• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah imunisasi dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah imunisasi dasar"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MAKALAH

KESEHATAN IBU DAN ANAK 

KESEHATAN IBU DAN ANAK 

TENTANG

TENTANG

IMUNISASI DASAR 

IMUNISASI DASAR 

 DI SUSUN 

 DI SUSUN 

OLEH:

OLEH:

 SOFIANTO BACHTIAR  SOFIANTO BACHTIAR (141209(14120903490)03490) FIRDAUS (1412090273) FIRDAUS (1412090273)  SUMARLIN  SUMARLIN (1412090(1412090408)408)  RABBUL SULAIMAN  RABBUL SULAIMAN (1412090(1412090392)392)  RENDI (1412090369)  RENDI (1412090369)  HAERIL ANWAR  HAERIL ANWAR (1412090(1412090471)471)  MUH.FAJRIN  MUH.FAJRIN (1412090(1412090458)458)

(2)

BAB I

BAB I

 PENDAHULUAN 

 PENDAHULUAN 

 Kata Pengantar 

 Kata Pengantar 

Tu

Tuhahan n memencncipiptatakakan n sesetitiap ap mamakhlkhluk uk hihidudup p dendengagan n kekemamampmpuauan n untuntuk uk 

mem

memperpertahtahankaankan n dirdiri i terterhadahadap p ancaancaman man dardari i lualuar r dirdirinyinya. a. SalSalah ah satsatu u ancaancamanman

ter

terhadhadap ap manmanusiusia a adaadalah lah penypenyakiakit, t, terterutautama ma penypenyakiakit t infinfekseksi i yanyang g dibdibawa awa oleolehh

  berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai

  berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai

cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit

cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit

seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal

seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal

ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik 

ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik 

untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman

untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman

 penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada

 penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada

orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman

orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman

itu berkembang biak,

itu berkembang biak, sehingsehingga ga dapat mengakibatdapat mengakibatkan kan penyakpenyakit berat it berat yang membawayang membawa

kepada cacat atau kematian.

kepada cacat atau kematian.

Apak

Apakah ah yanyang g dimdimaksaksudkaudkan n dendengan gan sissistem tem imuimun? n? KatKata a imuimun n berberasaasal l dardarii

  ba

  bahashasa a LatLatin in ‘i‘immummunitnitas’ as’ yanyang g berberartarti i pempembebabebasan san (ke(kekebkebalaalan) n) yanyang g dibdiberierikankan

kep

kepada ada parpara a sensenatoator r RomRomawi awi selselama ama masmasa a jabjabataatan n mermereka eka terterhadahadap p kewkewajiajibanban

se

sebabagagai i wawargrgananegaegara ra bibiasasa a dadan n teterhrhadadap ap dadakwakwaanan. . DaDalalam m sesejajararah, h, isistitilalah h ininii

kem

kemudiudian an berberkemkembanbang g sehsehingingga ga pengpengertertianiannya nya berberubaubah h menmenjadjadi i perperlinlindungdunganan

terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun

terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun

adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang

adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang

dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan

dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan

  benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam

  benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam

tubuh.

tubuh.

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh,

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh,

maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi.

(3)

BAB I

BAB I

 PENDAHULUAN 

 PENDAHULUAN 

 Kata Pengantar 

 Kata Pengantar 

Tu

Tuhahan n memencncipiptatakakan n sesetitiap ap mamakhlkhluk uk hihidudup p dendengagan n kekemamampmpuauan n untuntuk uk 

mem

memperpertahtahankaankan n dirdiri i terterhadahadap p ancaancaman man dardari i lualuar r dirdirinyinya. a. SalSalah ah satsatu u ancaancamanman

ter

terhadhadap ap manmanusiusia a adaadalah lah penypenyakiakit, t, terterutautama ma penypenyakiakit t infinfekseksi i yanyang g dibdibawa awa oleolehh

  berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai

  berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai

cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit

cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit

seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal

seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal

ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik 

ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik 

untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman

untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman

 penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada

 penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada

orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman

orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman

itu berkembang biak,

itu berkembang biak, sehingsehingga ga dapat mengakibatdapat mengakibatkan kan penyakpenyakit berat it berat yang membawayang membawa

kepada cacat atau kematian.

kepada cacat atau kematian.

Apak

Apakah ah yanyang g dimdimaksaksudkaudkan n dendengan gan sissistem tem imuimun? n? KatKata a imuimun n berberasaasal l dardarii

  ba

  bahashasa a LatLatin in ‘i‘immummunitnitas’ as’ yanyang g berberartarti i pempembebabebasan san (ke(kekebkebalaalan) n) yanyang g dibdiberierikankan

kep

kepada ada parpara a sensenatoator r RomRomawi awi selselama ama masmasa a jabjabataatan n mermereka eka terterhadahadap p kewkewajiajibanban

se

sebabagagai i wawargrgananegaegara ra bibiasasa a dadan n teterhrhadadap ap dadakwakwaanan. . DaDalalam m sesejajararah, h, isistitilalah h ininii

kem

kemudiudian an berberkemkembanbang g sehsehingingga ga pengpengertertianiannya nya berberubaubah h menmenjadjadi i perperlinlindungdunganan

terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun

terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun

adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang

adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang

dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan

dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan

  benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam

  benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam

tubuh.

tubuh.

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh,

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh,

maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi.

(4)

Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat,

Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat,

karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3

karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3

dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut

dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut

sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam

sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam

  ju

  jumlamlah h yanyang g leblebih ih banbanyakyak. . ItuItulah lah sebsebabnyabnya, a, padpada a bebbeberaerapa pa jenjenis is penpenyakyakit it yanyangg

di

diananggggap ap beberbrbahahayaya, a, didilalakukukakan n titindndakakan an imimununisisasasi i atatau au vavaksksininasasi. i. HaHal l ininii

dim

dimaksaksudkaudkan n sebsebagaagai i tintindakdakan an penpencegacegahan han agaagar r tubtubuh uh tidtidak ak terterjanjangkigkit t penypenyakiakitt

tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif 

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif 

adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan

adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan

dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya

dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya

adalah imunisas

adalah imunisasi i polio atau polio atau campakcampak. . SedangSedangkan kan imuniimunisasi pasif sasi pasif adalah penyuntiadalah penyuntikankan

sej

sejumlumlah ah antantiboibodi, di, sehsehingingga ga kadakadar r antantiboibodi di daldalam am tubtubuh uh menmeningingkatkat. . ConContohtohnyanya

adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka

adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka

kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi

kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi

tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama

tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama

masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

 PEMBAHASAN MASALAH :

 PEMBAHASAN MASALAH :

1.

1. PePengngertertiaian n ImuImuninisassasii

2.

2. PenyakiPenyakit – Pet – Penyakit nyakit Yang DiYang Ditimbultimbulkan Pakan Pada Anak da Anak Yang TiYang Tidak Di dak Di ImunisaImunisasisi

3

3.. ImImuunniiaassi Mi Mmr mr 

4.

4. PenyakiPenyakit – Pent – Penyakit Yayakit Yang Kemung Kemungkinangkinan Akan Di n Akan Di Alami Alami Bila TiBila Tidak Menddak Mendapat apat 

 Imunisasi Mmr.

 Imunisasi Mmr.

5.

(5)

BAB II

 PEMBAHASAN 

 Pengertian Imunisasi 

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang  berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari  penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.

Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.

Tujuan Pemberian Imunisasi 

Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk  mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan   bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.

 Jenis – Jenis Imunisasi 

1. BCG

2. Hepatitis B 3. Polio

4. DTP 5. Campak  

(6)

1. Imunisasi BCG

Kepanjangan BCG ? Mungkin karena susah mengucapkannya makanya jarang yang hafal kepanjangannya. Bacillus Calmette-Guerin. BCG adalah vaksin untuk  mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada  penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.

Royan said : maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini  bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan

seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG   berkurang jika telah ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya,

tetapi data ini tidak konsisten.

Royan said : maksudnya, kalau sih anak sudah kemasukkan kuman TBC sebelum diimunisasi, proses pembentukan antibbodi setelah diimunisasi kurang memuaskan.

Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu (bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera memberikan imunisasi BCG buat anaknya.

Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan. Jadi tidak benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.

(7)

Royan said : maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.

BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan. BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV.

(Sumber : system imun,imunisasi,dan penyakit imun. Prof.Dr.dr. A. Samik  Wahab, Spa(K). Widya Medika)

2. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak  lahir telah terinfeksi virud hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati.

Banyak jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil. Yang potemsial melalui jalan lahir. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melali alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antar anggota keluarga.

Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Anak juga terlihat sehat, nafsu makan baik, berat badan juga normal. Penyakit baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah.

Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.

(8)

 Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan  pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.

Usia Pemberian Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.

  Lokasi Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan.  Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan

mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya 8 tahun; diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara  bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.

Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.

 Indikator Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang sakit berat

3. Polio

Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini yang disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit aslinya, sehingga banyak digunakan. Kalo yang injeksi efek proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes karena daya

(9)

Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Walaupun dapat sembuh, penderita akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.

Di wikipedia dijelaskan bahwa Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.

Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung  bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.

Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan minuan yang dicemari.

Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai dengan jadwal imunisasi.

4. DTP

Deskripsi Vaksin Jerap DTP adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.

Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk  rejan.

(10)

Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf  Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal 0,1 mg

Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk  menghomogenkan suspensi. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan. (Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak   boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis

adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang steril.

Di negara-negara dimana pertussis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DTP harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DTP dapat diberikan secara aman dan efektif pada waktu yang  bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio (OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib.

dan vaksin Yellow Fever.

Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DTP. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir  atau gejala-gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DTP. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk  individu penderita virus human immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DTP sesuai dengan standar jadual tertentu.

(11)

5. Campak  

Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak  dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi   penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah

gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu  biasanya tak akan terkena lagi.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)   penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang  berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul

gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik   putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. satu-dua

hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius. Seiring dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Awalnya haya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di  beberapa bagian tibih saja dan tidak banyak.

Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak  sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya  bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat

ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.

Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain

(12)

  bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak. Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.

Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).

 Efek Imunisasi 

- Efek Imunisasi

Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi. Tetapi, orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si Kecil.

Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk  membangun pertahanan tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari  berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.

Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja. Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan  berujung kematian. Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI). Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.

(13)

- Tidak Ada yang Bebas Efek Samping 

Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).

Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk  menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dilihat dari gejalanya   pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.

Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pasca-(pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga   bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan  juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan,   pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin. Kesalahan prosedur dan teknik   pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan," demikian

Sri.

Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan. "Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik   pelaksanaan atau pragmatic errors)," tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto

Mangunkusumo ini.

Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin  pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh

(14)

 pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak  adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara mereka  bereaksi terhadap suatu vaksin," demikian Cave.

- Beberapa Kejadian Pasca-Imunisasi 

Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi. Sebagian  besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut

ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:

1. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik  langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan. Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.

2. Reaksi vaksin

Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas. Meski demikian,  bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.

(15)

3. Faktor kebetulan

Seperti disebut di atas, ada juga kejadian yang timbul secara kebetulan setelah  bayi diimunisasi. Petunjuk "faktor kebetulan" ditandai dengan ditemukannya kejadian sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat, dengan karakterisitik  serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

4. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok  "penyebab tidak diketahui" sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

 Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan atau Fiksi 

Keraguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada. Saat ini sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan   puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan. Pada anak-anak, imunisasi (dan

antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi negatif dibanding obat-obat resep lainnya. Jadi realitanya, tidak ada obat-obat yang aman untuk setiap anak. Dan,  beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa obat lainnya.

Keamanan imunisasi seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang   baik, bukan hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun

faktanya, hingga kini banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk  imunisasi juga tidak ada. Yang juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka  panjang dari imunisasi massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak 

akhir tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat, telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk  kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma

(16)

keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis, dan masalah kesehatan yang menahun lainnya.

Di Amerika Serikat dan tempat-tempat lain di dunia, adanya peningkatan  besar jumlah masalah medis yang terkait dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional kedokteran, telah mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka  panjang atau menahun dari imunisasi.

Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik  yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat.

 Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:

1. BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

2. DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan  pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak   perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan

Imunisasi tidak perlu diulang.

3. POLIO : Jarang timbuk efek samping.

4. CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.

5. HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.

Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit  bila bayi tidak diimunisasi.

(17)

  Penyakit – Penyakit Yang Ditimbulkan Pada Anak Yang Tidak Di 

 Imunisasi 

Imunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk  mencegah dan menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak. Lalu mengapa kadangkala orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut? Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?

Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit –   penyakit seperti :

1. Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju

faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).

Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis,  penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.

2. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati

Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90  persen) dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa. "Oleh karena itu, bagi bayi

(18)

Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena  penderita seperti orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular  virus hepatitis B, bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera  periksa ke dokter.

Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan, penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus  penyebab AIDS), dan diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan. Pada serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan munculnya kanker hati.

3. Penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh. Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan  poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa

Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir  πολιομυελίτιδα, dari πολιός "abu-abu" dan μυελός "bercak". Virus Polio termasuk  genus enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar  (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg). Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak 

(19)

antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi.

Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak. Penyakit Polio terbagi atas tiga  jenis yaitu Polio paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio non- paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram

otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.

Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.

Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada  penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor.

  Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang  berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.

Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat

(20)

menye-  babkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia. -Polio Bulbar Polio jenis ini disebabkan oleh tidak  adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak  mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf  trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio  bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian  biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim

''perintah bernapas'' ke paru-paru.

Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ''tenggelam'' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ''paru-paru besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi,  paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-  paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan

kematian.

Penyakit Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorokan) atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular melalui oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang kemudian virus ini akan berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh

(21)

Penularan terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut). Virus Polio dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,  bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penu larannya.

Penularan terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari  penderita yang telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas. Virus Polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan klor. Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku dapat bertahun-tahun masa hidupnya.

4. Penyakit campak (tampek)

Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.

Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari   pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur  lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

(22)

Gejala mulai timbul dalam waktu 714 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: -Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak  Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis ) 2-4 hari kemudian muncul bintik   putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang

terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa   berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam

kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.

Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun,  penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.

Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama  beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak 

ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

5. Difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.

Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan   bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang

membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan

(23)

mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini   juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya

karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf (www.blogdokter.net). Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang belum diimunisasi. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang diantaranya meninggal karena penyakit ini

Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya  punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan

(wikipedia.org).

Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran hewan, debu, dan sebagainya. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan  berkembang biak dan membentuk toksin (racun) yang menyerang saraf.

UNICEF (United Nations Children’s Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan dalam situsnya bahwa tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak  steril; mereka juga beresiko ketika alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk  memotong tali pusar dan olesan-olesan tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan (www.unicef.org). Angka kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara 15-25%.

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan yang melibatkan pita suara (larinks), trakea dan bronkial. Infeksi ini menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan   batuk yang parah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang  bersarang di saluran pernapasan dan sangat mudah tertular (www.warmasif.co.id).

Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang  berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi  berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya

(24)

menjadi lebih parah. Pada tahun 2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang diakibatkan oleh pertusis.

 Imuisasi MMR

Defenisi

Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah penyakit Campak, Campak Jerman dan Penyakit Gondong. Pemberian vaksin MMR biasanya diberikan pada usia anak 16 bulan. Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang dilemahkan. Semula vaksin ini ditemukan secara terpisah, tetapi dalam beberapa tahun kemudian digabung menjadi vaksin kombinasi. Kombinasi tersebut terdiri dari virus hidup Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah dilemahkan, Componen Antigen Rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang dilemahkan dan Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau Urabe AM-9.

Tujan

Tujuan diberikannya imunisasi MMR ini adalah untuk mencegah atau mengurangi terjadinya infeksi pada anak yang disebabkan penyakit-penyakit, gondongan dan rubela.

Efek Samping

Beberapa ahli memang ada yang mengkhawatirkan dengan pemberian MMR  ini, dapat memberikan autisme yang disebabkan pelarut MMR mengandung Tiomersal, tetapi dugaan tersebut tidak terbukti. Seperti yang dikemukakan Andrew Wakefield tahun 1998, MMR tidak terbukti menyebabkan autisme karena sampel yang diteliti hanya pada 12 pasien. “Itulah sebabnya hingga sekarang, MMR tetap aman untuk diberikan pada anak mengingat pentingnya imunisasi ini terhadap  perlindungan anak,” ungkapnya.

Pencegahan sindrom rubela congenital merupakan tujuan pemberian imunisasi rubela. Rubela adalah penyakit yang cukup berbahaya apabila terjadi diawal

(25)

kehamilan, karena dapat menimbulkan kelainan jiwa, kelahiran prematur, dan cacat  bawaan.

Apabila cacat dari lahir, bayi dapat mengalami cacat dalam bentuk, tuli, kelainan mata, kalainan jantung, kelainan saraf, mikrosefali, dan retardasi mental. “Untuk menghindar penyakit ini, ibu-ibu harus memiliki kekebalan rubela sejak kecil, sehingga diharapkan penyakit tersebut tidak akan terjadi pada bayi yang akan dilahirkan.

  Penyakit Yang Kemungkinan Akan Ada Bila Tidak Mendapat 

 Imunisasi MMR

Vaksin MMR merupakan vaksin yang diberikan kepada anak untuk mencegah  penyakit campak, gondongan, dan campak Jerman.

 Bedanya campak biasa dan campak jerman itu apa?

Campak biasa, berbeda dari campak Jerman atau rubela. Campak Jerman umumnya memiliki dampak lebih ringan dan tidak fatal. Umumnya pun terjadi pada anak usia 5 sampai 14 tahun.

Memang gejalanya hampir sama dengan campak biasa, seperti flu, batuk,  pilek dan demam tinggi. Yang membedakan, bercak merah pada rubela tidak timbul

terlalu banyak dan tidak separah campak biasa, juga cepat menghilang dalam waktu 3 hari. Gejala lain, umumnya nafsu makan anak akan menurun karena terjadi  pembengkakan pada limpa.

Justru kita harus lebih khawatir bila rubela menyerang wanita hamil karena virusnya bisa menular pada janin melalui plasenta. Bila janin tertular maka anak yang dilahirkan akan mengalami sindrom rubela kongenital dengan kelainan-kelainan, misalnya mata bayi mengalami katarak, tidak bisa mendengar, terjadi pengapuran di otak, juga banyak terjadi anak-anak tumbuh dengan keterbelakangan perkembangan.

Setiap anak perempuan harus mendapat vaksinasi rubela. Hal ini untuk  mengantisipasi terjadinya rubela serta melindungi janin yang dikandungnya kelak.

(26)

Tak hanya pada perempuan, vaksinasi rubela pun penting bagi kaum pria. Gunanya mencegah agar tidak terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin tengah hamil nanti.

Tidak Adanya Hubungan Antara Terjadinya Autisme Dengan Imunisasi Mmr 

1. Akhir-akhir ini pada sebagian masyarakat tersebar informasi tentang dugaan adanya hubungan antara autisme dengan imunisasiMMR (Measles, Mumps, Rubella).

2. Imunisasi adalah pemberian vaksin pada tubuh seseorang dengan tujuan untuk  meningkatkan kekebalan terhadap penyakit infeksi tertentu. Pemerintah telah melaksanakan Program Imunisasi sejak lebih dari 30 tahun yang lalu dan telah   berhasil menurunkan angka kesakitan dan angka kematian dari berbagai   penyakit menular. Program Imunisasi di Indonesia mencakup antara lain   pemberian vaksin untuk meningkatkan kekebalan bayi terhadap penyakit tuberkolosa (vaksin BCG), difteria , batuk rejan, dan tetanus (vaksin DPT),   poliomyelitis (vaksin Polio), campak (vaksin Campak), dan hepatitis B

(vaksin Hepatitis B). Program Imunisasi juga mencakup pemberian vaksin untuk meningkatkan kekebalan ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus (vaksin TT) dan peningkatan kekebalan anak sekolah dasar terhadap penyakit difteri dan tetanus (vaksin DT).

3. Autisme adalah gangguan petumbuhan anak yang kronik dengan gejala utama gangguan interaksi sosial, komunikasi, serta keterbatasan perhatian dan aktifitas, biasanya terjadi pada usia di bawah 3 tahun.

4. Vaksin MMR merupakan vaksin yang diberikan kepada anak dengan maksud untuk mencegah penyakit campak, gondongan dan campak Jerman (German measles). Di Indonesia, vaksin MMR telah digunakan untuk imunisasi anak di  berbagai rumah sakit dan klinik, walaupun belum termasuk dalam jenis vaksin yang digunakan dalam Program Imunisasi Nasional. Vaksin MMR yang dipasarkan di Indonesia telah mendapat izin edar setelah dilakukan evaluasi

(27)

Obat Jadi (KOMNAS POJ). Di negara-negara maju, vaksin MMR digunakan secara luas untuk imunisasi anak.

5. Keamanan vaksin MMR telah dibuktikan dengan berbagai penelitian di luar  negeri. Penelitian yang dilakukan mencakup pengamatan pasca pemasaran (post marketing surveillance) selama 30 tahun terhadap 250 juta dosis vaksin MMR di lebih dari 40 negara di Eropa, Amerika Utara, Australia, dan Asia. Laporan terakhir mengenai keamanan vaksin telah pula dilakukan di Finlandia sejak tahun 1982 selama 14 tahun. Studi tersebut dilakukan pada 1,8 juta anak  yang menggunakan 3 juta dosis vaksin MMR. Pemantauan dilakukan terhadap semua kejadian serius setelah imunisasi dan hasilnya menunjukkan tidak ada laporan kasus autisme yang berhubungan dengan penggunaan vaksin MMR. Hasil tersebut sesuai dengan Specific hypothesis driven studies yang pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan kajian tersebut diatas, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia mengambil kesimpulan bahwa tidak ada kaitan antara kejadian autisme pada anak dengan imunisasi MMR. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Pengawas Obat Dan Makanan, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia akan terus memantau dan mengkaji efektifitas serta keamanan semua vaksin yang digunakan di Indonesia, termasuk vaksin MMR. Masyarakat dan segenap tenaga kesehatan di Indonesia diharapkan tidak perlu khawatir mengenai keamanan vaksin MMR.

 Imunisasi Penyebab Autis ? Kekawatiran Terhadap Thimerosal Dan Autis

“Dr Widodo Judarwanto SpA”

Dari waktu ke waktu jumlah penyandang spektrum Autis tampaknya semakin meningkat pesat. Autis seolah-olah mewabah ke berbagai belahan dunia. Di beberapa negara terdapat kenaikan angka kejadian penderita Autisme yang cukup tajam. Autis

(28)

adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Di Amerika Serikat disebutkan Autis terjadi pada 60.000 – 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan angka kejadian autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang.

Kontroversi yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada kemungkinan hubungan Autis dengan imunisasi anak. Banyak orang tua menolak imunisasi karena mendapatkan informasi bahwa beberapa jenis imunisasi khususnya kandungan Thimerosal dapat mengakibatkan Autis. Akibatnya, anak tidak mendapatkan   perlindungan imunisasi untuk menghindari penyakit-penyakit justru yang lebih  berbahaya. Penyakit tersebut adalah hepatitis B, Difteri, Tetanus, pertusis, TBC dan

sebagainya. Banyak penelitian yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan   bahwa Autis tidak berkaitan dengan thimerosal. Memang terdapat teori atau

kesaksian yang menunjukkan bahwa Autis dan berhubungan dengan thimerosal.

Thimerosal atau Thiomersal adalah senyawa merkuri organik atau dikenal sebagai sodium etilmerkuri thiosalisilat, yang mengandung 49,6% merkuri. Bahan ini digunakan sejak tahun 1930, sebagai bahan pengawet dan stabilizer dalam vaksin,   produk biologis atau produk farmasi lainnya. Thimerosal yang merupakan derivat dari etilmerkuri, sangat efektif dalam membunuh bakteri dan jamur dan mencegah kontaminasi bakteri terutama pada kemasan vaksin multidosis yang telah terbuka. Selain sebagai bahan pengawet, thimerosal juga digunakan sebagai agen inaktivasi  pada pembuatan beberapa vaksin, seperti pertusis aseluler atau pertusis ”whole-cell”. Food and Drug Administration (FDA) menetapkan peraturan penggunaan thimerosal sebagai bahan pengawet vaksin yang multidosis untuk mencegah bakteri dan jamur. Vaksin tunggal tidak memerlukan bahan pengawet. Pada dosis tinggi, merkuri dan metabolitnya seperti etilmerkuri dan metilmerkuri bersifat nefrotoksis dan neurutoksis. Senyawa merkuri ini mudah sekali menembus sawar darah otak, dan dapat merusak otak.

(29)

for Toxis Substances and Disease Registry) mengeluarkan rekomendasi tentang  batasan paparan etilmerkuri yang masih bisa ditoleransi antara 0,1 – 0,47 ug/kg berat   badan/hari. Kandungan yang ada di dalam vaksin adalah etilmerkuri bukan

metilmerkuri. Etilmerkuri hanya mempunyai paruh waktu singkat di dalam tubuh, sekitar 1,5 jam, selanjutnya akan dibuang melalui saluran cerna. Sedangkan metilmerkuri lebih lama berada di dalam tubuh.

Pendapat yang mendukung Autis berkaitan dengan Thimerosal : Terdapat   beberapa teori, penelitian dan kesaksian yang mengungkapkan Autisme mungkin   berhubungan dengan imunisasi yang mengandung Thimerosal. Toksisitas merkuri  pertama kali dilaporkan tahun 1960 di Minamata Jepang. Konsumsi ikan laut yang

tercemari limbah industri, sehingga kadar merkuri yang dikandung ikan laut tersebut mencapai 11 mcg/kg dan kerang 36 mcg/kg (batas toleransi kontaminasi sekitar 1 mcg/kg). Penelitian pada binatang ditemukan efek neurotoksik etilmerkuri dan metil merkuri. Ditemukan kadarnya di dalam otak cukup tinggi pada metil merkuri. Hal ini menunjukkan bahwa merkuri dapat menembus sawar darah otak.

Saline Bernard adalah perawat dan juga orang tua dari seorang penderita Autisme bersama beberapa orang tua penderita Autis lainnya melakukan pengamatan terhadap imunisasi merkuri. Mereka bersaksi di depan US House of Representatif  (MPR Amerika) bahwa gejala yang diperlihatkan anak Autis hampir sama dengan gejala keracunan merkuri. Beberapa orang tua penderita Autis di Indonesiapun,  berkesaksian bahwa anaknya terkena autis setelah diberi imunisasi

Penelitian dan rekomendasi yang menentang Thimerosal menyebabkan Autis Sedangkan penelitian yang mengungkapkan bahwa Thimerosal tidak mengakibatkan Autis juga lebih banyak lagi. Kreesten M. Madsen dkk dari berbagai intitusi di denmark seperti Danish Epidemiology Science Centre, Department of Epidemiology and Social Medicine, University of Aarhus, Denmark Institute for Basic Psychiatric Research, Department of Psychiatric Demography, Psychiatric Hospital in Aarhus, Risskov, National Centre for Register-Based Research, University of Aarhus, Aarhus,Denmark, State Serum Institute, Department of Medicine, Copenhagen,

(30)

Denmark mengadakan penelitian bersama terhadap anak usia 2 hingga 10 tahun sejak  tahun 1970 hingga tahun 2000.

Mengamati 956 anak sejak tahun 1971 hingga 2000 anak dengan autis. Sejak  thimerosal digunakan hingga tahun 1990 tidak didapatkan kenaikkan penderita auitis secara bermakna. Kemudian sejak tahun 1991 hingga tahun 2000 bersamaan dengan tidak digunakannya thimerosal pada vaksin ternyata jumlah penderita Autis malah meningkat drastis. Kesimpulan penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara  pemberian Thimerazol dengan Autis.

Stehr-Green P dkk, Department of Epidemiology, School of Public Hea lth and Community Medicine, University of Washington, Seattle, WA, bulan Agustus 2003 melaporkan antara tahun 1980 hingga 1990 membandingkan prevalensi dan insiden  penderita autisme di California, Swedia, dan Denmark yang mendapatkan ekposur 

dengan imunisasi Thimerosal. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa insiden  pemberian Thimerosal pada Autisme tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Geier DA dalam Jurnal Americans Physicians Surgery tahun 2003, menungkapkan   bahwa Thimerosal tidak terbukti mengakibatkan gangguan neurodevelopment

(gangguan perkembangan karena persarafan) dan penyakit jantung. Melalui forum  National Academic Press tahun 2001, Stratton K dkk melaporkan tentang keamanan thimerosal pada vaksin dan tidak berpengaruh terhadap gangguan gangguan neurodevelopment (gangguan perkembangan karena persarafan).

Hviid A dkk dalam laporan di majalah JAMA 2004 mengungkapkan  penelitian terhadap 2 986 654 anak pertahun didapatkan 440 kasus autis. Dilakukan   pengamatan pada kelompok anak yang menerima thimerosal dan tidak menerima thimerosal. Ternyata tidak didapatkan perbedaan bermakna. Disimpulkan bahwa  pemberian thimerosal tidak berhubungan dengan terjadinya autis.

Menurut penelitian Eto, menunjukkan manifestasi klinis autis sangat berbeda dengan keracunan merkuri. Sedangkan Aschner, dalam penelitiannya menyimpulkan tidak terdapat peningkatan kadar merkuri dalam rambut, urin dan darah anak Autis. Pichichero melakukan penelitian terhadap 40 bayi usia 2-6 bulan yang diberi vaksin

(31)

thimerosal. Setelah itu dilakukan evaluasi kadar thimerosal dalam tinja dan darah  bayi tersebut. Ternyata thimerosal tidak meningkatkan kadar merkuri dalam darah, karena etilmerkuri akan cepat dieliminasi dari darah melalui tinja. Selain itu masih   banyak lagi peneliti melaporkan hasil yang sama, yaitu thimerosal tidak 

mengakibatkan Autis.

Bagaimana sikap kita sebaiknya ? Bila menyimak dan mengetahu kontroversi tersebut tanpa memahami dengan jelas, maka masyarakat awam bahkan beberapa klinisipun jadi bingung. Bila terpengaruh oleh pendapat yang mendukung keterkaitan Autis dan imunisasi tanpa melihat fakta penelitian lainnya yang lebih jelas. Maka, akan mengabaikan imunisasi dengan segala akibatnya yang jauh lebih berbahaya   pada anak. Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentang Thimerosal tidak 

mengakibatkan Autis secara epidemiologis lebih bisa dipercaya untuk menunjukkan sebab akibat. Laporan beberapa penelitian dan kasus jumlahnya relatif tidak    bermakna dan dalam populasi yang kecil. Hanya menunjukan kemungkinan hubungan tidak menunjukkan sebab akibat. Beberapa institusi atau badan kesehatan dunia yang bergengsi pun telah mengeluarkan rekomendasi untuk tetap meneruskan   pemberian imunisasi MMR. Hal ini juga menambah keyakinan bahwa memang

Thimerosal dalam vaksin memang benar aman.

Walaupun paparan merkuri terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala Autis. Peristiwa tersebut mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Metalothionein merupakan suatu rantai polipeptida liner tediri dari 61-68 asam amino, kaya sistein dan memiliki kemampuan untuk mengikat logam. Pada penderita Autis tampaknya didapatkan adanya gangguan metabolisme metalotionin. Gangguan metabolisme tersebut dapat mengakibatkan gangguan ekskresi (pengeluaran) logam berat (merkuri dll) dari tubuh anak autis. Gangguan itu mengakibatkan peningkatan logam berat dalam tubuh yang dapat mengganggu otak, meskipun anak tersebut menerima merkuri dalam batas yang masih ditoleransi.

Pada anak sehat bila menerima merkuri dalam batas toleransi, tidak  mengakibatkan gangguan. Melalui metabolisme metalotionin pada tubuh anak, logam

(32)

 berat tersebut dapat dikeluarkan oleh tubuh. Tetapi pada anak Autis terjadi gangguan metabolisme metalotionin.Kejadian itulah yang menunjukkan bahwa imunisasi yang mengandung thimerosal harus diwaspadai pada anak yang beresiko Autis, tetapi tidak   perlu dikawatirkan pada anak normal lainnya.

Penelitian atau pendapat beberapa kasus yang mendukung keterkaitan Autisme dengan imunisasi, tidak boleh diabaikan bergitu saja. Sangatlah bijaksana untuk lebih waspada, bila anak sudah mulai tampak ditemukan penyimpangan   perkembangan atau perilaku sejak dini. Dalam kasus tersebut untuk mendapatkan imunisasi yang mengandung Thimerosal harus berkonsutlasi dahulu dengan dokter  anak. Mungkin harus menunda dahulu imunisasi yang mengandung thimerosal sebelum dipastikan diagnosis Autis dapat disingkirkan. Dalam hal seperti ini, harus dipahami dengan baik resiko, tanda dan gejala autis sejak dini.

Bila anak tidak beresiko atau tidak menunjukkan tanda tanda dini terjadinya Autis maka tidak perlu kawatir untuk mendapatkan imunisasi tersebut. Kekawatiran terhadap imunisasi tanpa didasari pemahaman yang baik, akan menimbulkan  permasalahan kesehatan yang baru pada anak kita. Dengan menghindari imunisasi,   beresiko terjadi akibat berbahaya dan dapat mengancam jiwa. Bila anak terkena

infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi.

 Jadwal Pemberian Imunisasi 

1. Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali suntik.

• Pertama : Bila ibu adalah pembawa virus dalam darahnya, maka

vaksin harus diberikan paling lama 12 jam setelah lahir. Tetapi bila ibu  bukan pembawa virus, bisa diberikan pada kontrol di bulan pertama

atau kedua.

• Kedua : Kalau yang pertama diberikan segera setelah lahir, yang kedua

diberikan antara bulan pertama dan kedua. Bila yang pertama diberikan setelah sebulan, maka yang kedua diberikan antara bulan

(33)

• Ketiga : Diberikan pada usia 6 bulan untuk yang mendapatkan vaksin

  pertama sebelum usia 1 bulan. Untuk yang mendapatkan vaksin  pertama setelah usia 1 bulan, diberikan pada usia antara 6 s/d 18 bulan.

• Resiko yang mungkin timbul Resiko serius yang berkaitan dengan

 pemberian vaksin HBV sangat jarang terjadi. Biasanya efek samping hanya bagian bekas suntik menjadi kemerah-merahan.

• Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan. Bila ada reaksi alergi serius terhadap suntikan vaksin.

• Setelah pemberian Setelah vaksinasi panas badan anak mungkin naik,

dan juga daerah sekitar bekas suntikan menjadi merah. Untuk itu anda  bisa memakai obat penurun panas (Tempra, Sanmol, dll), dan kompres

dengan air hangat bagian bekas suntikan.

2. Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d 12 tahun atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DTP terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.

• Resiko yang mungkin timbul Seringkali pemberian vaksin ini

menimbulkan panas badan ringan atau panas di sekitar bekas suntikan yang diakibatkan oleh komponen pertussis dalam vaksin.

• Menunda pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan. Bila anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara normal, komponen pertussis dari vaksin dianjurkan untuk tidak  diberikan danhanya DT (difteri & tetanus) saja. Bila setelah mendapatkan vaksin DTP (DTaP) timbul gejala seperti dibawah konsultasikan dengan dokter anak sebelum mendapatkan vaksin lainnya : kejang dalam 3 s/d 7 hari setelah imunisasi kejang-kejang yang makin memburuk dibanding sebelumnya apabila pernah

(34)

mengalaminya reaksi alergi kesulitan makan atau gangguan pada mulut, tenggorokan atau muka panas badan lebih dari 40 derajat Celcius (105 derajat Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari pertama setelah imunisasi terus menangis lebih dari 3 jam di 2 hari pertama setelah imunisasi

• Setelah pemberian : Anak mungkin mengalami panas badan ringan

dan atau kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah  panas badan kadangkala dokter anak memberikan resep obat sebelum

imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda apabila timbul gejala-gejala seperti diatas.

3. HIB (Haemophilus Influenza Tipe B) Jadwal pemberian Diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan dan sekitar 6 bulan. Setelah itu diberikan sebagai penguat  pada usia 12 s/d 15 bulan.

• Resiko yang mungkin timbul Sangat sedikit sekali efek sampingan

yang pernah ditemukan, kecuali kemerah-merahan dan nyeri pada  bagian bekas suntikan atau panas badan ringan.

• Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan. Bila ada reaksi alergi setelah imunisasi, maka pemberian vaksin Hib berikutnya harus dihentikan.

• Setelah pemberian Persiapkan obat-obatan untuk penurun panas badan

ringan.

4. POLIO Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12 s/d 18 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Imunisasi   pertama dan kedua adalah IPV sedang dua terakhir dengan OPV. Namun

apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin semuanya secara IPV. Untuk itu konsultasikan dengan dokter anak anda mana yang terbaik untuk kasus anak anda.

(35)

• Resiko yang mungkin timbul Bagi anda yang belum pernah

mendapatkan imunisasi polio pada saat balita dianjurkan untuk  imunisasi dengan IPV sebelum anak anda mendapatkan vaksin polio secara OPV. Ini untuk mencegah penularan virus polio hidup yang terkandung dalam vaksin OPV ke anda.

• Menunda pemberian Apabila anak memiliki gangguan kekebalan

tubuh, vaksin IPV lebih baik daripada OPV. Sebagai catatan, untuk  anak-anak tipe ini harus dihindari kontak dengan anak lain yang baru saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu setelah vaksinasi. Vaksin IPV tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki alergi serius terhadap antibiotika neomycin atau streptomycin. Untuk itu sebaiknya diberikan vaksin tipe OPV.

• Setelah pemberian Untuk IPV, sering menimbulkan panas badan

ringan dan nyeri atau kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk OPV tidak ada gejala pasca imunisasi apapun.

5. BCG Jadwal pemberian Diberikan satu kali pada usia 2 bulan.

• Resiko yang mungkin timbul Jarang ditemui adanya reaksi berlebihan

terhadap vaksin ini.

• Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan.

• Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun

 panas, apabila tidak ada gejala lain yang serius.

6. MMR / CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua kali pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun) atau pada usia 11 s/d 12 tahun.

• Resiko yang mungkin timbul Jarang sekali timbul masalah serius

Gambar

Tabel jadwal imunisasi umum

Referensi

Dokumen terkait

Gina Patriasih. Pengaruh Penguasaan Konsep Suku Banyak Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Matriks Sistem Persamaan Linear dengan Menggunakan Kaidah Cramer. Kemampuan

Dasar ajaran Buddha Dhamma adalah “ seluruh hidup ada dalam kondisi perubahan yang konstan, sehingga tidak ada kekekalan ditemukan. dalam materi

Tabel 21. memberikan informasi bahwa pemilihan alat kontrasepsi di wilayah Kecamatan Pedurungan yang dipengaruhi oleh enam variabel bebas pengetahuan, akses,

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai peranan Kegiatan Kepramukaan dalam meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab siswa kelas XI di SMA Negeri

Berdasarkan grafik pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12 di atas, bahwa penggunaan variasi jarak antar baut apabila ditambahkan variasi panjang jarak antar baut

Berdasarkan data Tabel 3 dapat dilihat bahwa R/C ratio usahatani cabai besar di Desa Cukangkawung Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya sebesar 3,2 artinya

Admin mampu melihat data pelanggan, memasukkan data pelanggan, mengubah data pelanggan, delete data pelanggan, menyetujui data pelanggan, membatalkan data pemesanan,

Atas dasar itu semua diharapkan agar mahasiswa- mahasiswi dapat melakukan praktikum Proses Produksi dengan tekun berpengetahuan, terampil dengan sikap yang