuai dengan rotstock. Bagian pangkal scion disayat secara hati-hati dengan panjang sayatan sama dengan root stock.

d) Rotstock dan scion disambung secara hati-hati sehingga bagian kambium keduanya bersatu, kemudian diikat dengan parafilm dan ditutup dengan plastik bening untuk memelihara kelembaban udara. Plastik dibuka secara bertahap dengan cara menggunting sebagian sampai akhirnya dilepas.

(38)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bibit sambungan adalah sebagai berikut :

a) Penyambungan hendaknya dilakukan di persemaian dengan naungan sarlon 50 – 65 % atau pada pagi/sore hari sehingga tidak terlalu panas.

b) Penyambungan dilakukan segera setelah scion diambil dari pohon induk karena lamanya waktu penyimpanan scion akan mengurangi tingkat keberhasilan hidup sambungan (Adinugraha dkk, 2001)

c) Pemeliharaan tanaman hasil sambungan harus dilakukan secara rutin seperti : penyiraman, penyiangan, pembuangan tunas yang tumbuh pada batang root stock, membuka plastik sungkup sambungan secara bertahap setelah sambungan tersebut tumbuh.

4) Teknik stek pucuk (leafy cuttings)

Pembibitan dengan teknik stek pucuk umumnya dilakukan dalam rangka produksi bibit secara massal untuk keperluan operasional penanaman. Dengan teknik ini dapat dihasilkan bibit dalam jumlah besar. Bahan yang digunakan adalah bahan stek dari tunas/trubusan yang diperoleh dari kebun pangkas, media stek yang digunakan adalah pasir sungai, zat pengatur tumbuh, bak plastik/ember, label, fungisida, gunting stek/pisau cutter.

Untuk kegiatan pembibitan dengan stek pucuk diperlukan beberapa fasilitas penunjang yaitu tempat pembibitan dapat dilakukan di rumah kaca atau bedengan persemaian yang ditutup dengan sungkup plastik. Untuk persemaian skala besar diperlukan peralatan lainnya antara lain pengaturan naungan, pengaturan suhu dan ventilasi, pengaturan penyiraman dan kelembaban udara yang dijalankan secara otomatis merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang keberhasilannya. Selain itu

(39)

diperlukan sumber air yang tersedia sepanjang tahun, sumber bahan stek (kebun pangkas) dan tempat penyimpanan media stek.

Kebun pangkas perlu dibangun sebagai sumber bahan stek yang menghasilkan tunas secara terus menerus. Pembangunan kebun pangkas hendaknya dilakukan dengan menggunakan materi tanaman dari pohon plus sehingga bibit yang akan dihasilkan memiliki kualitas genetik yang baik/unggul. Menurut Kartiko (2000) materi tanaman yang dipergunakan untuk membangun kebun pangkas berasal dari benih hasil penyerbukan terkendali antara pohon-pohon plus dan klon hasil perbanyakan vegetatif dari pohon plus.

Pembuatan stek pucuk dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Adinugraha, 2003) a) Penyiapan media stek dalam polibag/kantong bibit/tabung bibit

b) Pembuatan stek dengan cara memotong trubusan menjadi beberapa bagian. Satu stek terdiri atas 2 mata/nude. Tunas dipilih yang belum membentuk jaringan gabus kemudian direndam stek pada larutan fungisida.

c) Sebelum ditanam bagian pangkal stek dicelupkan kedalam larutan ZPT, kemudian stek ditanam pada media yang telah diberi lubang tanam terlebih dahulu.

d) Bedengan stek ditutup plastik sungkup untuk memelihara kelembaban udara tetap tinggi sekitar 90% dan perlu diberi naungan dengan intensitas cahaya 15-25 % untuk bedengan tanpa pengabutan dan intensitas cahaya 30-50% untuk bedengan dengan sistem pengabutan.

e) Pemeliharaan rutin meliputi penyiraman, penyemprotan fungisida dan pembersihan gulma dan setelah stek berakar stek disapih ke media pertumbuhan agar bibit tumbuh baik sampai siap tanam. Biasanya bibit sudah siap tanam pada umur 4 bulan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembibitan dengan teknik stek pucuk adalah sebagai berikut :

(40)

a) Semakin tinggi pemangkasan akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya.

b) Umur trubusan yang baik untuk bahan stek pucuk umunya sekitar 1 – 2 bulan. Bertambahnya umur tunas mengurangi daya perakaran stek. Untuk memudahkan dalam menentukan masa panen tunas dapat dilihat dari panjang tunas yaitu apabila telah mencapai panjang 30-40 cm (Longman, 1993).

c) Tipe pertumbuhan tunas harus diperhatikan dengan memilih tunas yang memiliki pertumbuhan ke arah vertikal (ortotropic). Tunas yang bersifat plagiotropic sebaiknya tidak digunakan karena akan menghasilkan bibit yang tumbuhnya tidak normal (mendatar seperti cabang).

d) Posisi trubusan pada tonggak juga mempengaruhi kemampuan berakar stek. Semakin tinggi posisi tunas pada tonggak maka kemampuan berakarnya semakin rendah

e) Pengepakan bahan tanaman harus diperhatikan terutama apabila bahan stek diambil dari lokasi yang jauh dari tempat pembibitan. Sebaiknya penyetekan segera dilakukan setelah bahan stek tiba di pembibitan. Cara pengepakan stek yang bisa dilakukan dengan membungkus bahan stek dengan kertas koran basah, kemudian dimasukkan ke dalam es box yang diisi es batu.

5) Teknik stek akar

Pembibitan dengan stek akar dilakukan dengan menanaman bagian akar tanaman pada media tumbuh. Tanaman yang lazim diperbanyak dengan cara stek akar adalah sukun, yang dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :

a) Pengambilan akar

Akar yang baik untuk bahan stek adalah diameternya 2-3 cm yang tumbuh muncul atau menjalar dekat permukaan tanah. Biasanya semakin dalam posisi akar dalam tanah tingkat keberhasilan tumbuhnya menurun.

(41)

b) Pengepakan akar

Akar yang telah dipotong dari pohon induknya dibawa kelokasi pembibitan, apabila lokasinya jauh maka untuk memelihara kesegaran akar maka sebaiknya akar dibungkus kulit batang pisang.

c) Pemotongan akar

Untuk bahan stek akar dipotong sepanjang 10-15 cm. Akar yang berukuran lebih besar dapat dibelah menjadiidari 3 cm dapat dibelah menjad 2 bagian.

Bagian ujung akar (yang lebih muda) dipotong miring agar tidak terbalik pada saat menanam. Setelah itu dilakukan pencucian dan perendaman dalam air yang dicampur hormon/ZPT selama 10 menit.

d) Penanaman

Penanaman stek dilakukan pada media pasir dalam polibag dan setelah tumbuh (3 bulan) disapih pada media tanah + pupuk. Selain itu stek akar dapat ditanam pada bedengan pasir (dideder) dan setelah tumbuh tunas dapat dipindah ke media campuran tanah dan kompos dalam polibag.

e) Pemeliharaan

Pemeliharaan bibit dilakukan secara rutin seperti penyiraman, penyemprotan hama, pemupukan dan pembersihan gulma. Pemeliharaan dilakukan sampai bibit siap tanam.

6) Teknik kultur jaringan

Pembibitan dengan cara kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan bahan biakan (eksplan) adalah bagian pucuk aksiler atau bagian embriyo suatu tanaman. Tunas aksiler dapat diperoleh dengan dari bahan trubusan pada kegiatan rejuvenasi dengan cara perendaman cabang (soaked branches) (Herawan dan Husnaeni, 1996; Herawan, 2003). Tahapan kegiatan pembibitan meliputi :

(42)

a) Sterilisasi eksplant untuk mencegah kontaminasi. b) Induksi eksplant pada media agar

c) Multiplikasi/perbanyakan tunas d) Perakaran

e) Aklimatisasi

Pembibitan tanaman hutan diperlukan untuk kegiatan penanaman. Penerapan teknik pembibitan yang tepat dan penggunaan materi dengan kualitas genetik yang baik merupakan awal dari pembangunan hutan tanaman yang memiliki kualitas tegakan yang baik dengan produktivitas yang tinggi.

(43)

III. METODE KAJIAN, EVALUASI DAN ANALISIS

A. Subyek Kajian

Subjek dalam Kajian, Evaluasi Dan Analisis ini adalah laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah penelitian ini menggunakan metode telaahan laporan dan telahaan pustaka serta validasi data ke instansi pemerintah.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tabulasi data berdasarkan laporan kegiatan oleh BPTH Kalimantan.

1. Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam kajian, analisis dan evaluasi ini, yang terdiri atas 6 kegiatan sebagai berikut :

1. Pemberdayaan fungsi dan daya dukung DAS berbasis pemberdayaan 2. Perencanaan dan pembinaan perbenihan tanaman hutan (PTH) 3. Pengembangan kelembagaan perbenihan tanaman hutan (PTH) 4. Pengembangan usaha perbenihan tanaman hutan

5. Pengendalian peredaran benih dan bibit

6. Pembangunan sumberdaya genetik dan sumber benih

Kinerja perencanaan merupakan hasil kerja kegiatan perencanaan (target) yang dinilai berdasarkan realisasi kegiatan

2. Kinerja Pelaksanaan.

Kinerja Pelaksanaan merupakan hasil kerja pengelola dari kegiatan pelaksanaan yang dinilai berdasarkan hasil evaluasi target kurun waktu tahun 2010 – 2013, yang meliputi 6 program/kegiatan dan 6 realisasi berdasarkan program/kegiatan.

Gambar

Tabel 1.  Pemberdayaan fungsi dan daya dukung DAS berbasis pemberdayaan  No  Program/
Tabel 2.  Perencanaan dan pembinaan perbenihan tanaman hutan (PTH)  No  Program/k
Tabel 3.  Pengembangan kelembagaan perbenihan tanaman hutan (PTH)  No  Program/
Tabel 4.  Pengembangan usaha perbenihan tanaman hutan  No  Program/
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Bagaimana konsep penampilan bangunan cottage sebagai fasilitas pendukung wisata Segara Anakan yang dapat mencenninkan arsitektur tradisional Kampung Laut dan menghasilkan

Jadi, hipotesis penelitian ini adalah kontras warna (color contrast) dan reflektansi ruang(room reflectance) akan mempengaruhi kuat pencahayaan bidang kerja membatik;

Artikel kedua membahas metode eksplorasi uranium untuk mencari daerah yang berjudul “Kajian Geologi, Radiometri dan Geokimia Granit Banggai dan Formasi Bobong Untuk Menentukan

Indonesia telah melaksanakan seluruh jenis kebijakan bagi UMKM selama Pandemi COVID-19, namun masih terdapat beberapa program/kegiatan yang belum dilaksanakan pada masing-masing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa income, financial literacy, financial attitude, primary agents, secondary agents, dan childhood consumer experience

Konsumen dengan tingkat etnosentrisme tinggi cenderung lebih menekankan pada aspek positif dari produk domestik dan mengabaikan superioritas dari produk yang

Perjanjian kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja antara atasan dan bawahan dalam hal ini antara Direktur Utama RSUP Persahabatan

Gereja HKBP ikut dalam mempersiapkan jemaat gereja HKBP untuk ikut dalam kegiatan politik termasuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan presiden tahun 2014 yang lalu1. Dalam hal