• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUBERTAS DAN KUALITAS SEMEN PO SAPI JANTAN MUDA YANG DIBERI RANSUM BERBASIS SINGKONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUBERTAS DAN KUALITAS SEMEN PO SAPI JANTAN MUDA YANG DIBERI RANSUM BERBASIS SINGKONG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PUBERTAS DAN KUALITAS SEMEN PO SAPI JANTAN

MUDA YANG DIBERI RANSUM BERBASIS SINGKONG

(Puberty and Semen Quality of Ongole Cross Bred Steer

Fed on Cassava Tuber Basal Diet)

Dian Ratnawati, Anggraeny YN

Loka Penelitian Sapi Potong, Jln. Pahlawan No.2 Grati, Pasuruan Email: [email protected]

ABSTRACT

Cassava crop has many advantages as feed, this including its forage and by-product. The research was done to evaluate semen quality of steer fed on cassava based diet. Study was carried out for 6 months including 2 weeks of adaptation period. Sixteen head steer were used in this study and divided into 4 treatment diets consisted of: P1, cassava waste 40%, + 20% palm kernel meal A; P2. cassava waste 40% + 20% palm kernel meal B; P3. cassava waste 50% + 20% palm kernel meal A dan P4. cassava waste 50% + 20% palm kernel meal B. Palm kernel meal A consisted of mixed of copra- palm kernel meal with ratio 3:5. Palm kernel meal B consisted of mixed copra- palm kernel meal with ratio 2:6. The feed given ad libitum with expected dry matter consumption 3,5% of body weight (consist of rice straw 20 and 80% consentrate). Parameter measured were sexual arousal and fresh semen quality (motility, mass movement, live percentage, sperm abnormality, pH etc). Data were analyzed using ANOVA. Results of the study on semen quality of the steer shows that the ejaculation time was 76,5-161 second, pH 7-7.5, semen volume 6.3-13.4 ml, semen consistency were dilute-lumpy, mass movement were 0-3, sperm motility was 5-70%, sperm live percentage was 22-70%, sperm death percentage 18.7-44% and sperm abnormality was 6.5-14.5%. It can be concluded that the use of cassava can support to puberty based on motility with the value of >10% (P1, P3 and P4).

Key Words: Young Bull, Sperm, Cassava

ABSTRAK

Tanaman singkong mempunyai banyak manfaat sebagai pakan ternak, meliputi tanaman maupun hasil sampingnya. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur kualitas semen sapi jantan muda yang diberikan pakan berbasis singkong. Penelitian dilakukan selama 6 bulan dan 2 minggu sebagai masa adaptasi. Materi penelitian menggunakan 16 ekor sapi jantan muda. Terdapat 4 perlakuan yang diberikan, diantaranya: P1, limbah singkong 40%, + 20% bungkil inti sawit A; P2. limbah singkong 40% + 20% bungkil inti sawit B; P3. limbah singkong 50% + 20% bungkil inti sawit A dan P4. limbah singkong 50% + 20% bungkil inti sawit B. Bungkil inti sawit A terdiri atas kopra- bungkil inti sawit dengan perbandingan 3:5. Bungkil inti sawit B terdiri atas kopra - bungkil inti sawit dengan perbandingan 2:6. Pakan diberikan secara ad libitum dengan konsumsi harapan 3,5% bobot badan berdasarkan bahan kering. Parameter yang diukur diantaranya libido dan kualitas semen segar (waktu ejakulasi, pH, volume, konsistensi, gerakan massa, motilitas, persentase hidup sperma, persentase kematian sperma dan persentase abnormalitas sperma). Data dianalisa menggunakan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan kualitas semen diantaranya sebagai berikut: waktu ejakulasi (76,5-161 detik), pH (7-7,5), volume (6,3-13,4 ml), konsistensi (encer-kental), gerakan massa (0-3), motilitas (5-70%), persentase hidup sperma (22-70%), persentase kematian sperma (18,7-44%) dan persentase abnormalitas sperma (6,5-14,5%). Dapat disimpulkan bahwa penggunaan singkong sebagai pakan ternak dapat mendukung pubertas berdasarkan motilitas sperma>10% (perlakuan P1,P3 and P4).

(2)

PENDAHULUAN

Pakan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam produktivitas sapi potong. Pemberian pakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dan status fisiologisnya akan mendukung produktivitas ternak. Salah satu kunci keberhasilan reproduksi dalam dunia sapi potong selain faktor induk adalah faktor pejantan. Sapi pejantan pemacek maupun sebagai sumber semen seharusnya adalah pejantan yang memiliki libido dan kualitas semen yang baik serta secara morfologis unggul dibandingkan dengan sapi jantan di lingkungan sekitarnya.

Keterbatasan lahan untuk penanaman hijauan merupakan salah satu faktor kendala penyediaan pakan yang berkualitas, sedangkan harga pakan sapi komersial semakin hari semakin tinggi. Salah satu solusi untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah dengan membaca potensi yang ada dengan berusaha memaksimalkan pemanfaatannya. Salah satu potensi limbah tanaman pangan, perkebunan dan agroindustri yang belum dapat dioptimalkan manfaatnya adalah singkong. Selain sebagai bahan pangan, tanaman singkong juga merupakan sumber pakan yang potensial untuk sapi potong karena hampir semua bagian tanaman maupun limbah agroindustrinya dapat dimanfaatkan, mudah didapat karena singkong merupakan tanaman yang mudah hidup hampir di semua jenis tanah dan tahan terhadap hama penyakit (Umiyasih et al. 2011).

Pubertas merupakan waktu dimana sapi jantan mampu mengawini sebanyak sekali dengan optimal (Pruitt et al. 1986) atau mampu berejakulasi dengan kualitas semen yang dihasilkan, konsentrasi minimal 50 juta/ml dan motilitas progresif 10% (Patterson dan Perry 2011). Pubertas dihubungkan dengan peningkatan sekresi gonadotropin, sekresi testosterone dalam pengeluaran LH dan inisiasi spermatogenesis (Amann dan Walker 1983). Pubertas pada ternak jantan dipengaruhi oleh pakan, bangsa ternak, tatalaksana pemeliharaan, penyakit dan faktor individu ternak.

Kondisi pakan yang buruk pada awal kehidupan dapat memperlambat pubertas dan dapat mempengaruhi semen yang dihasilkan. Informasi tentang efek pakan terhadap kualitas semen masih terbatas (Pruitt et al. 1986). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan mengukur libido dan kualitas semen pada sapi jantan muda yang diberikan ransum berbasis singkong.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong, Pasuruan pada tahun 2011. Materi yang digunakan adalah 16 ekor sapi PO jantan muda dengan umur ≥12 bulan dan bobot badan sekitar 200 kg. Materi dikelompokkan menjadi empat perlakuan pakan dengan komposisi seperti dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi pakan penguat pada sapi jantan muda

Bahan/ perlakuan P1 (% BK) P2 (% BK) P3 (% BK) P4 (% BK) Limbah singkong* 40 40 50 50 Dedak padi PK II 37 37 27 27 Bungkil kopra 7,5 5 7,5 5 Bungkil sawit 12,5 15 12,5 15 Garam dapur 1 1 1 1 Dicalsium phospat 1 1 1 1 Urea 1 1 1 1 Jumlah 100 100 100 100

(3)

Limbah singkong berupa singkong afkir atau potongan bagian ujung singkong yang merupakan limbah pembuatan gaplek. Pakan diberikan ad libitum dengan konsumsi harapan 3,5% BB berdasarkan BK, terdiri dari 20% jerami padi dan 80% pakan penguat untuk target PBBH sebesar ≥0,7 kg/ekor/hari sehingga diharapkan dapat dicapai perkiraan umur pubertas ≤18 bulan atau setara dengan bobot badan ≥250 kg. Pengujian dilakukan selama 6 bulan didahului dengan masa adaptasi sekitar 2 minggu. Penampungan semen dilakukan pada tahap akhir setelah perlakuan pakan. Penampungan dilakukan dengan 2 tahap: tahap I tidak menggunakan alat bantu dan tahap 2 menggunakan alat bantu elektroejakulator. Semen segar yang tertampung dianalisa kualitas semennya.

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah: pubertas, konsumsi pakan dan kualitas semen segar (libido, pH, volume, konsistensi, gerak masa, motilitas, persentase hidup, persentase mati, abnormalitas). Metode analisa semen segar menggunakan referensi Toelihere (1985). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan pakan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain terdiri atas : jerami padi sebagai pakan hijauan, serta pakan penguat berupa dedak padi, limbah singkong, bungkil kopra, bungkil sawit, garam, mineral dan urea.

Singkong afkir digunakan sebagai sumber karbohidrat mudah larut dan bungkil kopra maupun bungkil sawit digunakan sebagai sumber protein. Hasil analisis proksimat bahan pakan tersebut tertera pada tabel di bawah ini.

Berdasarkan tabel di atas terdapat kecenderungan bahwa penggunaan singkong afkir dalam jumlah banyak akan menurunkan nilai nutrisi pakan, hal ini terlihat dari nilai PK dan TDN yang cenderung rendah.

Konsumsi nutrien

Hasil pengamatan terhadap konsumsi nutrien ransum pada sapi jantan selama penelitian tertera pada Tabel 3.

Berdasarkan tabel di atas konsumsi BK dan TDN menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata diantara perlakuan. Nilai konsumsi BK berkisar antara 6,42-7,17 kg/ekor/hari dan konsumsi TDN 4,43-4,65 kg/ekor/hari. Kandungan TDN pakan penguat dalam penelitian ini yang berkisar antara 61,00-63,36%, sudah memenuhi syarat pakan untuk

pertumbuhan sapi sapihan yang

direkomendasikan yakni sejumlah >60% (Mariyono dan Krishna 2009). Konsumsi PK antara 0,57-0,81 kg/ekor/hari , berbeda nyata diantara perlakuan (P<0,05). Konsumsi terendah terdapat pada perlakuan P3 yakni sejumlah 0,57 kg/ekor/hari, berturut-turut semakin tinggi pada perlakuan P2 (0,59 kg/ekor/hari), P1 (0,76 kg/ekor/hari) dan tertinggi pada perlakuan P4 (0,81 kg/ekor/hari).

Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan

Jenis pakan BK (%) PK TDN ---%BK--- Singkong afkir 85,51 1,47 69,55 Dedak padi (PK2) 91,63 6,30 55,43 Bungkil kopra 86,13 20,97 65,20 Bungkil sawit 94,78 12,85 62,74 DCP 97,88 0,00 36,77 Jerami padi 59,37 6,72 42,02

Pakan Penguat Sapi Jantan (PPSJ) P1 89,93 9,32 63,34

PPSJ P2 89,58 8,20 61,34

PPSJ P3 89,27 8,82 61,58

(4)

Tabel 3. Konsumsi nutrien sapi jantan muda pada masing-masing perlakuan Perlakuan Konsumsi BK (kg/ekor/hari) Konsumsi PK (kg/ekor/hari) Konsumsi TDN (kg/ekor/hari) P1 6,42 0,76b 4,41 P2 6,99 0,59ab 4,50 P3 7,17 0,57a 4,65 P4 6,62 0,81bc 4,43

Supersrcipt yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (Umiyasih et al. 2011)

Konsumsi pakan yang sangat variatif pada penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagaimana yang dinyatakan oleh Crurch dan Pond (1992) bahwa konsumsi pakan tergantung pada bobot badan, individu, type ternak, tingkat produksi, palatabilitas dan lingkungan. Namun demikian ternak yang dapat mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan energinya akan menghasilkan produktivitas yang optimal karena kekurangan energi akan mengurangi semua fungsi produksi (Tillman et al. 1998). Konsumsi BK, PK maupun TDN semua perlakuan pada penelitian ini telah mencukupi standart nutrisi yang dibutuhkan menurut Kearl (1982).

Kualitas semen segar dan pubertas

Pada akhir perlakuan pakan, dilakukan penampungan semen segar untuk mengetahui pubertas sapi jantan dan kualitas semen segar yang dihasilkan. Penampungan dilakukan dengan bantuan alat berupa elektroejakulator yang dipasang dalam rectum sapi. Stimulasi dimulai dengan memposisikan daya dari yang rendah dan secara bertahap semakin meninggi sampai dihasilkannya semen. Kualitas semen sapi jantan tertera pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sembilan parameter yang diamati tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) diantara perlakuan yang diberikan. Namun dari nilai rataannya dapat diketahui bahwa rataan motilitas (70,0±8,7%) dan persentase hidup sperma (70,0 ±10,6%) P4 lebih tinggi daripada yang lain. Namun demikian, waktu yang dibutuhkan sapi jantan mulai didekatkan sampai menaiki betina pancingan pada P4

tertinggi (161,0±54,1 detik) daripada yang lainnya.

Motilitas sperma pada perlakuan P3 dan P4 sudah cukup baik. Hal ini didasarkan bahwa nilai PTM (post thawing motility) untuk semen beku minimal 40%, sehingga nilai motilitas di atas sudah memenuhi standar karena manajemen perkawinannya adalah kawin alam dengan semen segar. Gerakan massa pada P3 dan P4 adalah 1-3. Nilai GM 3 artinya bahwa gerakan massa sperma cepat dan terlihat seperti awan tebal yang mengindikasikan bahwa dalam kuantitas sperma/konsentrasi yang tinggi. Sedangkan nilai 1 mengindikasikan massa sperma lambat dan tidak terlihat seperti awan karena kuantitas/konsentrasinya rendah (Ratnawati et al. 2008).

Parameter lain yang mengindikasikan kualitas semen pada P3 dan P4 sudah cukup baik adalah persentase abnormalitas sperma. Fertilitas semen yang baik adalah apabila jumlah spermatozoa abnormal tidak lebih dari 20% (Dewi et al. 2012). Sedangkan mortalitas sperma secara umum masih terlalu tinggi (18,7-44,0%), hal ini dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan saat dilakukan penampungan, lama penampungan dan proses sejak semen ditampung sampai pemeriksaan mikroskopis (Waltl et al. 2004).

Performans sapi jantan dipengaruhi oleh lingkungan, salah satunya pakan. Kualitas semen dan produksi sel sperma harian dapat turun apabila pakan yang diberikan mempunyai energi yang tinggi. Sedangkan pakan yang kurang juga berpengaruh terhadap spermatogenesis dan performans reproduksi sapi jantan. Dengan dasar itulah diperlukan komposisi pakan dengan level energi optimum sehingga pertumbuhan dan efisiensi

(5)

Tabel 4. Kualitas semen segar sapi jantan Parameter Perlakuan P1 P2 P3 P4 Libido (detik)* 97,5 ± 53,0 76,5 ± 23,3 86,5 ± 38,2 161,0 ± 54,1 pH 7 ± 0,0 7,5 ± 0,7 7,3 ± 0,5 7,0 ± 0,0 Volume (cc) 13,4 ± 9,4 6,5 ± 4,9 6,3 ± 3,8 9,2 ± 8,5 Konsistensi Encer Encer-sedang Encer-kental Encer-kental

GM (0-4) 0-1 0-1 1-3 1-3

Motilitas (%) 12,5 ± 17,7 5,0 ± 7,1 53,8 ± 37,3 70,0 ± 8,7 % hidup 41,5 ± 24,7 22,0 ± 31,1 43,0 ± 29,0 70,0 ± 10,6 % mati 44,0 ± 7,1 21,5 ± 30,4 23,5 ± 16,7 18,7 ± 11,5 % abnormal 14,5 ± 17,7 6,5 ± 9,2 8,5 ± 8,3 13,7 ± 3,5

* : Waktu yang dibutuhkan sapi jantan mulai didekatkan sampai menaiki betina pancingan GM : Gerakan masa sperma

dapat meningkat tanpa menimbulkan efek negative reproduksi (Reiling dan Barthle 1999). Kondisi yang lain menyebutkan bahwa kekurangan pakan akan berpengaruh terhadap keterlambatan pubertas dan produksi sperma. Dengan demikian sapi jantan muda dengan kondisi pakan yang kurang tidak dapat tumbuh dengan baik apabila dibandingkan dengan sapi jantan dengan kondisi pakan baik (Patterson dan Perry 2011).

Definisi dari pubertas pada sapi jantan adalah apabila sapi jantan spermanya dapat

ditampung dengan menggunakan

elektroejakulasi dengan konsentrasi minimal 50 juta/ml dan motilitas progresif 10% (Patterson dan Perry 2011). Hasil di atas menunjukkan bahwa dari nilai rataannya diperoleh gerak masa >10%, maka sapi jantan sudah mengalami pubertas. Namun data konsentrasi tidak tersedia sehingga tidak dapat dinyatakan sepenuhnya bahwa hewan mengalami pubertas.

Bobot badan dan umur saat pubertas terjadi dipengaruhi oleh jumlah energi dari pakan yang dikonsumsi. Energi yang tinggi menyebabkan peningkatan bobot badan, tinggi badan dan diameter skrotum, namun hal tersebut tidak akan mempengaruhi umur pubertas atau kawin pertama. Kandungan protein pakan berpengaruh terhadap produktivitas ternak, diantaranya adalah tampilan reproduksi sapi jantan (kualitas

semen). Pada perlakuan di atas diketahui bahwa kisaran jumlah protein ransum 0,57-0,81 kg/ekor dan energi 4,41-4,65 kg/ekor sudah memenuhi standar. Standar kebutuhan sapi jantan bobot 250 kg adalah protein 0,18-0,492 kg/ekor dan energi 2,0-4,3 kg/ekor (Kearl, 1982).

KESIMPULAN

Pemanfaatan singkong sebagai sumber karbohidrat mudah larut maksimal sebanyak 50% pakan penguat mampu mendukung pubertas sapi PO dengan motilitas >10% (perlakuan P1, P3 dan P4) dan kualitas semen yang ditandai dengan tingginya angka motilitas semen dan persentase sperma yang hidup pada perlakuan P4.

DAFTAR PUSTAKA

Amann RP, Walker OA. 1983. Changes in the Pituitary-Gonadal Axis Associated with Puberty in Holstein Bulls. J Anim Sci. 57:433-442.

Church DC, Pond WG. 1992. Livestock feed and feeding 4th edition dohan and Doneynic. Oregon

Dewi AS, Ondho YS, Kurnianto E. 2012. Kualitas Semen Berdasarkan Umur Pada Sapi Jantan Jawa. Anim Agric J. 1(2):126-133.

(6)

Kearl L. C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries. UTAH state University. USA.

Mariyono, Krishna NH. 2009. Pemanfaatan dan Keterbatasan Hasil Ikutan Pertanian serta Strategi Pemberian Pakan Berbasis Limbah Pertanian untuk Sapi Potong. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 19(1):31-42.

Patterson D, Perry G. 2011. Determining Reproductive Fertility in Herd Bulls. MU Extension, University of Missouri. Columbia. Pruiit RJ, Corah LR, Stevenson JS, Kiracofe GH.

1986. Effect of Energi Intake after Weaning on the Sexual Development of Beef Bulls. II. Age at First Mating, Age at Puberty, Testosterone and Scrotal Circumference. J Anim Sci. 63:579-585.

Ratnawati D. 2008. Pengaruh Pemberian Suplemen Tradisional Terhadap Kualitas Semen Pejantan Sapi Bali. Sany Y, Martindah E, Nurhayati, Puastuti W, Sartika T, Parede L, Anggraeni A, Natalia L, penyunting. Inovasi teknologi mendukung agribisnis peternakan

ramah lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008. Bogor, 11-12 November 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. hlm. 116-121.

Reiling BA, Barthle C. 1999. Developing Young Bulls. Department of Animal Science. University of Florida. Gainesvile.

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.

Toelihere M. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Umiyasih U, Mariyono, Anggraeny YN, Krishna NH, Ratnawati D, Antari R, Mathius IW. 2011. Laporan Akhir Tahun Loka Penelitian Sapi Potong 2011.

Waltl BF, Scawarzenbacher H, Perner C, Sorkner J. 2004. Environmental age effect on the semen quality of Austrian Simmental Bulls. 55th Annual Meeting of the European Association for animal production. Blade, Slovenia.

Gambar

Tabel 1. Komposisi pakan penguat pada sapi jantan muda
Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan
Tabel 3. Konsumsi nutrien sapi jantan muda pada masing-masing perlakuan  Perlakuan  Konsumsi BK  (kg/ekor/hari)  Konsumsi PK (kg/ekor/hari)  Konsumsi TDN (kg/ekor/hari)  P1  6,42  0,76 b 4,41  P2  6,99  0,59 ab 4,50  P3  7,17  0,57 a 4,65  P4  6,62  0,81b
Tabel 4. Kualitas semen segar sapi jantan  Parameter  Perlakuan  P1  P2  P3  P4  Libido (detik)*  97,5 ± 53,0  76,5 ± 23,3  86,5 ± 38,2  161,0 ± 54,1  pH  7 ± 0,0  7,5 ± 0,7  7,3 ± 0,5  7,0 ± 0,0  Volume (cc)  13,4 ± 9,4  6,5 ± 4,9  6,3 ± 3,8  9,2 ± 8,5

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi Kualitas Air pada Daerah Pemeliharaan Ikan Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau. Pekanbaru, Universitas Riau Tatangindatu, F, Kalesaran, O, dan Rompas,

Sebagai contoh kualitas proses yang seharusnya dapat terlihat dari Penjas yang baik, seperti bagaimana guru menerapkan model pengembangan disiplin, pengajaran yang bernuansa

sementara, perawatan kesehatan, serta obat-obatan. Dalam hal ini juga biasanya bekerja sama dengan badan kesehatan guna memberikan pengetahuan tentang pentingnya

トン大学では、人文科学・社会科学・自然科学を専攻して卒業すると、 Bachelor o fArts の学士号 が与えられる。ここでは、 Bachelor o

Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Masa remaja di bagi menjadi dua bagian, yaitu

Dari Lampiran 4 dapat terlihat bahwa tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur tulisan pada label minuman sari buah kemasan siap minum yang diteliti yaitu sebesar 88.24%.. Terdapat

Sistematika penulisan artikel &#34;Hasil Penelitian Empiris&#34; terdiri dari: Judul; Nama Penulis; Alamat; Abstrak; Kata kunci; Pendahuluan; Metode Penelitian; Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa environmental performance berpengaruh positif signifikan terhadap financial performance, environmental cost berpengaruh negative