Irvena Ayunya Dewanto Rigen Pratitisari
Bahasa Indonesia 29 November 2011
Buku Harian Merry Statement of Intent
Novel Tanah Air Beta menceritakan Merry seorang anak perempuan yang memiliki keinginan besar untuk menyatukan keluarganya kembali. Setelah Merry mengetahui bahwa mamanya sedang sakit, ia langsung berubah menjadi seorang anak yang nekad demi mempersatukan keluarganya kembali. Merry berjuang pergi ke Motain untuk menemui Kak Mauro yang selama ini dirindukannya, Merry tidak ingin melihat Mama sedih dan termenung setiap hari memikirkan Kak Mauro, Merry tidak ingin Mama Tatiana sakit. Hingga akhirnya Merry berjuang pergi ke Motain untuk bertemu Kak Mauro, keinginan Merry untuk menyatukan keluarganya sangat besar dan akhirnya ia berhasil untuk menemui Kak Mauro. Di dalam penulisan ini, format yang dipilih adalah format buku harian karena dengan memilih format demikian, perasaan Merry lebih terungkap dengan jelas, seperti perasaan rindu Merry terhadap Kak Mauro, dan keinginan besar yang dimiliki Merry, yaitu untuk mempersatukan keluarganya kembali. Penulisan ini menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan sedikit logat Timor-Timur untuk karangan ini karena, jika yang digunakan logat Timor-Timur untuk keseluruhan cerita, pasti akan menjadi lebih rumit dan banyak kata yang sulit dimengerti.
Kupang, 5 Agustus 2004
Tida terasa suda hampir lima tahun sa dan Mama Tatiana pindah ke Kupang. Setiap hari, rasa rindu sa kepada kak Mauro semakin bertambah. Sa terus menantinya, berharap akan bisa
bertemu dengannya suatu saat. Mengapa sa dan mama harus terpisah dengan kak Mauro seperti ini, ini semua karena referendum! Kenapa harus ada referendum? Seandainya saja tida ada
referendum, pasti keluarga kami tida akan terpisah-‐pisah seperti ini. Sa hanya bisa berharap dan terus berharap. Kupang, 7 Agustus 2004
Suda berhari-‐hari bahkan bertahun-‐tahun sa duduk termenung seperti ini. Sa terus duduk termenung menuggu Kak Mauro dengan ekspresi yang sama setiap hari. Ya, raut wajah yang sama, wajah kelelahan dengan kening yang mengerut. Sa terus menunggu Kak Mauro, berharap suatu saat sa bisa melihat dia lagi. Namun semakin hari, rasanya semakin tida mungkin Kak Mauro akan kembali. Meskipun begitu, sa tida akan menyerah, sa akan terus menunggu Kak Mauro.
Kupang, 9 Agustus 2004
Kak Mauro, kapan kakak kembali ? sa tak sabar menunggu kakak untuk kembali ke Kupang, kan kalau kakak suda kembali kesini, kita bisa bermain bersama-‐sama, seperti dahulu. Disini kami merindukan kakak, sa dan mama sangat merindukan kakak. Sa mau memberitahu kakak tentang teman sa yang jahil itu. Ia bernama Carlo, dia sering sekali membuat sa marah, ia sering sekali menjahili sa. Biar tahu rasa dia, kalau Kak Mauro suda datang, pasti dia suda tida berani menjahili sa lai. Sa sangat berharap suatu saat kami bisa berkumpul lai, kami bertiga, Kak Mauro, sa dan Mama.
Kupang, 10 Agustus 2004
Alunan suara lagu ‘Kasih Ibu’, kenangan yang tak terlupakkan. Setiap kali sa meniup harmonika itu perlahan-lahan, sayup-sayup terdengar suara lantunan lagu ‘Kasih Ibu’. Seringkali sa memainkannya, Kak Mauro adalah satu-satunya orang yang mau mengajarkan sa untuk memainkan lagu itu. Sa rindu Kak Mauro.
Kupang, 11 Agustus 2004
SA RINDU !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Kupang, 13 Agustus 2004
Sa khawatir mama sakit. Sa tida mau mama sakit. Wajah mama terlihat pucat, ia terlihat sangat lemas. Sa sangat khawatir.
Kupang, 18 2004
Hari demi hari, wajah mama semakin pucat. Penyakit batuk yang dialaminya terlihat semakin parah. Tida, tida, tida, mama tida boleh sakit. Kak Mauro harus tahu soal ini.
Kupang, 20 Agustus 2004
Sa suda siap untuk menemui Kak Mauro di Motain. Tekad sa suda bulat. Tida ada yang bisa menghalangi sa lagi. Kak Mauro, tunggu sa.
Kupang, 22 Agustus 2004
Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan, padahal baru dua hari sa memulai perjalanan ini. Sa suda kehabisan bekal, suda kehausan suda kelelahan. Bisa-‐bisa sa mati kelaparan, namun
untunglah ada Carlo teman sa. Memang dia seringkali menjahili sa, tapi sekarang dia sangat baik. Ia mau mencarikan sa makanan didalam situasi seperti ini. Besok sa dan Carlo harus
meneruskan perjalanan, lebih baik sa istirahat dulu malam ini supaya besok bisa melanjutkan perjalanan. Sa suda tida sabar untuk bertemu dengan Kak Mauro.
Kupang, 24 Agustus 2004
Tadi, ketika kami sedang beristirahat ada seorang pengembala yang menawarkan kami untuk memandikan sapi, imbalannya makanan dan uang, ya mungkin uang nya tida banyak, namun cukup untuk sisa perjalanan kami. Kemudian sa dan Carlo memandikan sapi-‐sapi si pengembala itu, kami melakukan pekerjaan itu dengan sepenuh hati. Namun bagian paling seru adalah ketika kami saling mencipratkan air, sa dan Carlo bermain-‐main sambil memandikan sapi. Sa
mencripatkan air kepada Carlo lalu ia juga mencipratkan air kepada sa, kami terus bermain air hingga akhirnya hari suda mulai gelap. Lalu, kami mendapatkan imbalan kami yaitu makanan dan uang. Sa sangat senang !
Kupang, 25 Agustus 2004
Sekarang ini sa sedang duduk di atas Truk, sambil menulis dan menikmati hembusan angin. Hembusan angin yang terasa sangat nikmat, dan perasaan senang yang begitu hebat. Rumput-‐ rumput kering yang ada disekitar tanah gersang itu menari-‐nari tertiup angin, sementara truk ini sedangs melaju. Sa merasa lega, sebentar lagi sa akan sampai di Motain. Semua ini adalah
keajaiban, bahkan sa sendiri hampir tida percaya semua ini. Sa hanya memikirkan satu hal, yaitu hari yang akan tiba, hari dimana sa akan bertemu dengan Kak Mauro. Sopir Truk itu berkata bahwa mungkin besok kita bisa sampai di Motain. Sa tida sabar untuk menemui Kak Mauro !
Motain, 26 Agustus 2004
Perjalanan yang sangat melelahkan. Terik matahari yang begitu panas membuat sa semakin haus, semakin lelah. Keringat terus bercucuran dari kening sa. Perut sa terasa sangat lapar, bunyinya terdengar seperti cacing-‐cacing yang sedang bernyanyi riang. Sa hanya bisa duduk lemas terkulai . Tetapi sa suda sampai di tempat tujuan. Ya, Motain tempat dimana sa akan bertemu dengan Kak Mauro. Beribu-‐ribu orang mengunjungi tempat ini, berjuang dengan amat sangat keras untuk menemui sanak saudaranya. Setiap menit terdengar suara tangisan haru orang-‐orang itu, wajah mereka terlihat sangat sedih penuh dengan kebahagiaan. Sa tida bisa
membayangkan apa yang mereka sedang rasakan. Pasti perasaan mereka campur aduk, senang, sedih, terharu. Sebuah pertemuan indah di Motain. Andai saja sa yang sedang merasakan itu. Sa terus memikirkan, bagaimana nanti kalau sa suda bertemu Kak Mauro, apakah ia masih ingat sa. Sa berharap Kak Mauro masih ingat sa.
Motain, 27 Agustus 2011
Kak Mauro. Sosok seorang laki-‐laki berumur dua belas tahun, berambut ikal dan bertubuh tinggi. Dialah seorang kakak yang selama ini sa dambakan, yang selama ini sa tunggu-‐tunggu. Suda bertahun-‐tahun lamanya, sa tida berjumpa dengannya. Apakah ia masih ingat dengan sa ? sa adalah adiknya, adiknya yang bernama Merry. Seorang anak perempuan yang memiliki keinginan besar untuk menyatukan keluarganya. Ya, dialah Kak Mauro, orang yang sedang berdiri di hadapanku ini, orang yang selama ini kutunggu-‐tunggu. Sungguh pertemuan yang indah…
A: kisahnya sama persis dengan novel, cobalah menulis sesuatu yang tidak ada di novel
7 The student demonstrates a good understanding of the relevant aspects of the topic or theme. His work displays substantial detail, development and support. Creative pieces reflect substantial
imagination and sensitivity. The student’s response to literature demonstrates a good appreciation of the author’s intention and technique.
B:
8 The student’s work is usually well organized, clear and coherent and arguments
are presented in a thoughtful, logical manner. Paragraph structure and transitions help to develop the ideas. When such devices are required, sufficient attention is paid to critical apparatus.
C:
spelling, pronunciation and syntax rarely hinder communication. The student consistently uses a register suitable to intention and audience.